Vous êtes sur la page 1sur 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu kesehatan sangatlah fleksibel dengan mengikuti perkembangan zaman. Hal itu
dapat dilihat dengan perkembangan penyakit dan cara mengatasinya. Penyakit
sangatlah berbahaya bagi tubuh manusia, apalagi yang dapat mengganggu jiwa
manusia. Karena itu ketika penyakit dapat membahayakan maka secepat mungkin harus
dicari cara mengatasinya atau pengobatan terhadap penyakit yang diderita, demikian
pula penyakit struma yang menyebabkan pembengkakan pada leher.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) mencatat sekitar 20 persen pasien
endokrin menderita gangguan fungsi tiroid. "Gangguan tiroid menempati urutan kedua
daftar penyakit endokrin setelah diabetes," kata Ketua Perkeni Prof Dr Achmad
Rudijanto di sela-sela Asia And Ocenia Thyroid Association Congress (AOTA) di Kuta,
Bali, Minggu (21/10).
Tingginya jumlah penderita gangguan hormon yang mengatur metabolisme tubuh
disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat akan gejala dan kelainan tiroid.
Gangguan fungsi tiroid ada dua yaitu kekurangan hormon tiroid (hipotiroid) dan
kelebihan (hipertiroid). Gejala umum dari keduanya secara umum adalah pembesaran
kelenjarnya atau dikenal gondok atau struma. Kelainan hipotiroid pada perempuan
risikonya lebih besar dibandingkan dengan pria. Diperkirakan sekitar 2,5 persen ibu
hamil mengalami gangguan hormon tersebut.
Maka dari itu pada kesempatan ini penulis akan memaparkan sebuahmakalah
mengenai struma nodosa serta hal-hal yang menyangkut penyakit ini.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis membatasi masalah agar tidak membahas yang meluas,
batasan makalah ini adalah :
1. Anatomi dan fisiologis kelenjar thyroid
2. Pengertian penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid

3. Etiologi dan patofisiologi penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid


4. Manifestasi klinik, komplikasi dan penatalaksanaan penyakit struma, hipertiroid, dan
hipotirid
5. Diagnosa yang mungkin muncul pada penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan teori dan konsep penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologis kelenjar thyroid
b. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian penyakit struma, hipertiroid, dan
hipotirid
c. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dan patofisiologi penyakit struma,
hipertiroid, dan hipotirid
d. Mahasiswa

dapat

mengetahui

manifestasi

klinik,

komplikasi

dan

penatalaksanaan penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid


e. Mahasiswa dapat mengetahui diagnosa yang mungkin muncul pada penyakit
struma, hipertiroid, dan hipotirid.

BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi Kelenjar Thyroid


1. Anatomi
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan sangat
vascular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring setinggi vertebra
cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini terselubungi lapisan pretracheal
dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2 lobus, lobus dextra dan sinistra, yang
dihubungkan oleh isthmus. Beratnya kira-kira 25 gr tetapi bervariasi pada tiap
individu. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada wanita terutama saat menstruasi dan
hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti kerucut. Ujung apikalnya menyimpang ke lateral
ke garis oblique pada lamina cartilago thyroidea dan basisnya setinggi cartilago
trachea 4-5. Setiap lobus berukuran 5x3x2 cm. Isthmus menghubungkan bagian
bawah kedua lobus, walaupun terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang
dan lebarnya kira-kira 1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun
terkadang lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah.
Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:
Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian
tengah faring yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama

disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua
pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.
Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch
melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.
Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus
thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra
cervicalis 5, 6, dan 7.
Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan
di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.
a. Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
1) Arteri thyroidea superior (arteri utama)
2) Arteri thyroidea inferior (arteri utama)
3) Terkadang masih pula terdapat arteri thyroidea ima, cabang langsung dari
aorta atau arteri anonyma.
b. Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
1) Vena thyroidea superior (bermuara di Vena jugularis interna)
2) Vena thyroidea medialis (bermuara di Vena jugularis interna)
3) Vena thyroidea inferior (bermuara di Vena anonyma kiri)
c. Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:
1) Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
2) Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu
menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar vena jugularis. Dari sekitar vena
jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.
d. Persarafan kelenjar tiroid:
1) Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior
2) Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang
N.vagus)
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita
suara terganggu (stridor/serak).
e. Vaskularisasi
Kelenjar tiroid disuplai oleh arteri tiroid superior, inferior, dan terkadang juga
arteri tiroidea ima dari arteri brachiocephalica atau cabang aorta. Arterinya

banyak dan cabangnya beranastomose pada permukaan dan dalam kelenjar,


baik ipsilateral maupun kontralateral.
Tiroid superior menembus fascia tiroid dan kemudian bercabang menjadi
cabang anterior dan posterior. Cabang anterior mensuplai permukaan anterior
kelenjar dan cabang posterior mensuplai permukaan lateral dan medial. tiroid
inferior mensuplai basis kelenjar dan bercabang ke superior (ascenden) dan
inferior yang mensuplai permukaan inferior dan posterior kelenjar.Sistem
venanya berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu di permukaan
membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
f.

Sistem Limfatik
Pembuluh limfe tiroid terhubung dengan plexus tracheal dan menjalar sampai
nodus prelaringeal di atas isthmus tiroid dan ke nodus pretracheal serta
paratracheal. Beberapa bahkan juga mengalir ke nodus brachiocephal yang
terhubung dengan tymus pada mediastinum superior

2. Fisiologi
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid memiliki dua buah
lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di kartilago krokoidea di leher pada cincin
trakea ke dua dan tiga. Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan
mempercepat metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan dua hormon yang penting
yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Karakteristik triioditironin adalah berjumlah
lebih sedikit dalam serum karena reseptornya lebih sedikit dalam protein pengikat
plasma di serum tetapi ia lebih kuat karena memiliki banyak resptor pada jaringan.
Tiroksin memiliki banyak reseptor pada protein pengikat plasma di serum yang
mengakibatkan banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat
berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit.
a. Proses pembentukan hormon tiroid adalah:
1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini
dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah.
2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar yang
nantinya akan mensekresi hormon tiroid
3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh
enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase.
4) Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan
menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat terjadi
karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar
daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar lebih cepat.

