Vous êtes sur la page 1sur 33

AJUNG SATRIADI. S.

Ked

ASMA
DEFINISI
Menurut Global Initiatives for Asthma (GINA) Updated 2012, asma adalah penyakit
inflamasi kronik pada saluran napas dihubungkan dengan hiperesponsivitas saluran nafas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa wheezing, sesak nafas, dada terasa berat
(rasa dada tertekan), dan batuk berulang terutama pada malam hari atau pagi hari. Gejala
tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi saluran nafas yang luas, bervariasi, dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Definisi asma menurut Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun
2004 menyebutkan bahwa asma adalah
1. Mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut
Timbul secara episodik
Cenderung pada malam/dini hari (nokturnal)
Musiman
Setelah aktivitas fisik
2. Riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS) pada tahun 2003,
prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak dan pada
dewasa > 18 tahun, 38 per 1000. Jumlah perempuan yang mengalami serangan lebih banyak
daripada laki-laki. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat sekitar
250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000
terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi.

AJUNG SATRIADI. S. Ked

Gambar: prevalensi dan tingkat mortality asma


Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan
kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995
menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, yang meningkat tahun 2003 menjadi 5,2%.1

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko terkena asma bisa dibagi menjadi 2 yaitu
faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya asma, yaitu host factor (genetik), dan
faktor-faktor yang memicu timbulnya gejala-gejala asma (faktor lingkungan).2

Tabel Factor Influencing the Development and Expression of Asthma2


2

AJUNG SATRIADI. S. Ked


Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi bronkus, faktor yang
memodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik.
Faktor lingkungan meliputi: alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur), alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari), makanan (bahan penyedap,
pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur), obat-obatan tertentu
(misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll), bahan yang mengiritasi (misalnya
parfum, household spray dll), ekspresi emosi berlebih, asap rokok dari perokok aktif dan
pasif, polusi udara di luar dan di dalam ruangan, exercise induced asthma, mereka yang
kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu, dan perubahan cuaca.

PATOGENESIS
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh
serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Berbagai
sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel
epitel. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain, alergen,
virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe
cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat.4
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap
alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Degranulasi sel mast mengeluarkan
histamin dan berbagai mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi fase lambat pada asma timbul sekitar 6-9
jam setelah fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil,
netrofil, dan makrofag.
Pada remodeling saluran pernapasan, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan
deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses
dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Berbagai sel terlibat dalam
proses remodeling seperti sel-sel inflamasi, matriks ekstraseluler, membran retikular basal,
fibrogenic growth factor, pembuluh darah, otot polos dan kelenjar mukus. Perubahan struktur
yang terjadi pada proses remodeling yaitu: hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran napas,
hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran reticular basal, pembuluh
darah meningkat, peningkatan fungsi matriks ekstraselular, perubahan struktur parenkim, dan
peningkatan fibrogenic growth factor. Dengan adanya airway remodeling, terjadi peningkatan

AJUNG SATRIADI. S. Ked


tanda dan gejala asma seperti hipereaktivitas jalan napas, distensibilitas dan obstruksi jalan
napas.

Gambar Airway Inflammation3

PATOFISIOLOGI
Skema Mekanisme Terjadinya Asma

AJUNG SATRIADI. S. Ked

Airway hyperresponsiveness; merupakan karakteristik fungsional yang abnormal pada


pasien asma, yang bermanifestasi sebagai penyempitan saluran nafas pada pasien asma akibat
respon dari stimulus yang sebenarnya tidak akan menimbulkan reaksi apapun pada orang
normal. Hal ini kemudian akan menyebabkan keterbatasan aliran udara yang bervariasi dan

AJUNG SATRIADI. S. Ked


gejala hilang timbul. Beberapa mekanisme yang diduga berperan dalam airway
hyperresposiveness antara lain:
1. Excessive contraction of airway smooth muscle: dapat disebabkan oleh peningkatan
volume dan/atau kontraktilitas dari airway smooth muscle cells.
2. Uncoupling of airway contraction: terjadi akibat perubahan pada diding saluran nafas
akibat proses inflamasi yang menyebabkan penyempitan saluran nafas dan hilangnya
maximum plateau of contraction yang ditemukan pada normal airway ketika substansi
bronkokonstriksi diinhalasi.
3. Thickening of the airway wall: karena adanya edema dan perubahan struktural yang
memperburuk penyempitan saluran nafas disebabkan kontraksi airway smooth muscle
untuk alasan geometrik.
4. Sensory

nerves:

