Vous êtes sur la page 1sur 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang beberapa teori relevan yang digunakan oleh penulis untuk
mengolah dan menganalisa data-data yang diperoleh, serta menyelesaikan
permasalahan pada tugas akhir ini. Landasan teori ini berkaitan dengan penentuan
klasifikasi area distribusi, pengertian dan konsep Distribution Requirements
Planning.

II.1 Supply Chain Management


II.1.1 Pengertian Supply Chain
Supply Chain adalah sebuah proses bisnis dan informasi yang berulang yang
menyediakan produk atau layanan dari pemasok melalui proses pembuatan dan
pendistribusian kepada konsumen (Schroeder, 2007)
Supply Chain adalah sejaringan mitra yang secara kolektif mengubah
komoditas dasar (dihulu) kedalam produk jadi (dihilir) yang bernilai bagi
pelanggan akhir, dan yang mengelola kembali dimasing-masing tahap.
Berikut adalah gambar model supply chain (A.T. Kearney, 1994)

Gambar II.1 Model Supply Chain


(A.T. Kearney, 1994)
II.1.2 Pengertian Supply Chain Management
Supply chain management adalah perancangan, desain, dan kontrol arus
material dan informasi sepanjang ranttai pasokan dengan tujuan kepuasan
konsumen sekarang dan dimasa depan (Schroeder, 2007)
Supply chain management adalah suatu pendekatan dalam mengintegrasikan
berbagai organisasi yang menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang,
yaitu supplier, manufacturer, warehouse dan stores sehingga barang-barang
tersebut dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi

yang tepat, waktu yang tepat dengan biaya seminimal mungkin (Simchi-Levi
dan Kaminsky, 2004)
II.1.3 Tujuan Supply Chain Management
Tujuan supply chain management adalah untuk membangun sebuah rantai yang
terdiri dari para pemasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan
nilai bagi pelanggan (Heizer dan Render, 2000)
II.1.4 Area Cakupan Supply Chain Management
Kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi Supply Chain
Management adalah (Pujawan, 2005).
a. Perencanaan dan Pengendalian
Pada bagian perencanaan dan pengendalian memainkan peran untuk
menciptakan koordinasi taktis maupun operasional, sehingga kegiatan
produksi, pengadaan material, maupun pengiriman barang dapat dilakukan
secara efisien dan tepat waktu.
b. Operasi atau Produksi
Kegiatan ini bertugas secara fisik melakukan transformasi dari bahan baku,
produk setengah jadi ataupun komponen menjadi produk jadi yang siap
dijual. Terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan dalam mengelola
sistem produksi, yaitu :
1. Konsep lean manufacturing yang mementingkan efisiensi kegiatan
produksi
2. Agile manufacturing yang menekankan pada fleksibilitas dan kemampuan
terhadap merespon perubahan yang tejadi.
c. Pengiriman dan Distribusi
Pada lingkup supply chain pengiriman barang terjadi pada awal material
masuk dan juga pada saat produk jadi dikirim ke customer maupun end
customer pada waktu dan tempat yang tepat. Kegiatan ini akan melibatkan
jasa transportasi. Dalam cakupan kegiatan distribusi, perusahaan harus dapat
merancang jaringan distribusi yang tepat. Keputusan mengenai perancangan
jaringan distribusi harus mempertimbangkan trade-off antara aspek biaya,
aspek fleksibilitas, dan aspek kecepatan respon terhadap konsumen.

II.1.5 Strategi Supply Chain


Strategi supply chain menurut Heizer dan Render diantaranya adalah (Heizer
dan Render, 2000) :
a. Banyak Pemasok (Many Supplier)
Dengan strategi banyak pemasok, pemasok menanggapi permintaan dan
spesifikasi permintaan dan penawaran, (request for quotation), dengan
pesanan yang pada umumnya akan jatuh ke pihak yang memberikan
penawaran terendah.
b. Sedikit Pemasok (Few Supplier)
Strategi yang memiliki sedikit pemasok mengimplikasikan bahwa daripada
mencari atribut jangka pendek, seperti biaya rendah, pembeli lebih ingin
menjalin hubungan jangka panjang dengan beberapa pemasok yang setia.
c. Integrasi vertical (Vertical Integration)
Integrasi vertical berarti mengembangkan kemampuan untuk memproduksi
barang atau jasa yang sebelumnya dibeli atau membeli perusahaan pemasok
atau distributor.
d. Jaringan Keiretsu (Keiretsu Network)
Keiretsu adalah sebuah istilah Jepang untuk menggambarkan para pemasok
yang menjadi bagian dari sebuah perusahaan.
e. Perusahaan Virtual (Virtual Company)
Perusahaan virtual adalah perusahaan yang mengandalkan beragam
hubungan pemasok untuk menyediakan jasa atas permintaan yang
diinginkan. Juga dikenal sebagai korporasi berongga atau perusahaan
jaringan.

