Vous êtes sur la page 1sur 29

REFERAT I

PERFORASI DUODENUM
Oleh: Santi Rini
Pembimbing :
Prof. dr. Marijata, SpB-KBD
SUBBAGIAN BEDAH DIGESTI/BAGIAN BEDAH
RSUP dr. SARDJITO YOGYAKARTA
2012

ANATOMI DUODENUM
Merupakan

bagian pertama dari usus


halus, berbentuk C, melekat pada caput
pankreas, panjang 20-25 cm
Terdiri dari 4 bagian:
Pars

I (superior)
Pars II (desenden)
Pars III (horizontal/inferior)
Pars IV (asenden)

Intraperitoneal
Retroperitoneal

Duodenum Pars I (Superior)

Memanjang dari orificium piloricum gaster hingga collum


vesica felea, tepat di sisi kanan corpus vertebra L1.
Panjang 5 cm.
Batas:
Posterior oleh ductus biliaris komunis, arteri
gastroduodenalis, vena porta, dan vena cava inferior.
Anterior oleh lobus quadratus hepar.
Superior oleh foramen epiploica
Inferior oleh caput pankreas
Setengah bagian proksimalnya bebas bergerak dan
setengah bagian distalnya terfiksasi
Sebagian besar ulkus duodenum terjadi pada bagian ini.

Duodenum Pars II (Desenden)

Berada tepat di sisi kanan linea mediana dan memanjang dari


collum vesica fellea hingga batas inferior dari vertebra L3.
Panjangnya sekitar 7,5 cm.
Batas:
Anterior oleh kolon transversum, lobus hepar dekstra, dan
jejunum,
Posterior oleh ginjal kanan,
Medial oleh caput pankreas,
Lateral oleh kolon asenden dan fleksura kolika dekstra.
Di pertengahan pars II (sisi posteromedial) terdapat traktus
pankreatikobiliaris terdapat papila duodeni mayoris (muara
dari duktus biliaris dan duktus pankreatikus) serta papila
duodeni minoris (muara duktus pankreatikus asesorius).
Batas antara foregut dan midgut tepat di distal papila duodeni
mayoris

Duodenum Pars III


(Horizontal/Inferior)

Bagian duodenum terpanjang, memanjang dari sisi


kanan vertebra lumbal 3 atau 4 ke sisi kiri aorta
Panjangnya 10 cm.
Batas:
Superior : caput dan prosessus uncinatus pankreas,
dengan arteri pankreatikoduodenalis inferior terletak
pada sulkus di antara pankreas dan duodenum.
Anteroinferior : jejunum.

Duodenum Pars IV (Asenden)

Panjangnya sekitar 2,5 cm


Melengkung secara oblik ke atas, atau ke sisi kiri aorta
hingga kira-kira batas atas dari vertebra lumbal II dan
berakhir pada duodenojejunal junction. Sambungan ini
berada sekitar 4 cm di inferomedial dari ujung kartilago
costa IX, dikelilingi oleh lipatan peritoneum yang
mengandung kumpulan serabut otot yang disebut
muskulus/ligamentum suspensoria (ligamentum
Treitz).
Ligamentum Treitz merupakan sisa dari mesenterium
dorsalis yang memanjang dari fleksura duodenojejunal
ke crus dekstra diafragma.
Batas posterior dari pars IV adalah trunkus simpatikus
sinistra, muskulus psoas serta arteri/vena renalis dan
gonadalis.

Vaskularisasi Duodenum

Duodenum pars I divaskularisasi oleh


arteri supraduodenalis
cabang pankreatikoduodenalis superior posterior dari
arteri gastroduodenalis (cabang utama dari arteri
hepatika komunis).
Pada beberapa individu, bagian proksimal dari 1 cm
pertama juga disuplai oleh arteri gastrika dekstra.
Arteri gastroduodenalis mempercabangkan
Arteri supraduodenalis,
Arteri retroduodenalis
Arteri pankreatikoduodenalis superior posterior.
Arteri ini berakhir dengan membentuk percabangan
menjadi arteri gastroepiploica dekstra dan
pankreatikoduodenalis superior anterior.

Ketiga bagian duodenum yang lain divaskularisasi oleh


arkade anterior dan posterior.

Arteri yang mensuplai arkade vaskular


pankreatikoduodenalis adalah:
Arteri pankreatikoduodenalis superior anterior
Arteri pankreatikoduodenalis superior posterior
(retrododenalis)
Arteri-arteri pankreatikoduodenalis inferior anterior
dan posterior keluar dari arteri mesenterika superior
atau dari cabang jejunal pertama,

Vena pada duodenum pars 1 bagian distal dan pilorus


biasanya bermuara ke vena gastroepiploica dekstra
(disebut juga vena subpilorikum).
Duodenum pars 1 bagian proksimal mengalir ke vena
suprapilorikum, yang bermuara ke vena porta dan vena
pankreatikoduodenal superior posterior.