dapat

disensitisasi

oleh

inflamasi

yang

berakibat

pada

bronkokonstriksi yang berlebihan terhadap respon stimulus sensori.2

Penyempitan saluran nafas adalah hasil akhir dari gejala-gejala dan perubahanperubahan yang terjadi pada asma. Beberapa faktor yang berperan terjadinya penyempitan
saluran nafas pada asma adalah:
1. Airway smooth muscle contraction: merupakan respon akibat banyaknya mediator
bronkokonstriksi. Akibatnya terjadi hyperplasia kronik dari otot polos, pembuluh
darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas.
2. Airway edema: disebabkan peningkatan kebocoran mikrovaskular akibat respon dari
mediator inflamasi. Berperan dalam eksaserbasi akut.
3. Airway thickening: karena adanya perubahan structural, sering disebut juga
remodeling. Berperan dalam kasus lebih berat dan tidak dapat pulih sepenuhnya
dengan terapi saat ini.
4. Mucus hypersecretion: adanya peningkatan sekresi mucus dan inflammatory exudates
dapat menyebabkan penyumbatan lumen (mucus plugging).2

AJUNG SATRIADI. S. Ked

Gambar: Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

DIAGNOSIS
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batuk
dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi pada
pasien.2,7
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan bertambahnya
umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak
yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi
paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer.
Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, gerak badan (exercise), udara kering dan
dingin,atau dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna
untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3 cara yaitu didapatkannya:8
1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%
2. Kenaikan 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
3. Penurunan 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
Anamnesis
Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk
dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak nafas
dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul bergantung pada derajat
serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien masih
lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala bertambah
berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala sesak dan sianosis
dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.8

AJUNG SATRIADI. S. Ked


Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain; riwayat
penyakit/gejala:

Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan


Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :

Riwayat keluarga (atopi)


Riwayat alergi / atopi
Penyakit lain yang memberatkan
Perkembangan penyakit dan pengobatan

Pemeriksaan fisik
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada
serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi baik
di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada serangan
sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan
peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda
atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.8
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal
sebagai berikut, sesuai derajat serangan:

Inspeksi
o pasien terlihat gelisah,
o sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi
epigastrium, retraksi suprasternal),
o sianosis
Palpasi
o biasanya tidak ditemukan kelainan
o pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
Perkusi
o biasanya tidak ditemukan kelainan
Auskultasi
o ekspirasi memanjang,
o mengi,
o suara lendir

Pemeriksaan Penunjang

AJUNG SATRIADI. S. Ked


Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis
gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi posteroanterior. Pada AGD dapat
dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia). Pemeriksaan
penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi memungkinkan. Pada
pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang mencapai <70% nilai
normal.8
Selain pemeriksaan tersebut, pemeriksaan IgE dan eusinofil total dapat membantu
penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total umum dijumpai pada
pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi dengan
histamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara definitif
dapat ditegakkan.

AJUNG SATRIADI. S. Ked

DIAGNOSIS BANDING
Pada anak 5 tahun atau kurang
Diagnosis asma pada masa early childhood sangat didasari oleh keputusan klinis dan
penilaian dari gejala-gejala dan penemuan fisik. Episode wheezing dan batuk sangat sering

10

AJUNG SATRIADI. S. Ked


ditemukan pada anak-anak yang tidak terkena asma, terutama pada anak yang berumur
kurang dari 3 tahun. Tiga kategori wheezing yang dapat ditemukan pada anak berumur 5
tahun atau kurang:
1. Transient early wheezing
Sering ditemukan pada 3 tahun pertama. Ini sangat erat hubungannya dengan
prematuritas dan prenatal smoking.
2. Persistent early-onset wheezing (sebelum 3 tahun)
Anak-anak yang mempunyai gejala ini mempunyai episode wheezing yang berulang
yang berhubungan dengan infeksi viral respiratorik akut, tidak ada tanda-tanda atopi
dan tidak mempunyai riwayat atopi pada keluarga. Gejala biasanya muncul pada usia
sekolah dan terkadang masih muncul pada usia 12 tahun. Infeksi biasanya disebabkan
oleh RSV pada anak-anak yang berumur 2 tahun kebawah.
3. Late-onset wheezing/asthma
Anak-anak mempunyai asma yang muncul selama masa childhood dan terus berlanjut
sampai dewasa. Biasanya mempunyai riwayat atopi.
Penyebab-penyebab wheezing yang lain yang harus diperhatikan antara lain:

Chronic rhinosinusitis

Congenital malformation causing

Gastroesophageal reflux (GERD)

narrowing of the intrathoracic

Recurrent viral lower respiratory

airways

tract infection

Foreign bady aspiration

Cystic fibrosis

Primary

Bronchopulmonary dysplasia

Tuberculosis

cilliary

dyskinesia

syndrome
-

Immune deficiency

Congenital heart disease

Older children dan dewasa


Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang teliti diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
Keadaan-keadaan lain yang perlu diperhatikan antara lain:
-

