Vous êtes sur la page 1sur 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1;

Latar Belakang
Di negara berkembang kesakitan dan kematian pada anak balita
dipengaruhi oleh keadaan gizi dengan demikian angka kesakitan dan
kematian pada periode ini dapat di jadikan informasi yang berguna
mengenai keadan kurang gizi di masyakat (Supariasa, 2010). Gangguan
gizi pada anak balita merupakan dampak kumulatif dari berbagai faktor
baik yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap gizi anak
(Moehji, 2009). Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan
pertumbuhan badan yang pesat sehingga memerlukan zat zat gizi yang
tinggi setiap per kg berat badannya. Anak balita merupakan kelompok
umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama,
2008). Untuk itu status gizi balita perlu diperhatikan dalam status gizi baik
dengan cara memberikan makanan bergizi seimbang yang sangat penting
untuk pertumbuhan (Paath, 2005).
Peningkatan status gizi masyarakat merupakan salah satu upaya
penting untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil, menurunkan angka
kematian ibu bayi dan anak balita, meningkatkan kemampuan tumbuh
kembang fisik anak, mental dan sosial anak untuk meningkat kerja serta
prestasi akademik maupun prestasi olahraga, oleh karena keadaan gizi
masyarakat merupakan salah satu indikator penting dari kualitas sumber
daya manusia (DEPKES RI, 2006).

Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia.


Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara
pengolahannya. Di masyarakat dikenal pola makan atau kebiasaan makan
1

yang ada pada masyarakat dimana seorang anak hidup. Pola makan
kelompok masyarakat tertentu juga menjadi pola makan anak. Pola makan
adalah cara yang ditempuh seseorang/sekelompok orang untuk memilih
makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh
fisiologis, psikologis, budaya dan sosial (Suhardjo, 2005).
Riskesdes 2010 (Balitbangkes 2011) mengungkap bahwa pada
semua kelompok umur dan jenis kelamin di Indonesia terjadi masalah gizi
kurang dan gizi lebih di Indonesia. Pada anak balita terdapat 17,9% yang
mengalami gizi kurang (underweight), 36.5% mengalami stunting dan
5.8% mengalami gizi lebih (overweight).
Berdasarkan hasil penelitian (Erni, 2013) sebagian besar responden
mempunyai pola pemberian makan yang baik sebanyak 18 responden
(54,5%), dalam kategori kurus, 15 balita (83,3%) dalam kategori normal,
dan 3 balita (16,7%) dalam kategori gemuk.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun
2003, di Indonesia terdapat sekitar 27,5% balita mengalami kekurangan
gizi (19,2% gizi kurang dan 8,3% gizi buruk) di Provinsi Jawa Timur pada
tahun 2005, terdapat 17,05% balita gizi kurang dan 5,88% blita gizi buruk.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang
tahun 2005, prevalensi gizi kurang sebesar 13,78% dan gizi buruk sebesar
2,75%.

Di

wilayah

kerja

Puskesmas

Gondanglegi,

Kecamatan

Gondanglegi Kabupaten Malang pada tahun 2005, prevalensi gizi kurang


sebesar 17,83% dan gizi buruk sebesar 3,3%.

Dari hasil studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan pada


tanggal 15 Januari 2015 bahwa di Polindes Putat Kidul Kecamatan
Gondanglegi Kabupaten Malang terdapat 10% balita gizi buruk, 20% gizi
kurang, 50% gizi baik dan 20% gizi lebih, faktor yang mempengaruhi gizi
buruk dan gizi kurang disebabkan karena pengaruh lingkungan, anak lebih
asik bermain dengan temannya yang menyebabkan anak sering menolak
untuk diberi makan tepat waktu.
Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan pola pemberian makan anak usia 2-3 tahun terhadap
status gizi anak di Polindes Putat Kidul Kecamatan Gondanglegi.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merumuskan masalah


Adakah hubungan pola pemberian makan anak usia 2-3 tahun terhadap
status gizi anak di Polindes Putat Kidul Kecamatan Gondanglegi
Kabupaten Malang?

1.3

Tujuan Penelitian
a; Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pola pemberian makan anak usia 2 - 3 tahun


terhadap status gizi anak di Polindes Putat Kidul Kecamatan
Gondanglegi Kabupaten Malang.
b; Tujuan Khusus
1; Mengidentifikasi pola pemberian makan anak usia 2 - 3 tahun di

Polindes Putat Kidul Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang.


2; Mengidentifikasi status gizi anak usia 2 3 tahun di Polindes Putat

Kidul Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang.


3; Menganalisa hubungan pola pemberian makan anak usia 2 - 3

tahun terhadap status gizi anak di Polindes Putat Kidul Kecamatan


Gondanglegi Kabupaten Malang.

1.4;

Manfaat Penelitian
1.4.1; Manfaat Teoritis

Secara

teoritis

pola

seseorang/sekelompok

makan
orang

adalah
untuk

cara
memilih

yang

ditempuh

makanan

dan

mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis,


psikologis, budaya dan sosial (Suhardjo, 2005). Melalui penelitian
ini diharapkan nanti dapat dijadikan sebagai salah satu tambahan
informasi untuk pustaka yang sudah ada yang berkaitan dengan
hubungan pola pemberian makan anak usia 2 3 tahun terhadap
status gizi anak.
1.4.2; Manfaat Praktis
a; Bagi Polindes

Memahami dan mengetahui hubungan pola pemberian makan


anak usia 2-3 tahun terhadap status gizi anak di Polindes Putat

Kidul

Kecamatan

Gondanglegi

dengan

memberikan

penyuluhan.
b; Bagi Masyarakat

Mengerti dan memahami pentingnya pola pemberian makan


anak usia 2-3 tahun terhadap status gizi anak di Polindes Putat
Kidul Kecamatan Gondanglegi.
c; Bagi Peneliti

Menambah wawasan serta pengetahuan mengenai hubungan


pola pemberian makan anak usia 2-3 tahun terhadap status gizi
anak di Polindes Putat Kidul Kecamatan Gondanglegi.
d; Bagi Institusi Pendidikan

Menambah referensi perpustakaan di instalasi STIKes Widya


Cipta Husada
e; Bagi Peneliti Lain

Menambah sumber referensi bagi peneliti selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pola Makan


2.1.1 Pengertian Pola Makan
Pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang/sekelompok
orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi
terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial (Suhardjo,
2005).
Pola makan mempengaruhi penyusunan menu. Seorang anak
dapat memiliki kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari

kebiasaan dalam masyarakat. Jika menyusun hidangan untuk anak, hal


ini perlu diperhatikan disamping kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat
dan bertumbuh kembang. Kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada
kesehatan dan kecerdasan anak, maka pengetahuan dan kemampuan
mengelola makanan sehat untuk anak adalah suatu hal yang amat
penting (Santoso, 2005).

