Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Salinan
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO
NOMOR 7 TAHUN 2012
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BOJONEGORO,
Menimbang
Mengingat
PERATURAN
BENCANA.
DAERAH
TENTANG
PENANGGULANGAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bojonegoro.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.
3. Bupati adalah Bupati Bojonegoro.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bojonegoro.
5. Sekretariat Daerah adalah Sekretariat Daerah Kabupaten Bojonegoro.
6. SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Bojonegoro.
7. Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disingkat
BPBD adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Bojonegoro.
Sipil
adalah
organisasi
kemasyarakatan,
BAB II
LANDASAN, ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Landasan, Asas, dan Tujuan
Pasal 2
(1) Penanggulangan bencana dilaksanakan dengan berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
(2) Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan asas:
a) kemanusiaan;
b) keadilan;
c) kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
d) keseimbangan, keselarasan dan keserasian;
e) ketertiban dan kepastian hukum;
f) kebersamaan;
g) kelestarian lingkungan;
h) cepat, tepat dan prioritas;
i) koordinasi dan keterpaduan;
j) berdaya guna dan berhasil guna;
k) transparansi;
l) akuntabilitas;
m) pencegahan;
n) berkeadilan gender; dan
o) tidak diskriminatif.
(3) Tujuan Penanggulangan bencana dalam Peraturan Daerah ini untuk:
a. Mengurangi potensi terjadinya bencana;
BAB III
TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab
Pasal 4
(1) Tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam penanggulangan bencana
sesuai peraturan daerah ini meliputi:
a. Melindungi masyarakat dari bencana dan dampak yang ditimbulkan;
b. Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dalam setiap tahap
penanggulangan bencana sesuai dengan standar minimum
penanggulangan bencana;
c. Mengurangi resiko bencana dan memadukan rencana pengurangan
resiko bencana dengan program pembangunan daerah.
d. Mengalokasikan dana untuk setiap tahap penanggulangan bencana
dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memadai
setiap tahunnya;
e. Memelihara arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan
dampak bencana;
f. Mengganti
dan/atau
memperbarui
arsip/dokumen
otentik
masyarakat yang hangus atau hilang akibat terkena bencana.
(2) Dalam melaksanakan tanggungjawab penanggulangan bencana,
Pemerintah Daerah melimpahkan tugas pokok dan fungsinya kepada
BPBD.
- 10 Bagian Kedua
Wewenang
Pasal 5
Wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana meliputi:
a. Menetapkan kebijakan penanggulangan bencana di wilayah
Kabupaten Bojonegoro yang selaras dengan kebijakan pembangunan
daerah,
kebijakan
pembangunan
provinsi,
dan
kebijakan
pembangunan nasional;
b. Membuat perencanaan pembangunan daerah yang didalamnya
memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana baik
pra bencana, saat bencana dan pasca bencana;
c. Memasukkan rencana penanggulangan bencana dalam agenda forum
musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) mulai dari
tingkat desa sampai kabupaten
d. Melakukan kerjasama dalam penanggulangan bencana dengan
Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
lainnya;
e. Mengatur penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber
ancaman atau bahaya bencana;
f. Merumuskan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan
sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya;
g. Mengendalikan, mengumpulkan, dan menyalurkan uang atau barang
berskala Daerah.
BAB IV
KELEMBAGAAN
Pasal 6
(1)
(2)
BPBD yang dimaksud pada ayat (1) telah diatur dalam peraturan
daerah tentang struktur organisasi
BPBD beserta peraturan
pelaksanaannya;
(3)
- 11 BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
DAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 7
(1)
- 12 a.
b.
c.
d.
e.
f.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 12
Setiap orang berkewajiban:
a. Menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara
keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi
Iingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
- 13 b. Memberikan
informasi
yang
benar
kepada
publik
tentang
penanggulangan bencana;
c. Melakukan kegiatan penanggulangan bencana baik secara pribadi
maupun kelompok relawan;
d. Bertindak sebagai relawan baik sendiri atau secara kelompok yang
sepenuhnya berada dalam komando BPBD;
e. Mematuhi peraturan yang mengatur tentang tindakan pencegahan
terjadinya bencana atau pengurangan resiko bencana.