II.2 Manajemen Transportasi dan Distribusi


II.2.1 Pengertian Manajemen Transportasi dan Distribusi
Secara tradisional, jaringan distribusi sering dianggap sebagai serangkaian
fasilitas fisik seperti gudang dan fasilitas pengangkutan dan operasi masingmasing fasilitas ini cenderung terpisah antara satu dan lainnya. Namun, pada
dasarnya kegiatan distribusi tidak hanya berfokus pada aktivitas fisik seperti
pengiriman saja, namun juga memikirkan tentang bagaimana melakukan

perancangan jaringan distribusi, segmentasi/clusterisasi titik distribusi,


penjadwalan-penentuan rute dan menentukan konsolidasi pengiriman. Secara
umum fungsi distribusi dan transportasi pada dasarnya adalah menghantarkan
produk dari lokasi dimana produk tersebut diproduksi sampai dimana mereka
akan digunakan.(Pujawan, 2010).
II.2.2 Fungsi Manajemen Transportasi dan Distribusi
Manajemen distribusi dan transportasi pada umumnya melakukan sejumlah
fungsi dasar yang terdiri dari (Pujawan,2010):
1. Melakukan segmentasi dan menentukan target service level
Segmentasi pelanggan perlu dilakukan karena dengan memahami
perbedaan karateristik dan kontribusi setiap pelanggan atau area
distribusi,perusahaan bisa mengoptimalkan alokasi persediaan maupun
kecepatan pelayanan.
2. Menentukan mode transportasi yang akan digunakan
Manajemen transportasi harus bisa menentukan mode apa yang akan
digunakan dalam mendistribusikan produk-produk mereka ke pelanggan
karena setiap mode transportasi memiliki keunggulan dana kelemahan yang
berbeda-beda dan berpengaruh pada ongkos kirim barang.
3. Melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman
Konsolidasi merupakan kata kunci yang sangat penting dewasa ini.
Tekanan untuk melakukan pengiriman cepat namun murah menjadi
pendorong utama perlunya melakukan konsolidasi informasi maupun
pengiriman. Salah satu contoh konsolidasi informasi adalah konsolidasi
data permintaan dari berbagai regional distribution center oleh central
warehouse untuk keperluan pembuatan jadwal pengiriman. Sedangkan
konsolidasi

pengiriman

dilakukan

misalnya

dengan

menyatukan

permintaan beberapa toko atau ritel yang berbeda dalam sebuah truk.
4. Melakukan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman
Salah satu kegiatan operasional yang dilakukan oleh gudang atau
distributor adalah menentukan kapan sebuah truk harus berangkat dan rute
mana yang harus dilalui untuk memenuhi permintaan dari sejumlah
pelanggan. Apabila jumlah pelanggan sedikit, keputusan dapat diambil
dengan relatif mudah. Namun apabila perusahaan memiliki ribuan atau

puluhan ribu toko atau tempat-tempat penjualan yang harus dikunjungi,


penjadwalan dan penentuan rute pengiriman adalah pekerjaan yang sangat
sulit dan kekurangtepatan dalam mengambil dua keputusan tersebut bisa
berimplikasi pada biaya pengiriman dan penyimpanan yang tinggi.
5. Memberikan pelayanan nilai tambah
Disamping mengirimkan prosuk ke pelanggan, jaringan distribusi semakin
dipercaya untuk melakukan proses nilai tambah. Kebanyakan proses nilai
tambah awalnya dilakukan oleh pabrik / manufacturer. Beberapa proses
nilai tambah yang dilakukan oleh yang bisa dilakukan oleh distributor
adalah pengepakan (packaging), pelabelan harga, pemberian barcode, dan
sebagainya.
6. Menyimpan persediaan
Jaringan distribusi selalu melibatkan proses penyimpanan produk baik
disuatu gudang pusat atau gudang regional, maupun di toko dimana produk
tersebut dipajang untuk dijual. Oleh karena itu manajemen distribusi tidak
bisa dilepaskan dari manajemen pergudangan.
7. Menangani pengembalian (return)
Manajemen distribusi juga memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan
kegiatan pengembalian produk dari hilir ke hulu dalam supply chain.
Pengembalian ini bisa karena produk rusak ataupun tidak terjual sampai
batas waktu penjualannya habis, seperti produk-produk makanan, sayur,
buah dan sebagainya. Kegiatan pengembalian ini juga bisa terjadi pada
produk-produk kemasan, seperti botol, yang akan digunakan kembali
dalam proses produksi atau yang harus diolah lebih lanjut untuk
menhindari pencemaran lingkungan. Proses pengembalian ini lumrah
dengan sebutan reverse logistics.
II.3.1 Strategi Distribusi
Secara umum ada 3 strategi distribusi produk dari pabrik ke pelanggan.
Masing-masing dari strategi ini memiliki keunggulan dan kekurangan. Ketiga
strategi tersebut adalah sebagi berikut (Pujawan,2010):
1. Pengiriman langsung (Direct Shipment)
Pada model ini, pengiriman dilakukan langsung dari pabrik ke pelanggan
tanpa melalui gudang atau fasilitas penyangga. Strategi ini cocok