2.1.2 Cara Pemberian Makan


Agar lebih berhasil dalam memberikan makan kepada anak, orang
tua harus mempunyai taktik, pedoman pemberian makan yang lebih
baik terperinci adalah sebagi berikut (Apriadji, 2006) :

1; Jangan memaksakan anakanak untuk menghabiskan makanan

dengan segera. Yang harusnya anda perhatikan adalah bagaimana


perkembangan selera makannya, porsi makannya.
2; Anak harus diberi kebebasan untuk menentukan dengan siapa ia

makan. Jika anda berpandangan bahwa anak harus dilatih untuk


makan semeja dengan bapak/ibu dan saudaranya yang lain,
tanamkanlah hal itu secara halus dengan diberi pengertian
pengertian, tetapi kalau anak masih bersikeras ingin makan sendiri,
berikan kesempatan itu.
3; Peralatan makan bagi anak sebaiknya disediakan secara khusus,

misalnya kursi dan meja di buat lebih kecil, di cat dengan warna
merah meriah dan diberi gambargambar yang menyenangkan bagi
anakanak, hal ini penting untuk merangsang nafsu makannya.

4; Anakanak biasanya tidak menyukai makanan yang terlalu panas

atau terlalu dingin, makanan hangat lebih cocok baginya.


5; Anakanak harus dibiasakan makan tiga kali sehari. Di antara waktu

makan tersebut diberikan makanan selingan (jajanan).


6; Penyajian makan harus dibuat semenarik mungkin.
7; Perkenalkan bermacammacam bahan makanan padanya.

Oleh karena itu orang tua bisa menilai dirinya sendiri apakah pola
makan mereka saat ini sudah memenuhi anjuran gizi seimbang. Kalau
jawabannya sudah, maka mereka tinggal menerapkan pada anaknya yang
masih balita. Kebiasaan makan yang baik yang ditanamkan sejak anak
masih kecil akan berpengaruh terhadap status gizi anak tersebut
(Khomsan, 2004).

2.1.3 Pola Makanan Sehat Balita


Pola makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga
dalam memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap
hari oleh satu orang atau lebih dan mempunyai khas untuk satu
kelompok tertentu. Penanaman pola makan yang beraneka ragam
makanan harus dilakukan sejak bayi, saat bayi masih makan nasi tim,
yaitu ketika usia baru enam bulan ke atas, ibu harus tahu dan mampu
menerapkan pola makan sehat (Widjaja, 2007).
Cara menyusun makanan hidangan sehat yaitu (Depkes RI, 2006):
1. Susunlah hidangan sehari-hari berdasarkan triguna makanan.
2. Gunakan bahan makanan secara beraneka ragam, setiap hari dan
tersedia di daerah setempat

3. Manfaatkan hasil pekarangan untuk meningkatkan gizi keluarga.


4. Gunakan garam beryodium untuk memasak makanan bagi keluarga.
5. Kenalkan makanan tradisional yang bergizi yang disukai anak-anak.
Susunan makanan bergizi untuk tumbuh kembang anak dengan
baik, susunan hidangan seimbang yang terdiri dari 3 (tiga) golongan
bahan makanan yaitu: bahan makanan yang bersumber dari zat
pembangun, sumber protein, dan sumber tenaga.
1. Golongan bahan makanan sumber zat pembangun : daging, susu,
telur, keju, ikan, hati ayam, ayam, tahu, kedelai, dan tempe.
2. Golongan bahan makanan sumber zat pengatur : sayuran berwarna
hijau, bayam, daun katuk, kangkung, kacang panjang, sawi dan
sayuran berwarna jingga dan kuning seperti wortel, tomat, labu.
3. Golongan makanan sumber tenaga yaitu : beras, kentang, ubi, roti,
singkong, talas, terigu, biskuit, minyak goreng.
4. Buah-buahan berupa pepaya, nenas, mangga, pisang, dan jambu
boleh diberikan pada bayi (Widjaja, 2007).
Zat gizi yang dibutuhkan balita adalah :
1. Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang terdiri dari dua
jenis yaitu karbohidrat sederhana (gula, pasir dan gula merah)
sedangkan karbohidrat kompleks (tepung, beras, jagung, gandum).
2. Protein untuk pertumbuhan, terdapat pada ikan, susu, telur, kacangkacangan, tahu, dan tempe.
3. Lemak terdapat pada margarin, mentega, minyak goreng, lemak
hewan atau lemak tumbuhan.

4. Vitamin adalah zat-zat organik yang kompleks yang dibutuhkan


dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya dapat dibentuk oleh
tubuh.
a. Vitamin A untuk pertumbuhan tulang, mata, dan kulit yaitu
mencegah kelainan bawaan, vitamin terdapat dalam susu, keju,
mentega, kuning telur, minyak ikan, sayuran dan buah-buahan
segar (wortel, pepaya, mangga, daun singkong, daun ubi jalar).
b. Vitamin B untuk menjaga sistem susunan saraf agar berfungsi
normal, mencegah penyakit beri-beri dan anemia, vitamin ini
terdapat di dalam nasi, roti, susu, daging, dan tempe.
c. Vitamin C berguna untuk pembentukan integritas jaringan dan
peningkatan penyerapan zat besi, untuk menjaga kesehatan gusi,
jenis vitamin C banyak terdapat pada mangga, jeruk, pisang,
nangka.
5. Mineral berguna untuk menumbuhkan dan memperkuat jaringan
serta mengatur keseimbangan cairan tubuh.
a. Zat besi berguna dalam pertumbuhan sel-sel darah merah yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, zat ini terdapat dalam daging,
ikan, hati ayam.
b. Kalsium berguna untuk pertumbuhan tulang dan gigi, zat ini
terdapat dalam susu sapi.
c. Yodium berguna untuk menyokong susunan saraf pusat berkaitan
dengan daya pikir dan mencegah kecacatan fisik dan mental. Zat
ini terdapat dalam rumput laut, dan sea food (Widjaja, 2007).

