Vous êtes sur la page 1sur 18

PRESENTASI KASUS

SINDROM NEFROTIK

Disusun oleh :
Aniek Marsetyowati

G4A013020

Pembimbing :
dr. Mamun, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :


SINDROM NEFROTIK

Pada tanggal,

Desember 2014

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun oleh :
Aniek Marsetyowati

G4A013020

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Mamun, Sp.PD

BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom

nefrotik

merupakan

salah

satu

manifestasi

klinis

glomerulonephritis ditandai dengan edema anasarka, proteinuria massif 3,5


g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dL, hiperkolesterolemia, dan lipiduria.Pada
proses awal atau sindrom nefrotik ringan untuk menegakkan diagnosis tidak
semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan tanda khas
sindrom nefrotik, tetapi pada sindrom nefrotik berat yang disertai kadar albumin
serum rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga
berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada sindrom
nefrotik.Hipoalbuminemia, hyperlipidemia, lipiduria, gangguan keseimbanagan
nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta
hormon tiroid sering dijumpai pada sindrom nefrotik.Umumnya pada sindrom
nefrotik fungsi ginjal normal kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi
penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode sindrom nefrotik dapat sembuh
sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian
lain dapat berkembang menjadi kronik (Sudoyo, 2006).

BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Sdr. I

Usia

:19Tahun

Alamat

: Rejasari RT 03 RW 04, Purwokerto Barat

Jeniskelamin

: Laki-laki

Status

: belum menikah

Pekerjaan

: penjaga toko

Pendidikan

: SMA

Tanggalmasuk

: 3 November 2014

Tanggalperiksa

: 8 November 2014

No. CM

: 913100

B. ANAMNESIS
1. Keluhanutama :
Bengkak di seluruh tubuh
2. Keluhantambahan :
Sakit kepala
3.
Riwayatpenyakitsekarang
Pasien datang dengan keluhan bengkak di seluruh tubuh sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit.Bengkak pertama kali muncul pada kelopak
mata, wajah, perut, kedua kaki dan kedua tangan.Bengkak pada kedua kaki
bertambah jika pasien posisi berdiri atau duduk dalam waktu yang
lama.Keluhan dirasa mengganggu aktivitas pasien.Selain itu, pasien juga
mengeluhkan sakit kepala pada bagian belakang kepala.BAK lancar, tidak
terasa panas, tuntas, dan tidak nyeri.BAB tidak ada keluhan.Sebelum
datang ke rumah sakit, 1 bulan sebelumnya pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas ringan yang menyebabkan terjadinya luka
lecet.Pasien mengaku sempat keluar nanah dari luka lecet.Pasien juga
mengaku 1 minggu sebelum bengkak terjadi, pasien sering mengalami
batuk dan pilek.
4. Riwayatpenyakitdahulu
a. Riwayatkeluhanserupa

: disangkal

b.
c.
d.
e.
f.
g.
5.
a
b
c
d
e
f
6.

Riwayatmondok
: disangkal
Riwayathipertensi
: disangkal
Riwayatsakitjantung
: disangkal
RiwayatDM
: disangkal
Riwayatpenyakitginjal
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayatpenyakitkeluarga
Keluhan yang sama
: disangkal
RiwayatHipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayatpenyakitjantung
: disangkal
Riwayatpenyakitginjal
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayatsocialdanexposure

a. Community
Pasien tinggal di lingkunganpadat penduduk. Rumahsatudengan
yang

lainberdekatan.

Hubunganantarapasiendengantetanggadankeluargadekatbaik.Sebelumsa
kit, pasienaktifdalamkegiatankemasyarakatan.
b. Home
Pasientinggal di perkampungandenganluasrumah 7x7 m2bersama
ayah dan ibunya.
c. Occupational
Pasienbekerjasebagaipenjaga tokomulaidari jam 07.00- 17.00.
d. Diet
Pola makan pasien teratur, 3 kali dalam sehari dengan nasi, sayur, lauk,
dan kadang-kadang buah. Pasien mengaku sering minum minuman
bersoda. Pasien tidak pernah minum minuman beralkohol.
e. Drug
Pasien mengaku tidak pernah rutin minum obat-obatan tertentu.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan di bangsal Mawar RSMS, 8 November 2014
1.

