Vous êtes sur la page 1sur 14

ASKEP BAYI HIPERBILIRUBINEMIA

Pendahuluan
Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir
(BBL). Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi
cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan.
Perawatan Ikterus berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan
tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada
BBL, seperti pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan
beberapa propilaksi pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti. Asuhan
keperawatan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan
keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan,
cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan perawatan di
rumah.
Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan
dalam memberikan asuhan keperawatan secara paripurna.
Tulisan ilmiah ini bertujuan untuk :
1. Agar perawat memiliki intelektual dan mampu menguasai pengetahuan dan
keterampilan terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada klien
dan keluarga dengan bayi Ikterus (Hiperilirubinemia),
2. Agar Perawat mampu mempersiapkan klien dan keluarga ikut serta dalam proses
perawatan selama di Rumah Sakit dan perewatan lanjutan di rumah.
Atas dasar hal tersebut diatas maka penulis menyusun tulisan ilmiah dengan
judul Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planing pada klien dengan Bayi
Hiperbilirubinemia
KONSEP DASAR
A. Definisi
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada bayi yang baru lahir tidak selamanya merupakan kejadian patologis. Ikterus pada bayi adalah
ikterus dengan kejadian yang fisiologis yang biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Timbul pada hari kedua-ketiga
Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
Ikterus hilang pada 10 hari pertama.(Hanifa, 1987)
2. Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12
mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi
, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
C. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah
Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam
air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya
hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin
binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah
matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai
sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
2003 Digitized by USU digital library 3
2003 Digitized by USU digital library 4
D. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi

dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata
tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan
Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( Markum, 1991).
E. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or
bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk
ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia.
2003 Digitized by USU digital library 5
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek
4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa
ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.

7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.


8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sbb:
Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang
Bakteri)
Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Kadar Bilirubin Serum berkala.
Darah tepi lengkap.
Golongan darah ibu dan bayi.
Test Coombs.
Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar
bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
Biasanya Ikterus fisiologis.
Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau
golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
Polisetimia.
Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis,
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan

yang perlu dilakukan:


Pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama.
Sepsis.
Dehidrasi dan Asidosis.
Defisiensi Enzim G6PD.
Pengaruh obat-obat.
Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
Karena ikterus obstruktif.
Hipotiroidisme
Breast milk Jaundice.
Infeksi.
Hepatitis Neonatal.
Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan Bilirubin berkala.
Pemeriksaan darah tepi.
Skrining Enzim G6PD.
Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses
keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi.
A. Pengkajian
1. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui
yang lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)
B. DiagnosaKeperawatan , Tujuan , dan Intervensi
Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang
memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun
perencanaan asuhan keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai

diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh.


1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare.
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake
output, beri air diantara menyusui atau memberi botol.
2. Diagnosa Keperawatan : Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan
dengan efek fototerapi
Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
- 37Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5
C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
hiperbilirubinemia dan diare
Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah
posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan
kelembabannya.
4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahan
Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua
dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk
stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya,
libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua
mengekspresikan perasaannya.
5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi
yang diberikan pada bayi.
Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejalagejala
untuk menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi :
Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning,
proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan bayi dirumah.
6. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi trauma berhubungan dengan efek
fototherapi
Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat
fototherapi
Intervensi :
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam
keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan
kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida
menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji
adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak
bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan.
7. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi trauma berhubungan dengan tranfusi
tukar
Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan
NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam

sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan
Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tandatanda
vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati
adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor
pemeriksaan laboratorium sesuai program.
C. Aplikasi Discharge Planing.
Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan
hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi
tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan
gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan
dirumah.
Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik
dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (Whaley &Wong, 1994):
1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguangangguan
kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui
menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk
mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk
menurunkan kadar bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal
mencegah peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerahsekitar kulit yang rusak.
Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan
kelembaban kulit.
Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat
mengakibatkan lecet karena gesekan
Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti
penekanan yang lama, garukan .
Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena
bab dan bak.
Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor
kulit, capilari reffil.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah :
celsius)1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38
2. Perawatan tali pusat / umbilikus
3. Mengganti popok dan pakaian bayi
4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak
dengan sesuatu yang baru
5. Temperatur / suhu
6. Pernapasan
7. Cara menyusui
8. Eliminasi
9. Perawatan sirkumsisi