digunakan untuk barang yang umurnya pendek dan barang yang mudah
rusak dalam proses bongkar muat. Keunggulan dari strategi ini adanya
penghematan biaya fasilitas,pemendekan waktu kirim ke pelanggan dan
mengurangi jumlah inventory di rantai supply chain. Namun strategi ini
juga memiliki resiko yang lebih tinggi apabila terjadi ketidakpastian
permintaan sehingga menyebabkan ketidakpastian pasokan barang.
2. Pengiriman melalui warehouse
Pada model ini, barang tidak langsung dikirimkan ke pelanggan. Namun
melewati satu atau lebih gudang atau fasilitas penyangga. Model ini cocok
untuk produk-produk yang memiliki ketidakpastian demand/supply-nya
tinggi serta produk-produk yang memiliki daya tahan relatif lama.
Keunggulan dari strategi ini adalah dapat merendam ketidakpastian
demand/supply

bila

terjadi

ketidaksinkronan

serta

dapat

menajdi

konsolidasi beban dari sejumlah supplier. Di sisi lain strategi ini akan
menambah pada ongkos penyimpanan barang dan barang akan lebih lama
sampai di tangan pelanggan.
3. Cross docking
Pada model ini,kendaraan penjemput dan pengirim akan bertemu di
fasilitas cross-dock yang berada diantara pabrik dan pelanggan. Model ini
memindahkan produk secara langsung di lokasi yang berdekatan sehingga
pengiriman bisa relatif lebih cepat dan tetap bisa mencapai economies of
transportation yang baik karena adanya konsolidasi. Strategi ini lemah dari
sisi kebutuhan investasi sistem yang biasanya cukup tinggi untuk
mendukung koordinasi yang terjadi antara pabrik dan pelanggan.

I.4

Metode Peramalan

II.3.1 Pengertian Metode Peramalan


Peramalan merupakan suatu prediksi atau perkiraan tingkat permintaan yang
akan terjadi pada produk dalam periode waktu tertentu yang ditentukan di
masa yang akan datang. Peramalan pada umumnya digunakan untuk
memprediksi laba, jumlah produk yang harus dibuat, dan berbagai macam

variabel lainnya. Dalam melakukan peramalan kita menggunakan data masa


lalu sebagai referensi untuk menentukan metode peramalan yang akan
digunakan untuk meramalkan masa yang akan datang (Ginting, 2007, hal. 31).
Peramalan dalam suatu perusahaan tentunya sangat berguna antara lain :
1. Mengetahui kondisi pasar berdasarkan data historis.
2. Memprediksi ketersediaan sumber daya.
3. Menentukan langkah dan kebijakan manajemen yang seharusnya diambil.
Dalam hubungannya dengan horison waktu peramalan, peramalan dapat
diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok, yaitu (Nasution, 2006, hal. 57):
1. Peramalan jangka pendek, pada umumnya berkisar antara 1 sampai 5
minggu. Peramalan ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal
perlu tidaknya lembur, penjadwalan kerja, dan lain-lain.
2. Peramalan jangka menengah, pada umumnya berkisar antara 1 sampai 24
bulan. Peramalan ini biasanya digunakan untuk menentukan aliran kas,
perencanaan produksi, dan penentuan anggaran.
3. Peramalan jangka panjang, pada umumnya berkisar antara 2 sampai 10
tahun. Peramalan ini digunakan untuk perencanaan produk dan
perencanaan sumber daya.
II.3.2 Sifat-Sifat Peramalan
Dalam melakukan peramalan banyak terdapat metode yang tersedia untuk
pihak manajemen. Metode peramalan terbagi dua tipe, yaitu metode kualitatif
dan metode kuantitatif. Perusahaan pada umumnya menggunakan teknik
peramalan kuantitatif dikarenakan hasilnya lebih akurat. (Ginting, 2007,
hal.38).
II.3.3 Sifat Peramalan Kualitatif
Metode kualitatif merupakan metode dalam peramalan yang bersifat kualitatif
dan subjektif. Pada metode kualitatif tidak diperlukan data yang kuantitatif