Keadaanumum

: Sedang

2.

Kesadaran

: Composmentis

3.

Tanda vital

Tekanandarah : 140/100 mmHg

Nadi
Respirasi
Suhu

: 84x/ menit
: 20x/ menit
: 36C

4.

BB

: 70 kg

5.

TB

: 160 cm

6.

Status generalis
a. Pemeriksaankepala
Bentuk
: mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
Rambut
: tidakmudahdicabut, distribusi merata
Mata
: conjungtivaanemis (-/-), sclera ikterik (-/-),edema
palpebra

(-/-),

reflex

cahaya

(+/+)

normal,

pupil

bulatisokor,diameter 3 mm
THT

: faringhiperemis (-), tonsil T1 T1, lidahtampak


kotor (-), tremor (-),discharge (-).

Mulut

: Bibirsianosis (-), lidahsianosis (-)

Leher

: deviasitrakea (-), JVP 5+2 cm H2O

b. Pemeriksaan dada
Paru
Inspeksi
:Dinding

dada

tampaksimetris,

tidaktampakketertinggalangerakantarahemithoraksdextrada
nsinistra, kelainanbentuk dada (-), eksperiumdiperpanjang
Palpasi

(-), retraksiinterkostalis (-)


: Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri

Perkusi

: Perkusiorientasiseluruhlapangparusonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD

Auskultasi : Suaradasarvesikuler +/+


Ronkibasahhalus -/Ronkibasahkasar -/Wheezing -/Jantung
Inspeksi

: ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS

Palpasi

: ictus cordis diSIC V 2 jari medial LMCS


tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung
kanan atas

: SIC II LPSD

kiri atas

: SIC II LPSS

kanan bawah

: SIC IV LPSD

kiribawah

: SIC V 2jari medial LMCS

Auskultasi : S1 > S2, reguler, bising (-), gallop (-)


Abdomen
Inspeksi

: cembung, tidakterdapatmassa, tidakterdapatjejas

Auskultasi : bisingusus (+) normal


Perkusi

timpani,

pekak

sisi

(-),

pekak

alih

nyeriketokcostovertebrae (-)
Palpasi

: supel, nyeritekan (-), test undulasi (-)

Hepar dan lien : tak teraba


Ekstremitas :
Ekstremitas

Edema
Sianosis
Akral hangat
Reflekfisiologis
Reflekpatologis

superior
Dextra
Sinistra
+
+
+
+
+
+
-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PemeriksaanDarahLengkap
1. Tanggal3 November 2014
Darahlengkap
Hemoglobin : 17,9g/dl
Leukosit
: H12430/uL
Hematokrit : 47 %
Eritrosit
: 6,0 10^6/uL
Trombosit
: 305.000/uL
MCV
: L 77,9fL
MCH
: 29,7 pg
MCHC
: H 38,1%
RDW
: H 15,0%
MPV
: 9,9 fL
HitungJenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit

: 0,4%
: L 0,4%
: L0,8%
: H 78,9%
: L 13,3%
: 6,2%

Ekstremitas inferior
Dextra
+
+
+
-

Sinistra
+
+
+
-

(-),

Kimia Klinik
Kolesterol total
Ureum
Kreatinin
Glukosasewaktu

: H 534 mg/dL
: 36,0 mg/dL
: 0,87 mg/dL
: 101 mg/dL

2. Tanggal4 November 2014


Kimia Klinik
Trigliserida

: H 389 mg/dL

Urin Lengkap
Fisis
Warna
: kuning
Kejernihan
: keruh
Bau
: khas
Kimia
Berat jenis
: 1.020
pH
: 6.0
leukosit
: negatif
nitrit
: negatif
protein
: 500
glukosa
: normal
keton
: negatif
urobilinogen : normal
bilirubin
: negatif
eritrosit
: 50
Sedimen
Eritrosit
: 5-8
Leukosit
: 15-20
Epitel
: 30-35
Silinder hialin : negatif
Silinder lilin : negatif
Silinder eritrosit: negatif
Silinder leukosit: negatif
Granuler halus: 3-5
Granuler kasar : negatif
Kristal
: negatif
Bakteri
: +2
Trikomonas : negatif
Jamur
: negatif