Hyperventilation

syndrome

dan

panic attacks

Upper airway obstruction dan


inhaled foreign bodies

Vocal cord dysfunction

11

AJUNG SATRIADI. S. Ked


-

Other forms of obstructive lung


disease, particularly COPD

Non-respiratory causes symptoms


(e.g., left ventricular failure)

Non-obstructive forms of lung


disease (e.g., diffuse parenchymal
lung disease)

12

KLASIFIKASI
-

Berat ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran

klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi
-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obatan yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis
obat, kombinasi obat, dan frekuensi pemakaian obat). Asma diklasifikasikan atas asma tanpa
serangan dan asma saat serangan (akut).
-

1) Klasifikasi Asma Tanpa Serangan


-

Klasifikasi derajat berat ringan penyakit asma menurut Pedoman Nasional

Asma Anak (PNAA), terbagi menjadi 3 derajat penyakit, yaitu:


-

Parameter

klinis

kebutuhan

obat

Frekuensi

Intensitas
di

antara serangan
Tidur

dan

Pemeriksaan fisik
di luar serangan

Obat pengendali

Uji faal paru


Variabilitas

>

1x

Biasanya

>

Sering

Hampir

sepanjang

minggu
-

Asma
Persisten

bulan

Biasanya

tahun,
-

tidak

ada remisi
Biasanya

ringan

sedang

berat

gejala

tanpa

sering ada

siang

dan

gejala
Tidak

gejala

malam

tergangg

aktivitas
-

minggu
-

serangan

Jarang
< 1x /

<

Sering

bulan

Lama serangan

Asma
Episodik

serangan

Episodi

dan faal paru


-

Asma

Normal

Tidak

perlu
>80%
>15%0

terganggu

u
-

Sering

Mungkin

Sangat
terganggu

terganggu

Tidak pernah
normal

perlu

Perlu

60-80%
>30%

<60%
>50%

GINA membagi asma berdasarkan asthma severity didasari atas tingkat gejala,

airflow limitation, dan lung function kedalam 4 kategori:

2) Asma Saat Serangan (Akut)


-

Serangan akut (eksaserbasi) asma adalah episode peningkatan yang progresif

(perburukan) dari gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai
kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya
tatalaksana asma jangka panjang atau adanya pajanan dengan pencetus.
-

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang

digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Derajat
serangan akan menentukan terapi yang diterapkan.
Parameter
klinis,
Fungsi paru,
Laboratorium
Sesak
(breathless)

Ringan

Sedang

Berjalan
Bayi :
Menangis

Berbicara
Bayi :
Tangis

Berat

Istirahat
Bayi :
Tidak mau

keras

pendek
& lemah
Kesulitan
menetek
dan
makan

minum /
makan

Duduk
bertopang
lengan

Kata-kata

Biasanya
Irritable
Ada
Sangat
nyaring,
Terdengar
tanpa
stateskop

Ya

Posisi

Bisa
berbaring

Bicara

Kalimat

Kesadaran

Sianosis

sering
akhir
-

Mungkin
irritable
Tidak ada
Sedang,

hanya pada
ekspirasi

Nyaring,
Sepanjang
ekspirasi
inspirasi

Penggunaan
otot
Bantu
respiratorik

tidak

Biasanya

Biasanya

Retraksi

Dangkal,
Retraksi
Interkosta

Frekuensi napas

Wheezing

Frekuensi nadi

Lebih suka
Duduk

Penggal
kalimat
Biasanya
irritable
Tidak ada

ya

Sedang,
Dalam,
ditambah
ditambah
Retraksi
Napas
suprasterna cuping
l
hidung
Takipnu
Takipnu
Takipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:
Usia
frekuensi napas normal
<2 bulan
< 60 / menit
2-12 bulan
< 50 /menit
1-5 tahun
< 40 / menit
6-8 tahun
< 30 / menit
Normal
Takikardi
Takikardi
Pedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :
Usia
Frekuensi nadi normal
2-12 bulan
< 160 / menit
1-2 tahun
< 120 / menit
3-8 tahun
< 110 / menit
Tidak ada
<10 mmHg

Ada
10-20
mmHg

Pulsus
paradoksus

PEFR
atau
FEV1
Prabronkodilator
Pascabronkodilator

(%
Nilai Nilai
dugaan/
terbaik)
>60%
40-60%
>80%
60-80%

Ada
>20
mmHg
<40%
<60%
Respon < 2
jam

SaO2 %

>95%

91-95%

PaO2

Normal

>60 mmHg

PaCO2

<45 mmHg

<45 mmHg

90%
<
mmHg
>45
mmHg

60

PENATALAKSANAN

Penatalaksanaan asma pada anak dibagi menjadi beberapa komponen:

A.
-

Tatalaksana KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada penderita dan keluarga
Terapi Medikamentosa
Edukasi terhadap pasien dan keluarga
Yang paling penting pada penatalaksanaan asma yaitu edukasi pada pasien dan orang
tuanya seperti :
Mengenai penyakit
Pilihan pengobatan
Identifikasi dan penghindaran allergen / factor pencetus
Menguasai cara penggunaan obat hirup dg benar (utama)
-

Dasar tentang edukasi pasien asma :

Asma adalah penyakit inflamasi kronik yg sering kambuh


Kekambuhan dapat dicegah dengan obat anti-inflamasi dan mengurangi

paparan terhadap factor pencetus atau allergen


Ada 2 macam obat yaitu : pereda dan pengendali
Segera mengambil tindakan jika terjadi serangan asma mencegah asma
menjadi lebih berat.

