Vous êtes sur la page 1sur 3

Kasus Gizi di Bengkulu Meningkat

Penulis : Marliansyah
Senin, 09 Mei 2011 08:40 WIB
Komentar: 1
0

BENGKULU--MICOM: Kasus penderita gizi buruk yang tersebar di delapan kecamatan Kota Bengkulu, Provinsi
Bengkulu, mengalami peningkatan pada 2010 hingga April 2011. Dua warga meninggal akibat gizi buruk.
Kasus gizi buruk yang melanda warga pada 2010 sebanyak 35 orang dan satu orang meninggal karena terlambat
mendapatkan pertolongan dari puskesmas dan harus mendapatkan perawatan intensif di RSUD M Yunus.
Pada April 2011, sebanyak dua orang warga Kota Bengkulu, yakni Fauzan berusia satu tahun dan Putri berusia tujuh
bulan, menderita gizi buruk, sehingga meninggal dunia.
Jumlah penderita gizi buruk di Kota Bengkulu terus mengalami peningkatan. Data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu
pada 2010 meningkat menjadi 35 penderita dibanding pada 2009 sebanyak 30 penderita. Sementara pada 2011 ini
terdapat dua penderita gizi
buruk yang harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Daerah M Yunus Bengkulu.
Kepala Bidang Kesehatan Keluarga dan Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bengkulu Dessy
Noermardhanningsih mengatakan jumlah penderita gizi buruk setiap tahunnya mengalami peningkatan karena
anggaran untuk penanggulangannya masih minim. Puskesmas Beringin Raya, di kecamatan Muara Bangkahulu, pun
kewalahan menanggulangi pasien gizi buruk.
Puskesmas yang ditunjuk Dinas kesehatan Kota Bengkulu adalah Pusat Penanggulangan Gizi (PPG) Beringin Raya
yang secara khusus ditunjuk untuk merawat warga yang menderita gizi buruk sekaligus memberikan makanan
tambahan selama dirawat maupun rawat jalan selama empat bulan.
"Tingginya angka penderita gizi buruk untuk kota Bengkulu ini disebabkan karena minimnya kesadaran keluarga
untuk membawa anaknya diimunisasi di Puskesmas atau ke Posyandu sehingga pihak Dinas Kesehatan tidak dapat
memonitor serta menindaklanjutinya jika bayi mengalami gizi buruk," katanya.
Penderita gizi buruk setelah mendapatkan perawatan intensif di Puskesmas maupun rumah sakit diberikan makanan
tambahan selama empat bulan dan ditanggulangi dokter spesialis.
Untuk mengatasi gizi buruk, dinas kesehatan setempat menganggarkan Rp175 juta per tahun yang bersumber dari
APBD Kota Bengkulu untuk penanganan kasus gizi buruk dengan rincian untuk gizi buruk sebanyak 25 kasus dan
gizi kurang sebanyak 49 kasus serta penderita kurang energi kronis (KEK) 12 kasus.
Untuk tahun ini, anggaran dana yang diberikan untuk penanganan gizi buruk ini berjumlah sebanyak 25 kasus.
Besaran dana untuk satu kasus sekitar Rp3,6 juta per pasien. (MY/OL-11)

Gizi Buruk Bengkulu

Diduga, Penderita Gizi Buruk Termuda di Kota Bengkulu

Putri Cahya Ramadhani (7 bulan), putri pasangan Agustina (24) dan Abdul Aziz (25) warga jalan
Merpati 2 RT 2 Gang Nurul Iman Kelurahan Rawa Makmur diduga sebagai penderita gizi buruk
termuda yang pernah terjadi di Kota Bengkulu. Dugaan itu disampaikan Plh. Kepala Puskesmas
Beringin Raya, dr. RA. Yeni Warningsih kepada Radar Bengkulu, Sabtu (9/4).
Kasus seperti Putri, terbilang sangat jarang terjadi. Mengingat bayi dengan umur 7 bulan
harusnya masih mendapatkan asupan ASI ekslusif dari ibu. Mungkin kasus bayi umur 7 bulan
yang menderita gizi buruk cuma di Nusa Tenggara Timur yang pernah terjadi, kata Yeni.
Idealnya, lanjut Yeni, untuk bayi berumur 7 bulan dengan gizi baik memiliki berat rata-rata
normal antara 8-9 Kg. Sedangkan bayi dengan gizi kurang berat rata-rata 5-6 kg dan bayi dengan
gizi buruk di bawah 5 kg. Rata-rata kejadian penderita gizi buruk terjadi pada bayi yang sudah
lepas ASI atau di atas 1 tahun.
Sedangkan si Putri, memiliki berat badan hanya 4 Kg. Dugaan saya, masalah si Putri ini
multikompleks, kok bisa-bisanya bayi umur 7 bulan kena gizi buruk. Harusnya ini mendapatkan
perawatan intensif. Sekurang-kurangnya butuh waktu 2-3 bulan untuk pemulihan kondisinya,"
beber Yeni.
Tidak Pernah Dibawa ke Posyandu
Sementara itu, Agustina menceritakan, tidak mengetahui kalau putrinya terkena gizi buruk.
Awalnya disangka hanya batuk-batuk biasa karena Putri sudah mengidap batuk sejak lahir.
Ironisnya lagi, Putri ternyata baru pertama kali dibawa ke puskesmas. Sejak Putri masih menjadi
janin hingga berusia 7 bulan, tidak pernah dibawa ke Posyandu sekali pun untuk diperiksa dan
diimunisasi.
"Kata dukun, batuk Putri dikarenakan terminum air ketuban pada saat lahir, jadi kami tidak
pernah bawa ke puskesmas. Baru kali inilah saya ke sini (puskesmas), karena melihat Putri
tambah parah," ujar Agustina
Agustina menambahkan, dia dan Abdul tidak punya biaya untuk membawa anak mereka ke
tempat berobat. Abdul hanya seorang kuli bangunan dengan upah tidak menentu. Dalam sebulan,
pendapatan rumah tangganya paling banyak Rp 400 ribu. Mereka khawatir tidak mampu bayar
biaya berobat apalagi tidak memiliki jaminan kesehatan.

Putri Lahir di Kamar Mandi


Agustina juga mengungkapkan Putri yang lahir di kamar mandir itu, harus bergantian ASI
dengan kakaknya. Dikarenakan jarak kelahiran dengan kakaknya sangat berdekatan. "Kakaknya
berumur 2 tahun dan masih bergantian ASI dengan Putri", ungkap Agustina yang hanya lulusan
SD tersebut.
Pegawai Puskesmas Sumbangan
Yeni menambahkan, karena Agustina tidak memiliki jaminan kesehatan baik Jamkesmas
ataupun Jamkeskot, maka perawatan dan kelengkapan Putri dibiayai hasil sumbangan seluruh
pegawai di Puskesmas. Kami sudah buat rujukan agar Putri dirawat intensif di Rumah Sakit M.
Yunus Bengkulu. Selain pengobatan dan peralatan puskesmas yang terbatas, biaya yang
dibutuhkan untuk pemulihan kondisi Putri juga tidak sedikit. Kami juga berupaya untuk
mendaftarkan Putri agar terdaftar sebagai peserta Jamkeskot tambahan. Sebab, RS akan menolak
rujukan kalau tidak ada jaminan kesehatan, pendaftaran peserta jamkeskot itu sedang dalam
proses," ujar Yeni. (jek)

Vous aimerez peut-être aussi