Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama
: An. A
Umur
: 1 tahun 6 bulan
: 9,8 kg
Tinggi badan : 83 cm
Agama
: Islam
Alamat
MRS
II. ANAMNESA
(Alloanamnesa, dengan ibu dan ayah penderita)
Keluhan utama
: Kejang
Keluhan tambahan
: BAB Cair
penderita sadar, lalu penderita diberi stesolit rectal lagi, dan disarankan untuk masuk
rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat trauma disangkal
o Riwayat kejang sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
o Riwayat kejang demam dialami ayah penderita ketika masih anak-anak.
Kejang tidak pernah berulang sampai sekarang
o Riwayat epilepsi dalam keluarga disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah anak pertama dari dua bersaudara (anak pertama meninggal
karena DBD saat usia 1 tahun 11 bulan). Ayah penderita berusia 41 tahun, pendidikan
terakhir S1 yang bekerja swasta. Ibu penderita berusia 37 tahun dengan pendidikan
terakhir S1, dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan per bulan lebih dari
Rp. 1 juta, Ekonomi keluarga ditanggung oleh orang tua penderita yang tinggal di
rumah sendiri.
Kesan: sosial ekonomi cukup
Riwayat Makanan
ASI
: Lahir 5 bulan
: 4 bulan 8 bulan
Bubur Tim
: 8 bulan 1 tahun
Nasi
: 1 tahun sekarang
Kesan
Riwayat Vaksinasi
BCG
DPT
: DPT I, II,III
Polio
: Polio I,II,III
Hepatitis B
: 1,2,3
Campak
: (+)
Vitamin A
: (+)
Kesan
Riwayat Keluarga
A//41 thn/Swasta
L//37 thn/IRT
os
Riwayat Lahir
Lahir dari ibu G2P2A0, lahir cukup bulan, ditolong oleh bidan, spontan, lahir langsung
menangis, BBL 3700 gram A/S tidak tahu, R/ibu demam (-), R/KPSW (-), R/ ketuban
kental hijau bau (-).
Riwayat Perkembangan Fisik
Tengkurap
: 6 bulan
Duduk
: 9 bulan
Berdiri
: 1 tahun 1 bulan
Jalan
: 1 tahun 2 bulan
Kesan
Keadaan umum
Kesadaran
: kompos mentis
Nadi
Pernafasan
: 30 x/menit
Suhu
: 38,5 C (axilla)
Berat badan
: 9,8 kg
Tinggi badan
: 83 cm
Lingkar Kepala
: 40 cm
Anemis
: tidak ada
Sianosis
: tidak ada
Ikterus
: tidak ada
Dipsnue
: tidak ada
Edema umum
: tidak ada
Keadaan gizi
= 83,76 %
= 101,22 %
= 82,35 %
tegangan : cukup
Kesan : KEP I
Keadaan Spesifik
Kulit
: Turgor baik, anemia tidak ada, ikterus tidak ada, sianosis tidak ada.
Kepala
Bentuk
UUB
: menutup
Rambut
Mata
Hidung
: bentuk biasa, epistaksis tidak ada, sekret tidak ada, nafas cuping
hidung tidak ada.
Mulut
Tenggorok
Leher
Thorak
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
: stemfremitus kanan=kiri
Perkusi
Auskultrasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : HR 120 x/menit, irama reguler, murmur dan gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: datar
: lemas, hepar dan lien tidak teraba, cubitan kulit kembali
lambat (-)
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Ekstremitas
Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada
Lipat paha dan genitalia
Pembesaran KGB tidak ada, genitalia tidak ada kelainan
Pemeriksaan Neurologi
Fungsi Motorik
Pemeriksaan
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologis
Reflek patologis
:
Tungkai
Kanan
Kiri
Segala arah
Segala arah
5
5
eutoni
eutoni
N
N
-
Fungsi Sensorik
Lengan
Kanan
Kiri
Segala arah
Segala arah
5
5
eutoni
eutoni
N
-
N
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium ( Juli 2008)
Hematologi
Hemoglobin
: 11 g/dl
Hematokrit
: 33 vol%
Leukosit
: 15.400/mm3
Trombosit
: 330.000/mm3
Diff. count
: 0/0/7/76/20/2
Kimia Klinik
Natrium
Kalium
Kalsium
V.