5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika
teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I
menjadi diiodotirosin)
6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika
monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi
triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin
atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi
untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal
ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat plasma.
Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon tiroid terutama tiroksin sangat
kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih
mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton. 1997)
b. Efek Hormon Tiroid
1) Efek

hormon

Meningkatkan

tiroid

dalam

jumlah

dan

meningkatkan
aktivitas

sintesis

mitokondria

protein

serta

adalah

meningkatkan

kecepatan pembentukan ATP


2) Efek tiroid dalam transpor aktif : meningkatkan aktifitas enzim NaK-ATPase
yang

akan

menaikkan

kecepatan

transpor

aktif

dan

tiroid

dapat

mempermudah ion kalium masuk membran sel.


3)

Efek pada metabolisme karbohidrat : menaikkan aktivitas seluruh enzim,

4) Efek pada metabolisme lemak: mempercepat proses oksidasi dari asam


lemak. Pada plasma dan lemak hati hormon tiroid menurunkan kolesterol,
fosfolipid, dan trigliserid dan menaikkan asam lemak bebas.
5) Efek tiroid pada metabolisme vitamin: menaikkan kebutuhan tubuh akan
vitamin karena vitamin bekerja sebagai koenzim dari metabolisme.Oleh
karena metabolisme sebagian besar sel meningkat akibat efek dari tiroid,
maka laju metabolisme basal akan meningkat. Dan peningkatan laju basal
setinggi 60 sampai 100 persen diatas normal.
6)

Efek Pada berat badan. Bila hormone tiroid meningkat, maka hampir selalu
menurunkan berat badan, dan bila produksinya sangat berkurang, maka
hampir selalu menaikkan berat badan. Efek ini terjadi karena hormone tiroid
meningkatkan nafsu makan.

7) Efek terhadap Cardiovascular. Aliran darah, Curah jantung, Frekuensi deny


jantung, dan Volume darah meningkat karena meningkatnya metabolism
dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak produk
akhir yang dilepas dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi pada
sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah.

8) Efek

pada

Respirasi.

Meningkatnya

kecepatan

metabolism

akan

meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida.


9) Efek pada saluran cerna. Meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan.
Tiroid dapat meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan
pergerakan saluran cerna.

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Struma


1. Pengertian Struma
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke
dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka

akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas dan disfagia.

2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
a. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobak, kacang kedelai).
d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).

3. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk
ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam
kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid
Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada
fase sel koloid.
Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4)
dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik
negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada
tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan
metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

4. Klasifikasi
a. Berdasarkan Fisiologisnya
1) Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan
kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter
atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat
mengakibatkan kompresi trakea.
2) Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari
kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi
atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop
atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.
Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap
udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit
kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan
penurunan kemampuan bicara.
3) Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan
sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon
tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis
antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya
produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.
Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat,
keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain
itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian
atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok,
dan atrofi otot.

b. Berdasarkan Klinisnya
1) Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan
struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada
perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas
ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan
memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan
(struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic
goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara
hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap
selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan
pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut
sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi
tetapi bukan mencegah pembentuknya.
Apabila gejala-gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam
jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa
khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan
menelan, koma dan dapat meninggal.

2) Struma Non Toksik


Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi
menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non
toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut
sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering

ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium


dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tandatanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya
tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya
endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan
seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan
yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai
Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %,
endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.

5. Tanda dan Gejala


Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan, maka tanda dan gejala pasien
struma adalah :
a. Status Generalis (umum)
1) Tekanan darah meningkat (systole)
2) Nadi meningkat
3) Mata : Exophtalamus
a) Stellwag sign : jarang berkedip
b) Von Graefe sign : palpebra mengikuti bulbus okuli waktu melihat ke
bawah.
c) Morbius sign : sukar konvergensi

d) Jeffroy sign : tak dapat mengerutkan dahi.


e) Rossenbach sign : tremor palpebra jika mata ditutup.
4) Hipertoni simpatis : kulit basah dan dingin, tremor
5) Jantung : takikardi
b. Status Lokalis : Regio Colli Anterior
1) Inspeksi : benjolan, warna, permukaan, bergerak waktu menelan
2) Palpasi : permukaan, suhu
a) Batas atas kartilago tiroid
b) Batas bawah incisura jugularis
c) Batas medial garis tengah leher
d) Batas lateral m.sternokleidomastoid
c. Gejala Khusus
1) Struma kistik
a) Mengenai 1 lobus
b) Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan
c) Kadang multilobularis
d) Fluktuasi (+)
2) Struma Nodusa
a) Batas jelas
b) Konsistensi : kenyal sampai keras
c) Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarsinoma tiroidea
3) Struma Difusa
a) Batas tidak jelas
b) Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek.

4) Struma vaskulosa
a) Tampak pembuluh darah (biasanya arteri), berdenyut
b) Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa
c) Kelenjar getah bening : Paratracheal Jugular Vein.

6. Komplikasi Struma
a. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada
jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontraktilitas jantung meningkat
dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien
yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi
payah jantung.
b. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran
air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas
hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.
c. Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia
bagian

bawah

(miksedema

pretibia),

yang

disebabkan

penumpukan

glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.

