Vous êtes sur la page 1sur 3

Antara Berpacaran dan

Menyegerakan Pernikahan
Sunday, July 25, 2010, 5:41
Kategori : Muhassabah | Ada 2 Tanggapan | 141 kali dibaca |
Pemuda itu menangis tersedu-sedu di samping mihrab mesjid. Mushaf ia
dekap erat-kuat ke dadanya. Sesekali ia me-lap air mata yang meleleh. Ia
merasa begitu rapuh dan lemah. Begitu tak berdaya menghadapi seorang
wanita. Ia telah tergila-gila pada wanita itu. Senyuman wanita itu bagai
purnama di gelap gulita malam. Suara wanita itu laksana nyanyian bidadari
yang merasuk ke pori-pori jiwanya.
Ia menangisi dirinya yang tak lagi bisa merasakan nikmatnya berzikir.
Menangisi hatinya yang tak lagi bisa khusyuk dalam shalat. Menangisi
pikirannya yang selalu membawanya terbang ke wanita itu. Oh, sungguh
hebat deritanya. Dulu ia begitu kokoh dan teguh. Orang-orang
menganggapnya seorang laki-laki yang punya prinsip dan berkarakter.
Apalagi saat orang-orang tahu dia begitu mampu menjaga hubungan dengan
wanita, popularitas keshalehannnya semakin dikenal dan menjadi buah bibir.
Itu dulu, namun kini ia begitu tak berdaya dan rapuh. Wanita itu betul-betul
telah membuatnya terpikat. Seorang wanita yang dalam pandangannya
begitu anggun dan sempurna. Cantik, manis, cerdas, hafal al-Qur`an, sopan
dan lembut dan lain-lainya. Seorang wanita yang menurutnya layak dijadikan
pasangan hidup menuju sorga. Seorang wanita yang semua kriteria calon
istri dambaan ia temukan pada dirinya.
Hampir tiap malam ia menangis. Jika dulu, ia menangis di kegelapan malam
karena dimabuk rindu pada Sang Pencipta, kini ia menangis karena dimabuk
rindu pada makhluk-Nya. Apakah Allah tengah menguji dirinya. Apakah Allah
tengah menguji kejujuran cintanya. Ataukah memang sudah waktunya ia
menikah.
Ia teringat dengan pesan-pesan Ustadznya sebelum berangkat ke Mesir dulu,
pesan-pesan yang masih terekam kuat dalam memorinya.
Anakku, ketahuilah dalam perjalanmu menuntut ilmu nanti, kamu akan diuji
dengan banyak hal, dengan kesusahan hidup, kesulitan biaya, lingkungan,
kawan-kawan, dan lainnya. Teguhkan selalu niat di hatimu dan mintalah
pertolongan pada Allah setiap waktu. Dan ingatlah, ujian terberat yang akan
kamu hadapi nanti adalah wanita, maka berhati-hatilah menghadapi wanita.
Jangan pernah mengikuti ajakan nafsu yang menyesatkan.

Anakku, berpacaran yang saat ini banyak digandrungi anak-anak muda


adalah sikap laki-laki bermental kerupuk dan pecundang dan tipe wanita
yang tak punya harga diri, menjalin hubungan secara syar`i dan menikahi
dengan cara-cara yang baik, itulah akhlak seorang laki-laki yang didamba
dan sikap seorang wanita calon penghuni sorga. Bila godaan itu terasa berat
bagimu, berpuasa tak sanggup mengobatimu, maka menikahlah, insya Allah
itu lebih berkah dan mengantarkan pada kebaikan.
Anakku, jika kamu mengira berpacaran itu adalah jalan menuju pernikahan,
maka engkau telah tertipu oleh nafsumu. Engkau telah termakan bujuk rayu
setan durjana. Apakah engkau mau memetik buah dari pohon sebelum
waktunya? Apakah engkau mau membeli barang yang telah usang dan
pernah dipakai orang?
Anakku, janganlah engkau mengira, pacaran yang Ustadz maksud bertemu
dan jalan berdua-duan semata, tapi jagalah matamu, pendengaranmu,
hatimu dan pikiranmu. Janganlah menjadi pemuda yang lemah. Ingatlah,
engkau adalah pemimpin, jangan biarkan hawa nafsu yang memimpinmu.
Jika suatu saat nanti, dorongan untuk menikah begitu kuat dan menyesak di
dadamu, engkau merasa telah siap, namun orang tua belum merestui dan
ada jalan lain yang menghambat. Ustadz sarankan, bersabarlah,
bersabarlah, dan bersabarlah. Sembari terus mencoba dan berdoa tiada
henti pada Allah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan
ketahuilah, orang-orang yang sabar akan mendapatkan pahala yang berlipat,
dan orang-orang sabar akan memetik mutiara iman yang begitu banyak
dalam kesabarannya itu. Dan yakinlah sesungguhnya bersama satu kesulitan
ada banyak kemudahan.
Anakku, jangalah engkau tergoda oleh nafsumu, janganlah engkau tertipu
dengan bisikan musuhmu, setan durjana. Mungkin Allah tengah mengujimu,
dan menyiapkan untukmu hadiah yang indah. Maka selalulah berbaik sangka
pada Allah.
Nasehat-nasehat berharga itu begitu mampu menjadi penawar bagi hatinya
yang gelisah. Tapi, itu hanya bertahan sebentar, ledakan perasaannya pada
wanita itu ternyata lebih dahsyat dan meluap-luap. Pesan-pesan itu hanya
bertahan sesaat, lalu ketika desakan perasaan itu kembali merasuki jiwa, ia
menjadi begitu rapuh dan lemah.
Sampai pada akhirnya ia menelpon Ustadznya di Indonesia. Ia menceritakan
kegelisahan hatinya, keresahan jiwa, dan gejolak rasa yang selalu menyesak
di dadanya. Ustadznya berpesan kembali,
Anakku, Ustadz bisa memahami keadaanmu, barangkali sudah waktunya
bagimu untuk menggenapkan setengah agamamu. Ustadz sarankan

lakukanlah shalat istikharah, jika engkau menemukan ada tanda-tanda ke


arah sana, maka lakukanlah shalat hajat sebanyak-banyaknya, insya Allah,
mudah-mudahan dengan cara demikian Allah membuka jalan untukmu.
Mintalah pada Allah dengan air mata penuh harap, menangislah sejadijadinya di hadapan Allah. Yakinlah, Allah tidak akan menyia-nyiakan hambaNya.
[][][]
Satu tahun kemudian, sesudah kesabaran yang panjang, setelah
menyelesaikan hafalan al-Qur`annya, ia pun menggenapkan setengah
agamanya di penghujung bulan Juni 2010. Ia sangat bahagia. Kebahagiaan
yang tak bisa dlukiskan dengan kata-kata. Ia telah menikah dengan wanita
dambaannya, seorang wanita sorga yang Allah hadirkan ke bumi untuknya.
Allah telah memilihkan untuknya seorang pendamping hidup yang mecintai
Allah dan dirinya dengan sepenuh jiwa dan raga.
Tak sia-sia selama ini ia menjaga dirinya dari tergelincir pada perbuatan yang
haram. Ia sampaikan kerinduannya terhadap wanita itu pada Allah setiap
malam, ia titipkan penjagaan untuk wanita itu pada Allah setiap saat. Ia
hantarkan doa-doa penuh ketulusan untuk kebaikan dan keselamatan wanita
itu selama ini. Dan kini, Allah mengizinkannya untuk memetik buah
kesabarannya selama ini. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan hamba
yang berserah diri pada-Nya.
Muhammad Ramadona Aprianto.

Vous aimerez peut-être aussi