E. DIAGNOSA BANDING
Gagal ginjal akut

F. DIAGNOSIS
Sindrom Nefrotik
G. TERAPI
1. Non Farmakologis
a. Bed rest
b. Kurangikebiasaanmakanmakananasin
c. Pembatasan cairan
2. Farmakologi
a. IVFD RL 12 tpm
b. Injeksi furosemid 2 x 1 ampul IV
c. Injeksi metil prednisolone 2 x 125 mg IV
d. PO Aspar K 2 x 1 tab
e. PO captopril 3 x 12,5 mg
f. PO simvastatin 1 x 20 mg
3. Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Berat badan
d. Evaluasi darah lengkap, elektrolit, kimia klinik, dan urin lengkap
H. PROGNOSIS
ad vitam

: dubia ad bonam

ad sanationam

: dubia ad bonam

ad fungsionam

: dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A Definisi
Sindrom

nefrotik

merupakan

salah

satu

manifestasi

klinis

glomerulonephritis ditandai dengan edema anasarka, proteinuria massif 3,5


g/hari, hipoalbuminemia < 2,5 g/dL (Stevenson, 2003), hiperkolesterolemia,
dan lipiduria (Sudoyo, 2006). Hipoalbuminemia merupakan gejala yang
penting dalam menegakkan diagnosis sindrom nefrotik. Semakin rendah kadar
albumin dalam plasma, semakin berat manifestasi klinis yang timbul pada
pasien dengan sindrom nefrotik (Alpers, 2006).
B Etiologi dan Klasifikasi
Sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan jika dibedakan secara
klinis, yaitu:
1

Sindrom nefrotik primer


Faktor etiologi dari sindrom nefrotik primer tidak diketahui.
Sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik yang secara
primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada
penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anakanak (Sukandar, 2006). Sindrom nefrotik primer yang banyak
menyerang anak-anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe

kelainan minimal (Wirya, 2002).


Sindrom nefrotik sekunder
Sindrom nefrotik sekunder adalah sindrom nefrotik yang timbul
sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau dari berbagai sebab
yang nyata misalnya efek samping obat (Sukandar, 2006).

Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan


sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit connective tissue, obat atau
toksin, dan akibat penyakit sistemik.
Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik:
1. Glomerulonefritis primer
- Glomerulonefritis lesi minimal
- Glomerulonefritis membranosa
- Glomerulonefritis membranoproliferatif
- Glomerulonefritis proliferatif lain

- Glomerulosklerosis fokal
2. Glomerulonefritis sekunder akibat:
a. Infeksi
- HIV, Hepatitis virus B dan C
- Sfilis, malaria, skistosoma
- Tuberkulosis, lepra
b. Keganasan
- Adenokarsinoma
paru, Adenokarsinoma
Adenokarsinoma

kolon,

limfoma

Hodgkin,

payudara,
mieloma

multiple, karsinoma ginjal


c. Penyakit connective tissue
- SLE, artritis
reumatoid, mixed connective tissue dissease
Antigen
d. Efek obat dan toksin
- OAINS, Penisilamin, probenesid, kaptopril, heroin
- AirAntigen-Antibodi
raksa, preparat emas organik
e. Lain-lain
- Aktivasi
DM, amiloidosis,
pre-eklamsia, refluks vesikoureter,
komplemen
sengatan lebah (Sudoyo, 2006)
C3-Antigen-Antibodi

Terperangkap di bawah epitel kapsula Bowman

Permeabilitas MBG
terganggunegative ion pada lapisan sialo-protein gromerulu
hilangnyafixed

Proteinuria

Hipoproteinemia

defisiensi nutrisi

C Patofisiologi

Katabolisme protein berlebih

Hipoalbumin
apolipoprotein plasma
produksi
albumin+
VLDL
oleh
sel hepar
tekanan onkotik plasma

Volume plasma
Ekstravasasi cairan plasma ke ruang intertisial
Sekresi renin
edema
Retensi Na+H2O

Produksi urin menurun, pekat

VLDL

LDL

aktivitas lipase

degradasi lemak

hiperlipidemia

Bagan 1. Patofisiologi Sindrom Nefrotik


(Pramana, 2013; Silbernagl dan Lang, 2007)
A. Penegakan Diagnosis
1 Anamnesis
a. menurunnya nafsu makan
b. malaise
c. bengkak seluruh tubuh
d. sesak napas
Sesak napas dapat terjadi karena adanya cairan di rongga pleura

ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat karena ascites.


e. Produksi urin dapat menurun
Pemeriksaan fisik
a. Tekanan darah umumnya tinggi
b. Bengkak pada kelopak mata, kedua tangan, kedua kaki, perut, alat
genital.

c. Hepatomegali. Hepatomegali dapat terjadi karena terjadinya sintesis


3

protein yang meningkat.


Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisis (proteinuria 3,5 gr/hari)
b. Albumin serum<2,5gr/dL
c. Kolesterol yang meningkat
d. Trigliserida
e. Biopsi ginjal sering digunakan untuk menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan kemungkinan penyebab glomerulonephritis sekunder
(Sudoyo, 2006).

B. Tatalaksana
a. Pengobatan spesifik
Terapi kortikosteroid
Pengobatan dengan kortikosteroid dibedakan antara pengobatan inisial dan
pengobatan relaps. Regimen penggunaan kortikosteroid pada sindrom
nefrotik

bermacam-macam.

Pada

orang

dewasa

menggunakan

prednisone/prednisolone 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 4-8 minggu diikuti 1


mg/kgBB selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering off di 4 bulan
berikutnya.
Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu:
1) Remisi lengkap
Proteinuria minimal (< 200 mg/hari), albumin serum > 3 g/dL,
kolesterol serum < 300 mg/dL, diuresis lancar, dan edema hilang.
2) Remisi parsial
Proteinuria < 3,5 g/hari), albumin serum > 2,5 g/dL, kolesterol serum <
350 mg/dL, diuresis kuranglancar, dan edema belum hilang.
3) Resisten
Klinis dan hasil laboratorium tidak memperlihatkan perbaikan setelah
pengobatan selama 4 bulan dengan kortikosteroid.
Sindrom nefrotik dalam perjalanan penyakitnya dapat dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu:
1) Sindrom nefrotik non-relaps : penderita tidak pernah mengalami relaps
setelah mengalami episode perlama sindrom nefrotik.
2) Sindrom nefrotik relaps jarang : pasien mengalami relaps < 2 kali
dalam 6 bulan atau < 4 kali dalam 12 bulan setelah pengobatan inisial.

3) Sindrom nefrotik relaps sering : pasien mengalami relaps > 2 kali


dalam 6 bulan pertama setelah respon awal atau > 4 kali dalam 12
bulan.
4) Sindrom nefrotik dependen steroid : pasien mengalami relaps 2 kali
berturut-turut pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14
hari setelah pengobatan dihentikan.
Pengobatan

untuk

pasien

non-responsif

terhadap

steroid

dapat

menggunakan siklofosfamid, klorambusil, siklosporin, dan levamisol


(Gulati, 2010).
b. Pengobatan non Spesifik
1) Pengontrolan edema
a) Diet rendah garam
b) Tirah baring
c) Diuretik
Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi
dengan tiazid, metalazon, asetazolamid.
2) Pengontrolan proteinuria pembatasan asupan protein 0,8-1,0
g/kgBB/hari
3) Penanganan dislipidemia obat penurun lemak golongan statin
seperti simvastatin, pravastatin, lovastatin dapat menurunkan kolesterol
LDL, trigliserida, dan meningkatkan kolesterol HDL.
4) Penurunan tekanan darah dapat menggunakan angiotensin
converting enzyme inhibitors ataupun angiotensin II receptor
antagonist(Sudoyo, 2006).
C. Komplikasi
1. Chronic Kidney Disease dengan penurunan GFR, dari perlukaan
glomerulus dan pembuangan protein yang berlebihan melalui nefron
2. Hiperlipidemia dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan
ischemic heart disease
3. Imunosupresi dapat meningkatkan risiko infeksi
4. Hiperkoagulasi meningkatkan risiko terjadinya Deep Vein Thrombosis
(DVT), emboli pulmonal, dan trombosis vena renalis (Stevenson, 2003).
D. Prognosis
Prognosis tergantung pada penyebab, usia pasien, dan jenis kerusakan ginjal
yang diketahui dari pemeriksaan mikroskopik dengan cara biopsi. Prognosis

biasanya baik jika penyebabnya memberikan respon yang baik terhadap


kortikosteroid (Rauf, 2002). Prognosis dapat bertambah buruk jika terjadi
peningkatan insidensi gagal ginjal dan komplikasi sekunder sindrom nefrotik
termasuk episode trombotik dan infeksi, serta kondisi terkait pengobatan
seperti komplikasi infeksi dari pemberian imunosupresan (Wirya, 2002).

BAB IV
KESIMPULAN
1. Sindrom nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinis glomerulonephritis
ditandai

dengan

edema

anasarka,

proteinuria

massif

3,5

g/hari,

hipoalbuminemia < 2,5 g/dL, hiperkolesterolemia, dan lipiduria.


2. Penegakkan diagnosis ulkus gasterdapat ditegakkan melalui anamnesis
mengenai gambaran klinis sindrom nefrotik, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
3. Pentalaksanaan sindrom nefrotik meliputi terapi spesifik untuk menangani
penyakit dasarnya dan terpi non-spesifik untuk mengontrol edema, proteinuria,
dyslipidemia, dan tekanan darah.
4. Prognosis tergantung pada penyebab, usia pasien, dan jenis kerusakan ginjal
yang diketahui dari pemeriksaan mikroskopik dengan cara biopsi.

DAFTAR PUSTAKA
Alpers, A. 2006.Sindrom Nefrotik dalam Buku Ajar Pediatrik Rudolph Edisi ke20. Jakarta: EGC.
Gulati, A., et al. 2010. Efficacy and safety of Treatment with Rituximab for
Difficult Steroid-Resistant and Dependent Nephrotic Syndrome: Multicentric
Report. Clin J Am Soc Nephrol. 5 (12):2207-12
Pramana, P.D., Kadri Mayeti. 2013. Hubungan antara proteinuria dan
hipoalbuminemia pada anak dengan sindrom nefrotik yang dirawat di RSUP
dr. M. Djamil Padang Periode 2009-2012. Jurnal Kesehatan Andalas
2(2).FK Unand Padang.
Rauf, S. 2002. Ctatan Kuliah Nefrologi Anak. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK Universitas Hasanudin.
Silbernagil, S., Florian Lang. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:
EGC.
Stevenson, F, Shreelata Datta. 2003. Crash Course Renal and Urinary System
Second Edition. Philadelphia: Elsevier.
Sudoyo, A.W., Bambang S, Idrus A, Marcellus S.K., Siti S. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FKUI.
Sukandar, E. 2006.Nefrologi Klinik Edisi ke-3. Bandung: Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK UNPAD.
Wirya.2002. Sindrom Nefrotik dalam Buku Ajar Nefrologi Anak Jilid 2. Jakarta:
FKUI.

Vous aimerez peut-être aussi