Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Ked
ASMA
DEFINISI
Menurut Global Initiatives for Asthma (GINA) Updated 2012, asma adalah penyakit
inflamasi kronik pada saluran napas dihubungkan dengan hiperesponsivitas saluran nafas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa wheezing, sesak nafas, dada terasa berat
(rasa dada tertekan), dan batuk berulang terutama pada malam hari atau pagi hari. Gejala
tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi saluran nafas yang luas, bervariasi, dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun
2004 menyebutkan bahwa asma adalah
1. Mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut
Timbul secara episodik
Cenderung pada malam/dini hari (nokturnal)
Musiman
Setelah aktivitas fisik
2. Riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2003,
prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak dan pada
dewasa > 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan yang mengalami serangan lebih banyak
daripada laki-laki. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat sekitar
250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000
terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi.
PATOGENESIS
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh
serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Berbagai
sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel
epitel. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain, alergen,
virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe
cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.4
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap
alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Degranulasi sel mast mengeluarkan
histamin dan berbagai mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat pada asma timbul sekitar 6-9
jam setelah fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil,
netrofil, dan makrofag.
Pada remodeling saluran pernapasan, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan
deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses
dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Berbagai sel terlibat dalam
proses remodeling seperti sel-sel inflamasi, matriks ekstraseluler, membran retikular basal,
fibrogenic growth factor, pembuluh darah, otot polos dan kelenjar mukus. Perubahan struktur
yang terjadi pada proses remodeling yaitu: hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas,
hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran reticular basal, pembuluh
darah meningkat, peningkatan fungsi matriks ekstraselular, perubahan struktur parenkim, dan
peningkatan fibrogenic growth factor. Dengan adanya airway remodeling, terjadi peningkatan
PATOFISIOLOGI
Skema Mekanisme Terjadinya Asma
nerves:
dapat
disensitisasi
oleh
inflamasi
yang
berakibat
pada
Penyempitan saluran nafas adalah hasil akhir dari gejala-gejala dan perubahanperubahan yang terjadi pada asma. Beberapa faktor yang berperan terjadinya penyempitan
saluran nafas pada asma adalah:
1. Airway smooth muscle contraction: merupakan respon akibat banyaknya mediator
bronkokonstriksi. Akibatnya terjadi hyperplasia kronik dari otot polos, pembuluh
darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas.
2. Airway edema: disebabkan peningkatan kebocoran mikrovaskular akibat respon dari
mediator inflamasi. Berperan dalam eksaserbasi akut.
3. Airway thickening: karena adanya perubahan structural, sering disebut juga
remodeling. Berperan dalam kasus lebih berat dan tidak dapat pulih sepenuhnya
dengan terapi saat ini.
4. Mucus hypersecretion: adanya peningkatan sekresi mucus dan inflammatory exudates
dapat menyebabkan penyumbatan lumen (mucus plugging).2
DIAGNOSIS
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk
dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi pada
pasien.2,7
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan bertambahnya
umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak
yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi
paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer.
Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan
dingin,atau dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna
untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya:8
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%
2. Kenaikan 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
3. Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
Anamnesis
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk
dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak nafas
dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul bergantung pada derajat
serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih
lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah
berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis
dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.8
Pemeriksaan fisik
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada
serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi baik
di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada serangan
sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan
peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda
atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.8
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal
sebagai berikut, sesuai derajat serangan:
Inspeksi
o pasien terlihat gelisah,
o sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi
epigastrium, retraksi suprasternal),
o sianosis
Palpasi
o biasanya tidak ditemukan kelainan
o pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
Perkusi
o biasanya tidak ditemukan kelainan
Auskultasi
o ekspirasi memanjang,
o mengi,
o suara lendir
Pemeriksaan Penunjang
DIAGNOSIS BANDING
Pada anak 5 tahun atau kurang
Diagnosis asma pada masa early childhood sangat didasari oleh keputusan klinis dan
penilaian dari gejala-gejala dan penemuan fisik. Episode wheezing dan batuk sangat sering
10
Chronic rhinosinusitis
airways
tract infection
Cystic fibrosis
Primary
Bronchopulmonary dysplasia
Tuberculosis
cilliary
dyskinesia
syndrome
-
Immune deficiency
Hyperventilation
syndrome
dan
panic attacks
11
12
KLASIFIKASI
-
Berat ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran
klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi
-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obatan yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis
obat, kombinasi obat, dan frekuensi pemakaian obat). Asma diklasifikasikan atas asma tanpa
serangan dan asma saat serangan (akut).
-
Parameter
klinis
kebutuhan
obat
Frekuensi
Intensitas
di
antara serangan
Tidur
dan
Pemeriksaan fisik
di luar serangan
Obat pengendali
>
1x
Biasanya
>
Sering
Hampir
sepanjang
minggu
-
Asma
Persisten
bulan
Biasanya
tahun,
-
tidak
ada remisi
Biasanya
ringan
sedang
berat
gejala
tanpa
sering ada
siang
dan
gejala
Tidak
gejala
malam
tergangg
aktivitas
-
minggu
-
serangan
Jarang
< 1x /
<
Sering
bulan
Lama serangan
Asma
Episodik
serangan
Episodi
Asma
Normal
Tidak
perlu
>80%
>15%0
terganggu
u
-
Sering
Mungkin
Sangat
terganggu
terganggu
Tidak pernah
normal
perlu
Perlu
60-80%
>30%
<60%
>50%
GINA membagi asma berdasarkan asthma severity didasari atas tingkat gejala,
(perburukan) dari gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai
kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya
tatalaksana asma jangka panjang atau adanya pajanan dengan pencetus.
-
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Derajat
serangan akan menentukan terapi yang diterapkan.
Parameter
klinis,
Fungsi paru,
Laboratorium
Sesak
(breathless)
Ringan
Sedang
Berjalan
Bayi :
Menangis
Berbicara
Bayi :
Tangis
Berat
Istirahat
Bayi :
Tidak mau
keras
pendek
& lemah
Kesulitan
menetek
dan
makan
minum /
makan
Duduk
bertopang
lengan
Kata-kata
Biasanya
Irritable
Ada
Sangat
nyaring,
Terdengar
tanpa
stateskop
Ya
Posisi
Bisa
berbaring
Bicara
Kalimat
Kesadaran
Sianosis
sering
akhir
-
Mungkin
irritable
Tidak ada
Sedang,
hanya pada
ekspirasi
Nyaring,
Sepanjang
ekspirasi
inspirasi
Penggunaan
otot
Bantu
respiratorik
tidak
Biasanya
Biasanya
Retraksi
Dangkal,
Retraksi
Interkosta
Frekuensi napas
Wheezing
Frekuensi nadi
Lebih suka
Duduk
Penggal
kalimat
Biasanya
irritable
Tidak ada
ya
Sedang,
Dalam,
ditambah
ditambah
Retraksi
Napas
suprasterna cuping
l
hidung
Takipnu
Takipnu
Takipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:
Usia
frekuensi napas normal
<2 bulan
< 60 / menit
2-12 bulan
< 50 /menit
1-5 tahun
< 40 / menit
6-8 tahun
< 30 / menit
Normal
Takikardi
Takikardi
Pedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :
Usia
Frekuensi nadi normal
2-12 bulan
< 160 / menit
1-2 tahun
< 120 / menit
3-8 tahun
< 110 / menit
Tidak ada
<10 mmHg
Ada
10-20
mmHg
Pulsus
paradoksus
PEFR
atau
FEV1
Prabronkodilator
Pascabronkodilator
(%
Nilai Nilai
dugaan/
terbaik)
>60%
40-60%
>80%
60-80%
Ada
>20
mmHg
<40%
<60%
Respon < 2
jam
SaO2 %
>95%
91-95%
PaO2
Normal
>60 mmHg
PaCO2
<45 mmHg
<45 mmHg
90%
<
mmHg
>45
mmHg
60
PENATALAKSANAN
A.
-
Tatalaksana KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada penderita dan keluarga
Terapi Medikamentosa
Edukasi terhadap pasien dan keluarga
Yang paling penting pada penatalaksanaan asma yaitu edukasi pada pasien dan orang
tuanya seperti :
Mengenai penyakit
Pilihan pengobatan
Identifikasi dan penghindaran allergen / factor pencetus
Menguasai cara penggunaan obat hirup dg benar (utama)
-
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
genetiknya
B. Medikamentosa
- Obat atau medikamentosa penyakit asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu
obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller).
1. Obat pereda (reliever) ada yang menyebutnya pelega, atau obat serangan. Obat
kelompok ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang
timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini
tidak digunakan lagi.