Bagian Ketiga
Hak Lembaga Kemasyarakatan
Pasal 13
Lembaga kemasyarakatan berhak:
a. Berperan serta dalam upaya kegiatan penanggulangan bencana;
b. Mendapatkan
perlindungan
dalam
melaksanakan
kegiatan
penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
c. Melaksanakan kegiatan pengumpulan barang dan/atau uang untuk
membantu kegiatan penanggulangan bencana;
d. Melakukan pengawasan pelaksanaan penanggulangan bencana yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Bagian Keempat
Kewajiban Lembaga Kemasyarakatan
Pasal 14
Lembaga kemasyarakatan berkewajiban melakukan koordinasi dengan
Pemerintah Daerah melalui BPBD dalam melaksanakan kegiatan
penanggulangan bencana.
BAB VI
PERAN, HAK, DAN KEWAJIBAN LEMBAGA USAHA
Pasal 15
(1) Lembaga Usaha dapat berperan menyediakan kebutuhan dalam kegiatan
penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh masyarakat dan
Pemerintah Daerah, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan
pihak lain.
(2) Lembaga usaha dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana
berhak:
a. Mendapatkan akses yang aman ke wilayah-wilayah terkena bencana.
b. Menentukan mitra dalam pendistribusian bantuan peralatan dan
loigistik.
BAB VIII
TAHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA
Pasal 17
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam Peraturan Daerah ini
terdiri atas 3 (tiga) tahapan meliputi:
a. Pra bencana;
b. Saat tanggap darurat;
c. Pasca bencana.
Bagian Kesatu
Pra Bencana
Pasal 18
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan pra bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a meliputi:
a. Dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
b. Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
- 15 Pasal 19
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi
bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a meliputi:
a. Penyusunan rencana daerah penanggulangan bencana;
b. Penyusunan rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana;
c. Pencegahan
d. Pengarusutamaan penanggulangan bencana dalam perencanaan
pembangunan daerah;
e. Penyusunan persyaratan analisis risiko bencana;
f. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
g. Pendidikan serta pelatihan; dan
h. Penyusunan standar teknis penanggulangan bencana.
Pasal 20
(1) Rencana daerah penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 huruf a ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Penyusunan rencana daerah penanggulangan bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh BPBD.
(3) Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui penyusunan data tentang risiko bencana pada
wilayah Kabupaten dalam waktu tertentu berdasarkan dokumen resmi
yang berisi program penanggulangan bencana.
(4) Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
b. Data tentang risiko bencana;
c. Peta rawan bencana;
d. Pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
e. Analisis kemungkinan dampak bencana;
f. Pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
g. Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak
bencana; dan
h. Program penanggulangan bencana;
i. Alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
(5) Pemerintah Daerah meninjau dokumen perencanaan penanggulangan
bencana secara berkala.
(6) Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan
bencana, Pemerintah dapat meminta kepada pelaku penanggulangan
bencana untuk melaksanakan perencanaan penanggulangan bencana
sesuai kewenangannya.
Pasal 21
(1) Penyusunan rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b dilakukan untuk
mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan
dalam situasi sedang tidak terjadi bencana.
(2)
(1)
(2)
- 17 Pasal 25
(1)
(2)
Kesiap-siagaan;
b.
c.
Mitigasi bencana.
f.
g.
huruf b
(4) Peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
melalui:
a.
b.
c.
d.
- 18 e.
(5)
(6)
dan
fungsi
sarana
dan
prasarana
Pasal 34
Pengendalian sebagaimana dimaksud pada pasal 30 huruf d meliputi :
a. Pembuatan batas zona bebas dan terlarang penggunaan lahan pada
kawasan rawan bencana sesuai dengan tingkat kerawanan bencana
daerah tersebut;
b. Upaya pemindahan penduduk yang bermukim di kawasan rawan
bencana;
c. Penyeimbangan hulu dan hilir wilayah sungai, dilakukan dengan
mekanisme penataan ruang dan pengoperasian prasarana sungai sesuai
dengan kesepakatan para pemangku kepentingan (stakeholders);
d. Penataan kawasan pantai dan prasarana pantai sesuai dengan kondisi
kawasan dan ketersediaan dana.
Pasal 35
Kegiatan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b meliputi:
a. Pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau;
b. Pemasangan peringatan dini pada setiap wilayah aliran sungai yang
rawan banjir;
a. Pembangunan sarana dan prasarana untuk mencegah kerusakan
dan/atau bencana banjir.