10. Imunisasi
11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
letargi ( bayi sulit dibangunkan )
demam ( suhu > celsius)37
muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)
diare ( lebih dari 3 x)
tidak ada nafsu makan.
12. Keamanan
Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau,
gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan
mobil atau sarana lainnya.
Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.
DAFTAR PUSTAKA
http://4askep.blogspot.com
Bobak, J. (1985). Materity and Gynecologic Care. Precenton.
Cloherty, P. John (1981). Manual of Neonatal Care. USA.
Harper. (1994). Biokimia. EGC, Jakarta.
Hazinki, M.F. (1984). Nursing Care of Critically Ill Child. , The Mosby Compani
CV,
Toronto.
Markum, H. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.
Mayers, M. et. al. ( 1995). Clinical Care Plans Pediatric Nursing. Mc.Graw-Hill.
Inc.,
New York.
Pritchard, J. A. et. al. (1991). Obstetri Williams. Edisi XVII. Airlangga University
Press,
Surabaya.
Susan, R. J. et. al. (1988). Child Health Nursing. California,

F. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan
adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini
dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain
yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar
atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama
ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini

memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada
saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat
Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991

A.

B.
1.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
1)
2)
3)
4)
5)
2.

3.

LP Hiperbilirubin
Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal
(Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl.
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 1997).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah,
2000).
Klasifikasi
Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar
patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi
kernicterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang
mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang memiliki
karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam
(Schwats, 2005):
Timbul pada hari kedua - ketiga.
Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg%
pada kurang bulan.
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
tertentu.
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut
Menurut (Surasmi, 2003) bila:
Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup
bulan.
Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan
pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang
bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
Kern Ikterus.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus
striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.

Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan
ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy
ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang
terjadi secara kronik.
C. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut;
1.
Polychetemia
2.
Isoimmun Hemolytic Disease
3.
Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
4.
Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5.
Hemolisis ekstravaskuler
6.
Cephalhematoma
7.
Ecchymosis
8.
Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia biliari), infeksi,
masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI
9. Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur,
asidosis.
D. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah
merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah
menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah
menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada
streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari
sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh
anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan
konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya
penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini
terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel
otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut
kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya
kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui
sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan
Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila
kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam
lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak

E.
F.
1.
2.
3.

4.

5.
6.
7.
8.
9.
10.
G.
1.
2.
H.
1.
a.
b.
c.
2.
3.
I.
1.
2.
3.
4.

5.
6.

7.

ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah
otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia, dan hipoglikemia (AH Markum, 1991).
Pathways Lampiran
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir,
sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada hari ke tiga sampai
hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice
fisiologis.
Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau
orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
Perut membuncit dan pembesaran pada hati
Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang
disertai ketegangan otot.
Komplikasi
Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada
koordinasi otot dan tangisan yang melengking.
Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium (Pemeriksan Darah)
Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup
bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
Protein serum total.
USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia billiari.
Penatalaksanaan
Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).
Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin.
Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan
sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance
hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
Pengkajian Keperawatan :
1. Kepala : tampak ikterik
a. Mata : sclera tampak ikterik, konjungtiva anemis bila ikterus patologik karena hemmolisis.
b. Hidung : tidak ada kelainan
c. Mulut : mukosa mulut dan bibir tampak ikterik

J.
1.

a.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
b.
c.

d.
e.
f.
g.

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
h.

1)