Arkade vena meninggalkan duodenum dengan


mengikuti arkade arteri dan cenderung terletak lebih
superfisial.
Vena-vena superior anterior bermuara ke vena
gastroepiploica dekstra sedangkan vena-vena superior
posterior biasanya menyilang di posterior duktus biliaris
komunis sebelum memasuki vena porta.
Vena-vena inferior bermuara ke vena mesenterika
superior, mesenterika inferior, splenikus dan vena
jejunalis pertama.

Inervasi Duodenum

Di dalam dinding duodenum dikenal dua macam pleksus


neural traktus gastrointestinal:
Pleksus Meissner berada di submukosa, sedangkan
pleksus Auerbach berada di jaringan ikat di antara
lapisan muskularis eksterna sirkularis dan longitudalis.
Serabut parasimpatik preganglionik di dalam pleksus
awalnya dibawa oleh nervus vagus.
Serabut simpatik postganglionik keluar dari corpus sel
yang terletak di ganglia mesenterika superior dan seliaka,
pada ganglia rantai simpatik antara T6 sampai T12, atau
tersebar sepanjang nevus splannikus.
Nervus ekstrinsik yang mempersarafi duodenum terkadang
meliputi serabut yang keluar dari pleksus hepatikus
anterior di dekat tepat keluarnya arteri gastrika dekstra.

Perforasi Duodenum
Trauma:
Tajam
Tumpul

Non-trauma

ulkus duodenum

Perforasi Duodenum Traumatik


seringkali

tak terdiagnosis dan mematikan.


umumnya terjadi bersamaan dengan cedera
intraabdomen yang lain.
Trauma pada gaster dan duodenum jarang
menimbulkan perforasi (sekitar 5,3% dari
seluruh trauma tumpul abdomen), namun
memiliki tingkat komplikasi hingga 27-28%

Lokasi

anatomi duodenum yang paling


sering cedera adalah duodenum pars 2
(33%), pars 3 dan 4 (20%),

Cedera

pars 1 adalah cedera duodenum


yang paling jarang terjadi, yaitu sebesar
14%. Cedera multipel terjadi pada 14%
kasus.

Perforasi Duodenum Nontraumatik


Ulkus

duodenum dan ulkus gastrik tetap


menjadi penyebab tersering perforasi
gastroduodenal.
dengan insidensi antara 2-10% pasien
Lokasi tersering terjadinya perforasi ulkus
adalah duodenum pars I (35-65%), di
pilorus (25-45%) dan di gaster (5-25%).

Etiologi ulkus gastroduodenal:


Terkait dengan sekresi asam lambung dan
pepsin
Dikombinasi dengan infeksi Helicobacter
pylori & penggunaan obat-obat antiinflamasi non steroid (OAINS).
Penyebab lain obstruksi, iskemia, dan
keganasan

Diagnosis
Klinis dari ulkus duodenum:
Nyeri abdomen terlokalisir di mid-epigastrium,
tolerable, awalnya timbul episodik & kemudian menetap
jika ulkus sudah semakin dalam
Perforasi nyeri peritoneal difus, mendadak, demam,
takikardi, dehidrasi, ileus. Defans muskular (+), nyeri
tekan (+). Gambaran udara bebas (+) secara radiologis.
Perdarahan masif jika terjadi jika penetrasi ulkus ke a.
gastroduodenalis (jarang), sebagian besar ulkus terletak
superfisial & menmbulkan perdarahan minor
Obstruksi terjadi pada inflamasi akut duodenum,
dapat disertai dengan gastric outlet obstruction
(anoreksia, mual, muntah, pengosongan lambung
lambat) inflamasi kronis menimbulkan stenosis
duodenum.

Klinis dari trauma duodenum:


Riwayat benturan di daerah mid-epigastrium
(misal : terkena setir, jatuh dari ketinggian
ekstrim)
Tanda klinis dapat tidak manifes pada awalnya,
tapi dapat juga ditemukan nyeri tekan di kuadran
kanan atas/mid-epigastrium, defans muskuler.
Ruptur duodenum di retroperitoneal tidak akan
manifes sampai sekresi duodenum masuk ke
intraperitoneal

Radiologis
Rontgen

thorax posisi tegak


DPL/FAST
CT-scan abdomen

Manajemen
Ulkus duodenum:
50% kasus perforasi ulkus akan menutup sendiri
terapi konservatif, jika :
Onset

< 24 jam
Nyeri perut ringan
Hemodinamik stabil
Tidak ada tanda-tanda sepsis pada pasien usia < 70 th
Dekompresi

dengan pipa nasogastrik, resusitasi


cairan, pemberian obat-obatan PPI (proton pump
inhibitor), profilaksis tromboembolik, dan terapi
antibiotik yang sesuai, biasanya memberikan
perbaikan dalam waktu 12 jam

Indikasi laparotomi emergensi:


Pasien dengan hemodinamik tidak stabil,
Onset gejala lebih dari 24 jam,
Adanya tanda peritonitis dan sepsis,
Pasien berusia lebih dari 70 tahun (biasanya
tidak berespons baik terhadap terapi nonoperatif)

Dengan

pemberian antibiotik terhadap H. pylori,


dan obat-obat penurun asam lambung, hampir
90% perforasi dapat ditangani dengan simple
suture dengan atau tanpa omental patch
(Graham patch).