Mengevaluasi klasifikasi/keparahan asma

Kriteria asma terkontrol


o Tidak ada gejala asma / minimal
o Tidak ada gejala asma malam (nocturnal)
o Tidak ada keterbatasan aktivitas
o Nilai APE/VEP1 normal
o Penggunaan obat pelega nafas minimal

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

o Tidak ada kunjungan UGD atau POLI


Klasifikasi
o Asma terkontrol total : semua kriteria asma terkontrol terpenuhi
o Asma terkontrol sebagian : 3 kriteria asma terkontrol
o Asma tak terkontrol : 3 kriteria asma terkontrol tidak terpenuhi
Secara khusus; Tujuan dari penatalaksanaan asma adalah untuk:

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma


Mencegah eksaserbasi akut
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
Menghindari efek samping obat
Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
Mencapai dan mempertahankan kontrol dari gejala asma
Mencegah kematian karena asma
Khusus anak; untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi

genetiknya
B. Medikamentosa
- Obat atau medikamentosa penyakit asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu
obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller).
1. Obat pereda (reliever) ada yang menyebutnya pelega, atau obat serangan. Obat
kelompok ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang
timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini
tidak digunakan lagi.
2. Obat pengendali (controller) yang sering disebut sebagai obat pencegah, atau obat
profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu
inflamasi respitorik kronik.Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus
dalam jangka waktu yang relatif lama, tergantung derajat penyakit asma dan
responsnya terhadap pengobatan/penanggulangan. Obat-obat pengendali diberikan
pada Asma Episodik Sering dan Asma Persisten.
-

Tujuan tatalaksana saat serangan:2


Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin
Mengurangi hipoksemia
Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan
-

1. Penatalaksanaan Asma Akut (saat serangan)


Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus
diketahui oleh pasien. Semua anak yang mengalami serangan asma harus dinilai

derajat serangan; ringan, sedang, berat, atau ancaman henti napas. Cara nebulisasi dan
jenis obat yang digunakan bergantung pada derajat serangan sama yang terjadi dan
kemudian dinilai hasil nebulisasi yang diberikan.
Tatalaksana serangan asma dilakukan dengan tujuan untuk meredakan
penyempitan jalan nafas secepat mungkin, mengurangi hipoksemia, mengembalikan
fungsi paru ke keadaan normal secepatnya, dan merenacanakan tatalaksana mencegah
kekambuhan.
Status Asmatikus adalah asma eksaserbasi akut yang tidak responsif
terhadap penanganan awal dengan bronkodilator. Status asmatikus dapat bervariasi
dari bentuk ringan dengan bronkospasme, airway inflammation, dan mucus plugging
yang menyebabkan kesulitan bernafas, retensi karbondioksida, hipoksemia, dan gagal
nafas.
-

Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah:

Bronkodilator (-2 agonis kerja cepat dan ipatropium bromida)


Kortikosteroid sistemik
1.1 Tatalaksana di rumah
- Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan beta 2 agonis atau
teofilin. Bila tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi karena onsetnya lebih cepat
dan efek samping sistemiknya minimal. Obat golongan beta 2 agonis inhalasi yang
dapat digunakan yaitu MDI dengan atau tanpa spacer atau nebulizer. Bila dalam
waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi perburukan
harus segera dibawa ke rumah sakit.
1.2 Tatalaksana di ruang emergency
- Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai derajat
serangannya. Tatalaksana awal adalah pemberian beta agonis secara nebulisasi.
Garam fisiologis dapat ditambahkan dalam cairan nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat
diulang dengan selang 20 menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat
antikolinergik. Tatalaksana awal ini sekaligus berfungsi sebagai penapis yaitu untuk
penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat
dilakukan dengan cepat dan jelas. Berikut ini pentalaksanaan serangan asma sesuai
derajat serangan:
1.2.1 Serangan Asma Ringan

Pada serangan asma ringan dengan sekali nebulisasi pasien

dapat menunjukkan respon yang baik. Pasien dengan derajat serangan asma
ringan diobservasi 1-2 jam, jika respon tersebut bertahan pasien dapat
dipulangkan dan jika setelah observasi selama 2 jam gejala timbul kembali,
pasien diperlakukan sebagai serangan asma derajat sedang.
Sebelum pulang pasien dibekali obat -2 agonis (hirupan atau
oral) yang harus diberikan tiap 4-6 jam dan jika pencetus serangannya adalah
infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek selama 3-5 hari.
Pasien juga dianjurkan kontrol ulang ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48
jam untuk evaluasi ulang tatalaksana dan jika sebelum serangan pasien sudah
mendapat obat pengendali, obat tersebut diteruskan hingga evaluasi ulang

1.2.2

yang dilakukan di klinik rawat jalan.