d. Telinga tidak ada kelainan


2. Leher : tampak ikterik , leher kaku dan akhirnya epistotonus pada kernicterus.
3. Dada : simetris, tampak ikterik pada seluruh dada atau tidak tergantung kadar bilirubin.
a. Paru-paru : apne, cyanosis, dispnea pada keadaan kernikterus. Aspiksia dan pulmonary effusi pada
hidrops fetalis
b. Jantung : Edema umum atau berkurangnya volume darah gagal jjantung pada kondisi hidrops fetalis
4. Abdomen : tampak ikterik, palpasi supel , distensi -, dapat ditemukan hepatospleno megali.
5. Ginjal : warna urine gelap dengan meningkatnya konsentrasi bilirubin.
6. Genitalia : tidak ada masalah
7. Rektum : anus +,
8. Ekstremitas : tampak ikterik pada seluruh ektermitas atau hanya sebagian , letargi, tonus otot meninggi.
9. Punggung : tampak ikterik, tidak ada kelainan bentuk tulang belakang.
10. Neurologi : hipotonia, tremor, reflek moro dan menghisap tidak ada, diminished reflek tendon,
kejang.
11. Endokrin : tidak gangguan pada system endokrin.
Diagnosa dan Intervensi
Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan phototerapi.
Tujuan : Klien tidak menunjukan gejala sisa neurologis dan berlanjutnya komplikasi phototerapi.
Kriteria hasil :
Rencana Rational
Identifikasi adanya faktor resiko :
Bruising
Sepsis
Delayed ord clamping
Ibu dengan DM
Rh, ABO antagonis
Pletora
SGA
Kaji BBL terhadap adanya hiperbilirubinemia setia 2-4 jam lima hari pertama kehidupan
Rasional: BBL sangat rentan terhadap hiperbilirubinemia.
Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, sclera dan tubuh secara progresif terhadap ikterik
setiap pergantian shift
Rasional: Mengetahui addanya hiperbilirubinemi secara dini sehingga dapat dilakukan tindakan
penanganan segera.
Monitor kadar bilirubin dan kolaborasi bila ada peningkatan kadar
Rasional: Peningkatan kadar bilirubin yang tinggi
Monittor kadar Hb, Hct ata adanya penurunan
Rasional: Adanya penurunan Hb, Hct menunjukan adanya hemolitik
Monitor retikulosit, kolaborasi bila ada peningkatan
Berikan phototerapi:
Rasional: phototerapi berfungsi mendekomposisikan bilirubin dengan photoisomernya. Selama phototerapi
perlu diperhatikan adanya komplikasi seperti: hipertermi, Konjungtivitis, dehidrasi.
Sesuai protocol untuk waktu, prosedur, dan durasi.
Monitor kadar bilirubin setia 6 12 jam under therapy
Tutup mata dengan tameng mata, hindari tekanan pada hidung
Ganti bantalan mata sedikitnya 2 kali sehhari
Inspeksi mata dengan lampu sedikit nya 8 jam sekali
Pertahankan terapi cairan parenteral untuk hidrasi kolabborasi medis
Pertahankan suhu axila 36.5 dderajat Celsius
Lakukan transfusi tukar kolaborasi medis
Rasional: Transfusi tukar dilakukan bila terjadi hiperbilirubinemia pathologis karena terjadinya proses
hemoliitik berlebihan yang disebabkan oleh ABO antagonis.
Monitor vital sign selama dan setelah transfusi tukar

2)
3)
2.
a.
1)
2)
3)
4)
b.
c.
1)
2)
3)

4)
5)

3.
a.
b.
c.
d.

e.

Periksa darah yang keluar dan masuk


Adanya faktor resiko membimbing perawat untuk waspada terhadap kemungkinan munculnya
hiperbilirubinemia
Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi.
Tujuan : Klien tiidak menunjjukan tanda-tanda kekurangan volume cairan
Rencana Rasional
Pertahankan intake cairan :
Timbang BB perhari
Ukur intake output
Berikan intake extra peroral atau per IV jika ada kehilangan BB progresif,
meningkatnya suhu, diare, onsentrasi urine,
Kaji Output:
Rasional: Output yang berlebihan atau tidak seimbang dengan intake akan menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan.
Kaji jumlah, warna urine setiap 4 jam
Kaji Diare yang berlebihan
Kaji Hidrasi:
Rasional: Hidrasi yang adekuat menunjukan keseimbangna cairan tubuh baik yang ditunjukan dengan suhu
tubuh 36-37 derajat Celsius dan membran mukosa mulut lembab dan fontanela datar.
Monitor suhu tubuh tiap 4 jam
Inspeksi membran mukosa dan pontanel 1. Intake cairan yang adekuat metabolisme bilirubin akan
berlangsung sempurna dan terjadii keseimbangan dengan caairan yang keluar selama photo terapi karena
penguapan.
Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi.
Tujuan : Klien tidak menunjukan gangguan integritas kulit
Monitor adanya kerusakan integritas kulit
Rasional: Deteksi dini kerusakan integritas kulit
Bersihkan kulit bayi dari kotoran setelah BAB, BAK
Rasional: Feses dan urine yang bersifat asam dapat mengiritasi kulit
Pertahankan suhu lingkungan netral dan suhu axial 36.5 derajat Celsius
Rasional: Suhu yang tinggi menyebabkan kulit kering sehingga kulit mudah pecah
Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam.
Rasional: Perubahab posisi mempertahankan sirkulasi yang adekuat dan mencegah penekanan yang
berlebihan pada satu sisi.
Berikan istirahat setelah 24 jam phototerapi

Daftar Pustaka

Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama. Jakarta.
Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI &
Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi. EGC.
Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi