Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DisusunOleh:
Murdono Pambudi 1310.221.056
Pembimbing:
Letkol Ckm dr. Sugiarto Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN REFERAT
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam
menempuh program pendidikan profesi dokter
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, dan tidak lupa sholawat dan salam yang
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan kelurganya serta sahabatsahabatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan referat dengan judul
diagnosis dan tatalaksana pada sistemik lupus eritematosus
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik
Ilmu Penyakit Dalam RSPAD GATOT SUBROTO. Secara umum makalah ini
memaparkan mengenai sebuah laporan kasus sirosis hepatis
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak.
Sebagai penghargaan, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Letkol Ckm dr. Sugiarto Sp.PD selaku pembimbing
dalam penyusunan makalah ini, paramedik serta seluruh staf di SMF Ilmu
Penyakit Dalam dan semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan
makalah ini, serta kepada teman teman yang selalu ada untuk berbagi dalam
berbagai hal.
Kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya berbagai kekurangan yang masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bertujuan
untuk membangun dan mengembangkan makalah ini kami terima dengan lapang
dada dan senang hati.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Lupus eritematosus sistemik (systemi5c lupus erythematosus)
(SLE)
(RSCM) Jakarta,
didapatkan 1.4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi
Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 Pasien
SLE atau 10.5% dari total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama
tahun 20106.
Manifestasi klinis SLE sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa,
sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun.
Dilaporkan bahwa pada 1000 pasien SLE di Eropa yang diikuti selama 10 tahun,
manifestasi klinis terbanyak berturut-turut adalah artritis sebesar 48,1%, ruam
malar 31,1%, nefropati 27,9%, fotosensitivitas 22,9%, keterlibatan neurologik
19,4% dan demam 16,6% sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai
adalah miositis 4,3%, ruam diskoid 7,8 %, anemia hemolitik 4,8%, dan lesi
subkutaneus akut 6,7%5.
Morbititas dan mortalitas pasien SLE masih cukup tinggi. Berturut-turut
kesintasan (survival) SLE untuk 1-5, 5-10, 10-15, 15-20, dan 20 tahun adalah 9397%, 84-95%, 70-85%, 64-80%, dan 53-64%. Kesintasan 5 tahun pasien SLE di
RSCM adalah 88% dari pengamatan terhadap 108 orang pasien SLE yang berobat
dari tahun 1990-2002. Angka kematian pasien dengan SLE hampir 5 kali lebih
tinggi dibandingkan populasi umum. Pada tahun-tahun pertama mortalitas SLE
berkaitan dengan aktivitas penyakit dan infeksi (termasuk infeksi M. tuberculosis,
virus, jamur dan protozoa, sedangkan dalam jangka panjang berkaitan dengan
penyakit vaskular aterosklerosis4,5.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.2 Epidemiologi
Prevalensi lupus sangat tinggi pada 51 per 100.000 penduduk di amerika
serikat. Insiden lupus meningkat tiga kali pada usia diatas 40 tahun. Insiden lupus
di amerika utara, amerika selatan, dan eropa berkisar dari 2 sampai 8 per 100.000
per tahun. Wanita memiliki resiko sembilan kali lebih besara daripada laki-laki
dan suku afrika amerika dan amerika latin lebih tinggi dibandingkan kaukasian
dan memiliki angka kematian yang tinggi. Penyakit ini timbul di daerah perkotaan
dan dipedesaan. Dalam 65% penderita SLE berada pada uria rata-rata 16 dan 55
tahun, 20% usia sebelum 16 tahun, dan 15% pada usia diatas 55 tahun. Pria
dengan lupus cenderung lebih sedikit mengalami fotosensitifitas, serositis
meningkat, dan lebih tinggi angka kematian dibanding wanita. SLE cendrung
lebih ringan pada usia tua dengan insiden malar rash, fotosensitifitas, purpura,
alopesia, fenomena raynaud, renal, SSP yang lebih ringan, tetapi hal seperti
serositis, gangguan paru, gejala sicca, manisfestasi muskuloskeletal cendrung
memberat1,2.