Serangan Asma Sedang
Pada serangan asma sedang dengan pemberian nebulisasi dua
atau tiga kali pasien hanya menunjukkan respon parsial (incomplete response)
dan pasien perlu diobservasi di ruang rawat sehari (one day care) dan
walaupun belum tentu diperlukan, untuk persiapan keadaan darurat, pasien
yang akan diobservasi di ruang rawat sehari langsung dipasang jalur parenteral
sejak di unit gawat darurat (UGD).
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat
sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon 0,5-1 mg/kgbb/hari) dapat
diberikan dalam waktu singkat 3-5 hari. Pada serangan sedang dapat diberikan
-2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Bila diperlukan dapat diberikan

1.2.3

oksigen dan pemberian intravena.


Serangan Asma Berat
Pada serangan asma berat dengan 3 kali nebulisasi berturutturut pasien tidak menunjukkan respon yaitu gejala dan tanda serangan masih
ada. Pada keadaan ini pasien harus dirawat inap dan jika pasien menunjukkan
gejala dan ancaman henti napas pasien harus langsung dirawat diruang
intensif. Pasien diberikan oksigen 2-4 L/menit sejak awal termasuk saat
dilakukan nebulisasi, dipasang jalur parenteral dan dilakukan foto toraks.
Jika ada dehidrasi dan asidosis, diatasi dengan pemberian
cairan intravena dan koreksi terhadap asidosis dan pada pasien dengan
serangan berat dan ancaman henti napas, foto toraks harus langsung dibuat

untuk mendeteksi kemungkinan pneumotoraks dan pneumomediastinum. Pada


ancaman henti napas hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen
(kadar PaO2<60 mmHg dan atau PaCO2>45 mmHg). Pada ancaman henti
napas diperlukan ventilasi mekanik.
Nebulisasi 2-agonis kombinasi antikolinergik dengan oksigen
dilanjutkan tiap 1-2 jam, jika dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi
perbaikan klinis; jarak pemberian dapat diperlebar menjadi 4-6 jam.
Pasien juga diberikan kortikosteroid intravena

0,5-1

mg/kg/BB/hari per bolus setiap 6-8 jam dan aminofilin intravena dengan
beberapa ketentuan sebagai berikut:
Jika pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, diberikan aminofilin
dosis awal sebesar 6-8 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstros 5% atau gram

fisiologis sebanyak 20 ml diberikan dalm 20-30 menit.


Jika pasien telah mendapat aminofilin sebelumnya (kurang dari 4 jam),

dosis yang diberikan adalah setengah dari dosis inisial.


Sebaiknya kadar aminofilin dalam darah diukur dan dipertahankan sebesar

10-20/ml.
Selanjutnya,

aminofilin

dosis

rumatan

diberikan

sebesar

0,5-1

mg/kgBB/jam.
-

Jika terjadi perbaikan klinis nebulisasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24

jam dan pemberian aminofilin dan kortikosteroid diganti oral, jika dalam 24
jam stabil pasien dapat dipulangkan dengan dibekali 2-agonis (hirupan atau
oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 1-2 hari. Selain itu, steroid oral
dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 1-2 hari untuk
evalasi ulang tatalaksana.
1.2.4

Pemberian Obat Saat Dipulangkan


Penderita dapat dipulangkan dengan pertimbangan sebagai berikut:
Untuk serangan ringan atau sedang yang dengan satu atau 2x nebulisasi
terjadi respons baik/perbaikan yang sempurna dan sesudah observasi 1 jam

di UGD tidak terjadi serangan ulang.


Penderita ruang rawat sehari (RRS) yang tidak mengalami respons dengan
2x nebulisasi di UGD tetapi megnalami perbaikan sempurna sesudah
perawatan selama 12 jam di RRS

Penderita dengan derajat serangan berat yang mengalami perbaikan


sempurna sesudah observasi pengobatan selama 24 jam di ruang rawat
inap.