2. Obat pengendali (controller) yang sering disebut sebagai obat pencegah, atau obat
profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu
inflamasi respitorik kronik.Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus
dalam jangka waktu yang relatif lama, tergantung derajat penyakit asma dan
responsnya terhadap pengobatan/penanggulangan. Obat-obat pengendali diberikan
pada Asma Episodik Sering dan Asma Persisten.
-
derajat serangan; ringan, sedang, berat, atau ancaman henti napas. Cara nebulisasi dan
jenis obat yang digunakan bergantung pada derajat serangan sama yang terjadi dan
kemudian dinilai hasil nebulisasi yang diberikan.
Tatalaksana serangan asma dilakukan dengan tujuan untuk meredakan
penyempitan jalan nafas secepat mungkin, mengurangi hipoksemia, mengembalikan
fungsi paru ke keadaan normal secepatnya, dan merenacanakan tatalaksana mencegah
kekambuhan.
Status Asmatikus adalah asma eksaserbasi akut yang tidak responsif
terhadap penanganan awal dengan bronkodilator. Status asmatikus dapat bervariasi
dari bentuk ringan dengan bronkospasme, airway inflammation, dan mucus plugging
yang menyebabkan kesulitan bernafas, retensi karbondioksida, hipoksemia, dan gagal
nafas.
-
dapat menunjukkan respon yang baik. Pasien dengan derajat serangan asma
ringan diobservasi 1-2 jam, jika respon tersebut bertahan pasien dapat
dipulangkan dan jika setelah observasi selama 2 jam gejala timbul kembali,
pasien diperlakukan sebagai serangan asma derajat sedang.
Sebelum pulang pasien dibekali obat -2 agonis (hirupan atau
oral) yang harus diberikan tiap 4-6 jam dan jika pencetus serangannya adalah
infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek selama 3-5 hari.
Pasien juga dianjurkan kontrol ulang ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48
jam untuk evaluasi ulang tatalaksana dan jika sebelum serangan pasien sudah
mendapat obat pengendali, obat tersebut diteruskan hingga evaluasi ulang
1.2.2
1.2.3
0,5-1
mg/kg/BB/hari per bolus setiap 6-8 jam dan aminofilin intravena dengan
beberapa ketentuan sebagai berikut:
Jika pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, diberikan aminofilin
dosis awal sebesar 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstros 5% atau gram
10-20/ml.
Selanjutnya,
aminofilin
dosis
rumatan
diberikan
sebesar
0,5-1
mg/kgBB/jam.
-
jam dan pemberian aminofilin dan kortikosteroid diganti oral, jika dalam 24
jam stabil pasien dapat dipulangkan dengan dibekali 2-agonis (hirupan atau
oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 1-2 hari. Selain itu, steroid oral
dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 1-2 hari untuk
evalasi ulang tatalaksana.
1.2.4
penderita. Obat tersebut adalah: 2-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan
tiap 4-6 jam; steroid oral diberikan jika pencetus serangan infeksi virus hanya
diberikan untuk jangka pendek (3-5 hari).
-
Karakterist
ik
-
Gejala
harian
Terkontr
ontro
ol
Tidak Terkontrol
l
(2x/
Sebagian
Tiga
dalam
aktivitas
fisik
Gejala
atau
lebih
ming
2x/mingg
gu)
Keterbatasa
n
Terk
(+)/minggu
-
(-)
(+)
(-)
(+)
malam hari
-
Penggunaan
atau
VEP1)
-
Eksaserbasi
2x/mingg
gu)
Fungsi paru
(APE
ming
reliever
-
(2x/
u
<80%
Norm
prediksi/
al
nilai
(-)
terbaik
1x/tahun
1x
dan teofilin. Penggunaan 2-agonis untuk meredakan serangan asma biasanya digunakan
dalam bentuk inhalasi. Namun, pemakaian obat inhalasi/hirupan (Metered Dose Inhaler atau
Dry Powder Inhaler) cukup sulit untuk anak usia kurang dari 5 tahun dan biasanya hanya
diberikan pada anak yang sudah mulai besar (usia >5 tahun) dan ini pun memerlukan teknik
penggunaan yang benar yang juga tidak selalu ada dan mahal harganya. Bila obat hirupan
tidak ada/tidak dapat digunakan, maka -agonis diberikan per oral.