Pasal 36
Kegiatan mitigasi bencana banjir dilaksanakan oleh SKPD yang terkait
dibawah koordinasi BPBD.
Pasal 37
(1) Dalam hal tingkat kerawanan bencana akibat banjir secara permanen
yang mengancam keselamatan jiwa, Pemerintah Daerah dapat
menetapkan kawasan rawan bencana tertutup bagi permukiman dan
kegiatan di luar kegiatan penanggulangan bencana.
(2) Biaya yang timbul akibat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
- 20 Pasal 38
Dalam rangka mitigasi bencana yang ditimbulkan akibat
teknologi dilakukan melalui:
kegagalan
- 21 Bagian Kedua
Saat Tanggap Darurat
Pasal 42
(1) Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan
sumber daya;
b. Penentuan status keadaan darurat;
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
d. Pemenuhan kebutuhan dasar;
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
f. Pemulihan dengan segera terhadap sarana dan prasarana vital.
(2) Penyelenggaraan penanggulangan bencana dikoordinasi oleh BPBD
dengan melibatkan pelaku penanggulangan bencana.
(3) Dalam hal bencana akibat gagal teknologi, upaya penanggulangan
bencana wajib dilakukan oleh badan usaha yang menyebabkan
terjadinya bencana di bawah koordinasi BPBD.
(4) Penanggulangan bencana
dilakukan dengan:
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(3)
a.
b.
Pengisolasian bencana;
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
(1) Pengkajian secara cepat dan tepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1) huruf a dilakukan untuk menentukan kebutuhan dan tindakan
yang tepat dalam penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat.
(2) Pengkajian secara cepat dan tepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk mengidentifikasi:
a. Cakupan lokasi bencana;
b. Jumlah korban;
c. Kerusakan prasarana dan sarana;
d. Gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan;
e. Kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
- 22 Pasal 44
(1) Penentuan status keadaan darurat bencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sesuai
dengan skala bencana.
(2) Pada saat status keadaan darurat bencana ditetapkan,
mempunyai kewenangan dan kemudahan akses meliputi:
a. Pengerahan sumber daya manusia, peralatan dan logistik;
b. Pengadaan barang/jasa;
c. Pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang;
d. Penyelamatan;
e. Komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.
BPBD
Pasal 45
(1) Pengerahan sumber daya manusia, peralatan dan logistik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a meliputi permintaan,
penerimaan dan penggunaan sumber daya manusia, peralatan, dan
logistik kepada dan dari multi pihak.
(2) Pengerahan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik dilakukan
untuk menyelamatkan dan mengevakuasi korban bencana, memenuhi
kebutuhan dasar, dan memulihkan fungsi prasarana dan sarana vital
yang rusak akibat bencana.
(3) Pengerahan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik ke lokasi
bencana harus sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 46
(1) Pada saat keadaan darurat bencana, kepala BPBD, sesuai dengan lokasi
dan tingkatan bencananya, meminta kepada instansi/lembaga terkait
untuk mengirimkan sumber daya manusia, peralatan, dan logistik ke
lokasi bencana.
(2) Berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
instansi/lembaga terkait, wajib segera mengirimkan dan memobilisasi
sumber daya manusia, peralatan, dan logistik ke lokasi bencana.
(3) Instansi/lembaga terkait, dalam mengirimkan sumber daya manusia,
peralatan, dan logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menunjuk
seorang pejabat sebagai wakil yang diberi kewenangan untuk mengambil
keputusan.
Pasal 47
(1) Dalam hal sumber daya manusia, peralatan, dan logistik di Daerah tidak
tersedia/tidak memadai, Pemerintah Daerah dapat meminta bantuan
kepada Kabupaten/Kota lain yang terdekat, baik dalam satu wilayah
provinsi maupun provinsi lain.
(2) Dalam hal sumber daya manusia, peralatan, dan logistik di
kabupaten/kota lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tersedia/tidak memadai, Pemerintah Daerah dapat meminta bantuan
kepada pemerintah provinsi yang bersangkutan.
- 23 (3) Biaya pengerahan dan mobilisasi sumber daya manusia, peralatan, dan
logistik dari kabupaten/kota lain yang mengirimkan bantuannya
ditanggung oleh Pemerintah Daerah.