dalam meramalkan. Yang termasuk ke dalam metode kualitatif (Ginting, 2007,


hal. 41) antara lain:
a. Metode Delphi, merupakan metode yang digunakan untuk melengkapi data
peramalan dengan cara memberikan sejumlah daftar pertanyaan kepada
para ahli di bidangnya. Hal ini sangat baik untuk perusahaan yang
merencanakan peramalan jangka panjang.
b. Survei pasar, merupakan suatu metode peramalan yang digunakan dengan
cara turun langsung ke pasar dan mewawancarai konsumen sehingga kita
dapat mengidentifikasi hal apa yang diinginkan oleh konsumen.
c. Opini, merupakan suatu cara atau pendekatan dimana peramalan dilakukan
dengan menanyakan pendapat pihak-pihak petinggi manajemen pada suatu
perusahaan. Hal ini sangat baik dalam menentukan strategi ataupun dalam
meramalkan produk.
II.3.4 Sifat Peramalan Kuantitatif
Sifat peramalan kuantitatif merupakan suatu pendekatan yang menggunakan
data historis masa lalu dan data ini dapat dikuantifisir, lebih sistematis serta
memiliki nilai kesalahan (error) yang rendah. Untuk menggunakan metode
kuantitatif ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Ginting, 2007, hal.
43):
1. Informasi/ data masa lalu.
2. Informasi tersebut dapat dibentuk ke dalam data numerik (angka).
3. Diasumsikan pola data masa lalu akan dapat digunakan pada masa yang
akan datang.
Sifat peramalan kuantitatif dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu Metode
Time Series (deret berkala) dan Metode Peramalan Asosiatif (kausal). Metode
time series merupakan pendekatan dalam peramalan yang berdasarkan data
masa lalu dari suatu produk. Data masa lalu ini digunakan untuk memprediksi
permintaan produk di masa yang akan datang. Terdapat empat pola data pada
metode time series ini, yaitu (Ginting, 2007, hal. 46):

a. Pola data horisontal, terjadi apabila data mempunyai nilai yang konstan di
setiap periodenya. Pada pola horisontal, nilai penjualan produk dapat
dikatakan konstan naik/turun di setiap periodenya.
b. Pola data musiman, terjadi apabila nilai data dipengaruhi oleh faktor
musim, misalnya bulanan, tahunan, atau pada waktu tertentu. Produk yang
biasanya menunjukkan pola data musiman adalah seragam sekolah,
pakaian tebal di musim hujan, dan lain-lain.
c. Pola data siklis, terjadi apabila nilai data dipengaruhi perubahan keadaan
ekonomi pada suatu perusahaan, biasanya berkaitan dengan siklus bisnis.
d. Pola data tren, terjadi apabila nilai pada data menunjukkan kenaikan atau
penurunan dalam jangka waktu yang panjang.

Gambar II.2 Pola Permintaan


Setiap pola data peramalan memiliki metode yang berbeda-beda untuk
melakukan peramalan. Metode peramalan yang dapat digunakan untuk
perhitungan peramalan berdasarkan pola data yaitu :
a. Peramalan data dengan pola data siklis dapat dilakukan dengan
menggunakan metode moving average, weighted moving average, moving
average with linier trend, single exponential smoothing with trend, dan
double exponential smoothing with trend.

b. Peramalan data dengan pola data musiman dapat dilakukan dengan


menggunakan metode single exponential smoothing, double exponential
smoothing, holt winter additive, dan HWM.
c. Peramalan data dengan pola data horisontal dapat dilakukan dengan
menggunakan metode simple average, moving average, single exponential
smoothing, dan double exponential smoothing.
d. Peramalan data dengan pola data trend dapat dilakukan dengan
menggunakan metode moving average, weighted moving average, moving
average with linier trend, single exponential smoothing with trend, double
exponential smoothing with trend, dan linier regretion with time.