- Penggunaan teofilin sebagai bronkodilator semakin kurang berperan dalam
tatalaksana asma karena batas keamanannya sempit. Namun mengingat di Indonesia obat agonis oral pun tidak selalu ada maka dapat digunakan teofilin dengan memperhatikan
kemungkinan timbulnya efek samping. Di samping itu penggunaan -agonis oral tunggal
dengan dosis besar seringkali menimbulkan efek samping berupa palpitasi, dan hal ini dapat
dikurangi dengan mengurangi dosisnya serta dikombinasikan dengan teofilin.
- Konsensus Internasional III dan juga pedoman Nasional Asma Anak tidak
menganjurkan pemberian anti inflamasi sebagai obat pengendali untuk asma episodik ringan.
Hal ini juga sesuai dengan GINA yang belum perlu memberikan obat controller pada Asma
Intermiten, dan baru memberikannya pada Asma Persisten Ringan (derajat 2 dari 4) berupa
anti-inflamasi yaitu steroid hirupan dosis rendah, atau kromoglikat hirupan. Jika dengan
pemakaian 2-agonis hirupan lebih dari 3x/minggu (tanpa menghitung penggunaan praaktivitas fisik) atau serangn sedang/berat muncul >1x/bulan atau pengobatan yang diberikan
sudah adekuat dalam waktu 4-6 minggu, namun tidak menunjukkan respon yang baik maka
tatalaksananya berpindah ke asma episodik sering.
-
penggunaan praaktivitas fisis) atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam
sebulan, maka penggunaan anti-inflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi.1,3 Tahap
pertama obat pengendali pada asma episodik sering adalah pemberian steroid hirupan dosis
rendah. Obat steroid hirupan yang sudah sering digunakan pada anak adalah budesonid,
sehingga digunakan sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan 100200 ug/hari budesonid (50-100 ug/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun,
dan 200-400 ug/hari budesonid (100-200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12
tahun. Dalam penggunaan beklometason atau budesonid dengan dosis 100-200 ug/hari, atau
setara flutikason 50-100 ug belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang.
Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi kronik, obat pengendali berupa antiinflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek terapi. Oleh karena itu penilaian
efek terapi dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengendalikan
inflamasinya. Jika setelah pengobatan selama 6-8 minggu dengan steroid hirupan dosis
rendah tidak menunjukkan respons (masih terdapat gejala asma atau atau gangguan tidur atau
aktivitas sehari-hari), maka dilanjutkan dengan tahap keduayaitu menaikkan dosis steroid
hirupan sampai dengan 400 ug/hari yang termasuk dalam tatalaksana Asma Persisten.
- Jika tatalaksana dalam suatu derajat penyakit asma sudah adekuat namun responsnya
tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, maka derajat tatalaksanya berpindah ke yang lebih berat
(step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka derajatnya beralih ke
yang
lebih
ringan
(step-down).
Bila
memungkinkan
steroid
hirupan
dihentikan
penggunaannya.
- Sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi pelaksanaan penghindaran pencetus,
cara penggunaan obat, faktor komorbid yang mempersulit pengendalian asma seperti rintis
dan sinusitis dan dengan penatalaksanaan rinitis dan sinusitis secara optimal dapat
memperbaiki asma yang terjadi secara bersamaan.
-
Asma Persisten
- Dalam keadaan tertentu, dianjurkan menggunakan steroid inhalasi dosis tinggi
terlebih dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid
inhalasi diturunkan sampai dosis terkecil optimal. Dosis yang dianggap aman adalah setara
budesonide 400 ug/hari.
- Pada penatalaksanaan asma persisten terdapat dua alternatif, yaitu dengan
menggunakan steroid hirupan dosis medium dengan memberikan budenoside 200-400 ug/hari
budesonid (100-200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia <12 tahun, 400-600 ug/hari
budesonid (200-300 ug/hari flutikason) untuk anak berusia >12 tahun. Selain itu, dapat
digunakan alternatif pengganti dengan menggunakan steroid hirupan dosis rendah ditambah
dengan LABA (Long Acting -2 Agonist) atau ditambahkan Theophylline Slow Release (TSR)
atau ditambahkan Anti-Leukotriane Receptor (ALTR.)