Obat yang digunakan pada waktu dipulangkan sama untuk semua

penderita. Obat tersebut adalah: 2-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan
tiap 4-6 jam; steroid oral diberikan jika pencetus serangan infeksi virus hanya
diberikan untuk jangka pendek (3-5 hari).
-

2. Penatalaksanaan Asma Jangka Panjang


- Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever)
dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan
atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada
lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu.
Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah,
atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu
inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus
diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya
diturunkan pelanpelan yaitu 25 % setiap penurunan setelah tujuan pengobatan asma
tercapai dalam 6 8 minggu.9
- Tingkat kontrol asma dari seorang pasien dan pengobatan yang didapat
sebelumnya menentukan pemilihan obat untuk mengontrol asma. Jika asma tidak
terkontrol dengan regimen pengobatan sebelumnya, maka pengobatan ditingkatkan
sampai asma terkontrol. Jika kontrol asma dapat dipertahankan selama paling sedikit
3 bulan, maka pengobatan dapat diturunkan untuk mencapai dosis serendah mungkin
dalam mengontrol asma.
- Ketika kontrol asma telah tercapai, monitoring lebih lanjut diperlukan untuk
mempertahankan kontrol dan meminimalisir biaya serta memaksimalkan keamanan
dari pengobatan. Pengobatan harus disesuaikan secara berkala, sesuai dengan tingkat
kontrol asma pasien.
-

Tingkat Kontrol Dari Asma

Karakterist

ik
-

Gejala
harian

Terkontr

ontro

ol

Tidak Terkontrol

l
(2x/

Sebagian

Tiga

dalam

aktivitas
fisik
Gejala

atau

lebih

ming

2x/mingg

karakteristik dari tingkat

gu)

terkontrol sebagian dapat

Keterbatasa
n

Terk

(+)/minggu
-

(-)

(+)

(-)

(+)

malam hari
-

Penggunaan

atau

VEP1)
-

Eksaserbasi

2x/mingg

gu)

Fungsi paru
(APE

ming

reliever
-

(2x/

u
<80%

Norm

prediksi/

al

nilai

(-)

terbaik

1x/tahun

1x

Asma Episodik Jarang


- Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda (reliever) seperti 2-agonis

dan teofilin. Penggunaan 2-agonis untuk meredakan serangan asma biasanya digunakan
dalam bentuk inhalasi. Namun, pemakaian obat inhalasi/hirupan (Metered Dose Inhaler atau
Dry Powder Inhaler) cukup sulit untuk anak usia kurang dari 5 tahun dan biasanya hanya
diberikan pada anak yang sudah mulai besar (usia >5 tahun) dan ini pun memerlukan teknik
penggunaan yang benar yang juga tidak selalu ada dan mahal harganya. Bila obat hirupan
tidak ada/tidak dapat digunakan, maka -agonis diberikan per oral.
- Penggunaan teofilin sebagai bronkodilator semakin kurang berperan dalam
tatalaksana asma karena batas keamanannya sempit. Namun mengingat di Indonesia obat agonis oral pun tidak selalu ada maka dapat digunakan teofilin dengan memperhatikan
kemungkinan timbulnya efek samping. Di samping itu penggunaan -agonis oral tunggal
dengan dosis besar seringkali menimbulkan efek samping berupa palpitasi, dan hal ini dapat
dikurangi dengan mengurangi dosisnya serta dikombinasikan dengan teofilin.
- Konsensus Internasional III dan juga pedoman Nasional Asma Anak tidak
menganjurkan pemberian anti inflamasi sebagai obat pengendali untuk asma episodik ringan.
Hal ini juga sesuai dengan GINA yang belum perlu memberikan obat controller pada Asma
Intermiten, dan baru memberikannya pada Asma Persisten Ringan (derajat 2 dari 4) berupa
anti-inflamasi yaitu steroid hirupan dosis rendah, atau kromoglikat hirupan. Jika dengan
pemakaian 2-agonis hirupan lebih dari 3x/minggu (tanpa menghitung penggunaan praaktivitas fisik) atau serangn sedang/berat muncul >1x/bulan atau pengobatan yang diberikan

sudah adekuat dalam waktu 4-6 minggu, namun tidak menunjukkan respon yang baik maka
tatalaksananya berpindah ke asma episodik sering.
-

Asma Episodik Sering


- Jika penggunaan 2-agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu (tanpa menghitung