II.3.5 Metode Peramalan


Pada dasarnya metode peramalan terbagi menjadi tiga kategori, antara lain:
metode time series, metode kausal, dan metode regresi. Dalam tiga kategori
tersebut, akan dipecah lagi menjadi menjadi beberapa teori dasar lainnya.
Berikut adalah penjabaran mengenai metode-metode yang ada di dalam
peramalan:
1. Simple Moving Average (SMA)
Merupakan metode yang digunakan dengan cara menggunakan n data
periode terdekat dari periode yang akan diramalkan. Lalu dari n data
tersebut dirata-ratakan untuk mendapatkan hasil peramalannya.
Fn =

.............. (II.1)

Keterangan: Fn = nilai peramalan


Di= demand pada saat periode t
N = jumlah data
n = periode terakhir (nMA)
2. Double Moving Average (DMA)
Penggunaan perhitungan sama dengan Simple Moving Average (SMA)
hanya saja prosedur penggunaan pada metode ini meliputi tiga (3) aspek:

1) Penggunaan rata-rata bergerak tunggal pada waktu t (St)


2) Penyesuaian, merupakan perbedaan antara rata-rata bergerak tunggal
dan ganda pada waktu t (St St)
3) Penyesuaian untuk kecenderungan dari periode t ke periode t+m.
Prosedur penggunaan Double Moving Average dapat dijelaskan sebagai
berikut:
St =
St =
at = 2St St
bt=
Ft+m= at +bt .m ...........(II.2)
3. Linier Moving Average
Rumus untuk metode LMA ini adalah :

.........
(II.3)
Dimana:

dan

Keterangan:
= single moving average dari data dengan periode rata-rata tertentu
= moving average dari

4. Single Exponential Smoothing


Merupakan metode yang digunakan yang memerlukan perhitungan sedikit,
dan tidak memerlukan data historis dalam jangka waktu yang lama. Pada
metode ini dugunakan faktor smoothing konstanta . Nilai konstanta

berkisar 0 1. Jika nilai besar, maka smoothing yang dilakukan kecil,


begitu pula sebalikya.
Ft = Dt + (1-) Ft-1................(II.4)
Keterangan: Ft = hasil peramalan pada periode t
Dt = permintaan pada periode t
Ft-1= hasil peramalan pada periode t-1
= konstanta smoothing 0<<1
5. Double Eksponential Smoothing (DES)
Metode ini dapat dijabarkan dengan rumus :
............(II.5)
Dimana:

dan

Dengan:
Keterangan:

dan
= single exponential smoothing
= double exponential smoothing

6. Weighted Moving Average (WMA)


Merupakan metode yang digunakan dengan memberikan bobot pada setiap
data yang digunakan. Nilai bobot yang diberikan bergantung kepada
banyaknya periode yang akan digunakan pada peramalan. Jumlah bobot
yang diberikan harus =1.
Ft = Wt . Xt + Wt-1 . Xt-1 + +Wt-N-1 .Xt-N-1 ......(II.6)
Keterangan: Ft = nilai peramalan pada periode t
Wt = nilai bobot periode t
Wt-1= nilai bobot pada periode t-1
Xt = nilai demand pada periode t
Xt-1 = nilai demand pada periode t-1
7. Regresi Linier
Rumus untuk metoda regresi linier:

dt = a + bt , t =1,2,3,..........................(II.7)
Dimana,

t d t td
a
n t t
2

n td t t d t
n t 2 t

dt = forecast untuk saat t


a = intercept
b = kemiringan garis
t = time (independent variable)
dt = demand pada saat t
II.3.6 Validasi Peramalan
Setelah dilakukan peramalan, hendaknya kita melakukan validasi terhadap
hasil peramalan yang telah diperhitungkan. Hal ini penting untung melihat
keakuratan hasil peramalan yang telah dihitung. Terdapat beberapa kriteria
yang dapat digunakan untuk menguji validitas data yang sudah diramalkan,
antara lain:
1. Nilai rata-rata error (Mean Square Error)
Dihitung dengan cara menjumlahkan kuadrat dari semua nilai kesalahan
peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode
peramalan.
MSE =

................(II.8)

2. Nilai absolute (mutlak) error (MAE)


MAE =

............(II.9)

3. Standard Error of Estimate (SEE)

SEE =

............(II.10)

4. Mean Absolute Precentage Error (MAPE)


Merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE menyatakan presentase
kesalahan peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu
yang akan memberikan informasi presentase kesalahan terlalu tinggi atau
terlalu rendah.
MAPE =

..........(II.11)