- Apabila dengan pengobatan tersebut selama 6-8 minggu tetap terdapat gejala asma,
maka dapat diberikan alternatif lapis ketiga yaitu dapat meningkatkan dosis kortikosteroid
sampai dengan dosis tinggi pada pemberian >400 ug/hari budesonid (>200 ug/hari flutikason)
untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan >600 ug/hari budesonid (>300 ug/hari
flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun. Atau tetap dosis medium ditambahkan
dengan LABA, atau TSR, atau ALTR. Penambahan LABA pada steroid hirupan telah banyak
dibuktikan keberhasilannya yaitu dapat memperbaiki FEVI, menurunkan gejala asmanya, dan
memperbaiki kualitas hidupnya.
- Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai >800 ug/hari namun tetap tidak
mempunyai respons, maka baru digunakan steroid oral (sistemik). Jadi, penggunaan
kortikosteroid oral sebagai controller (pengendali) adalah jalan terakhir setelah penggunaan
steroid hirupan atau alternatif di atas telah dijalankan. Langkah ini diambil hanya bila bahaya
dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat. 8 Untuk steroid oral sebagai
dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai dosis
terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari. Penggunaan steroid secara sistemik harus
berhati-hati karena mempunyai efek samping yang cukup berat.
- Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau
perbaikan klinis yang mantap selama 6-8 minggu, maka dosis steroid dapat dikurangi
bertahap hingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya. Sementara
itu penggunaan -agonis sebagai obat pereda tetap diteruskan.3
-
Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak karena
perbedaan kemampuan menggunanakan alat inhalasi. Dmeikian juga kemauan anak perlu
dipertimbangkan. Lebih dari 50% anak asma tidak dapat memakai alat hirupan biasa
(Metered Dose Inhaler). Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan berulang kali. Berikut
tabel anjuran pemakaian alat inhalasi disesuakan dengan usia.
peningkatan enzim hati, oleh sebab itu kelainan hati merupakan kontraindikasi. Mengenai
pemantauan uji fungsi hati pada pemberian antileukotrien belum ada rekomendasi.
-
setirizin), penggunaannya dapat dipertimbangkan pada anak dengan asma tipe rinitis, hanya
untuk menanggulangi rinitisnya. Pada saat ini penggunaan kototifen sebagai obat pengendali
(controller) pada asma anak tidak lagi digunakan karena tidak mempunyai manfaat yang
berarti.
2.1 Obat obat Pereda (Reliever)
Adalah obat yang dipakai sesuai kebutuhan, yaitu untuk mengurangi
bronkokonstriksi dan menghilangkan gejala-gejala asma dengan segera. Termasuk
golongan ini adalah
Beta 2 agonis inhalasi kerja cepat
Antikolinergik inhalasi
Teofilin kerja cepat, dan
Beta 2 agonis oral kerja cepat
-
2.1.1
-
Bronkodilator
Short-acting 2 agonist
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut
pada anak. Reseptor 2-agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus,
sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12). Dengan
pemberian short acting 2 agonist, diharapkan terjadi relaksasi otot polos jalan napas
yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosilier,
penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.
Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan
ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping
takikardi lebih sering terjadi.9
Dosis salbutamol IV: mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap
Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi,
Methylxanthine
-
inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit,
obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi 2-agonist dan
antikolinergik(12). Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rektal, atau
parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri
setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat
kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi.
Antikolinergik
Obat yang digunakan adalah ipratropium bromida. Kombinasi dengan
nebulisasi 2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran
0,1 ml/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025
% dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes.
Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik
inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.9
Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1) terapi
2.1.3
inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama; (2)
serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan
sebagai kontroler; (3) serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat
sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk
mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam. Preparat
oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1
2 mg/kgBB/hari diberikan 2 3 kali sehari selama 3 5 kali sehari . Metilprednisolon
merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik,
efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis
metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis
Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 1
mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 8 jam.9
2.2
2.2.1
Inhalasi glukokortikosteroid
- Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling
efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi
awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan
dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan.
Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol
gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah
rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan
hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi
latihan. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek
samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat,
2.2.2
2.2.3
sehari.1,10
Long acting 2-Agonist (LABA)
- Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol.
Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi
serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral, menurunnya
hiperreaktivitas dan airway remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada
dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide),
budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan
Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan
2.2.4
atau
diberikan
bersama
UMU
R
<
2
tahun
2-4
tahun
ALAT INHALASI
5-8
tahun
>8
tahun
DAFTAR PUSTAKA