10

Tabel 2.1 Pedoman Makanan Balita


Sumber Tenaga

: 3-4 piring nasi @ 100 gram atau roti penggantinya


(mie, bihun, roti, kentang)

Sumber Zat Pembangun

: 4-5 porsi daging @ 50 gram atau pengganti


(tempe, tahu, ikan, daging ayam). Dianjurkan
sekurang-kurangnya 1 porsi berasal dari sumber
protein hewani, susu di anjurkan 2 gelas sehari

Sumber Zat Pengatur

: 2-3 porsi sayur dan buah. Gunakan sayur dan


buah-buahan berwarna (1 porsi sayur = 1 mangkuk
sayur, 1 porsi buah segar = 100 gram)

Sumber: Widjaja, 2007


Sumber tenaga (makanan pokok) yang dikonsumsikan balita
setiap hari 3-4 piring atau sama 100 gram atau roti penggatinya (mie,
bihun, roti, kentang). Sumber zat pembangun berasal dari lauk pauk,
setiap hari 4-5 porsi daging sama 50 gram atau penganti tempe, tahu,
ikan, telur, daging ayam. Dianjurkan sekurang-kurangnya 1 porsi
berasal dari sumber protein hewani, susu, dianjurkan 2 gelas sehari.
Sumber zat pengatur dari sayur-sayuran dan buah, dihabiskan balita
setiap hari 2-3 porsi sayur dan buah.Gunakan sayur dan buah-buahan
berwarna (1 porsi sayur = 1 mangkuk sayur, 1 porsi buah segar = 100
gram).

2.1.4 Pola Pemberian Makanan Balita


Pemberian makanan balita bertujuan untuk mendapat zat gizi
yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh.
Zat gizi berperan memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk

11

melaksanakan kegiatan sehari-hari, dalam pengaturan makanan yang


tepat dan benar merupakan kunci pemecahan masalah (Suharjo, 2005).
Tujuan pemberian makanan pada anak balita adalah :
1. Untuk mendapat zat gizi yang diperlukan tubuh dan digunakan oleh
tubuh.
2. Untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh.
3. Zat gizi berperan dalam memelihara dan memulihkan kesehatan
serta untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari.
4. Untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan gizi pada balita
diperlukan adanya prilaku penunjang dari para orang tua, ibu atau
pengasuhan dalam keluarga.
5. Selalu memberikan makanan bergizi yang seimbang kepada balita.
Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi dalam satu hari
yang beragam dan mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat
pengatur sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Keadaan ini tercermin dari
derajat kesehatan dan tumbuh kembang balita yang optimal (Depkes RI,
2002).
Jenis jumlah dan frekuensi makan pada bayi dan anak balita,
hendaknya diatur sesuai dengan perkembangan usia dan kemampuan
organ pencernaannya (Depkes RI, 2006)
Tabel 2.2 Pengukuran Makanan Balita
Umur (Bulan)
0-6 Bulan

Jenis / Bentuk
Makanan
ASI

Porsi Per hari


Disesuaikan dengan kebutuhan
ASI diberikan setiap anak
menangis siang atau malam hari

Frekuensi
Min 6 kali

12

makin sering makin baik


6-9 Bulan

ASI
MP-ASI
Makanan Lunak

9-12 Bulan

ASI
Makanan Lembek
Makanan Selingan

12-24 Bulan

ASI
Makanan Keluarga
Makanan Selingan

> 24 Bulan

Disesuaikan dengan kebutuhan


Usia 6 bulan; 6 sendok makan
(setiap kenaikan usia anak 1
bulan porsi ditambah 1 sendok
makan)

Min 6 kali

Disesuaikan dengan kebutuhan 1


piring ukuran sedang

Min 6 kali

1 piring ukuran sedang


Disesuaikan dengan kebutuhan
piring ukuran dewasa
piring ukuran dewasa

2 kali

4-5 kali
1 kali

3 kali
2 kali

Makanan Keluarga

Disesuaikan dengan kebutuhan

3 kali

Makanan Selingan

Disesuaikan dengan kebutuhan

2 kali

Sumber: Depkes RI, 2006

Umur 0-6 bulan bayi diberikan ASI minimal 6 kali sehari, porsi
perhari disesuaikan dengan kebutuhan bayi. ASI diberikan setiap anak
menangis siang atau malam hari semakin sering ASI diberikan untuk
bayi maka semakin baik untuk perkembangannya. Umur 6-9 bulan
masih diberikan ASI dan disesuaikan dengan kebutuhan bayi minimal 6
kali sehari, usia 6 bulan bayi dilanjutkan dengan MP-ASI. Porsi perhari
sebanyak 6 sendok makan dan setiap kenaikan usia anak 1 bulan porsi
ditambah 1 sendok makan. Umur 9-12 bulan ASI tetap dilanjutkan
sesuai dengan kebutuhan balita diberikan minimal 6 kali sehari
kemudian disapin dengan makanan lembik 1 piring ukuran sedang 4-5
kali sehari dan ditambah makanan selingan 1 piringukuran sedang 1 kali
sehari. Umur 9-12 ASI disesuaikan dengan kebutuhan anak. Umur 1-2

13

tahun, sudah bisa diberikan makanan keluarga, porsi perhari piring


orang dewasa, diberikan 3 kali sehari dan ditambah makanan selingan
porsi perhari orang dewasa diberikan 2 kali sehari. Anak >24 bulan
sudah bisa diberikan makanan keluarga dan disesuaikan dengan
kebutuhan anak diberikan 3 kali sehari dan makanan selingan 2 kali
sehari.
1. Pemberian Makanan Anak Usia 2 tahun
Bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhan
makanannya. Saat berumur 2 tahun perlu diperkenalkan pola
makanan orang dewasa berdasarkan triguna makanan adalah sumber
zat tenaga (makanan pokok), sumber zat pembangun (lauk pauk dan
susu), sumber zat pengatur (sayuran dan buah) secara bertahap
(Sulistijani, 2005).
2. Upaya pemberian makan anak yang harus diperhatikan
a. Makanan keluarga setengah porsi dari orang dewasa minimal 3
kali sehari, di samping itu tetap diberikan makanan selingan 2 kali
sehari.
b. Berikan makanan bervariasi dengan menggunakan padanan bahan
makanan.
c. Menyapih anak harus dilakukan secara bertahap dan jangan
secara tiba-tiba. (Moehji, 2008)
Pengaturan pemberian makan yang benar untuk pertumbuhan
anak balita yang mutu gizinya tinggi terutama protein yang mampu
memberikan semua jenis zat gizi yang didatangkan dari makanan (asam