(4) Penerimaan dan penggunaan sumber daya manusia, peralatan, dan
logistik di lokasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (2) dilaksanakan di bawah kendali kepala BPBD.
Pasal 48
(1) Kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya dapat mengerahkan
peralatan dan logistik dari depo regional yang terdekat ke lokasi bencana
yang dibentuk dalam sistem manajemen logistik dan peralatan.
(2) Pengerahan peralatan dan logistik di lokasi bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di bawah kendali Kepala BPBD.
Pasal 49
(1) Dalam hal terdapat Bantuan peralatan atau logistik berasal dari luar
daerah dan/atau lembaga internasional harus dikoordinasikan dengan
BPBD.
(2) BPBD mempunyai kemudahan akses dalam penggunaan bantuan
peralatan dan logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dibawa
ke lokasi bencana.
Pasal 50
(1) Pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2)
huruf b dilaksanakan secara terencana dengan memperhatikan jenis dan
jumlah kebutuhan sesuai dengan kondisi dan karakteristik wilayah
bencana.
(2) Pada saat keadaan darurat bencana, pengadaan barang/jasa untuk
penyelenggaraan tanggap darurat bencana dilakukan secara khusus
melalui pembelian/pengadaan langsung yang efektif dan efisien sesuai
dengan kondisi pada saat keadaan tanggap darurat.
(3) Pembelian/pengadaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
didasarkan pada kebutuhan, jenis dan jumlah barang/jasa di lokasi
bencana.
(4) Pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
peralatan dan/atau jasa untuk:
a. Pencarian dan penyelamatan korban bencana;
b. Pertolongan darurat;
c. Evakuasi korban bencana;
d. Kebutuhan air bersih dan sanitasi;
e. Pangan;
f. Sandang;
g. Pelayanan kesehatan; dan
h. Penampungan serta tempat hunian sementara.
- 24 (5) Pengadaan barang/jasa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
dilakukan oleh instansi/lembaga terkait setelah mendapat persetujuan
kepala BPBD sesuai kewenangannya.
(6) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diberikan secara
lisan dan diikuti persetujuan secara tertulis dalam waktu paling lambat 3
(tiga) x 24 (dua puluh empat) jam.
Pasal 51
(1) Untuk pengadaan barang dan/atau jasa pada saat tanggap darurat
bencana, BPBD menggunakan dana siap pakai yang disediakan dalam
APBD dan ditempatkan dalam anggaran BPBD.
(2) Dana siap pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sesuai
dengan kebutuhan tanggap darurat bencana.
(3) Ketentuan mengenai sumber, pengelolaan dan pertanggungjawaban dana
siap pakai diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal 52
(1) Kemudahan akses dalam penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (2) huruf d dilakukan melalui pencarian, pertolongan, dan
evakuasi korban bencana.
(2) Untuk memudahkan penyelamatan korban bencana dan harta benda,
kepala BPBD mempunyai kewenangan:
a. Menyingkirkan dan/atau memusnahkan barang atau benda di lokasi
bencana yang dapat membahayakan jiwa;
b. Menyingkirkan dan/atau memusnahkan barang atau benda yang
dapat mengganggu proses penyelamatan;
c. Memerintahkan orang untuk ke luar dari suatu lokasi atau melarang
orang untuk memasuki suatu lokasi;
d. Mengisolasi atau menutup suatu lokasi baik milik publik maupun
pribadi; dan
e. Memerintahkan kepada pimpinan instansi/lembaga terkait untuk
mematikan aliran listrik, gas, atau menutup/membuka pintu air.
(3) Pemerintah Daerah dapat memberikan ganti rugi terhadap kerugian yang
timbul dari upaya penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Pencarian dan pertolongan terhadap korban bencana dapat dihentikan
jika:
a. Seluruh korban telah ditemukan, ditolong, dan dievakuasi; atau
b. Setelah jangka waktu 3 (tiga) hari sejak dimulainya operasi pencarian,
tidak ada tanda-tanda korban akan ditemukan.
(5) Penghentian pencarian dan pertolongan terhadap korban bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dapat dilaksanakan kembali
dengan pertimbangan adanya informasi baru mengenai indikasi
keberadaan korban bencana.