penggunaan praaktivitas fisis) atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam
sebulan, maka penggunaan anti-inflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi.1,3 Tahap
pertama obat pengendali pada asma episodik sering adalah pemberian steroid hirupan dosis
rendah. Obat steroid hirupan yang sudah sering digunakan pada anak adalah budesonid,
sehingga digunakan sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan 100200 ug/hari budesonid (50-100 ug/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun,
dan 200-400 ug/hari budesonid (100-200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12
tahun. Dalam penggunaan beklometason atau budesonid dengan dosis 100-200 ug/hari, atau
setara flutikason 50-100 ug belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang.
Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi kronik, obat pengendali berupa antiinflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek terapi. Oleh karena itu penilaian
efek terapi dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengendalikan
inflamasinya. Jika setelah pengobatan selama 6-8 minggu dengan steroid hirupan dosis
rendah tidak menunjukkan respons (masih terdapat gejala asma atau atau gangguan tidur atau
aktivitas sehari-hari), maka dilanjutkan dengan tahap keduayaitu menaikkan dosis steroid
hirupan sampai dengan 400 ug/hari yang termasuk dalam tatalaksana Asma Persisten.
- Jika tatalaksana dalam suatu derajat penyakit asma sudah adekuat namun responsnya
tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, maka derajat tatalaksanya berpindah ke yang lebih berat
(step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka derajatnya beralih ke
yang

lebih

ringan

(step-down).

Bila

memungkinkan

steroid

hirupan

dihentikan

penggunaannya.
- Sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi pelaksanaan penghindaran pencetus,
cara penggunaan obat, faktor komorbid yang mempersulit pengendalian asma seperti rintis
dan sinusitis dan dengan penatalaksanaan rinitis dan sinusitis secara optimal dapat
memperbaiki asma yang terjadi secara bersamaan.
-

Asma Persisten
- Dalam keadaan tertentu, dianjurkan menggunakan steroid inhalasi dosis tinggi

terlebih dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid

inhalasi diturunkan sampai dosis terkecil optimal. Dosis yang dianggap aman adalah setara
budesonide 400 ug/hari.
- Pada penatalaksanaan asma persisten terdapat dua alternatif, yaitu dengan
menggunakan steroid hirupan dosis medium dengan memberikan budenoside 200-400 ug/hari
budesonid (100-200 ug/hari flutikason) untuk anak berusia <12 tahun, 400-600 ug/hari
budesonid (200-300 ug/hari flutikason) untuk anak berusia >12 tahun. Selain itu, dapat
digunakan alternatif pengganti dengan menggunakan steroid hirupan dosis rendah ditambah
dengan LABA (Long Acting -2 Agonist) atau ditambahkan Theophylline Slow Release (TSR)
atau ditambahkan Anti-Leukotriane Receptor (ALTR.)
- Apabila dengan pengobatan tersebut selama 6-8 minggu tetap terdapat gejala asma,
maka dapat diberikan alternatif lapis ketiga yaitu dapat meningkatkan dosis kortikosteroid
sampai dengan dosis tinggi pada pemberian >400 ug/hari budesonid (>200 ug/hari flutikason)
untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan >600 ug/hari budesonid (>300 ug/hari
flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun. Atau tetap dosis medium ditambahkan
dengan LABA, atau TSR, atau ALTR. Penambahan LABA pada steroid hirupan telah banyak
dibuktikan keberhasilannya yaitu dapat memperbaiki FEVI, menurunkan gejala asmanya, dan
memperbaiki kualitas hidupnya.
- Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai >800 ug/hari namun tetap tidak
mempunyai respons, maka baru digunakan steroid oral (sistemik). Jadi, penggunaan
kortikosteroid oral sebagai controller (pengendali) adalah jalan terakhir setelah penggunaan
steroid hirupan atau alternatif di atas telah dijalankan. Langkah ini diambil hanya bila bahaya
dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat. 8 Untuk steroid oral sebagai
dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai dosis
terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari. Penggunaan steroid secara sistemik harus
berhati-hati karena mempunyai efek samping yang cukup berat.
- Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau
perbaikan klinis yang mantap selama 6-8 minggu, maka dosis steroid dapat dikurangi
bertahap hingga dicapai dosis terkecil yang masih bisa mengendalikan asmanya. Sementara
itu penggunaan -agonis sebagai obat pereda tetap diteruskan.3
-

Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak karena

perbedaan kemampuan menggunanakan alat inhalasi. Dmeikian juga kemauan anak perlu
dipertimbangkan. Lebih dari 50% anak asma tidak dapat memakai alat hirupan biasa
(Metered Dose Inhaler). Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan berulang kali. Berikut
tabel anjuran pemakaian alat inhalasi disesuakan dengan usia.

Pada pemberian antileukotrien (zafirlukas) pernah dilaporkan adanya

peningkatan enzim hati, oleh sebab itu kelainan hati merupakan kontraindikasi. Mengenai
pemantauan uji fungsi hati pada pemberian antileukotrien belum ada rekomendasi.
-

Mengenai obat antihistamin generasi baru non-sedatif (misalnya ketotifen dan

setirizin), penggunaannya dapat dipertimbangkan pada anak dengan asma tipe rinitis, hanya
untuk menanggulangi rinitisnya. Pada saat ini penggunaan kototifen sebagai obat pengendali
(controller) pada asma anak tidak lagi digunakan karena tidak mempunyai manfaat yang
berarti.
2.1 Obat obat Pereda (Reliever)
Adalah obat yang dipakai sesuai kebutuhan, yaitu untuk mengurangi
bronkokonstriksi dan menghilangkan gejala-gejala asma dengan segera. Termasuk
golongan ini adalah
Beta 2 agonis inhalasi kerja cepat
Antikolinergik inhalasi
Teofilin kerja cepat, dan
Beta 2 agonis oral kerja cepat
-