Setelah didapat hasil kesalahannya, maka dipilih salah satu metode yang
menghasilkan nilai error yang terkecil. Setelah dipilih, lakukan verifikasi
peramalan terhadap metode terpilih. Langkah-langkah yang harus dilakukan
dalam melakukan verifikasi adalah:
1) Menghitung Moving Range (MR), yaitu dapat dilakukan dengan cara nilai
periode t dikurangi dengan nilai error periode t-1.
2) Menghitung Average Moving Range, yaitu dengan cara :
MR =

.......(II.12)

3) Menghitung batas atas dan batas bawah, dapat dilakukan dengan cara:
BKA = +2,66 x MR (II.13)
BKB = -2,66 x MR ....(II.14)
4) Membuat moving range chart untuk menguji data apakah out of control
atau tidak.
Ciri-ciri data yang out of control adalah:
a. Dari 3 titik yang berurutan, 2 titik atau lebih di daerah A
b. Dari 5 titik yang berurutan, 4 titik atau lebih di daerah B
c. Dari 8 titik yang berurutan seluruhnya berada di bawah center line.
d. Satu titik di luar batas kontrol.

Gambar II.3 Moving Range Chart (MRC)

Bila kondisi out of control terjadi, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah
(Ginting, 2007, hal. 61) :
a. Perbaiki peramalan dengan mencakup data baru.
b. Menunggu evidence selanjutnya.

II.4

Distribution Requirements Planning

II.4.1 Pengertian Distribution Requirements Planning (DRP)


Istilah DRP memiliki dua pengertian yang berbeda, yaitu Distribution
Requirement Planning adalah berfungsi menentukan kebutuhan-kebutuhan
untuk mengisi kembali inventori pada distribution center. Sedangkan
Distribution Resource Planning merupakan perluasan dari Distribution
Requirement Planning yang mencakup lebih dari sekadar sistem perencanaan
dan pengendalian pengisian kembali inventori, tetapi ditambah dengan
perencanaan dan pengendalian dari sumber-sumber yang terkait dalam sistem
distribusi seperti : warehouse space, tenaga kerja, uang, fasilitas transportasi
dan warehousing. Termasuk di sini adalah keterkaitan dari replenishment
system ke financial system dan penggunaan simulasi sebagai alat untuk
meningkatkan performansi sistem. (Gasperz, Vincent, 1998, hal 300-301).
Distribution Requirement Planning merupakan aplikasi dari angka logika
Material Requirement Planning (MRP). Persediaan Bill of Material (BOM)

pada MRP diganti dengan Bill of Distribution (BOD) pada Distribution


Requirement Planning (DRP) menggunakan logika Time Phased On Point
(TPOP) untuk memerlukan pengadaan kebutuhan pada jaringan (Richard J.
Tersine, Principle Inventory and Material Management, 1998). Distribution
Requirement Planning didasarkan pada peramalan kebutuhan pada level
terendah dalam jaringan tersebut yang akan menentukan kebutuhan persediaan
pada level yang lebih tinggi. Persamaan dan perbedaan MRP dengan DRP
dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel II.2 Persamaan MRP dengan DRP


No.
Persamaan
1.
Menggunakan cara perhitungan matematis yang sama.
2.

Mempunyai matriks komponen perhitungan yang sama.

3.

Membedakan Independent demand dan dependent demand.

4.

Metode berlaku untuk dependent demand.

5.

Keduannya menggunakan cara pemesanan berdasarkan rentang waktu.

Tabel II.3 Perbedaan MRP dengan DRP


No
.
1.

2.

MRP

DRP

Untuk kegiatan manufacturing.


Menghitung kebutuhan tiap

Untuk kegiatan distribusi.


Menghitung kebutuhan barang untuk tiap

komponen.
Cocok untuk pabrik jenis rakitan.

pusat distribusi.
Cocok untuk sistem distribusi bertingkat.
Biasanya untuk barang jadi/komoditas.

Biasanya untuk bahan baku/penolong.

DRP adalah proses dari bawah, yaitu dari

MRP adalah proses dari atas, yaitu dari

kebutuhan Retail ke Distritibution Center


dan Warehouse Center.

Master Production Schedule Ke


3.

kebutuhan tiap komponen.


Semua kebutuhan komponen bersifat

Kebutuhan Retail bersifat Independent,

dependent.