14

amino esensial) yang diperlukan, anak berumur 2 tahun makanan sudah


harus diarahkan untuk menggantikan kedudukan ASI sebagai pemberi
zat gizi utama, karena sejak awal ada empat hal yang harus menjadi
pegangan orang tua dan setiap orang yang berurusan dengan perawatan
makanan anak setelah memasuki usia 2 tahun.
1. Konsisten makanan secara berangsur berubah dari bentuk cair
menjadi bentuk setengah padat dan akhirnya menjadi makanan
padat/makanan biasa.
Makanan cair

Makanan setengah padat

(bubuk susu, sari buah)

(bubur, susu)

Makanan padat
(makanan bisa)

Setelah anak memasuki usia ke 2 tahun ke atas, hendaknya makanan


anak sudah sama dengan orang dewasa.
2. Jenis bahan makan yang digunakan untuk makanan anak sudah
berubah dari dua atau tiga jenis bahan makanan (tepung, susu, gula)
berangsur-angsur menjadi campuran beragam bahan makanan yaitu
makanan pokok, bahan makanan yang bersumber dari protein nabati
dan hewani, sayur-sayuran dan buah-buahan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan tubuh anak akan zat gizi dan pemberian berbagai
macam campuran zat makanan sehingga akan melatih anak untuk
makan makanan yang bervariasi, terutama makanan yang berupa
sayuran yang biasanya kurang disukai anak. Kunci keberhasilan
seorang ibu menanamkan kebiasaan makan anak yang baik sangat
tergantung kepada pengetahuan dan keterampilan ibu akan cara dan
faedah menyusun makanan yang memenuhi syarat zat gizi.

15

3. Jumlah makanan yang diberikan harus sudah berangsur bertambah


sesuai dengan bertambahnya usia anak kebutuhan akan zat gizi.
4. Memasuki usia 2 tahun, makanan yang diberikan mulai suka dan
tidak suka bahkan kadang anak sudah mulai menolak makanan yang
diberikan ibunya. Jangan memaksa anak makan sesuatu makanan
yang tidak disenanginya, berikan alternatif makanan yang lain. Jika
anak tetap menolak, mungkin karena caramemasak tidak disenangi,
coba memasak masakan lain dari sayuran jika anak tetap menolak
ganti sayuran menambah buah-buahan.
Dalam memenuhi kebutuhan zat gizi bagi anak, hendaknya
digunakan prinsip sebagai berikut :
1. Bahan makanan sumber kalori mutlak harus dipenuhi, baik berasal
dari makanan pokok, penggunaan minyak atau zat lemak lainnya dan
gula.
2. Gunakan gabungan sumber protein nabati dan hewani terutama
kacangan atau hasil olahan seperti tempe, dan tahu.
3. Manfaatkan bahan makanan sumber protein hewani setempat yang
ada dan mungkin yang didapat (Moehji, 2008).
Suharjo (2005) menjelaskan bahwa penataan makanan yang baik
merupakan bagian dari gaya dan prilaku hidup sehat untuk memperoleh
kesehatan yang bugar, yang perlu selalu dikondisikan pada semua
lapisan masyarakat sehingga akan diperoleh bangsa yang sehat dan
bangsa yang kuat.

16

Menurut Pekik (2006) pada pola makanan 4 sehat 5 sempurna


perlu dilengkapi dengan kriteria makanan sehat seimbang meliputi :
1. Cukup kualitas adalah banyaknya makanan yang bergantung pada
kebutuhan setiap orang sesuai dengan jenis dan lama aktivitas, berat
badan, jenis kelamin, dan usia.
2. Proporsional adalah jumlah makanan yang dikonsumsi sesuai dengan
proporsi makan yang sehat, yaitu karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral dan air.
3. Cukup kualitas yaitu makanan tidak membuat perut kenyang tetapi
berpengaruh pada sistem dalam tubuh. Untuk itu perlu kandungan
zat gizi sehingga mutu makanan antara lain adalah penampilan
ditentukan oleh warna, konsisten,tekstur, porsi, bentuk, rasa
ditentukan oleh suhu, bumbu, aroma, kerenyahan, keempukan dan
kematangan, gizi ditentukan oleh nilai bahan makanan itu sendiri,
kehilangan zat gizi karena proses persiapan dan pemasakan.
4. Sehat dan higienis adalah makanan harus steril, bebas dari kuman
dan penyakit, salah satu upaya untuk mensterilkan makanan adalah
dengan cara mencuci bersih dan memasak hingga tertentu sebelum
dikonsumsi.
5. Makanan segar alami (tidak suplemen) adalah sayur dan buahbuahan segar lebih menyehatkan dibandingkan makanan pabrik
(makanan yang diawetkan).

17

6. Makanan golongan nabati lebih menyehatkan dibandingkan hewani,


kelebihan makanan nabati dibanding hewani adalah sedikit
kandungan lemak.
7. Cara memasak jangan berlebihan yaitu sayuran yang terlalu lama
direbus pada suhu tinggi menyebabkan hilangnya sejumlah vitamin
dan mineral.
8. Teratur dalam penyajian yaitu untuk menjaga keseimbangan fungsi
tubuh, perlu pengaturan makanan secara teratur, misal pada jam
07.00 Wib makan pagi, siang jam 13.00 Wib, makan malam jam
19.00 Wib, serta tidak membiasakan makan selingan dan
sesempatnya karena dapat mengakibatkan gangguan pencernaan.
9. Frekuensi 5 kali sehari adalah makanan yang dikonsumsi
disesuaikan dengan kapasitas lambung dengan mengatur frekuensi
makan, yaitu 3 kali makan utama, 2 kali penyelang. Minum 6 gelas
air sehari : dalam sehari rata-rata memerlukan 2.550 ml air,
banyaknya air tersebut diperoleh melalui makanan (100 ml), sisa
metabolisme (350 ml) dan yang berasal dari minuman 1200 ml (6
gelas).