- 25 Pasal 53
(1) Kemudahan
akses
berupa
komando
untuk
memerintahkan
sektor/lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf e
dimaksudkan untuk pengerahan sumber daya manusia, peralatan,
logistik, dan penyelamatan.
(2) Untuk melaksanakan fungsi komando sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), kepala BPBD dapat menunjuk seorang pejabat sebagai Komandan
penanganan darurat bencana.
(3) Dalam melaksanakan penanganan tanggap darurat bencana, Komandan
penanganan darurat bencana, sesuai dengan lokasi dan tingkatan
bencananya menyusun rencana operasi tanggap darurat bencana yang
digunakan sebagai acuan bagi setiap instansi/lembaga pelaksana tanggap
darurat bencana.
(4) Pedoman penyusunan rencana operasi tanggap darurat bencana
ditetapkan oleh Kepala BPBD dengan berpedoman pada peraturan Kepala
BNPB tentang rencana operasi tanggap darurat bencana
Pasal 54
(1) Dalam melaksanakan komando pengerahan sumber daya manusia,
peralatan, logistik, dan penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal
53 ayat (1), Komandan penanganan darurat bencana, sesuai dengan
lokasi dan tingkatan bencananya, berwenang mengendalikan para pejabat
yang mewakili instansi/lembaga.
(2) Mekanisme pelaksanaan pengendalian dalam satu komando sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada sistem komando tanggap darurat
bencana.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem komando tanggap darurat
bencana diatur melalui Peraturan Kepala BPBD dengan berpedoman
kepada Peraturan Kepala BNPB tentang pedoman komando tanggap
darurat bencana.
Pasal 55
(1) Pada status keadaan darurat bencana, komandan penanganan darurat
bencana, sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya mengaktifkan
dan meningkatkan pusat pengendalian operasi menjadi pos komando
tanggap darurat bencana.
(2) Pos komando sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk
mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi
penanganan tanggap darurat bencana.
(3) Pos komando sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan institusi
yang berwenang memberikan data dan informasi tentang penanganan
tanggap darurat bencana.
(4) Pada status keadaan darurat bencana, komandan penanganan darurat
bencana, sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya membentuk pos
komando lapangan penanggulangan tanggap darurat bencana di lokasi
bencana.
(5) Pos komando lapangan tanggap darurat bencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertugas melakukan penanganan tanggap darurat bencana.
- 26 (6) Tugas penanganan tanggap darurat bencana yang dilakukan oleh pos
komando lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan
kepada pos komando untuk digunakan sebagai data, informasi, dan bahan
pengambilan keputusan untuk penanganan tanggap darurat bencana.
Pasal 56
(1) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf c dilakukan melalui usaha dan
kegiatan pencarian, pertolongan, dan penyelamatan masyarakat sebagai
korban akibat bencana.
(2) Pencarian, pertolongan dan penyelamatan masyarakat terkena bencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tim reaksi cepat
dengan melibatkan unsur masyarakat di bawah komando Komandan
penanganan darurat bencana, sesuai dengan lokasi dan tingkatan
bencananya.
(3) Pertolongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan pada
masyarakat terkena bencana yang mengalami luka parah dan kelompok
rentan.
(4) Terhadap masyarakat terkena bencana yang meninggal dunia dilakukan
upaya identifikasi dan pemakamannya
Pasal 57
(1) Pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (1) huruf d meliputi bantuan penyediaan:
a. Kebutuhan air bersih, sanitasi;
b. Pangan;
c. Sandang;
d. Pelayanan kesehatan;
e. Pelayanan psikososial;
f. Penampungan dan tempat hunian.
(2) Pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
(3) Dalam pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memperhatikan kebutuhan khusus perempuan, anak-anak, dan
orang yang berkebutuhan khusus dan kelompok rentan
(4) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dapat meminta bantuan
kepada masyarakat, lembaga usaha, lembaga internasional dan/atau
lembaga asing non pemerintah.
(5) Dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Masyarakat luas dapat berperan serta dalam pengumpulan dan
pembagian kebutuhan dasar sebagai bentuk solidaritas dibawah
koordinasi BPBD
(6) Tata cara pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) di buat oleh BPBD dengan berpedoman pada Peraturan Kepala BNPB
tentang pedoman pemenuhan kebutuhan dasar.