Sedangkan kebutuhan DC dan WC bersifat

dependent.
(Sumber : Indrajit, Eko, Richardus, (2003), Grasindo- Jakarta. hal 249)

Gambar II.5 Perbedaan MRP denganDRP


(Sumber : James H. Green, PhD, 2nd , Mc. Grow-Hill, Inc., 2004, hal. 222)
Pada Gambar 2.5 diperlihatkan perbedaan struktur dari MRP dan DRP. Pada
Gambar MRP terlihat struktur Bill Of Materials (BOM) dimana produk A
terdiri dari 3 komponen. Untuk MRP, langkah awalnya adalah melakukan
perencanaan (JIP) untuk kemudian tiap-tiap komponen dapat dijadwalkan
kebutunannya. Sedangkan pada Gambar DRP merupakan struktur distribusi
(BOD) terlihat 1 sumber penawaran atau supplier atau pabrik terdiri dari 3
pusat distribusi (DC). Pada DRP, langkah awalnya adalah membuat
perencanaan permintaan dari masing-masing pusat distribusi untuk kemudian
sumber penawaran melakukan eksekusi berupa pemenuhan kebutuhan tiaptipa pusat distribusi.
II.4.2 Konsep Distribution Requirement Planning (DRP)
Distribution Requirement Planning adalah suatu metode untuk menangani
pengadaan persediaan dalam suatu jaringan distribusi multi eselon. Metode ini
menggunakan demand independent, dimana dilakukan peramalan untuk
memenuhi struktur pengadaannya. Berapun banyaknya level yang ada dalamn

jaringan distribusi, semoga merupakan variabel yang dependent level yang


langsung memenuhi customer. Distribution Requirement Planning lebih
menekankan pada aktivitas penjadwalan daripada aktivitas pemesanan. DRP
mengantisipasi kebutuhan mendatang dengan perencanaan pada setiap level
pada jaringan distribusi. Metode ini dapat memprediksi masalah sebelum
masalah-masalah tersebut terjadi memberikan titik pandang terhadap jaringan
distribusi. Konsep umum DRP dapat dilihat dalam Gambar II.6 dibawah ini.

Gambar II.6 Distribution Requirement Planning


(Sumber : Principle Inventory and Material Management, Richard J. Tersine, 1998)
Empat langkah utama harus diterapkan satu per satu pada periode pemesanan
dan pada setiap item. Langkah-langkah tersebut adalah :
1. Netting
Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan
bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan
keadaan persediaan. Data yang dibutuhkan dalam proses kebutuhan bersih
ini adalah :
kebutuhan kotor untuk setiap periode,
persediaan yang dimiliki pada awal perencanaan,
rencana penerimaan untuk setiap periode perencanaan.
2. Lotting
Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan
optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada kebutuhan
bersih yang telah dilakukan.

3. Offsetting
Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan
rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana
pemesanan diperoleh dangan cara mengurangkan saat awal tersedianya
ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya lead time.
4. Explosion
Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat
jaringan distribusi yang lebih rendah.
Logika dasar DRP adalah sebagai berikut (Richard J Tersine, Principles of
Inventory and Material, Fourth Edition, 1998)
1. Dari hasil peramalan distribusi lokal, hitung Time Phased Net Requirement.
Net Requirement tersebut mengidentifikasikan kapan level persediaan
(schedule Receipt + Projected on Hand periode sebelumnya) dipenuhi oleh
Gross Requirement untuk sebuah periode : Net Requirement = (Gross
Requirement + Safety stock) ( Schedule Receipts + Projected on hand
sebelumnya). Nilai Net Requirement yang dicatat adalah nilai yang bernilai
positif.
2. Setelah itu dihasilkan sebuah planned order sejumlah Net Requirement
tersebut (ukuran lot tertentu) pada periode tersebut.
3. Ditentukan hari dimana harus melakukan pemesanan tersebut (Planned
Order Release) dengan mengurangkan hari terjadwalnya Planned Order
Receipts dengan lead time.
4. Dihitung Projected On Hand pada periode tersebut.
Projected On Hand = (Projected On Hand periode sebelumnya + Schedule
Receipt + Planned Order Receipts) (Gross Requirement).
5. Besarnya Planned Order Release menjadi Gross Requirement pada periode
yang sama untuk level berikutnya dari jaringan distribusi.