2.1.5 Metode Pengukuran Konsumsi Makanan Tingkat Individu


Metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu (Supariasa,
2007) :
1; Metode Food Recall 24 jam

18

Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis


dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam
yang lalu. Metode ini tidak dapat menggambarkan asupan makanan
sehari hari, bila hanya dilakukan recall satu hari karena mutu data
recall 24 jam dilakukan selama beberapa kali pada hari yang
berbeda (tidak berturut turut), tergantung dari variasi menu
keluarga dari hari ke hari.
2; Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang


frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi
selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun.
Metode ini relatif murah dan sederhana, dapat dilakukan sendiri
oleh responden, dan mampu mendeteksi kebiasaan makan
masyarakat dalam jangka panjang dalam waktu yang relatif
singkat.

2.2 Status Gizi


2.2.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi yaitu keadaan kesehatan individu-individu atau
kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan
zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak
fisiknya diukur secara antropometri (Suhardjo, 2005). Kemudian
menurut Soekirman (2006) status gizi berarti keadaan kesehatan fisik
seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu
atau dua kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu dan merupakan

19

keadaan atau tingkat kesehatan seseorang pada waktu tertentu akibat


pangan pada waktu sebelumnya.

2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi


Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ada dua
yaitu:faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung
yangmempengaruhi adalah asupan makanan dan penyakit infeksi.
Sedangkan faktor tidak langsung yaitu: Pendidikan, pengetahuan ibu,
sanitasi lingkungan dan sarana (Soekirman, 2006).
1. Faktor langsung
a. Asupan makan
Makanan akan mempengaruhi pertumbuhan serta
perkembangan fisik serta mental anak, oleh karena itu makanan
harus memenuhi kebutuhan gizi anak. Pengaturan makanan yaitu
harus dapat disesuaikan dengan usia balita, selain untuk
mendapatkan gizi juga baik untuk pemeliharaan, pemulihan
pertumbuhan, perkembangan serta aktifitas fisiknya. Makin
bertambah usia anak makin bertambah pula kebutuhan
makanannya, secara kuantitatif maupun kualitatif (Suwiji, 2006).
b. Penyakit infeksi
Penyakit pada balita berdampak pada kekurangan gizi.
Penyakit-penyakit spesifik yang dapat mengakibatkan

20

terganggunya pertumbuhan adalah : tuberkulosis, sistikfibrosis,


dan asma. Secara umum adanya penyakit menyebabkan
berkurangnya intake pangan karena selera yang menurun
(Proverawati, 2011).

2. Faktor tidak langsung


a. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses seseorang mengembangkan
kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya
didalam masyarakat tempat ia hidup. Pendidikan orang tua
merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh
kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orang
tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang
cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan anaknya,
pendidikannya, dan sebagainya (Rokhana,2005).
b. Pengetahuan ibu
Seorang ibu harus dapat menyusun dan menilai hidangan
yang akan disajikan kepada anggota keluarganya. Kurangnya
pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan
nilai pangan merupakan masalah yang sudah umum.
Salah satu sebab masalah kurang gizi yaitu kurangnya
pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan
informasi dalam kehidupan sehari-hari (Rokhana, 2005).
c. Kesehatan lingkungan

21

Lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi


pertumbuhan dan perkembangan anak. Peran orang tua dalam
membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak adalah
dalam membentuk kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang
sehat. Hal ini menyangkut dalam keadaan bersih, rapi, dan teratur
(Suwiji, 2006). Oleh karena itu anak perlu dilatih untuk
mengembangkan sifat-sifat sehat meliputi: (1) Mandi dua kali
sehari; (2) Cuci tangan sebelum dan sesudah makan; (3) Menyikat
gigi sebelum tidur; (4)Membuang sampah pada tempatnya; (5)
Buang air kecil pada tempatnya atau WC (Rokhana, 2005).
d. Sarana kesehatan
Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari orang tua
yaitu dengan cara membawa anaknya yang sakit ke tempat
pelayanan kesehatan yang terdekat.
Masa balita sangat rentan terhadap penyakit seperti
flu,diare atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita
sakit dapat menghambat atau mengganggu tumbuh kembang anak
(Suwiji, 2006).

2.2.3 Klasifikasi Status Gizi


Menurut Soekirman (2006), Status gizi anak balita dibedakan
menjadi :
1. Status gizi baik

22

Status gizi baik yaitu keadaan dimana asupan zat gizi sesuai
dengan kebutuhan aktivitas tubuh. Adapun ciri-ciri anak berstatus
gizi baik dan sehat adalah sebagai berikut :
a. Tumbuh dengan normal.
b. Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya.
c. Mata bersih dan bersinar.
d. Bibir dan lidah tampak segar.
e. Nafsu makan baik.
f. Kulit dan rambut tampak bersih dan tidak kering.
g. Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2. Status gizi lebih
Gizi lebih adalah suatu keadaan karena kelebihan konsumsi
pangan. Keadaan ini berkaitan dengan kelebihan energi dalam
konsumsi pangan yang relatif lebih besar dari penggunaan yang
dibutuhkan untuk aktivitas tubuh atau energyexpenditure. Kelebihan
energi dalam tubuh, diubah menjadi lemak dan ditimbun dalam
tempat-tempat tertentu. Jaringan lemak ini merupakan jaringan
yangrelatif inaktif, tidak langsung berperan serta dalam kegiatan
kerjatubuh. Orang yang kelebihan berat badan, biasanya karena
jaringan lemak yang tidak aktif tersebut.
3. Kurang gizi (status gizi kurang dan status gizi buruk)
Status Gizi Kurang atau Gizi Buruk terjadi karena tubuh
kekurangan satu atau beberapa zat gizi yang diperlukan. Beberapa
hal yang menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi adalah karena