- 27 Pasal 58
(1) Perlindungan terhadap kelompok rentan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (1) huruf e dilakukan dengan memberikan
prioritas kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi,
pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial.
(2) Upaya perlindungan terhadap kelompok rentan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh instansi/lembaga terkait yang
dikoordinasikan oleh kepala BPBD dengan pola pendampingan/fasilitasi.
(3) Kelompok rentan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bayi, balita dan anak-anak;
b. ibu yang sedang mengandung dan/atau menyusui;
c. penyandang cacat;
d. orang lanjut usia.
Pasal 59
(1) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf f bertujuan untuk berfungsinya
prasarana dan sarana dengan segera, agar kehidupan masyarakat tetap
berlangsung.
(2) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh instansi/lembaga terkait yang
dikoordinasikan oleh kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Ketiga
Pasca Bencana
Pasal 60
(1) Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
a. Rehabilitasi; dan
b. Rekonstruksi.
(2) Perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dapat melibatkan tokoh masyarakat, pemuka agama, akademisi,
insan media, dan lembaga swadaya masyarakat.
Pasal 61
(1) Rehabilitasi pada wilayah pasca bencana sebagaimana dimaksud dalam
pasal 60 ayat (1) huruf a dilakukan melalui kegiatan:
a. Perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. Perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d. Pemulihan sosial psikologis;
e. Pelayanan kesehatan;
f. Rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
- 29 Pasal 64
(1)
(2)
(3)
Pasal 66
(1) Rekonstruksi pada wilayah pasca bencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 huruf b dilakukan melalui kegiatan:
a. Pembangunan kembali prasarana dan sarana;
b. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
c. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;
d. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang
lebih baik dan tahan bencana;
e. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha dan masyarakat;
f. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
g. Peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
h. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
(2) Untuk mempercepat pembangunan kembali semua prasarana dan sarana
serta kelembagaan pada wilayah pasca bencana, Pemerintah Daerah
menetapkan prioritas dari kegiatan rekonstruksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
(3) Penetapan prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada
analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana.
Pasal 67
(1) Kegiatan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1)
merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah, kecuali prasarana dan
sarana yang merupakan tanggungjawab Pemerintah.
(2) Pemerintah daerah menyusun rencana rekonstruksi yang merupakan satu
kesatuan dari rencana rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
ayat (2).
BAB IX
BENTUK DAN ANALISIS RESIKO BENCANA NON ALAM
Bagian Kesatu
Bentuk Bencana Non Alam
Pasal 70
Bencana non alam meliputi:
a. kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia;
b. kecelakaan transportasi darat, air dan udara ;
c. kegagalan konstruksi/teknologi;
d. dampak industri;
e. pencemaran lingkungan dan
f. kejadian luar biasa yang diakibatkan oleh hama penyakit tanaman,
epidemik dan wabah.
Bagian Kedua
Analisis Risiko Bencana Non Alam
Pasal 71
(1)
- 31 (2)
(3)
BAB X
PENANGGULANGAN, PEMULIHAN, DAN PEMELIHARAAN
BENCANA NON ALAM
Bagian Kesatu
Penanggulangan
Pasal 72
(1)
(2)
Dalam penanggulangan bencana non alam pada tahap tanggap darurat dan
pasca bencana, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Daerah ini.
Bagian Kedua
Pemulihan
Pasal 74
(1)
(2)
(3)
- 32 Bagian Ketiga
Pemeliharaan
Pasal 75
(1)
(2)
BAB XI
PENDANAAN, PENGELOLAAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA
PENANGGULANGAN BENCANA
Bagian Kesatu
Pendanaan
Pasal 76
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
- 33 Pasal 77
Pemerintah
Kabupaten
berkewajiban
mengalokasikan
anggaran
penanggulangan bencana secara memadai dan proporsional guna
dipergunakan untuk:
a. Pelaksanaan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi
kerusakan dan sumber daya;
b. Kegiatan penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
c. Pemberian bantuan kebutuhan dasar masyarakat korban bencana;
d. Pelaksanaan perlindungan terhadap kelompok rentan, dan;
e. Kegiatan pemulihan darurat sarana prasarana.