7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi
penduduk di daerah endemik sedang dan berat.
b. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik
diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan
anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc 0,8
cc.
d. Tindakan operasi

Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila
pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ
sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
8. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1) Anamnesa
a) Usia dan jenis kelamin
b) Benjolan pada leher, lama dan pembesarannya
c) Gangguan menelan, suara serak (gejala penekanan), nyeri
d) Riwayat radiasi di daerah leher dan kepala
e)

Asal/tempat tinggal

f)

Riwayat keluarga

g) Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan


berat, atrofi otot.
h) Eliminasi : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
i)

Makanan/cairan : kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan


meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan
muntah, pembesaran tyroid, goiter

j)

Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik,
emosi labil, depresi.

k) Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan,


alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu
meningkat di atas 37,5oC, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan,
rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada
konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial)
yang menjadi sangat parah.
l)

Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali,


impotensi.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi :
a) Struma toksik : kurus meski banyak makan, irritable, keringat banyak,
nervous, palpitasi, tidak tahan udara panas, hipertoni simpatikus (kulit
basah, dingin dan tremor halus).
b) Struma non toksik : gemuk, malas dan banyak tidur, ganggun
pertumbuhan.

c) Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema


paru (pada krisis tirotoksikosis).
2) Palpasi :
a) Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih,
konsistensinya kenyal.
b) Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, foto fobia
c) Derajat 0 : Tidak teraba pada pemeriksaan
(1) Derajat 0a

: Tidak terlihat atau teraba tidak besar dari normal

(2) Derajat 0b

: Jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak

terlihat bila kepala ditegakkan


d) Derajat I

:Teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala

ditegakkan
e) Derajat II : Mudah terlihat pada posisi kepala normal
f)

Derajat III : Terlihat pada jarak jauh

c. Pemeriksaan Penunjang dan Radiologis


1) Pemeriksaan penunjang
a) Human thyrologlobulin (untuk keganasan thyroid)
b) Kadar T3, T4
Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11
(1) Darah rutin
(2) Endo Crinologiie minimal tiga hari berturut turut (BMR) nilai normal
antara 10s/d +15
(3) Kadar calsitoxin (hanya pada penderita yang dicurigai carsinoma
meduler).
2) Pemeriksaan radiologis
a) Dilakukan foto thorak posterior anterior
b) Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu
technig.
c) Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.
d. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
Adapun diagnosa yang sering muncul adalah :
1) Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder
terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas,
pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis.
Tujuan : Jalan nafas klien efektif

Kriteria : Tidak ada sumbatan pada trachea


Intervensi
a) Monitor

Rasional

pernafasan

dan Mengetahui

kedalaman dan kecepatan nafas


b) Dengarkan

suara

perkembangan

dari

gangguan pernafasan.

nafas, Ronchi bisa sebagai indikasi adanya

barangkali ada ronchi

sumbatan jalan nafas.

c) Observasi kemungkinan adanya Indikasi adanya sumbatan pada


stridor, sianosis

trakhea atau laring.

d) Atur posisi semifowler

Memberikan suasana yang lebih


nyaman.

e) Bantu klien dengan teknik nafas Memudahkan pengeluaran sekret,


dan batuk efektif

memelihara

bersihan

jalan

nafas.dan ventilasi.
f)

Melakukan suction pada trakhea Sekresi


dan mulut

g) Perhatikan

yang

menumpuk

mengurangi lancarnya jalan nafas.


klien

dalam

hal Mungkin ada indikasi perdarahan

menelan apakah ada kesulitan.

sebagai efek samping opersi.

2) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri, kerusakan nervus


laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.
Tujuan

: Klien dapat komunikasi secara verbal.

Kriteria hasil

: Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.

Intervensi
a) Kaji pembicaraan klien secara Suara
periodik.

Rasional
parau dan sakit

tenggorokan

merupakan

pada
faktor

kedua dari odema jaringan / sebagai


efek pembedahan.
b) Kunjungi klien sesering mungkin
c) Lakukan

komunikasi

dengan Mengurangi

singkat dengan jawaban ya/tidak.

respon

bicara

yang

terlalu banyak.

d) Kurangi kecemasan klien dan Klien dapat mendengar dengan jelas


ciptakan lingkungan yang tenang.

komunikasi antara perawat dan klien.

3) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan dampak pembedahan,


udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah
tampak tegang.
Tujuan : Rasa nyeri berkurang
Kriteria hasil

:Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg

menunjukkan adanya nyeri.


Intervensi
a) Atur posisi semi fowler, ganjal
kepala /leher dengan bantal kecil

Rasional
Mencegah hyperekstensi leher dan
melindungi integritas pada jahitan
pada luka.

b) Kaji respon verbal /non verbal


lokasi, intensitas dan lamanya

Mengevaluasi nyeri, menentukan


rencana tindakan keefektifan terapi.

nyeri.
c) Intruksikan

pada

menggunakan

klien

tangan

agar Mengurangi ketegangan otot


untuk

menahan leher pada saat alih


posisi .
d) Beri makanan /cairan yang halus
seperti es krim.
e) Lakukan
dokter
analgesik.

kolaborasi
untuk

Makanan yang halus lebih baik bagi


klien

yang

menjalani

kesulitan

dengan menelan.
pemberian Memutuskan transfusi SSP pada
rasa nyeri.

4) Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang


ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
Tujuan : Pengetahuan klien bertambah.

Kriteria hasil

:Klien berpartisipasi dalam program keperawatan

Intervensi
a) Diskusikan

Rasional
tentang Mempertahankan daya tahan tubuh

keseimbangan nutrisi.

klien.

b) Hindari makanan yang banyak Kontraindikasi pembedahan kelenjar


mengandung

zat

goitrogenik thyroid.

misalnya makanan laut, kedelai,


Lobak cina dll.
c) Konsumsikan

makanan

tinggi Memaksimalkan suplai dan absorbsi

calsium dan vitamin D.

kalsium.

B. Asuhan Keperawatan Hipotyroidisme


1. Pengertian Hipotyroidisme
Hipotyroid merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid
yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini
terjadi akibat kadar hormone tiroid berada dibawah nilai optimal.
Hipotyroidisme (hiposekresi hormone tiroid) adalah status metabolic yang di
akibatkan

oleh

kekurangan

hormone

tiroid.