23

makanan yang dikonsumsi kurang atau mutunya rendah atau bahkan


keduanya. Selain itu zat gizi yang dikonsumsi gagal untuk diserap
dan dipergunakan oleh tubuh. Kurang gizi banyak menimpa anakanak khususnya anak-anak berusia di bawah 5 tahun, karena
merupakan golongan yang rentan. Jika kebutuhan zat-zat gizi tidak
tercukupi maka anak akan mudah terserang penyakit.
2.2.4 Penilaian Status Gizi
Menurut Andriyanto (2010) untuk penilaian status gizi sering
menggunakan ukuran antropometrik yang dibedakan menjadi 2
kelompok yang meliputi :
1. Tergantung umur (age dependent)
a. Berat badan (BB) terhadap umur
b. Tinggi badan (TB) terhadap umur
c. Lingkar kepala (LK) terhadap umur
d. Lingkar lengan atas (LLA) terhadap umur
2. Tidak tergantung umur
a. BB terhadap TB
b. LLA terhadap TB
Kemudian hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan nilai
baku tertentu, misalnya standar baku Harvard, NCHS atau standar baku
nasional.
1. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan
gambaran massa jaringan dan cairan tubuh. BB sangat peka terhadap

24

perubahan yang mendadak, baik karena penyakit infeksi maupun


konsumsi makanan yang menurun. BB digunakan dalam indeks
BB/U (BB menurut umur). BB paling banyak digunakan karena
hanya menggunakan satu pengukuran dan tergantung pada ketetapan
umur, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis, berat badan
dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan perubahan
kecil dan dapat mendeteksi kegemukan (over weight) (Supariasa,
2007).
2. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan
yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang
sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak
dalam waktu yang relatif lama. Namun indeks TB/U (TB menurut
umur) kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan
status gizi karena tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak
mungkin turun, pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus
berdiri tegak, dan ketepatan umur juga sulit didapat. TB digunakan
dalam indeks TB/U (TB menurut umur) atau indeks BB/TB (BB
menurut TB). Namun penggunaan indeks BB/TB membutuhkan dua
macam alat ukur dan pengukuran juga relatif lama (Supariasa, 2007).
Menurut Supariasa (2010) untuk menentukan klasifikasi
status gizi digunakan Z-skor sebagai batas ambang kategori. Standar

25

deviasi unit (Z-skor) digunakan untuk meneliti dan memantau


pertumbuhan serta mengetahui klasifikasi status gizi. Rumus
perhitungan Z-Skor adalah sebagai berikut :

Z - Skor =

Nilai Individu Subjek-Nilai M edian Baku Rujukan


Nilai Simpang Baku Rujukan

Tabel 2.3 Standar Baku Antropometri WHO-NCHS


No

Indeks yang
dipakai

BB/U

TB/U

BB/TB

Batas pengelompokan

Status Gizi

< -3 SD
-3 s/d <-2 SD
-2 s/d +2 SD
> +2 SD
< -3 SD
-3 s/d < -2 SD
-2 s/d +2 SD
> +2 SD
< -3 SD
-3 s/d < -2 SD
-2 s/d +2 SD
> +2 SD

Gizi Buruk
Gizi Kurang
Gizi Baik
Gizi Lebih
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk

Sumber: Supariasa, 2007


2.3 Konsep Hubungan Pola Pemberian Makan Terhadap Status Gizi
Usia balita merupakan usia pra sekolah dimana seorang anak akan
mengalami tumbuh kembang dan aktivitas yang sangat pesat dibandingkan
dengan ketika masih bayi, kebutuhan zat gizi akan meningkat. Sementara
pemberian makanan juga akan lebih sering. Pada usia ini, anak sudah
mempunyai sifat konsumen aktif, yaitu mereka sudah bisa memilih makanan
yang disukainya. Seorang ibu yang telah menanamkan kebiasaan makan
dengan gizi yang baik pada usia dini tentunya sangat mudah mengarahkan
makanan anak, karena dia telah mengenal makanan yang baik pada usia

26

sebelumnya. Oleh karena itu, pola pemberian makanan sangat penting


diperhatikan. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola
makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan
lingkungan. Pola makan yang baik perlu dibentuk sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan gizi dan pola makan yang tidak sesuai akan
menyebabkan asupan gizi berlebih atau sebaliknya kekurangan. Asupan
berlebih menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit lain yang
disebabkan oleh kelebihan gizi. Sebaliknya asupan yang kurang dari yang
dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap
penyakit (Sulistyoningsih, 2011).
Sehingga pola makan yang baik juga perlu dikembangkan untuk
menghindari interaksi negatif dari zat gizi yang masuk dalam tubuh. Interaksi
dapat terjadi antara suatu zat gizi dengan yang lain, atau dengan zat non gizi.
Masing-masing

interaksi

dapat

bersifat

positif

(sinergis),

negatif

(antogenesis), dan kombinasi di antara keduanya. Interaksi disebut positif jika


membawa keuntungan, sebaliknya disebut negatif jika merugikan. Interaksi
antara zat gizi dapat meningkatkan penyerapan, atau sebaliknya menggangu
penyerapan zat gizi lain (Sulistyoningsih, 2011).

27

2.4; Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai


berikut :
Faktor yang
mempengaruhi status gizi
1; Faktor langsung
a; Pola Pemberian

Makan Anak Usia


2-3 Tahun
b. Penyakit infeksi

2. faktor tidak langsung


a. Pendidikan
b. Pengetahuan ibu
c. Kesehatan
lingkungan
d. Sarana kesehatan

Keterangan :
Diteliti

Tidak diteliti :

Status Gizi (BB/U)


Gizi lebih : > + 2 SD
Gizi baik : 2 SD
s/d + 2 SD
Gizi kurang : < - 2
SD s/d - 3 SD
Gizi buruk : < - 3 SD
(Supariasa, 2007).

28

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Pola Pemberian Makan Anak Usia 2
3 tahun Terhadap Status Gizi Anak

2.5; Hipotesis

Hipotesis penelitian merupakan hubungan yang diharapkan antar variabel


yang dipelajari (Saryono, 2011). Berdasarkan kerangka konsep tersebut, maka
hipotesis penelitiannya yaitu :
Ada hubungan pola pemberian makan anak usia 2-3 tahun terhadap status
gizi anak di Polindes Putat Kidul Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang
.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1; Desain Penelitian

Desain penelitian adalah (survey) analitik yaitu untuk mengetahui


hubungan pola pemberian makan dengan status gizi anak usia 2 3 tahun.
Survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point the
approach). Berdasarkan tempat penelitian lapangan atau survey, dimana
pengambilan data dilakukan secara langsung dengan wawancara di tempat
penelitian dan dilihat dari tempat pelaksanaannya termasuk penelitian cross
sectional study karena penelitian ini dilaksananakan dengan satu kali
pengamatan dalam waktu tertentu.

29

3.2; Kerangka Operasional

Populasi
Semua balita usia 2 - 3 tahun yang berdomisili di wilayah kerja Polindes
Putat Kidul Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang sebanyak 64 balita
Teknik sampling yang
digunakan adalah total sampling
Sampel
Keseluruhan dari populasi yang berjumlah 64 balita

Variabel Independent

Variabel Dependent

Pola Pemberian Makan Anak

Status Gizi

Pengumpulan Data
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner
Pengolahan Data
Editing, coding, scoring, tabulating
Analisa Data
Uji Spearman rank

30

Hasil Penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Operasional Hubungan Pola Pemberian Makan Anak


Usia 2 3 tahun Terhadap Status Gizi Anak di Polindes Putat
Kidul Kecamatan Gondanglegi

3.3; Tempat dan Waktu Penelitian


3.3.1; Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Polindes Putat Kidul Kecamatan


Gondanglegi Kabupaten Malang.
3.3.2; Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan bulan Maret 2015

3.4; Populasi dan Sampel


a; Populasi penelitian

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti


(Notoatmodjo, 2010). Populasi penelitian ini adalah anak usia 2-3 tahun
berjumlah 64 anak
b; Sampel penelitian

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang nilai atau karakteristiknya


akan diukur dan yang nantinya dipakai untuk menduga karakteristik dari
populasi (Notoatmodjo, 2012).
Dengan kriteria sampel :
a; Kriteria Inklusi

31

1; Anak berusia 2-3 tahun


2; Orang tua yang bersedia anaknya diteliti
3; Anak dalam keadaan sehat
4; Anak yang diasuh oleh orang tuanya sendiri

b; Kriteria Eksklusi
1; Orang tua yang mempunyai anak yang tidak berada ditempat saat

diadakan penelitian
2; Orang tua yang tidak bersedia anaknya diteliti

3.5; Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota anggota
suatu kelompok yang berbeda yang dimiliki oleh kelompok lain
(Notoatmodjo, 2012).
Adapun variabel dalam penelitian adalah :
a; Variabel bebas

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pola


pemberian makan anak usia 2-3 tahun.
b; Variabel terikat

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah status gizi
anak.

32

3.6; Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang


diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2008).
Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Pola Pemberian Makan Anak Usia 2
3 Tahun Terhadap Status Gizi Anak di Polindes Putat Kidul
Kecamatan Gondanglegi
Variabel
Bebas:
Pola
pemberian
makan

Definisi
operasional

Cara ukur

Gambaran
Kuesioner
pemberian makan
pada anak berupa
frekuensi
konsumsi
sejumlah
bahan
makanan tertentu
(zat
pembengun,zat
pengatur,zat
energi) (Supariasa,
2007).

Hasil ukur

Skala

Parameter

Jawaban
dariOrdinal a; Baik (bila
kuesioner
nilai mean)
Gambaran frekuensi
b; Tidak baik
konsumsi
anak
(bila nilai <
berupa :
mean)
a; Sering skor :3
b; Jarang skor : 2
c; Tidak pernah : 1

33

Terikat:
Tingkatan kondisiTimbang
Status giziatau keadaan anakinjak
(BB/U)
yang
mengacu
pada pertumbuhan
berdasarkan berat
badan dan umur

Z-score =
(NIS-NMBR)
NSBR

Klasifikasi :
1; Gizi lebih
2; Gizi baik
3; Gizi kurang
4; Gizi buruk

Ordinal 1; Gizi lebih :


> + 2 SD
2; Gizi baik :
2 SD s/d + 2
SD
3; Gizi
kurang : < 2 SD s/d 3 SD
4; Gizi buruk :
< - 3 SD
(Supariasa,
2007).

3.7; Teknik Pengumpulan Data

Teknik

pengumpulan

data

merupakan

kegiatan

penelitian

untuk

mengumpulkan data (Alimul, 2010).


1; Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti dan tujuannya
disesuaikan dengan keperluan penelitian (Alimul, 2007). Pengumpulan
data dilakukan dengan cara meminta ijin terlebih dahulu kepada Kepala
Puskesmas, Bidan desa dan Kepala Desa Putat Kidul Kecamatan
Gondanglegi Kabupaten Malang. Peneliti mengumpulkan para responden
di Posyandu melakukan penimbangan berat badan anak dengan
menggunakan dacin dan melihat umur balita pada buku KIA. Setelah berat
badan dan umur diketahui kemudian dibandingkan dengan tabel baku
rujukan WHO-NCHS menurut BB/U (Berat Badan/Umur).
2; Data Sekunder

Data sekunder adalah kumpulan data yang diinginkan, diperoleh dari orang
lain atau tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri (Alimul,

34

2007). Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari Bidan desa yaitu
data tentang jumlah seluruh balita, nama balita, tanggal lahir balita dan
nama orang tua.

3.8; Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh


peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih cermat, lengkap dan sitematis sehingga lebih mudah diolah
(Arikunto, 2010).
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah
kuesioner, buku KIA, timbangan berat badan untuk balita (dacin), tabel baku
median WHO-NCHS dan lembar observasi status gizi pada balita.
1; Kuesioner

Kuesioner dalam penelitian ini berbentuk pertanyaan terbuka (open


ended) dari data umum dan pertanyaan tertutup (close ended) dari data
khusus. Pertanyaan terbuka (open ended) bentuk free respone question
yaitu pertanyaan yang memberikan kebebasan kepada responden untuk
menjawab. Pertanyaan ini digunakan untuk mendapatkan biodata
responden. Pertanyaan tertutup (close ended) berbentuk multiple choice
yaitu pertanyaan yang menyediakan berbagai alternative jawaban dan
reponden hanya memilih salah satu diantaranya yang sesuai dengan
pendapatnya. Pertanyaan ini untuk mendapatkan data pola pemberian
makanan balita (Notoatmodjo, 2012).
2; Buku KIA

Buku yang berisi catatan kesehatan ibu (hamil, bersalin dan nifas)
dan anak (bayi baru lahir, bayi dan anak balita) serta berbagai informasi

35

tentang riwayat penyakit dan cara memelihara dan merawat kesehatan


ibu dan anak. Digunakan untuk mengetahui umur balita.

