Vous êtes sur la page 1sur 6

Case for Analysis: Toyotas Culture and the Sticky Pedal

Recall
Toyota is an extremely successful automaker that has
built a reputation for quality by fostering a culture of
continuous improvement and long-term relationships
with employees, vendors, customers, and other key
stakeholders. With such a strong organizational culture,
how did the company reach a point in which it was criticized for not sharing enough
information about the unintended acceleration problems that were documented
in the form of complaints as far back as March 3, 2004?
Six years later in 2010, Toyota paid a steep price for
initially ignoring or not proactively dealing with the acceleration problem; it conducted a
massive recall of
more than 8 million vehicles to fix the faulty gas pedals.
Not only did the companys reputation take a large hit,
but U.S. Transportation Secretary Ray LaHood slapped
a $16.4 million fine against the automaker.
Many people were upset with Toyotas handling of
the crisis and apparent lack of transparent communication about the extent and cause of
the problem. For
some time after complaints of unintended acceleration
were filed with authorities and the company, Toyota
maintained that the cause of the acceleration was
poorly fitting floor mats. It took until January 2010 for
the company to make the decision to replace the faulty
accelerator pedals.
Toyotas organizational culture may be partly to
blame for the ill will that was created over the handling of the faulty accelerators
problem. First, Toyotas
culture of keeping potentially negative information
locked tightly within the firm is at odds with what
many organizations do during a crisis in the U.S. For
example, the leaders of Johnson & Johnson made it a
point to communicate with the public major developments regarding the cyanide-laced
Tylenol capsule
tamperings in 1982. Second, Toyotas leadership may
be too insulated to allow it full or timely access to negative information. This problem
may be due to the fact
that Toyota has a formal, hierarchical organizational
structure that prevents negative information from
reaching the top.
Will Toyota rebound and regain its global prominence as a top quality automaker? Some
experts suggest
that the company will eventually work through and
resolve these accelerator-related problems. However,
another question remains: Will the company also attempt to modify its culture so that it
can handle future
crises in a more open and timely manner?

QUESTIONS FOR ANALYSIS

1. Why did Toyota wait so long to publically acknowledge and replace the faulty
accelerator pedals?
2. Changing a culture from one that rewards secrecy to
one that is more transparent (especially in a crisis)
appears to be difficult. Why?
3. If you were the president of the Toyota Motor
Corporation, how would you have handled the unintended acceleration problems?
Explain.

Kasus Analisis: Budaya Toyota dan "Pedal lengket" penarikan Toyota adalah mobil
yang sangat sukses yang memiliki membangun reputasi untuk kualitas dengan
mengembangkan budaya Hubungan perbaikan terus-menerus dan jangka
panjang dengan karyawan, vendor, pelanggan, dan kunci lainnya pemangku
kepentingan. Dengan budaya organisasi yang kuat, bagaimana perusahaan
mencapai titik di mana ia dikritik karena tidak berbagi informasi yang cukup
tentang masalah percepatan yang tidak diinginkan yang didokumentasikan
dalam bentuk keluhan sejauh 3 Maret 2004? Enam tahun kemudian pada tahun
2010, Toyota membayar harga yang curam untuk awalnya mengabaikan atau
tidak proaktif menangani masalah percepatan; itu melakukan recall besarbesaran lebih dari 8 juta kendaraan untuk memperbaiki pedal gas rusak. Tidak
hanya reputasi perusahaan mengambil hit besar, tapi Menteri Transportasi Ray
LaHood menampar denda $ 16.400.000 terhadap pembuat mobil. Banyak orang
marah dengan penanganan Toyota krisis dan kurangnya jelas dari komunikasi
yang transparan tentang sejauh mana dan penyebab masalah. untuk beberapa
saat setelah keluhan dari percepatan yang tidak diinginkan diajukan dengan
otoritas dan perusahaan, Toyota menyatakan bahwa penyebab percepatan itu
buruk lantai pas tikar. Butuh waktu sampai Januari 2010 untuk perusahaan untuk
membuat keputusan untuk mengganti yang rusak pedal akselerator. Budaya
organisasi Toyota mungkin sebagian untuk disalahkan atas niat jahat yang telah
dibuat atas penanganan masalah akselerator yang rusak. Pertama, Toyota
budaya menjaga informasi yang berpotensi negatif terkunci rapat dalam
perusahaan adalah bertentangan dengan apa yang banyak organisasi lakukan
selama krisis di AS Untuk Misalnya, para pemimpin Johnson & Johnson
membuatnya titik untuk berkomunikasi dengan perkembangan besar publik
mengenai kapsul Tylenol dicampur sianida tamperings pada tahun 1982. Kedua,
kepemimpinan Toyota mungkin terlalu terisolasi untuk memungkinkan akses
penuh atau tepat terhadap informasi negatif. Masalah ini mungkin disebabkan
oleh fakta Toyota memiliki formal, hirarkis organisasi struktur yang mencegah
informasi negatif dari mencapai puncak. Toyota akan rebound dan kembali
ketenaran global sebagai kualitas mobil atas? Beberapa ahli menyarankan
bahwa perusahaan akhirnya akan bekerja melalui dan menyelesaikan masalahakselerator yang terkait tersebut. Akan Tetapi, pertanyaan lain tetap: Apakah
perusahaan juga berusaha untuk memodifikasi budaya sehingga dapat
menangani masa depan krisis dengan cara yang lebih terbuka dan tepat waktu?
PERTANYAAN UNTUK ANALISIS