II.4.3 Fungsi Distribution Requirements Planning (DRP)


Distribution Requirements Planning sangat bermanfaat untuk sistem
manufakturing yang terintegrasi maupun sistem, distribusi murni. Dengan
kebutuhannya persediaan time pashing pada tiap level jaringan distribusi,
DRP memiliki kemampuan untuk memprediksi suatu problem yang sedang
terjadi. Untuk organisasi manufakturing yang memproduksi untuk memenuhi
persediaan serta untuk dijual melalui jaringan distribusinya sendiri, dapat
dilakukan integrasi sistem dengan mengkombinasi DRP dan MRP seperti pada
Gambar berikut :

Gambar II.7 Integrasi Distribusi dan Manufaktur


( Sumber : Principles of Inventory and Material Management, Richard J Tersire,
Elselver Science PublishingCo.Inc.,1998)
Keterangan :
MPS

= Mater Production Schedule

MDC = Mater Distribution Center

RDC = Regional Distribution Center


LDC

= Lower Distribution Center

Pada Gambar II.7 tampak bahwa permintaan distribusi dengan menggunakan


DRP akan berakhir pada jadwal induk. Perencanaan horizon dan Distribution
Requirements Planning seharusnya adalah sekurang-kurangnya sama dengan
lead time kumulatif, perencanaan kembali dan jaringan dilakukan secara
periodik biasanya sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Keuntungan menggunakan metode DRP adalah sebagai berikut :
1. Dapat dikenali saling ketergantungan persediaan distribusi dan manufaktur
2. Sebuah jaringan distribusi yang lengkap dapat disusun, yang memberikan
gamabran yang jelas dari atas maupun dari bawah jaringan.
3. DRP menyusun kerangka kerja untuk pengendalian logistik total dari
distribusi ke manufaktur untuk pembelian.
4. DRP menyediakan masukan perencanaan penjadwalan distribusi dari
sumber penawaran ke titik distribusi.

II.5

Alasan Pemilihan Metode


Saat ini PTC mengalami permasalahan pada aktivitas perdagangan dan
pendistribusian produk biskuit. PTC sering kali tidak dapat memenuhi
keseluruhan permintaan sehingga menyebabkan hutang kirim. Hal tersebut
diakibatkan karena permintaan dari DC dan depo yang tidak sesuai dengan
peramalan yang telah dibuat diawal produksi sehingga alokasi pendistribusian
barang menjadi terganggu. PTC juga menerapkan sistem pendistribusian
bertingkat sehingga persediaan yang berada di setiap tingkatan harus dapat
memenuhi permintaan.
Melihat dari permasalahan diatas,metode distribution requirements planning
dipilih dalam penelitian ini. Pada metode Distribution Requirement Planning ini
didasarkan pada peramalan kebutuhan pada level terendah dalam jaringan
tersebut yang akan menentukan kebutuhan persediaan pada level yang lebih
tinggi. Metode DRP ini didahului oleh peramalan permintaan masing-masing

produk melalui metode peramalan terbaik. Hasil dari peramalan permintaan


tersebut akan digunakan dalam pengendalian persediaan dan penjadwalan
distribusi melalui penerapan metode DRP.

II.6

Penelitian Terdahulu
Pada Tabel II.4 adalah perbandingan penelitian yang akan dilakukan dengan
penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, perbandingan tersebut
adalah sebagai berikut:
Tabel II.4 Perbandingan Penelitian
Nama
Peneliti

Judul

Regina
Steven
Surya

Implementasi
Metode
Distribution
Requirements
Planning pada CV
Karya Mandiri
Sejahtera di
Surabaya

Tatya Putik
Kameswari

Perencanaan dan
Penjadwalan
Pengadaan Raskin
dengan
Menggunakan
Metode
Distribution
Requirements
Planning(DRP)
pada Perum
BULOG sub-drive
Wilayah I Bandung

Tahun
Penelitian

2013

2012

Tujuan
Menerapkan
perencanaan
kebutuhan
distribusi untuk
mengendalikan
persediaan produk
melalui
penjadwalan
distribusi dalam
rangka mengurangi
kehilangan
penjualan (lost
sale)
Mengetahui
penugasan mitra
untuk menentukan
jadwal dan jumlah
pasokan beras
untuk setiap gudang
melalui
perencanaan dan
penjadwalan
aktivitas distribusi
sehingga dapat
mengontrol
persediaan beras di
gudang

Metode dan
Tools

Distribution
Requirements
Planning

Distribution
Requirements
Planning dan
Model
Transportasi

Adib
Fahrozi
Abdillah

Perencanaan Dan
Penjadwalan
Aktivitas Distribusi
Hasil Perikanan
Dengan
Menggunakan
Metode
Distribution
Requirement
Planning

2009

Merencanakan
penjadwalan
aktivitas
pendistribusian
produk supaya
terkordinasi dengan
baik sehingga dapat
meminimasi biaya
distribusi dan
jumlah pengirman

Distribution
Requirements
Planning

Vous aimerez peut-être aussi