3; Timbangan Berat Badan untuk Balita (dacin)

Dacin digunakan untuk mengetahui berat badan bayi. Berat badan


merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering
digunakan untuk penelitian status gizi (Supariasa, 2010).
4; Tabel median BB/U baku rujukan WHO-NCHS (National Center For

Health Statistic)
Tabel ini digunakan untuk membandingkan antara berat badan
yang didapatkan dengan berat badan yang di tabel, sehingga dapat
diketahui tingkatan status gizi.
5; Lembar observasi status gizi pada anak

Lembar observasi ini digunakan untuk mencatat umur balita, hasil


pertimbangan berat badan balita, dan klasifikasi status gizi pada balita.

Metode Pengolahan data terdiri atas Editing, Coding, Scoring, Tabulating.


a; Editing

Editing adalah memeriksa atau meneliti data yang diperoleh untuk


menjamin apakah sudah dipertanggung jawabkan
b; Coding

Setelah dilakukan editting, selanjutnya peneliti memberikan kode


tertentu pada tiap tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan
analisa data. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode

36

dan artinya dalam satu buku untuk memindahkan kembali melihat


lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel (Alimul, 2010).
Dalam penelitian in kode dengan kriteria :
1; Data Umum
a; Umur Anak

24 27 bulan : 1
28 31 bulan : 2
32 36 bulan : 3
b; Jenis Kelamin Anak

Laki laki

:1

Perempuan

:2

c; Pendidikan Ibu

SD / Sederajat

:1

SMP / Sederajat

:2

SMA / Sederajat

:3

Sarjana / Sederajat

:4

2; Data Khusus
a; Pola Pemberian Makan Anak

Baik

:1

Tidak baik

:2

b; Status Gizi

Gizi Lebih

:1

Gizi Baik

:2

Gizi Kurang

:3

Gizi Buruk

:4

37

c; Scoring

Kategori atau nilai skor yang dipakai adalah :


a; Sering (1x/hari, 4-6x/minggu skor

:3

b; Jarang (1-3x/minggu, 1x/bulan, 1x/tahun skor

:2

c; Tidak pernah skor

:1

d; Tabulating

Tabulating

yaitu

memindahkan

data

dari

pertanyaan

atau

mengorganisir data sedemikian rupa hingga mudah dijumlah, disusun


dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik (Alimul, 2010).

3.9; Analisa Data


a; Analisis Univariat

Tujuan

dari

analisa

univariat

adalah

untuk

menjelaskan

atau

mendiskripsikan karakteristik masing-masing data demografi yang


diteliti dan juga digunakan untuk menganalisis setiap variabel. Fungsi
analisis ini sebetulnya adalah untuk menyederhanakan atau meringkas
kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa, sehimgga kumpulan
data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Peringkasan
tersebut berupa ukuran-ukuran statistik, tabel dan grafik.
b; Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga


berhubungan atau berkolerasi. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan
pola pemberian makan anak usia 2-3 tahun terhadap status gizi.
Proses pengujiannya adalah :
1; Uji statistik yang digunakan adalah uji Rank Spearman
2; Taraf signifikasi yang digunakan adalah = 0,05.
3; Kriteria pengujian

38

Harga uji statistik, dengan membandingkan (rho) dengan = 0,05,


yaitu:
a; Jika (rho) < = 0,05, maka Ha diterima
b; Jika (rho) > = 0,05, maka Ha ditolak
4; Perhitungan statistik, dengan
rumus (Sugiyono, 2012) :
2

r =1

6 di
n(n 21)

Keterangan :
rs

koefisien korelasi

di2

: jumlah selisih rank pola pemberian makan terhadap status gizi

: jumlah data dalam kasus

5; Kriteria hasil koefisien kontingensi dan kekuatan hubungan

Tabel 3.2 Koefisien Kontingensi dan Kekuatan Hubungan


Koefisien Kontingensi

Kekuatan Hubungan

0,00 0,199

Sangat lemah

0,20 0,399

Lemah

0,40 0,599

Sedang

0,60 0,799

Kuat

0,80 1,000

Sangat kuat

Kesimpulan

a; Apakah

Ha

diterima

atau

ditolak

diketahui

dengan

cara

membandingkan nilai hasil uji statistik (rho) dengan = 0,05.


b; Apabila (rho) < = 0,05, maka disimpulkan bahwa pola asuh

pemberian makan anak berhubungan dengan status gizi anak


c; Jika (rho) > = 0,05, maka disimpulkan bahwa pola asuh

pemberian makan anak tidak berhubungan dengan status gizi anak.

39

3.10;

Etika Penelitian
Setiap

penelitian

yang

menggunakan

objek

semua

tidak

boleh

bertentangan dengan etika agar hak responden dapat terlindungi, kemudian


kuisioner dikirim kesubjek yang diteliti dengan menekankan pada masalah
etika penelitian. Menurut Nursalam (2008), setiap penelitian yang
menggunakan subjek manusia. Maka peneliti harus memahami prinsipprinsip etika penulisan yang meliputi :
1; Right to full disclosure (hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan

yang diberikan)
Peneliti akan memberikan penjelasan secara rinci tentang
penelitian yang akan dilakukan serta akan bertanggung jawab kepada
subjek penelitian jika ada sesuatu yang terjadi akibat penelitian yang
dilakukan
2; Inform Concent (lembar persetujuan)

Merupakan lembar persetujuan yang memuat penjelasan tentang


maksud dan tujuan penelitian, dampak yang mungkin terjadi selam
penelitian. Apabila responden telah mengerti dan bersedia, maka
responden diminta menandatangani surat persetujuan menjadi responden.
Namun apabila responden menolak, maka peneliti tidak akan memaksa.
3; Anonimity (tanpa nama)

Untuk

mejaga

kerahasiaan

responden,

peneliti

tidak

mencantumkan nama subyek penelitian, hanya untuk lebuh memudahkan


dalam mengenai identitas, peneliti menggunakan simbol.
4; Confidentiality (kerahasiaan)

Informasi yang diberikan oleh responden serta semua data yang


terkumpul akan disimpan. Dijamin kerahasiaannya dan hanya menjadi

40

koleksi peneliti. Informasi yang diberikan oleh responden tidak akan


disebarkan atau diberikan kepada orang lain tanpa seizin responden.

Vous aimerez peut-être aussi