Rekurensi menurun drastis dengan pemberian


medikmentosa paska operasi

Untuk ulkus dengan ukuran kecil (kurang dari 1 cm) dan


besar (1-3 cm) cukup dilakukan simple suture dan omental
patch

Untuk ulkus dengan ukuran sangat besar (lebih dari 3 cm,


atau yang ukuran defeknya terlalu besar sehingga omental
patch saja dinilai tidak cukup aman untuk menutup defek
tersebut) perlu dilakukan operasi lain:
reseksi bagian duodenum yang perforasi,
gastrektomi parsial, dengan rekonstruksi Billroth I atau II.
Konversi dari perforasi menjadi piloroplasti atau penutupan
perforasi dengan serosal patch atau graft pedikel dari
jejunum,
Gastrojejunostomi proksimal dan/atau vagotomi

Trauma gastroduodenal tumpul maupun tajam:


Ditangani dengan simple suture, tanpa perlu direseksi
Jika didapati jaringan rusak yang luas pada duodenum
pars II dan III akibat trauma tumpul, maka perlu
dilakukan reseksi dan rekontruksi.
Perforasi akibat keganasan umumnya memerlukan reseksi
dalam penanganannya

TERIMA KASIH

Referensi
1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.
8.
9.

10.

11.

Mitchell AWM, Drake RL, Vogl Wayne, Gray H. Grays Anatomy for Students, 2nd edition.
Churchill Livingstone; 2007.
Skandalakis JE, Skandalakis PN, Colborn GL, Weidman TA, et al. Skandalakiss Surgical
Anatomy. The McGraw-Hill Companies; 2006
Dardinski VJ. The anatomy of the major duodenal papilla of man, with special reference to
its musculature. J Anat 1935;69:469
Watts DD, Fakhry SM. Incidence of hollow viscus injury in blunt trauma: an analysis from
275,557 trauma admissions from the East multi-institutional trial . J Trauma
2003;54(2):289294
Demetriades D. Asensio JA. Trauma Management. Landes, USA; 2000
Behrman S. Management of complicated peptic ulcer disease . Arch Surg 2005;140:201
208
Svanes C, Salvesen H, Stangeland L, Svanes K, Soreide O. Perforated peptic ulcer over
56 years. Time trends in patients and disease characteristics . Gut 1993;34:16661671
Townsend CM. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical
Practice, 18th edition. Saunders; 2007
Higham J, Kang J, Majeed A. Recent trends in admissions and mortality due to peptic
ulcer in England: increasing frequency ot haemorrhage among older subjects . Gut
2002;50:460464
Gisbert J, Legido J, Garcia-Sanz I, et al. H elicobacter pylori and perforated peptic ulcer:
prevalence of the infection and role of non-steroidal anti-inflammatory drugs . Dig Liver Dis.
2004;36:116120
Lui FY, Davis KA. Gastroduodenal perforation: Maximal or Minimal Intervention .
Scandinavian Journal of Surgery. 2010; 99:73-77

12.

13.
14.
15.
16.

17.
18.
19.

20.
21.

Oosting SF, Peters FT, Hospers GA, Mulder NH. A patient with metastatic melanoma presenting
with gastrointestinal perforation after dacarbazine infusion: a case report . J Med Case Reports
2010;4(1):10
Jacobs DG, Angus L, Rodriguez A et al. Peritoneal lavage white count: A reassessment. J Trauma
1990;30:607
Rozycki GS, Ballard RB, Feliciano DV et al. Surgeon-performed ultrasound for the assessment of
truncal injuries. Ann Surg 1998;228:557
Malhotra AK, Fabian TC, Katsis SB et al. Blunt bowel and mesenteric injuries: the role of
screening computed tomography. J Trauma 2000;48:9911000
Fakhry S, Watts D, Clancy K et al. Diagnosing blunt small bowel injury (SBI): an analysis of the
clinical utility of computerized tomography (CT) scan from a large multi-institutional trial . J Trauma
2001;51:1232
Crofts TJ, Kenneth GM, Park MB, Stelle RJC, Chung SSC, Li AKC. A randomized trial of
nonoperative treatment for perforated duodenal ulcer. N Engerapi antibil J Med 1989;320:970973
Marshall C, Ramaswamy P, Bergin FG, Rosenberg IL, Leaper DJ. Evaluation of a protocol for the
nonoperative management of perforated peptic ulcer . Br J Surg 1999;86:131134
Hentschel E, Brandstatter G, Dragosics B, et al. Effect of ranitidine and amoxicillin plus
metronidazole on the eradication of Helicobacter pylori and the recurrence of duodenal ulcer . N
Engl J Med 1993;328:308312
Blomgren LGM. Perforated peptic ulcer: long-term results of simple closure in the elderly . World J
Surg 1997;21:412415
Gupta S, Kaushik R, Sharma R, Attri A. The management of large perforations of duodenal ulcers .
BMC Surgery. 2005; 5-15

Vous aimerez peut-être aussi