Hipotiroidisme

kognital

dapat

mengakibatkan kretinisme.
Hipotyroid adalah penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat
kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan
jaringan tubuh akan hormon-hormon tiroid . (Hotma Rumahorbo S.kep,1999)
Hipotiroid dibagi menjadi 3 tipe :
a. Hipotyroid primer : kerusakan pada kelenjar tiroid
b. Hipotyroid sekunder: akibat defisiensi sekresi TSH oleh hipofisis
c. Hipotyroid Tersier : Akibat defiensi sekresi TRH oleh hipotalamus
2. Etiologi
Hipotiroidisme biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat hipertiroidisme yang
mengalami terapi radioiodium, pembedahan, atau preparat antitiroid. Kejadian ini
paling sering ditemukan pada wanita lanjut usia. Terapi radiasi untuk penanganan
kanker kepala dan leher kini semakin sering menjadi penyebab hipotiroidime pada
lansia laki-laki.
Secara klinis dikenal 3 hipotiroidisme, yaitu :
a. Hipotiroidisme sentral, karena kerusakan hipofisis atau hypothalamus
b. Hipotiroidisme primer apabila yang rusak kelenjar tiroid

c. Karena sebab lain, seperti farmakologis, defisiensi yodium, kelebihan yodium,


dan resistensi perifer.
3. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk
ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam
kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid
Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada
fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk
tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan
umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung
pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak
aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan
metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hypofisis.

Keadaan

ini

menyebabkan

pembesaran

kelenjar

tyroid.(

Hotma

Rumahorbo,1999)
Patofisiologi hipotiroidisme brdasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat
menyebabkan hipotiroidisme, yaitu :
a. Hipotiroidisme sentral (HS)
Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis, maka
disebut hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di
hipothalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor
hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan visus,
sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon yang berlebih (ACTH penyakit
Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada wanita dan
impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan tumor hipofisis
lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH.
b. Hipotiroidisme Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi
kelenjar.

Jarang

ditemukan,

tetapi

merupakan

etiologi

terbanyak

dari

hipotiroidisme kongenital di negara barat. Umumnya ditemukan pada program


skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi karena Operasi, Radiasi, Tiroiditis
autoimun, Karsinoma, Tiroiditis subakut, Dishormogenesis, dan Atrofi.
1) Pascaoperasi

Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal


atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan
hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme
dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan
dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya.
2) Pascaradiasi
Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan
lebih dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi
pemberian RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme
sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada radiasi eksternal di usia <20 tahun :
52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun tergantung juga dari
dosis radiasi.
3) Tiroiditis autoimun
Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan antibodi
antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin,
Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor
predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon
imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem
imun dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala klinisnya
mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak
permanen.
4) Tiroiditis Subakut (De Quervain)
Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologi yaitu virus. Akibat
nekrosis

jaringan,

hormon

merembes

masuk

sirkulasi

dan

terjadi

tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan


hipotiroidisme sepintas.
5) Dishormogenesis
Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses
hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat
maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal,
namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut.
6) Karsinoma
Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.
c. Hipotiroidisme sepintas
Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat
menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca
tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40%

kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah


setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi
substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini
banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami gangguan perkembangan
saraf.
4. Manifestasi Klinik
Sering merasa kelelahan ketika bangun di pagi hari, kenaikan berat badan,
sering merasa kedinginan sepanjang waktu terutama tangan dan kaki merupakan
gejala umum dari hipotiroid. Adapun gejala umum hipotiroidisme yang lain, adalah :
a. Depresi dan mudah stress.
b. Nyeri / sakit pada seluruh anggota tubuh, terkadang diikuti sakit kepala.
c. Insomnia atau susah tidur.
d. Sembelit atau susah buang air besar.
e. Kerontokan pada rambut dan sebagian lagi mengalami kekeringan.
f.

Berkurangnya / menurunnya daya ingat dan konsentrasi.

g. Penurunan CO
h. Kebutuhan oksigen menurun
i.

Hiperlipidemia

j.

Hiperkolestrolemia

k. Anemia
l.

Penurunan transportasi oksigen

m. Penurunan peristaltik
n. Anoreksia
o. Peningkatan BB
p. Konstipasi
q. absorbsi glukosa lambat
r.

Pembesaran pada leher

s. Apatis
t.

Berbicara lambat

u. Sering berkeringat
v. Udema
w. Dispnea

5. Komplikasi
Komplikasi koma miksedema adalah komplikasi yang bisa mengancam nyawa
pasien dengan hipotiroidisme. Selain itu, gagal pernafasan juga dikaitkan dengan
hipotiroidisme biasanya dengan koma miksedema. Hipotiroidisme kronik dapat
mengakibatkan gangguan kardiovaskuler. Tanda dan gejaala seperti nyeri dada
dan dispnea.
6. Penatalaksanaan
Tujuan primer penatalaksaan hipotioidisme adalah memulihkan metabolisme
pasien kembali kepada keadaan metabolik normal dengan cara mengganti hormon
yang hilang. Levotiroksin sintetik (Synthroid atau Levothroid) merupakan preparat
terpilih untuk pengobatan hipotiroidisme dan supresi penyakit goiter nontoksik.
Yang perlu diperhatikan adalah dosis awal dan cara menaikan dosis tiroksin.
Tujuan pengobatannya :
a. Meringankan keluhan dan gejala
b. Menormalkan metabolisme
c. Menormalkan TSH
d. Membuat T3 dan T4 normal
e. Menghindari komplikasi dan resiko
Beberapa prinsip dapat digunakan dalam melaksakanan subsitusi :
a. Makin berat hipotiroidisme, makin rendah dosisi awal dan makin landai
meningkatan dosis.
b. Geriatri dengan angina pektoris, CHF, gangguan irama, dosis harus hati-hati.
Tiroksin dianjurkan minum pagi hari dalam keadaan peru kosong dan tidak
bersama bahan lain yang menggangu serapan usus. Contohnya pada penyakit
sindrom malabsorsi, short bowel sindrome, sirosis, obat (sukralfat, alluminium
hidroksida, kolestiramin, formula kedele, sulfat, ferosus, kalsium kalbronat dll) ( Aru
W. sudoyo:1939).
Penatalaksanaan medis umum lainnya :
a. Farmakoligi: Penggantian hormon tiroid seperti natrium levotiroksin (synthoroid),
natrium liotironin (cytomel).
b. Diet rendah kalori (Barbara Endang:569)
c. Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien

hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak


dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.
Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik
atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan
makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan
kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat
sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa
mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan
pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu
setelah tindakan pembedahan.
d. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar
tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi
maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %.
Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil
penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko
kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam
bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini
biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat
tiroksin.
e. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini
bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu
untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga
diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi
pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini
adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.

7. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien

Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,


agama, suku bangsa / ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan,
penghasilan dan alamat.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yaitu kurang energi, manifestasinya sebagai lesu, lamban
bicara,

mudah

lupa,

obstipasi.

Metabolisme

rendah

menyebabkan

bradikardia, tidak tahan dingin, berat badan naik dan anoreksia. Kelainan
psikologis meliputi depresi, meskipun nervositas dan agitasi dapat terjadi.
Kelainan reproduksi yaitu oligomenorea, infertil, aterosklerosis meningkat.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada orang dewasa, paling sering mengenai wanita dan ditandai oleh
peningkatan laju metabolik basal, kelelahan dan letargi, kepekaan terhadap
dingin, dan gangguan menstruasi. Bila tidak diobati, akan berkembang
menjadi miksedema nyata. Pada bayi, hipotiroidisme hebat menimbulkan
kretinisme. Sedangkan Pada remaja hingga dewasa, manifestasinya
merupakan peralihan dengan retardasi perkembangan dan mental yang
relatif kurang hebat serta miksedema disebut demikian karena adanya
edematus, penebalan merata dari kulit yang timbul akibat penimbunan
mukopolisakarida hidrofilik pada jaringan ikat di seluruh tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Hipotiroidisme tidak terjadi dalam semalam, tetapi perlahan selama berbulanbulan, sehingga pada awalnya pasien atau keluarganya tidak menyadari,
bahkan menganggapnya sebagai efek penuaan. Pasien mungkin kedokter
ketika mengalami keluhan yang tidak khas seperti lelah dan penambahan
berat badan. Dokter akan meminta pemeriksaan laboratorium yang tepat,
yaitu kadar T4 rendah dan TSH yang tinggi, sehingga diagnosis hipotirodisme
dapat diketahui pada tahap awal ketika gejalanya masih ringan.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Status Mental : Perhatian pendek, emosi labil, tremor, hyperkinesia
2) Perubahan Kardiovaskular : Tekanan darah sistolik meningkat, tekanan
diastolik menurun, takikardi walaupun waktu istirahat, disritmia dan murmur.
3) Perubahan pada Kulit : Hangat, kemerahan dan basah
4) Perubahan pada Rambut : Halus dan menipis
5) Perubahan pada Mata : Lidlag, glovelag, diplopia, dan penglihatan kabur
6) Perubahan Nutrisi / Metabolik : Berat badan menurun, nafsu makan dan
asupan makan bertambah serta kolesterol dantrigliserida serum menurun.

7) Perubahan Muskuloskeletal : Otot lemah, tonus otot kurang dan sulit berdiri
dari posisi duduk
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum; pemeriksaan TSH (pada klien dengan
hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada
yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).
2) Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi,
dan yang utama adalah fungsi bagian bagian tiroid.
3) Pemeriksaan Ultrasonografi ( USG )
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair dan
beberapa bentuk kalainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti
apakan suatu nodul ganas atau jinak
4) Biopsis aspirasi jarum halus
Biopsi ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan.
5) Termografi
Adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat dengan memakai Dynamic Telethermographi.
6) Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobin ( TG ) serum.
d. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
1) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses
kognitif.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Kriteria hasil

: Klien mendapatkan istrahat yang adekuat, Klien mampu

beraktivasi sesuai dengan kebutuhan atau yang diinginkan.


Intervensi

a) Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan


latihan yang dapat di tolerir.
Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk
mendapatkan istirahat yang adekuat.
b) Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan
lelah.

Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam


aktivitas perawatan mandiri.
c) Berikan

stimulasi

melalui

percakapan

dan

aktifitas

yang

tidak

menimbulkan stress.
Rasional : Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress
pada pasien.
d) Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas.
Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang
berlebihan atau kurang.
2) Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi panas.
Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal.
Kriteria hasil

: Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,0-37,50 C)

Intervensi

a) Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.


Rasional

: Meminimalkan kehilangan panas.

b) Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya bantal
pemanas, selimut listrik atau penghangat).
Rasional

: Mengurangi risiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler.

c) Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar
suhu normal pasien.
Rasional

: Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan di mulainya koma

miksedema.
d) Lindungi terhadap pajanan hawa dingin dan hembusan angin.
Rasional

: Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan

lebih lanjut kehilangan panas.


3) Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan

: Pemulihan fungsi usus yang normal.

Kriteria hasil

: Pola defekasi klian dalam batas normal.

Intervensi

a) Dorong peningkatan asupan cairan.


Rasional

: Meminimalkan kehilangan panas.

b) Berikan makanan yang kaya akan serat.


Rasional

: Meningkatkan masa feses dan frekuensi buang air besar.

c) Ajarkan kepada klien, tentang jenis-jenis makanan yang banyak


mengandung air.
Rasional

: Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar feses

tidak keras.

d) Pantau fungsi usus.


Rasional

: Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada

pola defekasi yang normal.


e) Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi
latihan.
Rasional
f)

: Meningkatkan evakuasi feses.

Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila di perlukan.


Rasional

4) Kurangnya

: Untuk mengencerkan feses.


pengetahuan

tentang

program

pengobatan

untuk

terapi

penggantian tiroid seumur hidup.


Tujuan

: Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan

yang di resepkan
Intervensi

a) Jelaskan dasar pemikiran untuk terapi penggantian hormon tiroid.


Rasional

: Memberikan rasional penggunaan terapi penggantian hormon

tiroid seperti yang diresepkan, kepada pasien.


b) Uraikan efek pengobatan yang dikehendaki pada pasien.
Rasional

: Mendorong pasien untuk mengenali perbaikan status fisik

dan kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormon tiroid.


c) Bantu

pasien

menyusun

jadwal

dan

cheklist

untuk memastikan

pelaksanaan sendiri terapi penggantian hormon tiroid.