Pasal 78
Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pengelolaan dana
penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 sampai
dengan Pasal 77 diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban
Dana Penanggulangan Bencana
Pasal 79
(1) Pengelolaan dana penanggulangan bencana meliputi: perencanaan,
penggunaan, pemeliharaan, pemantauan, dan pengevaluasian terhadap
barang/jasa, dan/atau uang bantuan dari Pemerintah dan bantuan
internasional
(2) Pengelolaan dana penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan pada semua tahap bencana sesuai kewenangannya
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 80
(1) Kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya wajib membuat laporan
pertanggungjawaban dana penanggulangan bencana.
(2) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Bupati.
(3) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diinformasikan kepada publik melalui media cetak.
Pasal 81
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pertanggungjawaban dana
penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada pasal 79 ayat (1)
diatur dengan Peraturan Bupati.
- 34 BAB XII
PENGAWASAN
Pasal 82
(1)
(2)
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 84
(1)
(2)
(3)
- 35 BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 86
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, semua ketentuan yang berkaitan
dengan penanggulangan bencana di Daerah dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum dikeluarkan peraturan
pelaksanaan baru berdasarkan Peraturan Daerah ini.
Pasal 87
Semua program dan/atau kegiatan berkaitan dengan penanggulangan
bencana yang telah ditetapkan sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah
ini dinyatakan tetap berlaku sampai massa waktunya kegiatan dimaksud
berakhir kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Daerah ini
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 88
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati
selambat-Iambatnya diterbitkan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak
Peraturan Daerah ini ditetapkan.
Pasal 89
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Bojonegoro.
Ditetapkan di Bojonegoro
pada tanggal 30 Agustus 2012
BUPATI BOJONEGORO,
ttd
H. S U Y O T O
Diundangkan di Bojonegoro
pada tanggal 5 Nopember 2012
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO
ttd
SOEHADI MOELJONO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2012 NOMOR 10.
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO
NOMOR 7 TAHUN 2012
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA DIKABUPATEN BOJONEGORO
I.
UMUM
Kabupaten Bojonegoro adalah salah satu Kabupaten yang memiliki
kerentanan bencana yang cukup tinggi mulai dari banjir, angin puting
beliung, tanah lonsor, kebakaran hutan, dan bencana non alam lain seperti
bencana akibat ekstraksi sumber daya alam, serta bencana sosial seperti
konflik dan sebagainya.
Sebagaimana kita ketahui bersama Undang-undang No 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU-PB) mendefinisikan bencana
sebagai
peristiwa
atau
rangkaian
peristiwa
yang
mengancam
dan
Bojonegoro
berada
di
aliran
sungai
Bengawan
Solo
yang
penanggulangan
bencana
yang
sistematis,
terpadu,
dan
yang
lebih
konprehensif
sebagai
acuan
dalam
pelaksanaan
penanggulangan
bencana
secara
terencana,
terpadu,
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
- 3 Huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Dokumen otentik masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal ini adalah; dokumen setifikat tanah, akta
kelahiran, ijazah, ktp, kk, buku nikah, STNK, BPKB, SIM)
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup Jelas
huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Cukup Jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup Jelas
Huruf i
Ganti rugi diberikan dalam bentuk santunan sesuai dengan
kemampuan keuangan daerah
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan layanan informasi keliling adalah
menggunakan alat transportasi darat dan air.
Huruf c
Yang dimaksud dengan call centre adalah pusat layanan
informasi yang dilakukan secara online dan bersifat aktif.
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Cukup Jelas
- 4 Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
masyarakat berkebutuhan khusus antara lain orang cacat, lansia dan
penyandang masalah kesejahteraan social lainnya
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Yang dimaksud Lembaga Kemasyarakatan adalah semua organisasi
baik yang berbadan hukum seperti yayasan, perkumpulan atau lainnya
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
.
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Pemenuhan syarat analisis risiko bencana ditunjukkan dalam
dokumen yang disahkan oleh pejabat pemerintah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup Jelas.