: 132 mmol/l
: 3,5 mmol/l
: 1,18 mmol/l
RESUME
Seorang anak laki - laki usia 1 tahun, 6 bulan, berat badan 9,8 kg, tinggi badan
83 cm, Islam, Sukarami-Palembang, MRS 7 Juli 2008 pukul 14.20 WIB dengan
keluhan utama kejang, dan keluhan tambahan BAB cair.
Dari alloanamnesa didapatkan sejak 1 hari SMRS, penderita menderita
demam mendadak tidak terlalu tinggi, terus menerus, muntah ada, frekuensi 2
kali/hari @ 3 sendok makan, tidak nyemprot,warna putih, isi apa yang dimakan dan
diminum, kejang tidak ada, batuk ada, dahak tidak ada, darah tidak ada, pilek ada,
BAB cair, lendir tidak ada, darah tidak ada, frekuensi 6 kali/hari @ - gelas, air >
ampas.Penderita tidak minum obat. Sejak + 1 jam SMRS penderita mengeluh demam
tinggi, penderita mengalami kejang, frekuensi dua kali (kejang pertama di rumah,
kejang kedua sewaktu observasi di RSMH), lama kejang + lima menit, kejang umum
tonik klonik, inter dan post ictal penderita sadar. Penderita lalu disarankan untuk
masuk rumah sakit.
Pada riwayat penyakit dahulu tidak terdapat riwayat trauma dan riwayat
kejang sebelumnya. Sedangkan dalam keluarga terdapat riwayat kejang demam yang
dialami oleh ayah penderita pada saat masih anak-anak. Kejang tidak pernah berulang
sampai sekarang. Riwayat sosial ekonomi cukup. Riwayat makanan kesan kualitas
dan kuantitas cukup. Riwayat vaksinasi dasar lengkap.
Pada pemeriksaan fisik penderita nampak sakit sedang, kesadaran kompos
mentis, nadi 120x/menit, pernafasan 30x/menit, suhu 38,5 C, berat badan 9,8 kg,
tinggi badan 83 cm, dari BB/TB diperoleh 82,35 % kesan gizi KEP I. Pada keadaan
spesifik didapatkan dinding faring posterior hiperemis dan tonsil hiperemis besarnya
T2 T2. Thorak dalam batas normal. Mata cekung tidak ada, abdomen pada palpasi
cubitan kulit kembali cepat, dan ekstremitas akral dingin tidak ada. Pada pemeriksaan
neurologis dalam batas normal.
VI.
DIAGNOSA BANDING
Kejang Demam Kompleks + Tonsilofaringitis akut + Diare Akut tanpa
Dehidrasi + KEP I
Ensefalopati + Tonsilofaringitis akut + Diare Akut tanpa Dehidrasi + KEP I
DIAGNOSIS KERJA
Kejang Demam Kompleks + Tonsilofaringitis akut + Diare Akut tanpa
Dehidrasi + KEP I
VII.