Rasional

: Memastikan bahwa obat yang di gunakan seperti yang di

resepkan
d) Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang
berlebihan dan kurang.
Rasional

Berfungsi

sebagai

pengecekan

bagi

pasien

untuk

menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi.


e) Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan
keluarganya.
Rasional

: Meningkatkan kemungkinan bahwa keadaan hipo atau

hipertiroidisme akan dapat di deteksi dan di obati.


5) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan

: Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas

yang normal.
Intervensi

a) Pantau frekuensi seperti kedalaman, pola pernapasan, oksimetri denyut


nadi dan gas darah arterial.

Rasional

: Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau

perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas intervensi.


b) Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk
Rasional

: Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang

adekuat.
c) Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati
Rasional

: Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan

pernapasan akibat gangguan obat golongan hipnotik-sedatif.


d) Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan
dukungan ventilasi jika di perlukan
Rasional

: Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi

mungkin di perlukan jika terjadi depresi pernapasan.


6) Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan
perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan

: Perbaikan proses berpikir.

Intervensi

a) Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian di


sekitar dirinya.
b) Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang tidak bersifat
mengancam
Rasional

: Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien

terhadap stress.
c) Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi
kognitif dan mental merupakan akibat dan proses penyakit
Rasional

Meyakinkan

pasien

dan

keluarga

tentang

penyebab

perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif di mungkinkan jika
di lakukan terapi yang tepat.
C. Asuhan Keperawatan Hyperthyroid
1. Pengertian Hyperthyroid
Hipertiroidisme (tiroid terlalu aktif) adalah suatu kondisi di mana kelenjar tiroid
menghasilkan terlalu banyak hormon tiroksin. Hipertiroidisme dapat secara signifikan
mempercepat metabolisme tubuh, menyebabkan penurunan berat badan tiba-tiba,
detak jantung yang cepat atau tidak teratur, berkeringat dan gelisah atau mudah
tersinggung (Anonim, 2010).

Tirotoksikosis merupakan suatu kondisi dimana didapatkan kelebihan hormon


tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang
ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan (Rani., et.al.,
2006).
2. Etiologi
Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin perangsang tiroid
(Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi hipotalamus atau hipofisis
anterior, hipersekresi tumor tiroid. Penyebab tersering hipertiroidisme adalah
penyakit Grave, suatu penyakit autoimun, yakni tubuh secara serampangan
membentuk

thyroid-stymulating

immunoglobulin

(TSI),

suatu

antibodi

yang

sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid (Sherwood, 2002).


3. Patofisiologi
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar
tiroid yang hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi klinisnya sama, karena efek ini
disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang makin penuh. Rangsang oleh
TSH atau TSH-like substance (TSI, TSAb), autonomi intrinsik kelenjar menyebabkan
tiroid meningkat, terlihat dari radioactive neck-uptake naik. Sebaliknya pada destruksi
kelenjar misalnya karena radang, inflamasi, radiasi, akan terjadi kerusakan sel
hingga hormon yang tersimpan dalam folikel keluar masuk dalam darah. Dapat pula
karena pasien mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan. Dalam hal ini justru
radioactive neck-uptake turun. Membedakan ini perlu, sebab umumnya peristiwa
kedua

ini,

toksikosis

tanpa

hipertiroidisme,

biasanya

self-limiting

disease

(Djokomoeljanto, 2009).
4. Klasifikasi
Hipertiroidisme dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid yang
berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering dijumpai
yaitu penyakit Graves dan goiter nodular toksik. Pada penyakit Graves terdapat dua
kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin
tak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan
hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah,
gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat
badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan yang meningkat, palpitasi dan
takikardi, diare, dan kelemahan serta atropi otot. Manifestasi ekstratiroidal

oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan


berkurang, lig lag, dan kegagalan konvergensi. Goiter nodular toksik, lebih sering
ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik,
manifestasinya lebih ringan dari penyakit Graves (Schteingart, 2006).
5. Manifestasi Klinik
a. Umum

: Tak tahan hawa panas hiperkinesis, capek, BB turun, tumbuh


cepat, toleransi obat, hiperdefekasi, lapar

b. Gastrointestinal

: Makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegaly

c. Muskular

: Rasa lemah

d. Genitourinaria

: Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomasti

e. Kulit

: Rambut rontok, kulit basah, berkeringat, silky hair dan

onikolisis
f.

Psikis dan saraf : Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis periodik
dyspnea

g. Jantung

: hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung

h. Darah dan limfatik : Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar


i.

Skelet

: Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang.

6. Komplikasi
Aritmia biasa terjadi pada pasien yang mengalami hipertiroid dan merupakan
gejala yang terjadi pada gangguan tersebut. Setiap individu yang mengeluhkan
aritmia harus dievaluasi untuk mengetahui terjadinyagangguan tiroid.
Komplikasi hipertiroid yang mengancam jiwa adalah krisis tirotoksik ( badai
tiroid), yang dapat terjadi secara spontan pada pasien hipertiroid, yang menjalani
terapi atau selama pembedahan kelenjar tiroid, atau dapat terjadi pada pasien
yang tidak terdiagnosis hipertiroid. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah
yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia
( sampai 106oF) dan apabila tidak diobati terjadi kematian.
7. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang ditujukan untuk menghilangkan gejala penatalaksanaan
bergantung pada etiologi hipertiroidisme.
a. Farmakologi terapi dengan obat antihipertiroid.

b.

Iridasi termasuk pemberian I atau I untuk mendapatkan efek destruksi pada


kelenjar tiroid

c. Pembedahan dengan pengangkatan sebagian besar kelenjar tiroid.