I.3 Etiologi
Pada individu dengan predisposisi genetik terhadap SLE, timbul gangguan
toleransi sel T terhadap self-antigen. Akibatnya terbentuk suatu sel T yang
autoreaktif dan menginduksi sel B untuk memproduksi autoantibodi. Pemicu
gangguan toleransi ini diduga berupa hormon seks (peningkatan estrogen
ditambah dengan aktivitas androgen yang tidak adekuat), sinar ultraviolet, obatobatan (proksinamid, hiralazin, chorpromazin, isoniazid, fenitoin, penisilamin),
dan infeksi tertentu (retrovirus, DNA bakteri, endotoksin)4,5.
I.4 Patogenesis
Autoantigen dilepaskan oleh sel apoptosis oleh sel dendritik sel. Sel T aktif
membantu sel B untuk memproduksi antibodi dengan mensekresikan sitokin
seperti IL-10 dan IL-23, sedangkan permukaan sel molekular seperti CD40L dan
CTLA-4 membantu sel T untuk memproduksi antibodi. Patogenesis SLE
melibatkan multi sel dan molekular dan berpartisipasi dalam apoptosis dan
adaptasi respon imun. Penambahan jumlah apoptosis mstimulasi IFN alpha dan
akan menginduksi sistem autoimun sehingga akan menghancurkan sel itu sendiri
dengan mengaktivasi antigen7.
organomegali
(limfadenopati,
splenomegali,
hepatomegali)
10. Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia
11. Neuropsikiatri:
psikosis,
kejang, sindroma
otak organik,
mielitis
Keterangan:
a. Klasifikasi ini terdiri dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari
11 kriteria tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.
b. Modifikasi kriteria ini dilakukan pada tahun 1997.
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki
sensitisitas 85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah
satunya ANA positif, maka sangat mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada
pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE.
Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum
tentu SLE, dan observasi jangka panjang diperlukan5,7.
I.6.1 Pemeriksaan
Penunjang
Minimal
untuk
infeksi
kronis
(tuberkulosis),
pasien SLE, tes ini jarang dijumpai pada penyakit lain atau orang normal. Tes
anti-Sm relatif spesi ik untuk SLE, dan dapat digunakan untuk diagnosis SLE.
Titer anti-Sm yang tinggi lebih spesifik untuk SLE. Seperti anti-dsDNA, anti-Sm
yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis.
gambaran
tingkat
keparahan
SLE.
Penyakit
SLE
dapat
Serositis mayor
Ginjal:
mononeuritis,
polineuritis,
neuritis
optik,
psikosis,
sindroma demielinasi.
6. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3),
trombositopenia < 20.000/mm3 , purpura trombotik trombositopenia,
trombosis vena atau arteri.
I.7 Penatalaksanaan
I.7.1 Tujuan4,5
Meningkatkan kesintasan dan kualitas hidup pasien SLE melalui
pengenalan dini dan pengobatan yang paripurna. Tujuan khusus pengobatan SLE
adalah a). mendapatkan masa remisi yang panjang, b) menurunkan aktivitas
penyakit seringan mungkin, c).mengurangi rasa nyeri dan memelihara fungsi
organ agar aktivitas hidup keseharian tetap baik guna mencapai kualitas hidup
yang optimal. Berikut pilar pengobatan SLE :
I.
II.
III.
Istirahat
b. Terapi fisik
c. Terapi dengan modalitas
d.
Ortotik
e.
Lain-lain.
I.7.4 Kortikosteroid
diturunkan
selama
4-6 minggu
yang
SLE,
/ sitotoksik
normal. SLE yang didapatkan pada usia tua memiliki manisfestasi lebih buruk
prognosisinya dibandingkan SLE yang didapatkan saat lahir dan usia muda
DAFTAR PUSTAKA