PENATALAKSANAAN
Diet 1000 kalori , 15 gr protein
IVFD D5 10:4:7 980 cc/24 jam
Diazepam rectal 5 mg (jika kejang)
Parasetamol 4 x 120 mg (kalau perlu)
Amoksisilin 3 x 125 mg
Oralit 100-200cc tiap BAB cair
Zinc 20mg 1x1
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: bonam
Tanggal
S: Keluhan
9 Juli 2008
-
O:
Keadaan Umum
Sensorium
Berat badan
Lingkar kepala
Nadi
RR
Suhu
Kompos mentis
9,8 kg
40 cm
128 kali/menit, I/T cukup
36 kali/menit
37,6o C
Keadaan Spesifik
Kepala
Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/- ,refleks cahaya +/+ normal,
pupil bulat, isokor, Tenggorok: arcus faring simetris, uvula di tengah, dinding
faring posterior hiperemis, tonsil hiperemis
Leher
GRM(-), pembesaranKGB(-)
Thorax
Paru-paru
I : statis, dinamis simetris, retraksi (-)
P : stemfremitus kiri = kanan
P : sonor pada kedua lapangan paru
A : vesikuler (+) N, ronkhi (-),wheezing(-) Cor dbn
Abdomen
Kanan
Segala
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologis
Reflek patologis
arah
5
N
N
-
Tungkai
Kiri
Segala arah
5
N
N
-
Fungsi Sensorik
Lengan
Kanan
Segala arah
Kiri
Segala arah
5
N
5
N
N
-
N
-
Akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada
Ekstremitas
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis Kerja
Terapi
Tanggal
S: Keluhan
9 Juli 2008
-
O:
Keadaan Umum
Sensorium
Berat badan
Lingkar kepala
Nadi
RR
Suhu
Keadaan Spesifik
Kepala
Kompos mentis
9,8 kg
83 cm
120kali/menit, i/t cukup
28 kali/menit
36,8o C
Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/- ,refleks cahaya +/+
normal, pupil bulat, isokor, Tenggorok: arcus faring simetris, uvula di
tengah, dinding faring posterior hiperemis berkurang, tonsil tidak
hiperemis dan tidak membesar
Leher
Thorax
Paru-paru
I : statis, dinamis simetris, retraksi (-)
P :stemfremitus kiri = kanan
P : sonor pada kedua lapangan paru
A :vesikuler (+) N, ronkhi (-),wheezing(-) Cor dbn
Abdomen
Kanan
Segala
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologis
Reflek patologis
arah
5
N
N
-
Tungkai
Kiri
Segala arah
5
N
N
-
Fungsi Sensorik
Lengan
Kanan
Kiri
Segala
Segala
arah
5
N
arah
5
N
N
-
N
-
10
Ekstremitas
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis Kerja
Terapi
Tanggal
S: Keluhan
O:
Keadaan Umum
Sensorium
Berat badan
Lingkar kepala
Nadi
RR
Suhu
Keadaan Spesifik
Kepala
10 Juli 2008
Kompos mentis
9,8 kg
83 cm
120 kali/menit, i/t cukup
22 kali/menit
36,7o C
Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/- ,refleks cahaya +/+ normal,
pupil bulat, isokor, Tenggorok: arcus faring simetris, uvula di tengah, dinding
faring posterior tidak hiperemis, tonsil tidak hiperemis dan tidak membesar
Leher
GRM(-),pembesaranKGB(-)
Thorax
Paru-paru
I : statis, dinamis simetris, retraksi (-)
P : stemfremitus kiri = kanan
P : sonor pada kedua lapangan paru
A : vesikuler (+) N, ronkhi (-),wheezing(-) Cor dbn
Abdomen
Tungkai
Kiri
Lengan
Kanan
Kiri
11
Gerakan
Segala
Segala arah
Segala arah
Segala arah
Kekuatan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologis
Reflek patologis
arah
5
N
N
-
5
N
N
-
5
N
5
N
N
-
N
-
Fungsi Sensorik
Ekstremitas
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis Kerja
Terapi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
2.I Pendahuluan
Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering terjadi pada anak,
dimana 2-5% anak pernah mengalami serangan kejang demam sebelum usia 5
tahun. Meskipun biasanya kejang hanya berlangsung beberapa menit saja, kejang
demam sering menimbulkan kecemasan pada orang tua. Kecemasan tersebut
meliputi peristiwa serangan kejang itu sendiri ataupun akibatnya di kemudian hari
seperti berulangnya kejang, kejadian epilepsi atau kerusakan saraf akibat kejang. 1
Kejang merupakan bangkitan motorik yang terjadi akibat adanya mekanisme
yang mencetuskan sel neuron untuk melepaskan muatan listrik secara berlebihan.
Mekanisme yang mencetuskan kejang diantaranya adalah gangguan pada
membran sel neuron yaitu gangguan keseimbangan natrium dan kalium atau
akibat adanya ketidakseimbangan antara neurotransmitter eksitasi dan inhibisi.
Salah satu bentuk dari neurotransmiter inhibisi adalah GABA (gama amino
butyric acid). Apabila kadar GABA turun maka kemampuan inhibisi pada sinaps
saraf juga akan menurun sehingga akan timbul kejang.1
2.2 Definisi dan Klasifikasi Kejang Demam
Definisi dan klasifikasi kejang demam telah beberapa kali mengalami revisi.