Farmakoterapi
a. Tujuan farmakoterapi untuk menghambat pelepasan atau sintetis hormone
b. Pengobatan yang paling umum digunakan adalah propitiourasil (propacil, PTU),
atau metimazol (tapazole)
c. Tetapkan dosis rumatan, diikuti dengan penghentian obatan secara bertyahap
selama beberapa bulan.
d. Obat anti tiroid merupakan kontraindikasi pada kehamilan akhir, resiko untuk
gondokkan dan kretinisme pada janin.
Agen Beta-Adrenergik
a. Mungkin digunakan untuk mengontrol efek saraf simpatis yang terjadi pada
hipertiroidisme.
b. Propandol digunakan untuk kegelisahan, takikardi, tremor, ansietas, dan
intoleransi panas.
Radioaktif Iodin ( I )
a. I diberikan untuk menghancurkan sel-sel tiroid yang overaktif .
b. I merupakan kontraindikasi dalam kehamilan dan ibu menyusui karena radio
iodine menembus plasenta dan sekresikan ke dalam ASI.
8. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1) Usia dan jenis kelamin
2) Benjolan pada leher, lama dan pembesarannya.
3) Gangguan menelan, suara serak (gejala penekanan), nyeri.
4) Riwayat radiasi di daerah leher dan kepala.
5) Asal/tempat tinggal.
6) Riwayat keluarga
7) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah,gangguan koordinasi,
kelelahan berat
Tanda : Atrofi otot
8) Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)

Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan


tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia saat istirahat,
sirkulasi
9) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria, nocturia), rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), infeksi saluran kemih berulang, nyeri tekan
abdomen, diare, urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang
menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut,
bau busuk (infeksi), bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
10) Integritas / Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas peka rangsang
11) Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual atau muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih
dari periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid)
Tanda

Kulit

kering

atau

bersisik,

muntah,

pembesaran

thyroid

(peningkatanm kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula darah),


bau halitosis ataum manis, bau buah (napas aseton)
12) Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala kesemutan, kelemahan pada otot
parasetia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, lethargi, stupor atau koma (tahap lanjut),
gangguan memori baru masa lalu ) kacau mental. Refleks tendon dalam
(RTD menurun;koma), aktivitas kejang ( tahap lanjut dari DKA).
13) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), wajah meringis
dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
14) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi atau tidak)
Tanda : sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi),
frekuensi pernapasan meningkat
15) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit

Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya


kekuatan umum/rentang gerak, parastesia atau paralysis otot termasuk otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
16) Seksualitas
Gejala : Rabas wanita ( cenderung infeksi ), masalah impotent pada pria.
Tanda : Glukosa darah meningkat 100-200 mg/ dl atau lebih, aseton plasma
positif secara mencolok, asam lemak bebas kadar lipid dengan kolosterol
meningkat.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan T4 Serum
Ditemukan peningkatan T4 serum pada hipertiroid.T4 serum normal antara
4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L). Kadar T4 serum merupakan
tanda yang akurat untuk menunjukkan adanya hipertiroid.
2) Pemeriksaan T3 Serum
Kadar T3 serum biasanya meningkat. Normal T3 serum adalah 70-220 mg/dl
(1,15 hingga 3,10 nmol/L).
3) Tes T3 Ambilan Resin
Pada hipertiroid, ambilan T3 lebih besar dari 35% (meningkat). Normal
ambilan t3 ialah 25% hingga 35% (fraksi ambilan relative: 0,25 hingga 0,35).
4) Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormon)
Pada hipertiroid ditemukan kenaikan kadar TSH serum.
5) Tes TRH (Thyrotropin Releasing Hormon)
Tes TRH akan sangat berguna bila Tes T3 dan T4 tidak dapat dianalisa.
Pada hipertiroidisme akan ditemukan penurunan kadar TRH serum.
6) Tiroslobulin
Pemeriksaan Tiroslobulin melalui pemeriksaan radio immunoassay. Kadar
tiroslobulin meningkat pada hipertiroid.
7) Pemeriksaan Fungsi tiroid
a) BMR : (0,75 x N) + (0,74 + IN) 72%
b) PB I mendekati kadar hormone tiroid, normal 4-8 mg%
c) Serum kolesterol meningkat pada hipertiroid (N: 150-300 mg%)
d) Free tiroksin index : T3/T4
e) Hitung kadar FT4, TSH, Tiroglobulin, dan Calsitonin bila perlu
8) Needle biopsy
a) Large Needle Cutting Biopsy : jarum besar, sering perdarahan
b) Fine Needle Aspiration Biopsy : jarum no 22
9) Termografi

Yaitu suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada


suatu tempat dengan memakai dynamic telethermografi. Pemeriksaan
khusus pada curiga keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan
panas dengan sekitarnya > 0,9C dan dingin apabila < 0,9C. Pada penelitian
Alves dkk didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas.
c. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
1) Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme,peningkatan beban
kerja jantung
Tujuan : Klien akan mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai
dengan kebutuhan tubuh, dengan kriteria :
-

Nadi perifer dapat teraba normal

Vital sign dalam batas normal.

Pengisian kapiler normal

Status mental baik

Tidak ada disritmia

Intervensi :
a) Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika
memungkinkan. Perhatikan besarnya tekanan nadi
Rasional : Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat
dari

vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume

sirkulasi
b) Periksa kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan
pasien.
Rasional : Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh
otot jantung atau iskemia
c) Auskultasi suara nafas, perhatikan adanya suara yang tidak normal
(seperti krekels)
Rasional : Murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung
meningkat pada keadaan hipermetabolik
d) Observasi tanda dan gejala haus yang hebat,mukosa membran kering,
nadi

lemah, penurunan produksi urine dan hipotensi

Rasional : Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yang akan menurunkan


volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung.

e) Catat masukan dan keluaran


Rasional : Kehilangan cairan yang terlalu banyak dapat menimbulkan
dehidrasi berat
2) Kelelahan

berhubungan

kebutuhan

dengan

hipermetabolik

dengan

peningkatan

energy

Tujuan : Klien akan mengungkapkan secara verbal tentang peningkatan


tingkat

energy

Intervensi :
a) Pantau tanda vital dan catat nadi baik istirahat maupun saat aktivitas.
Rasional : Nadi secara luas meningkat dan bahkan istirahat, takikardia
mungkin ditemukan
b) Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : Menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat
menimbulkan agitasi, hiperaktif dan insomnia
c) Sarankan pasien untuk mengurangi aktivitas
Rasional : Membantu melawan pengaruh dari peningkatan metabolism
d) Berikan tindakan yang membuat pasien merasa nyaman seperti massase
Rasional : Meningkatkan relaksasi
3) Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan
dengan penurunan berat badan)
Tujuan : Klien akan menunjukkan berat badan stabil dengan kriteria :
-

Nafsu makan baik.