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
- 5 Pasal 31
Huruf a
Yang dimaksud dengan batas dataran banjir adalah; luas
genangan, tinggi genangan, dan lama genangan banjir.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Padal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
- 6 Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1 )
Cukup jelas
Ayat ( 2)
Yang dimaksud dengan "sistem komando tanggap darurat
bencana" adalah suatu standar penanganan darurat bencana
yang digunakan oleh semua instansi/lembaga dengan
mengintegrasikan pengerahan fasilitas, peralatan, personil,
prosedur, dan komunikasi dalam suatu struktur organisasi.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Huruf a
Tujuan perbaikan lingkungan daerah bencana dalam
ketentuan ini dimaksudkan untuk mengembalikan kondisi
lingkungan yang dapat mendukung kehidupan masyarakat,
seperti lingkungan permukiman, lingkungan industri,
lingkungan usaha, dan kawasan konservasi yang
disesuaikan dengan penataan ruang.
Huruf b
Tujuan perbaikan prasarana dan sarana umum dalam
ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung kelancaran
perekonomian dan kehidupan masyarakat, seperti sistem
jaringan jalan, perhubungan, air bersih, sanitasi, listrik dan
energi, komunikasi serta jaringan lainnya.
Huruf c
Tujuan pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memperbaiki
kondisi rumah masyarakat agar dapat mendukung
kehidupan masyarakat,
seperti
komponen rumah,
prasarana, dan sarana lingkungan perumahan yang
memungkinkan berlangsungnya kehidupan sosial dan
ekonomi
yang
memadai
sesuai
dengan
standar
pembangunan perumahan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
- 7 Huruf d
Tujuan pemulihan sosial psikologis dalam ketentuan ini
dimaksudkan untuk memperbaiki kehidupan sosial dan
psikologis masyarakat sehingga dapat meneruskan
kehidupan dan penghidupan yang dilakukan melalui
pelayanan rehabilitasi sosial berupa konseling bagi
keluarga korban bencana yang mengalami trauma,
pelayanan
konsultasi
keluarga,
dan
pendampingan/fasilitasi sosial.
Huruf e
Tujuan pelayanan kesehatan dalam ketentuan ini
dimaksudkan untuk memulihkan kesehatan korban
bencana.
Huruf f
Tujuan rekonsiliasi dan resolusi konflik dalam ketentuan
ini dimaksudkan untuk menurunkan eskalasi konflik
sosial, termasuk mempersiapkan landasan rekonsiliasi dan
resolusi konflik sosial.
Huruf g
Tujuan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya dalam
ketentuan ini dimaksudkan untuk memperbaiki kehidupan
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dengan cara
menghidupkan kembali aktifitas sosial, ekonomi, dan
budaya masyarakat.
Huruf h
Tujuan pemulihan keamanan dan ketertiban dalam
ketentuan ini dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi
keamanan dan ketertiban masyarakat dengan cara
mengaktifkan kembali lembaga-lembaga keamanan dan
ketertiban terkait.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1 )
Cukup jelas.
Ayat (2 )
huruf a
Yang dimaksud remediasi adalah kegiatan untuk
membersihkan permukaan tanah yang tercemar.
Huruf b
Cukup Jelas
- 8 Huruf c
Yang dimaksud restorasi adalah pengembalian atau
pemuliha kepada keadaan semula (tentang gedung
bersejarah, kedudukan, keudukan raja, negara)
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Ayat (1)
Huruf a
Tujuan pembangunan kembali prasarana dan sarana
dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk membangun
kembali prasarana dan sarana untuk tumbuh dan
berkembangnya kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
Huruf b
Tujuan pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan
fungsi sarana sosial masyarakat yang rusak akibat bencana
agar kegiatan sosial masyarakat dapat tumbuh dan
berkembang pada wilayah pasca bencana, seperti sarana
pendidikan, kesehatan, panti asuhan, sarana ibadah, panti
wredha, dan balai desa.
Huruf c
Tujuan pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya
masyarakat dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk
menata kembali kehidupan sosial budaya masyarakat yang
rusak akibat bencana agar kegiatan sosial masyarakat
dapat tumbuh dan berkembang pada wilayah pasca
bencana, seperti pemenuhan kembali fungsi-fungsi sosial
korban bencana agar kondisi kehidupan korban bencana
menjadi lebih layak.
Huruf d
Tujuan penerapan rancang bangun yang tepat dan
penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana
dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko
bencana yang dapat ditimbulkan oleh bencana berikutnya,
sehingga kehidupan masyarakat pada wilayah pasca
bencana dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan
penataan ruang.
Huruf e
Tujuan partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat dalam
ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran
serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia
usaha dan masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
- 9 Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup Jelas
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas
oooOooo