Livingstone (1954) membagi kejang demam menjadi kejang demam sederhana
(KDS) dan epilepsi yang dicetuskan oleh demam. Ciri-ciri KDS menurut
Livingstone adalah usia anak 6 bulan sampai 4 tahun, kejang kurang dari 15
menit, kejang umum, kejang dalam 16 jam pertama demam, neurologis normal,
EEG yang dilakukan 4 minggu bebas panas hasilnya normal dan frekuensi kejang
kurang dari 4 kali dalam setahun. Sedangkan kejang demam yang tidak
memenuhi kriteria KDS dikelompokkan dalam epilepsi yang dicetuskan oleh
demam.2
Menurut kesepakatan UKK Neurologi anak (2004), kejang demam
didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial.
Klasifikasi kejang demam menurut UKK Neurologi adalah sama dengan
13
klasifikasi menurut ILAE. Saat ini definisi dan klasifikasi kejang demam yang
digunakan adalah menurut kesepakatan UKK Neurologi Anak 2004. 3,4
Nelson Ellenberg (1976) membagi kejang demam menjadi 2 yaitu benign
febrile convulsion dan kejang demam kompleks. Dikatakan benign febrile
convulsion bila serangan kejang pertama kali usia 6 bulan sampai 4 tahun,
sebelumnya pernah panas tanpa kejang, kejang umum, lamanya kurang dari 10
menit, tidak ada riwayat keluarga dengan kejang demam, dan tidak ada gangguan
neurologis. Kejang demam kompleks bila kejang fokal, lama lebih dari 10 menit,
ada riwayat kejang demam dalam keluarga, lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam,
ILAE membagi kejang demam menjadi KDS dan KDK. Disebut KDS bila kejang
bersifatumum, tonik klonik, lama kejang kurang dari 15 menit dan tidak timbul
kembali dalam 24 jam. Bila lama kejang lebih dari 15 menit dan bersifat fokal
atau terjadi kembali dalam 24 jam maka diklasifikasikan dalam kejang demam
kompleks (KDK).1
2.3 Epidemiologi
Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai pada
anak-anak. Dua sampai lima persen dari seluruh anak mengalami sedikitnya satu
kali kejang demam dalam lima tahun pertama kehidupan. Verity dkk dalam suatu
penelitian di Inggris pada tahun 1970 hingga 1975 mendapatkan prevalensi
kejang demam sebesar 2,3%. Di Jepang, Tsuboi tahun 1974-1980 mendapatkan
prevalensi kejang demam yang lebih tinggi yaitu sebesar 8,3%. Eka dkk pada
tahun 1999-2001 di RS Moh. Hoesin Palembang mendapatkan 429 penderita
kejang demam, terutama pada usia 12-17 bulan.
Pada umumnya penderita kejang demam tergolong kejang demam sederhana.
Verity dkk melaporkan kejadian kejang demam sederhana terjadi pada 76,9%
kasus dan KDK 18,8% kasus. Delapan persen berlangsung lama (lebih dari 15
menit), dan 16% berulang dalam waktu 24 jam.1
Kejang demam bergantung pada umur, dimana umumnya dijumpai pada bayi
dan anak. Usia anak yang tersering mengalami kejang adalah 6 bulan sampai 3
14
15
paska-sinaps.
Neurotransmitter
eksitasi
(asetilkolin,
glutamat)
16
17
diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion didalam dan di luar sel, maka terdapatlah perbedaan potensial
yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel.4
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang datangnya mendadak
misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan
patofosiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.4
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun Natrium
melaui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan ini demikian besarnya sehingga dapat menyebar keseluruh sel maupun ke
sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan
terjadilah kejang.4
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya amabang kejang seorang anak menderita kejang pada suhu tertentu.