Berat badan normal

Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

Intervensi :
a) Catat adanya anoreksia, mual dan muntah
Rasional

: Peningkatan

gangguan

sekresi

aktivitas adrenergic dapat

insulin/terjadi

resisten

yang

menyebabkan
mengakibatkan

hiperglikemia
b) Pantau masukan makanan setiap hari, timbang berat badan setiap hari
Rasional : Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan
masukan

kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap

terapi antitiroid
c) Kolaborasi untuk pemberian diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan
vitamin

Rasional : Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukan


zat-zat

makanan yang adekuat dan mengidentifikasi makanan

pengganti yang sesuai.


4) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
perubahan mekanisme perlindungan dari mata: kerusakan penutupan
kelopak mata/eksoftalmus
Tujuan : Klien akan mempertahankan kelembaban membran mukosa mata,
terbebas dari ulkus
Intervensi :
a) Observasi adanya edema periorbital
Rasional : Stimulasi umum dari stimulasi adrenergik yang berlebihan
b) Evaluasi ketajaman mata
Rasional : Oftalmopati infiltratif adalah akibat dari peningkatan jaringan
retroorbita
c) Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap
Rasional : Melindungi kerusakan kornea
d) Bagian kepala tempat tidur ditinggikan
Rasional : Menurunkan edema jaringan bila ada komplikasi
5) Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis: status hipermetabolik
Tujuan : Klien akan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat
diatasi dengan kriteria : Pasien tampak rileks
Intervensi :
a) Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas
Rasional : Ansietas ringan dapat ditunjukkan dengan peka rangsang dan
insomnia
b) Bicara singkat dengan kata yang sederhana
Rasional : Rentang perhatian mungkin menjadi pendek,konsentrasi
berkurang, yang membatasi kemampuan untuk mengasimilasi informasi
c) Jelaskan prosedur tindakan
Rasional : Memberikan informasi yang akurat yang dapat menurunkan
kesalahan interpretasi
d) Kurangi stimulasi dari luar
Rasional : Menciptakan lingkungan yang terapeutik
6) Risiko tinggi perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan
fisiologik,

peningkatan

perubahan pola tidur

stimulasi

SSP/mempercepat

aktifitas

mental,

Tujuan : Mempertahankan orientasi realitas umumnya, mengenali perubahan


dalam berpikir/berprilaku dan faktor penyebab.
Intervensi :
a) Kaji proses pikir pasien seperti memori, rentang perhatian, orientasi
terhadap tempat, waktu dan orang
Rasional : Menentukan adanya kelainan pada proses sensori
b) Catat adanya perubahan tingkah laku
Rasional : Kemungkinan terlalu waspada, tidak dapat beristirahat,
sensitifitas

meningkat atau menangis atau mungkin berkembang

menjadi psikotik yang sesungguhnya


c) Kaji tingkat ansietas
Rasional : Ansietas dapat merubah proses pikir
d) Ciptakan lingkungan yang tenang,turunkan stimulasi lingkungan
Rasional

menurunan

stimulasi

eksternal

dapat

menurunkan

hiperaktifitas/refleks, peka rangsang saraf, halusinasi pendengaran


e) Orientasikan pasien pada tempat dan waktu
Rasional : Membantu untuk mengembangkan dan mempertahankan
kesadaran pada realita/lingkungan
f)

Anjurkan keluarga atau orang terdekat lainnya untuk mengunjungi klien.


Rasional : Membantu dalam mempertahankan sosialisasi dan orientasi
pasien.

g) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti sedatif/tranquilizer,


atau obat anti psikotik.
Rasional

saraf/agitasi

Meningkatkan

relaksasi,menurunkan

untuk meningkatkan proses pikir.

hipersensitifitas

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Setelah kami menyusun makalah yang berjudul Makalah Askep Gangguan Kelenjar
Tiroid kami dapat menyimpulkan diagnosa yang mungkin muncul dari beberapa askep
diatas yaitu:
1. Diagnosa yang mungkin muncul pada Askep Struma adalah sebagai berikut :
a. Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder
terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas,
pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri, kerusakan nervus
laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan dampak pembedahan,
udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak
tegang.
d. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang
ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
2. Diagnosa yang mungkin muncul pada Askep Hipothyroid adalah sebagai berikut :
a. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif
b. Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi panas.
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
d. Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian
tiroid seumur hidup
e. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
f.

Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan


perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.

3. Diagnosa yang mungkin muncul pada Askep Hiperthyroid adalah sebagai berikut :
a. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid
tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme,peningkatan beban kerja jantung
b. Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan
energy
c. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan

peningkatan

metabolisme

(peningkatan

nafsu makan/pemasukan

dengan penurunan berat badan)


d. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
perubahan mekanisme perlindungan dari mata: kerusakan penutupan kelopak
mata/eksoftalmus
e. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis: status hipermetabolik
f.

Risiko tinggi perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologik,


peningkatan stimulasi SSP/mempercepat aktifitas mental, perubahan pola tidur

DAFTAR PUSTAKA

Santosa, Budi.2009-2011. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.


Closkey, Mc, et all.2007.Diagnosa Keperawatan NOC-NIC.St-Louis.
Anonim.2008.Hipertiroidisme.http://www.medica store.com.Diunduh tanggal 23 Maret 2013
Anonim.2008.Mengenal Tiroid.http://www.demomedical.com.Diunduh tanggal 23 Maret 2013
Carpenito,Linda Juall.2008.Diagnosa Keperawatan.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Vous aimerez peut-être aussi