Vous êtes sur la page 1sur 7

ASKEP ANAK IKTERUS (HIPERBILIRUBIN)

Posted by joe pada 03/11/2009

I. PENDAHULUAN
Sewaktu bayi masih berada dalam rahim (masih dalam bentuk janin), maka tugas membuang
bilirubin dari darah janin dilakukan oleh plasenta. Hati/liver si janin tidak perlu membuang
bilirubin.
Ketika bayi sudah lahir, maka tugas ini langsung diambil alih oleh hati/liver-nya. Karena
liver-nya belum terbiasa melakukannya, maka jangan kaget jika ternyata ia memerlukan
beberapa minggu untuk penyesuaian.
Selama liver bayi bekerja keras untuk menghilangkan bilirubin dari darahnya, tentu saja
jumlah bilirubin yang tersisa akan terus menumpuk di tubuhnya. Karena bilirubin berwarna
kuning, maka jika jumlahnya sangat banyak, ia dapat menodai kulit dan jaringan-jaringan
tubuh lainnya yang dimiliki oleh bayi Anda.
Hiperbilirubinemia merupakan kenaikan tingkat bilirubin pada bayi. Ketika tubuh bayi
mengganti sel-sel darah merah dan jaringan tubuh lainnya dengan yang baru, maka hasil
pembuangan dari proses ini biasanya akan dihilangkan oleh hati/liver. Bilirubin termasuk
salah satu hasil pembuangan tersebut.
II. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi kernicterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada
bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
B. Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu
diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian
besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem
bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses
oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang
mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam
air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan
mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas
tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi
mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke
dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persnyawaan dengan ligandin
(protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma
hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian menghasilkan
bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat
diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi
melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen
dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh
mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari
pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada
neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup
eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar
bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian
akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10
mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan
ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik.
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati
menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan
dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan
mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.
C. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang
meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya

enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein
Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang
mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar
hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat
infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
D. Patofisiologi
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada
streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya
bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan
ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain,
misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan
konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan
ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra
hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang
memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin
indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas.
Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang
karena trauma atau infeksi.
E. Tanda dan Gejala
Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek).
Anemia
Petekie
Perbesaran lien dan hepar
Perdarahan tertutup

Gangguan nafas
Gangguan sirkulasi
Gangguan saraf
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai
yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab
langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan
dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti
luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma
atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau
transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar
bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek
samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan
kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadangkadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
G. Prognosis
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar
otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala ensefalopati
pada neonatus mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi
dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonis. Pada
stadium mungkin didapatkan adanya atitosis didan ditemukan opistotonis. Pada stadium
mungkin didapatkan adanya atitosis ditai gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari
kemudian.
III. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Riwayat penyakit
Kekacauan/ gangguan hemolitik (Rh atau ABO incompabilitas), policitemia, infeksi,
hematom, memar, liver atau gangguan metabolik, obstruksi menetap, ibu dengan diabetes.
b. Pemeriksaan fisik
- Kuning
- Pucat
- Urine pekat
- Letargi

- Penurunan kekuatan otot (hipotonia)


- Penurunan refleks menghisap
- Gatal
- Tremor
- Convulsio (kejang perut)
- Menangis dengan nada tinggi
c. Pemeriksaan psikologis
Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit kooperatif, merasa asing.
d. Pengkajian pengetahuan keluarga dan pasien
Penyebab dan perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan dengan bayi yang
lain yang menderita ikterus, tingkat pendidikan, kurang membaca dan kurangnya kemauan
untuk belajar.
B. Diagnosa keperawatan
1.Resiko peningkatan kadar bilirubin dalam darah berhubungan dengan kondisi
fisiologis/patologis
Tujuan/Kriteria
Tidak ada peningkatan hiperbilirubinemia
Rencana Tindakan
a.Monitor tanda-tanda vital
b.Monitor bilirubin serum
c.Monitor bila ada muntah, kaku otot atau tremor
d.Kolaborasi terapi dengan tim medis
e.Berikan minum ekstra
f.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi
2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas menghisap
Tujuan/Kriteria
Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Rencana Tindakan
a.Berikan minum melalui sonde(ASI yang diperah atau PASI)
b.Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah
c.Monitor intake dan output
d.Monitor berat badan tiap hari
e.Observasi turgor dan membran mukosa
3. Resiko perubahan suhu Tubuh berhubungan dengan efek samping fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Suhu tubuh tetap normal
Rencana Tindakan:
a.Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
b.Perhatikan suhu lingkungan dan gunakan isolasi
c.Berikan minum tambahan
4. Resiko terjadi trauma persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan efek samping
fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan
Rencana Tindakan:
1.Kaji efek samping fototerapi
2.Letakkan bayi 45 cm dari sumber cahaya/lampu
3.Selama dilakukan fototerapi tutup mata dan genital dengan bahan yang tidak tembus cahaya
4.Monitor reflek mata dengan senter pada saat bayi diistirahatkan dan kontrol keadaan mata
setiap 8 jam
5.Buka tutup mata bila diberi minum atau saat tidak dibawah sinar
6.Observasi dan catat penggunaan lampu
5. Resiko terjadi gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek samping fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Selama dalam perawatan kulit bayi tidak mengalami gangguan integritas kulit
Rencana Tindakan:
a.Observasi keadaan keutuhan kulit dan warnanya
b.Bersihkan segera bila bayi buang air besar atau buang air kecil
c.Gunakan lotion pada daerah bokong
d.Jaga alat tenun dalam keadaan bersih dan kering
e.Lakukan alih baring dan pemijatan
6. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang tujuan,
prosedur pemasangan dan efek samping fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Orang tua mengerti tujuan tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
Rencana Tindakan:
1.Beri penyuluhan pada orang tua tentang tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
2.Berikan support mental
3.Libatkan orang tua dalam prosedur fototerapi

Vous aimerez peut-être aussi