1. Mengapa Toyota menunggu begitu lama untuk publik mengakui dan


mengganti pedal akselerator yang rusak?
2. Mengubah budaya dari satu yang memberikan penghargaan kerahasiaan
salah satu yang lebih transparan (terutama dalam krisis) tampaknya sulit.
Mengapa?
3. Jika Anda adalah presiden Toyota Motor Korporasi, bagaimana anda mengatasi
masalah percepatan yang tidak diinginkan? Jelaskan.

Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan
sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan rencana yang telah
ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan.
3. Fungsi Pengarahan / Directing / Leading / Actuating
Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang
sehat, dinamis, dan lain sebagainya.
4. Fungsi Pengendalian / Controling
Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah
dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan.
Dengan adanya masalah tentang kesalahan produksi pedal gas dan rem, maka masalah yang
pertama timbul adalah tentang citra perusahaan TOYOTA.
Menurut Davies et al (2001) dikatakan bahwa citra diartikan sebagai pandangan mengenai
perusahaan oleh para pedagang saham eksternal, khususnya oleh pelanggan.
Menurut Gronroos (1984) citra perusahaan dibangun oleh kualitas teknikal yaitu apa yang
pelanggan terima dari pengalaman sebelumnya dan kualitas fungsional yaitu cara bagaimana
servis diberikan kepada pelanggan.
Dua komponen yang principal dari citra adalah fungsional dan emosional (kennedy, 1997).
Menurut ISO, manajemen kualitas (mutu) sebagai semua aktivitas dan fungsi manajemen
secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung
jawab, serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan, kualitas (quality

planning), pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality assurance), dan
peningkatan kualitas (quality improvement).
Kepuasan pelanggan ini pada dasarnya dibentuk oleh tiga faktor utama mulai dari mutu
produk itu sendiri, harga jual yang kompetitif dan pengiriman (=
penerimaan di tangan pelanggan
) tepat waktu. Ketika terjadi kesalahan ataupun kegagalan yang menyangkut salah satu dari
ketiga faktor itu maka sungguh akan besar dampak negatifnya terhadap citra perusahaan,
dalam hal ini citra produknya (
brand image
). Bila penanganannya kurang tepat, atau bahkan salah, akan tamatlah riwayat perusahaan itu.
Sehingga akan beratlah kerja keras yang harus dilakukan untuk mengembalikan citra itu
kembali seperti semula.
2.3 Cara Penyelesaian Masalah
Seperti diketahui di atas, akibat dari kesalahan yang terjadi pada pedal gas dan sistem remnya, Toyota memutuskan untuk merecall
mobil hasil produksinya yang telah beredar di masyarakat. Selain itu Toyota juga menunda
penjualan delapan model-nya di AS, termasuk model yang terlaris yaitu Camry.
Akibat dari kesalahan yang berujung pada
recall
itu tentu saja pangsa pasar mobil di AS menjadi berubah posisinya. Semula Toyota berada
pada posisi kedua setelah
General Motors
(GM), maka kini diprediksi Toyota akan turun ke posisi ketiga dengan GM tetap pada posisi
tertinggi dengan penguasaan pangsa pasar sebesar 18,1%,
Ford
naik ke posisi kedua dengan pangsa pasar sebesar 16,6%, sedangkan Toyota menduduki
posisi ketiga dengan 16,5%.
Sementara Toyota sedang terpuruk dalam masalahnya, pesaingnya, GM, yang merupakan
produsen mobil terbesar di AS siap-siap menerkam pelanggan Toyota. Apa yang GM lakukan
sungguh dahsyat. Tipikal pemangsa di rimba belantara persaingan. GM menawarkan insentif
berupa potongan harga sebesar US$1,000 bagi pemiliki Toyota untuk berganti ke mobil
produk GM.
Demikianlah kondisi pasar yang
full-competition
. Kepuasan pelanggan menjadi taruhan utama. Pelanggan yang kecewa menjadi sasaran
empuk untuk direbut oleh pesaing.
Kepuasan pelanggan ini pada dasarnya dibentuk oleh tiga faktor utama mulai dari mutu
produk itu sendiri, harga jual yang kompetitif dan pengiriman (=
penerimaan di tangan pelanggan