Pada anak dengan amabng kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu
38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi
pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah
sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.4
2.5.1 Peranan Besi dalam Terjadinya Kejang
Penelitian Gatti menyebutkan pada saat pasien terinfeksi oleh patogen akan
terjadi pelepasan faktor inflamasi interleukin 1 (IL-1). IL-1 akan mempengaruhi
18
19
20
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab, seperti darah perifer,
elektrolit dan gula darah.3
Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
ialah 0,6-0,7%.3
Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh
karena itu pungsi limbal dianjurkan pada: 3
a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
c. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Elektroensefalografi
Pemeriksaan
elektroensefalografi
(EEG)
tidak
dapat
memprediksi
21
22
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demamnya dan faktor resikonya, apakah kejang demam sederhana atau
kompleks.3
2.9.1 Pengobatan intermiten
Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang
diberikan pada saat anak mengalami demam, untuk menceegah terjadinya kejang
demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan.3,7
a. Antipiretik
Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti
bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Dosis
asetaminofen yang digunakan berkisar 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari
dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali 3-4 kali sehari.3
Asetaminofen dapat menyebabkan sinrom reye terutama pada anak kurang
dari 18 bulan, meskipun jarang. Parasetamol 10 mg/kg sama efektifnya dengan
ibuprofen 5 mg/kg dalam menurunkan suhu tubuh.3
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3-2/3 kasus), begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C. 3
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat
demam tidak berguna unutk mencegah demam.3
23
KEJANG
Diazepam rectal 0,5 mg/kgBB atau
Berat badan < 10 kg: 5 mg
Berat badan > 10 kg: 10 mg
\
KEJANG
Diazepam rectal
(5 menit)
Di rumah sakit
KEJANG
Diazepam IV
Kecepatan 0,5-1 mg.menit (3-5 menit)
(Depresi pernafasan dapat terjadi)
KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5-1 mg/kgBB/menit
(pastikan venilasi adekuat)
KEJANG
Transfer ke ICU
24
saat ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan hepatitis namun
insidennya kecil.3
Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, fenobarbital 3-4
mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.3
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut:3
-
Kejang fokal
Pada anak umr kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita
50 % dan pria 33 %
25
Pada anak umur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga
adanya kejang, terulangnya kejang ialah 50%, sedang pada tanpa
riwayat kejang 25%.
Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang
demam tergantung dari faktor: 4
-
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian
hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila
hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang
tanpa demam hanya 2-3% saja. (Consensus Statement on Febrile Seizures,
1981).4
26
BAB III
ANALISIS KASUS
Seorang penderita Perempuan berusia 21 tahun datang dengan keluhan
demam.
Dari anamnesa didapatkan sejak 2 minggu SMRS, penderita menderita sakit kepala,
lesu, mual dan muntah 2 kali berwarna kuning tanpa ada darah dan lendir. Beberapa
hari kemudian penderita mengeluh kedinginan disertai menggigil dan timbulnya
demam tinggi yang paling sering dirasakan saat malam hari dan hilang saat pagi hari.
Penurunan kesadaran, kejang, batuk, sesak nafas, dan mencret disangkal. Penderita
mengaku Pernah berobat ke rumah sakit dan di diagnosis DBD dan tipes. 1 minggu
yang lalu, penderita mengaku keluhan tersebut semakin hari semakin memberat
sehingga menggangu aktivitasnya. Saat demam penderita mengaku berkeringat pada
hampir seluruh bagian tubuh yang semakin hari semakin terasa banyak. penderita
juga mengeluh tidak BAB 4 hari tetapi BAK seperti biasa. penderita mengaku
pernah berpergian ke provinsi lampung di pulau Pahawang bersama teman-temannya.
Saat itu teman-temannya 35 orang mengalami keluhan yang sama dengan
penderita. Dari anamnesis didapatkan bahwa demam berlangsung selama kurang
lebih 2 minggu dan disertai menggigil pada malam hari .Dari riwayat berpergian
kedaerah endemis yaitu kepulau pahawang.
Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda kelainan semua dalam
batas normal. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan trombosit yang meningkat, Hb
menurun dan pada pemeriksaan DDR ditemukan (+) tropozoid plasmodium
falciparum yang menandakan bahwa penderita menderita penyakit malaria.
Karena pasien datang dalam keadaan demam, maka diberikan terapi
antipiretik berupa parasetamol 4x 500 mg untuk menurunkan demam.
Prognosa pasien ini quo ad vitam bonam dan quo ad fungsionam bonam.
27
28