Vous êtes sur la page 1sur 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bermula dari sepotong lisan berbagai kerusuhan menjadi berlarut-larut. Sampai
ada pepatah yang mengatakan "Mulutmu Harimaumu" Dari ketergelincirnya lisan maka
berbagai problem diri maupun sosial menjadi mengemuka.
Salah satu bentuk kejahatan lisan yang termasuk dosa besar adalah namimah atau
adu domba. Seperti provokator yang senantiasa mencari korban agar mempercayai tiap
ucapannya, begitu pula namimah. Ia mencari korban dengan lisan tajamnya. Ketika kita
tidak jeli dalam menangkapnya maka jelas kita sudah masuk perangkapnya. Atau dalam
kasus yang lain kita kadang tidak merasa telah menyebarkan fitnah, sebagai pelaku
namimah sendiri. Maka perlu pemahaman batasan dalam perkataan agar tidak
dikategorikan namimah.
Mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak adalah
salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan dan yang menyulut api
kebencian serta permusuhan antar sesama manusia.
Di antara bentuk namimah yang paling buruk adalah hasutan yang dilakukan
seorang lelaki tentang istrinya atau sebaliknya, dengan maksud untuk merusak hubungan
suami istri tersebut. Demikian juga adu domba yang dilakukan sebagian karyawan
kepada teman karyawannya yang lain. Misalnya dengan mengadukan ucapan-ucapan
kawan tersebut kepada direktur atau atasan dengan tujuan untuk memfitnah dan
merugikan karyawan tersebut. Semua hal ini hukumnya haram.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Namimah
Namimah atau adu domba dalam bahasa Arab berasal dari kata al namimah yang
berarti penyebar fitnah. Makna secara etimologinya adalah memindahkan ucapan
seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak yang menyebabkan terputusnya
suatu ikatan yang telah terjalin, serta yang menyulut api kebencian dan permusuhan
antar sesama manusia.
Namimah adalah mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan
tujuan merusak salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan, serta yang
menyulut api kebencian dan permusuhan antar sesama manusia sering kita menyebutnya
adu domba.
Allah SWT. mencela pelaku perbuatan tersebut dalam firman-Nya :

Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang
banyak mencela, yang kian kemari menghambar fitnah (Al Qalam : 10-11).
Dalam sebuah hadits marfu yang diriwayatkan Hudzaifah Radhiallahuanhu
disebutkan :
Tidak akan masuk surga bagi Al Qattat (tukang adu domba] [HR Al Bukhari, lihat
Fathul Bari :10/472].
Dalam An Nihayah karya Ibnu Katsir 4/11 disebutkan :
Al qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan) tanpa
sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain
dengan tujuan mengadu domba.
Ibnu Abbas meriwayatkan :
(suatu hari) Rasulullah Shallallahualaihi wasallam melewati sebuah kebun di antara
kebun-kebun Madinah, tiba-tiba beliau mendengar dua orang yang disiksa dalam
kuburnya,

lalu Nabi Muhammad Saw bersabda :


Keduanya disiksa, padahal tidak karena masalah yang besar (dalam anggapan
keduanya) lalu bersabda benar (dalam sebuah riwayat disebutkan: padahal
sesungguhnya ia adalah persoalan besar) seorang diantaranya tidak meletakkan
sesuatu untuk melindungi diri dari percikan kencingnya dan seorang lagi (karena) suka
mengadu domba (HR. Al-Bukhari, Fathul Bari :1/317).
Al-Ghazali berkata, Setiap orang yang disampaikan an-Namimah kepadanya
dan dikatakan kepadanya, Si fulan berkata begini tentangmu, maka dia wajib
melakukan enam perkara:
Pertama, hendaklah dia tidak membenarkannya (tidak mempercayainya), karena
pengadu domba tersebut adalah orang yang fasik, dan kabarnya tertolak.
Kedua, hendaklah dia melarangnya dari hal tersebut, menasihatinya dan menyatakan
bahwa perbuatan tersebut adalah buruk.
Ketiga, hendaklah dia membencinya karena Allah, sebab orang tersebut dibenci oleh
Allah, sedangkan benci karena Allah adalah wajib.
Keempat, janganlah berprasangka buruk terhadap pihak yang perkataannya dibeberkan,
berdasarkan firman Allah Subhanahu waTa`ala,