) tepat waktu. Ketika terjadi kesalahan ataupun kegagalan yang menyangkut salah satu dari
ketiga faktor itu maka sungguh akan besar dampak negatifnya terhadap citra perusahaan,
dalam hal ini citra produknya (
brand image
). Bila penanganannya kurang tepat, atau bahkan salah, akan tamatlah riwayat perusahaan itu.
Sehingga akan beratlah kerja keras yang harus dilakukan untuk mengembalikan citra itu
kembali seperti semula.
Maka ketika ditemukan identifikasi kesalahan pada pedal gas dan sistem rem-nya, masalah
kualitas yang berhubungan erat dengan keselamatan, Toyota segera hasil produksinya. Secara
keseluruhan, Toyota merecall
sebanyak lebih dari 8 juta unit mobil yang sudah berada ditangan pelanggannya.
B a y a n g k a n , l e b i h d a r i 8 j u t a u n i t m o b i l !
Juga patut dicatat, Toyota bakal mengalami kerugian sebesar US$ 2 miliar sebagai biaya atas
penarikan mobilnya itu. Sungguh, suatu harga yang teramat besar untuk satu kesalahan.
Harga yang teramat mahal untuk mempertahankan citra baik perusahaan. Harga yang teramat
luar biasa untuk tetap fokus kepada filosofi kepuasan pelanggan.
Itulah bagaimana cara organisasi besar kelas dunia bertindak menangani kesalahannya.
Mereka
gentle
mengakui kesalahannya dan meminta maaf secara terbuka di depan publik. Presiden Direktur
Toyota rela membungkukkan badannya dan meminta maaf kepada dunia mengenai kesalahan
produksi yang telah dilakukan perusahaannya. Ini adalah satu contoh sikap baik pemimpin
yang patut kita teladani. Mereka bertindak cepat dan tepat untuk memperbaikinya. Keluar,
dengan merecall
produknya. Sedangkan kedalam, dengan ketat lagi dengan membentuk panitia khusus yang
dipimpin langsung oleh Presiden Toyota Motor Corp sendiri yaitu
Akio Toyoda
. Maka tak heran bila model organisasi seperti ini tampil menguasai pasar global.
Toyota melakukan
hansei
(
critical self reflection
) dan memperbaiki organisasinya untuk kembali ke filosofi dasar yang telah dimilikinya
kemudian bergerak cepat merebut kembali posisinya di pasar global. Tentu saja hal ini
memerlukan analisis terhadap akar penyebab kesalahan itu terjadi (
root cause analysis
) dan kemudian melakukan sejumlah tindakan-tindakan perbaikan (
countermeasures
) yang tepat dan sistematis. Dan, tentu saja hal ini berarti kembali belajar. Belajar dari
kesalahan.
Mari tetap terbuka untuk selalu belajar. Terutama belajar dari kesalahan kita sendiri.
BAB III

KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa pada perusahaan mana pun, bahkan perusahaan besar sekelas
Toyota, masih saja terdapat kesalahan. Namun, hal itu tergantung bagaimana perusahaan
mengatasinya untuk menjadi lebih baik lagi dan tidak membuat kesalahan yang sama. Seperti
Presiden Direktur Toyota yang rela membungkukkan badannya dan meminta maaf kepada
dunia mengenai kesalahan produksi yang telah dilakukan perusahaannya. Ini adalah satu
contoh sikap baik pemimpin yang patut kita teladani.
DAFTAR PUSTAKA
http://rumahkecilkita.blogdetik.com/index.php/2010/02/kasus-toyota-belajar-dari-kesalahan/
http://fransiskajanette.blogspot.com/2012/03/mengambil-sisi-positif-dari-masalah.html
Buku The Toyota Way oleh Jeffrey K. Liker

Vous aimerez peut-être aussi