Jauhilah kebanyakan dari prasangka. (Al-Hujurat: 12).
Kelima, janganlah apa yang diceritakan kepadamu, membuatmu mencari-cari (tajassus)
dan meneliti kebenaran sesuatu yang diadukan tersebut. Allah SWT berfirman:





.. . dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. (Al-Hujurat: 12).
Keenam, hendaklah dia tidak ridha untuk dirinya sendiri apa yang dia sendiri melarang
pelaku namimah darinya, maka janganlah dia menceritakan namimahnya.
Dan terdapat suatu riwayat bahwasa seorang lelaki menyebutkan sesuatu tentang
seseorang kepada Umar bin Abdul Azis rahimahullah. Maka Umar berkata, Jika kamu
mau, maka kami akan melihat perkaramu, namun bila kamu ternyata seorang pendusta,
maka kamu termasuk golongan ayat ini,


Jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti, (Al-Hujurat: 6), dan bila kamu orang yang benar, maka kamu termasuk golongan
ayat ini,


Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, (Al-Qalam:11), dan jika
kamu mau, kami akan mengampunimu. Dia menjawab, Pengampunan yang aku mau,
wahai Amirul Mukminin, saya tidak akan mengulanginya lagi selamanya.
Seseorang menyerahkan secarik kertas kepada ash-Shahib bin Abbad yang di
dalamnya dia didorong untuk mengambil harta seorang anak yatim, dan harta tersebut
berjumlah banyak. Maka dia menuliskan kalimat di baliknya, Namimah adalah jelek,
walaupun benar. Mayit itu, semoga Allah merahmatinya. Anak yatim itu, semoga Allah
mencukupinya. Harta itu, semoga Allah mengembangkannya. Dan orang yang berusaha
(mengambilnya), semoga Allah melaknatnya.

B. Hukum dan Ancaman bagi Pelaku Namimah/ Adu Domba


Berdasarkan definisi namimah dalam pembahasan sebelumnya, jelas bahwa
namimah termasuk perbuatan madzmumah (akhlak tercela). Bahkan berdasar ijma'
hukum namimah adalah haram. Sebagaimana firman Alloh SWT dalam Al-Qur'an surat
Al-Qalam : 10-11 yang artinya :
"Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang bersumpah lagi hina yang banyak
mencela, yang kian kemari menghambur fitnah."
Dalam sebuah hadits marfu' diriwayatkan oleh Hudzaifah :
"Tidak akan masuk surga bagi tukang adu domba." ( HR Bukhori)
Pelaku namimah juga diancam dengan adzab di alam kubur. Ibnu Abbas
meriwayatkan,
Suatu hari Rasulullah SAW melewati dua kuburan, lantas bersabda :
"Sesungguhnya penghuni kedua kubur ini sedang diadzab. Dan keduanya bukanlah
diadzab karena perkara yang berat untuk ditinggalkan. Yang pertama, tidak

membersihkan diri dari air kencingnya. Sedang yang kedua, berjalan kesana kemari
menyebarkan namimah."(HR Bukhori)

C. Pengaruh dan Upaya Melepaskan Diri dari Perilaku Namimah/Adu Domba


1. Pengaruh Namimah/Adu Domba
Jarang sekali orang yang memandang namimah/Adu Domba sebagai suatu
penyakit yang bisa diobati. Kisah berikut ini menjelaskan kepada kita, bahaya namimah
dalam memecah belah manusia dan menyebabkan kerusakan di muka bumi.
Dari Hamad bin Salamah, dia mengatakan bahwa seseorang telah menjual
seorang hamba sahaya, lalu dia berkata kepada si pembeli, Dia tidak mempunyai cacat,
kecuali suka berbuat namimah. Lalu si pembeli menganggap itu baik, maka dibelilah
hamba sahaya itu. Kemudian budak itu tinggal dengan keluarga si pembeli. Suatu hari,
ia bercerita kepada istri si pembeli, Sesungguhnya suamimu tidak mencintaimu dan dia
akan menikah lagi. Maukah engkau kuberitahu agar dia mencintaimu kembali. Lalu
istri Si pembeli itu menjawab, Mau! Berkata lagi si hamba kepadanya, Ambillah
pisau cukur, dan cukurlah jenggot suamimu ketika ia tidur. Setelah itu si hamba tadi
pergi menemui tuannya, lalu berkata, Sesungguhnya istrimu punya kekasih yang lain
dan dia hendak membunuhmu, apakah Tuan ingin mengetahui hal itu? Si tuan
menjawab, Ya, mau! Lalu si hamba berkata lagi, Berpura-puralah Tuan tidur, maka
Tuan akan tahu. Maka ia pun berpura pura tidur, lalu datanglah istrinya dengan
membawa pisau cukur, dengan maksud akan mencukur jenggot suaminya. Tetapi
suaminya menyangka bahwa istrinya akan membunuhnya, maka direbutlah pisau cukur
itu dari istrinya, lalu dibunuhlah istrinya. Setelah itu datanglah orangtuanya, sehingga
terjadilah perang antara dua kelompok.
2. Upaya Melepaskan Diri Dari Perilaku Namimah
Secara tegas Alloh membenci pelaku namimah. Dan sebagai hamba yang
senantiasa memegang tali Alloh, maka selayaknya mengelak dari perbuatan ini.
Ghibah yang berlebihan sering mendorong seseorang untuk namimah, entah
sengaja maupun tidak. Begitu pula rasa tidak suka, hasad kita pada seseorang
menjadikan kita berlaku jahat dan tidak adil pada seseorang, termasuk dalam hal ini
adalah namimah. Karena betapa banyak perbuatan namimah yang terjadi karena adanya
hasad di hati. Lebih dari itu, satu langkah agar terlepas dari perbuatan namimah adalah
hendaknya kita tidak memendam hasad (kedengkian) kepada orang lain serta mengelak
5

dari ghibah. Dan yang lebih berat lagi adalah berusaha untuk menjaga lisan serta
menahan dari perkataan tidak berguna, apalagi dari perkataan yang menyebabkan
saudara kita tersakiti dan terdzalimi.
Dalam kondisi yang berbeda bila kita dihadapkan pada pelaku namimah yang
memprovokasi kita dengan kata-kata manisnya, maka perlu sensor yang ketat agar tidak
terjebak dalam kubangan dosa. Imam Nawawi berkata, "Dan setiap orang yang
disampaikan kepadanya perkataan namimah, dikatakan : " Fulan telah berkata
tentangmu begini begitu. Atau melakukan ini dan itu terhadapmu, " maka hendaklah ia
melakukan 6 perkara yaitu :
1. Tidak membenarkan perkataannya
2. Mencegahnya dari perbuatan tersebut dengan menasehatinya dan menjelaskan
kepadanya bahwa perbuatannya itu tidak baik.
3. Membencinya karena Alloh, karena perbuatan semacam itu sangat dibenci Alloh.
Maka wajib membenci orang yang dibenci oleh Alloh.
4. Tidak bersu'udzon atau berprasangka buruk kepada orang yang dikomentari negatif
oleh pelaku namimah.
5. Tidak memata-matai atau mencari-cari aib yang bersangkutan dikarenakan
namimah yang didengarnya.
6. Jangan menelan semua yang dikatakan oleh si provokator tersebut.
D. Cara Berhadapan dengan Orang yang Melakukan Namimah
Para ulama menjelaskan enam sikap yang wajib kita lakukan bila berhadapan
dengan orang yang melakukan namimah.
1. Tidak membenarkan apa yang disampaikannya, karena persaksiannya tertolak. AlQuran menyebut orang semacam itu dengan sebutan fasik.
2. Melarangnya dari namimah, karena melarang kemunkaran itu wajib.
3.

Membencinya karena Allah, karena ia telah maksiat; dan membenci orang yang
maksiat itu wajib.

4. Tidak berburuk sangka terhadap saudara kita yang diceritakannya, karena berburuk
sangka terhadap sesama muslim itu haram.
5.

Tidak mencari-cari keterangan untuk menemukan kesalahan orang lain, karena


Allah melarang perbuatan tersebut.

6.

Apa yang tidak disukai oleh manusia dari namimah jangan sampai kita lakukan,
dan jangan pula menyebarkan apa yang disampaikan oleh orang yang berbuat
namimah kepada siapa pun.
6

Ketika seseorang masuk menemui Umar bin Abdul Aziz dan menceritakan
kepadanya tentang orang lain, berkatalah Umar, Bila engkau mau, akan aku selidiki
keteranganmu. Bila engkau dusta maka engkau termasuk yang diceritakan dalam ayat:
Bila datang kepadamu seorang fasik membawa suatu berita, maka selidikilah dahulu.
Sedangkan bila engkau benar, maka engkau termasuk yang diceritakan dalam ayat:
Yang mengadu domba dan berjalan dengan melakukan namimah. Bila engkau mau,
aku akan mengampuni. Lalu orang itu berkata, Maafkanlah wahai Amirul Mukminin,
saya tidak akan mengulanginya lagi
Berkata Hasan al Bashri, Barangsiapa menyampaikan suatu pembicaraan kepadamu,
maka ketahuilah, sesungguhnya ia pun akan menyampaikan ucapanmu kepada orang
lain.
E. Cara bertaubat dari namimah :
1. Menyesali

perbuatan

itu,

bertekad

untuk

tidak

dan beristighfar serta bertaubat dengan benar.


2. Bila sudah telanjur memanas-manasi keadaan,

melakukannya
maka

dia

harus

kembali
segera

meluruskankembali permasalahannya sehingga suasana menjadi tenteram kembali,


kemudianmeminta maaf kepada keduanya
3. Jika telah terjadi permusuhan dan perselisihan antarpihak yang diadu domba,maka
dia harus berusaha untuk mendamaikanya kembali dan meminta maaf kepada kedua
belah pihak serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan terdahulu dapat kami tarik kesimpulan bahwa namimah
merupakan akhlaq madzmumah (akhlak tercela) yang hendaknya kita hindari. Secara
7

sederhana memang sukar melepaskan diri darinya. Karena kebencian muncul dari orangorang yang menghancurkan tali silaturrahim yang telah terjalin. Otomatis perpecahanlah
yang akhirnya terjadi.
Cara Berhadapan dengan Orang yang Melakukan Namimah
Para ulama menjelaskan enam sikap yang wajib kita lakukan bila berhadapan
dengan orang yang melakukan namimah.
1. Tidak membenarkan apa yang disampaikannya, karena persaksiannya tertolak. AlQuran menyebut orang semacam itu dengan sebutan fasik.
2. Melarangnya dari namimah, karena melarang kemunkaran itu wajib.
3. Membencinya karena Allah, karena ia telah maksiat; dan membenci orang yang
maksiat itu wajib.
4. Tidak berburuk sangka terhadap saudara kita yang diceritakannya, karena berburuk
sangka terhadap sesama muslim itu haram.
5. Tidak mencari-cari keterangan untuk menemukan kesalahan orang lain, karena
Allah melarang perbuatan tersebut.
6. Apa yang tidak disukai oleh manusia dari namimah jangan sampai kita lakukan, dan
jangan pula menyebarkan apa yang disampaikan oleh orang yang berbuat namimah
kepada siapa pun.
B. Kritik dan Saran
Dengan kerendahan hati, penulis merasa makalah ini sangat sederhana dan jauh
dari kesempurnaan. Kritik dan Saran yang konstruktif sangat diperlukan demi
kesempurnaan

makalah ini, sehingga akan

perbaikan dimasa yang akan datang.

lebih bermanfaat konstribusinya bagi

DAFTAR PUSTAKA

Moh. Anwar, Fiqh Islam: Muamalah, Munakabat, Faroid dan Jinayah,


Bandung: PT. Al-Maarif, 1988
Effendy, Mochtar. 2001. Ensiklopedi Agama dan Filsafat. Palembang: PT
Widyadara.
Al-'Adawy, Musthafa. 2006.Fiqih Akhlak.Jakarta: Qisthi Press.
http://inkesehatan.blogspot.com/2014/07/10-jenis-tanaman-obat-danmanfaatnya.html

Vous aimerez peut-être aussi