Tabel 1. Jenis Obat Asma

2.1.1
-

Bronkodilator
Short-acting 2 agonist
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut
pada anak. Reseptor 2-agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus,
sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12). Dengan
pemberian short acting 2 agonist, diharapkan terjadi relaksasi otot polos jalan napas
yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosilier,
penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.

Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, fenoterol, terbutalin.9


Salbutamol:
Sediaan : nebul 2,5 mg
Dosis

o Oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali, setiap 6 jam.


o Nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20
menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam (dosis
maksimum 15 mg/jam).

Dosis fenoterol: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.


Dosis tebutalin:
Oral: 0,05 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Nebulisasi: 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak

dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi


(inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10
menit, lama kerjanya 4 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 4 semprotan tiap 3 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam.
Serangan berat
: MDI 10 semprotan.
-

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat karena pada keadaan

ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping
takikardi lebih sering terjadi.9

Dosis salbutamol IV: mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap

15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.


Dosis terbutalin IV: 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan
dengan 0,1 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.

Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi,

palpitasi, dan takikardi.


-

Methylxanthine
-

Efek bronkodilatasi methylxanthine setara dengan 2 agonist

inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit,
obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi 2-agonist dan
antikolinergik(12). Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rektal, atau
parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri
setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat
kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi.

Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air


susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi
bersama urin. Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada
konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.
-

Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia : 16 bulan:

0,5mg/kgBB/Jam; 611 bulan: 1 mg/kgBB/Jam; 19 tahun: 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam;


> 10 tahun: 0,9 mg/kgBB/Jam.9
2.1.2

Antikolinergik
Obat yang digunakan adalah ipratropium bromida. Kombinasi dengan
nebulisasi 2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran
0,1 ml/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025
% dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes.
Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik
inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.9
Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan: (1) terapi

2.1.3

inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama; (2)
serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan
sebagai kontroler; (3) serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat
sebelumnya. Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk
mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam. Preparat
oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1
2 mg/kgBB/hari diberikan 2 3 kali sehari selama 3 5 kali sehari . Metilprednisolon
merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik,
efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis
metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis
Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 1
mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 8 jam.9
2.2

Obat obat Pengontrol (Controller)


Adalah obat yang dipakai setiap hari dalam jangka panjang untuk menjaga
agar gejala asma tetap terkendali melalui efek anti inflamasi obat. Obat-obat asma
pengontrol pada anak-anak termasuk inhalasi dan sistemik, yaitu: glukokortikoid
inhalasi dan sistemik, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, teofilin,
kromolin, dan long acting oral 2-agonist.1,10

2.2.1

Inhalasi glukokortikosteroid
- Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling
efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi
awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan
dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan.
Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol
gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah
rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan
hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi
latihan. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek
samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat,

2.2.2

dan gangguan pada gigi dan mulut.1,10


Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)
- Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan
mungkin hasilnya lebih baik. LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan
dalam menekan cystenil leukotriane. Selain itu LTRA mempunyai efek
bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor dan dapat mencegah
early asma reaction dan late asthma reaction. LTRA dapat diberikan per oral,
penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati. Preparat LTRA yaitu
montelukas dan zafirlukas. Preparat yang tersedia di Indonesia hanya zafirlukas.
Zafirlukas digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali

2.2.3

sehari.1,10
Long acting 2-Agonist (LABA)
- Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol.
Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi
serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral, menurunnya
hiperreaktivitas dan airway remodeling. Kombinasi ICS dan LABA sudah ada
dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide),
budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI sedangkan
Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan

2.2.4

meningkatkan kepatuhan memakai obat.1,10


Teofilin lepas lambat
Teofilin efektif sebagai monoterapi

atau

diberikan

bersama

kortikosteroid yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis


pemeliharaan glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada

glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Terapi dimulai pada dosis inisial


5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.1,10
2.3 Cara Pemberian Obat7
-

UMU
R
<
2
tahun
2-4
tahun

ALAT INHALASI

Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

5-8
tahun

>8
tahun

Nebuliser, Aerochamber, babyhaler


Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan
alat perenggang (spacer)
Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler)
Nebuliser
MDI (metered dose inhaler)
Alat Hirupan Bubuk
Autohaler

- Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi obat dalam mulut


(orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek
sistemik. Sebaliknya, deposisi dalam paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang
lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering memerlukan inspirasi yang kuat.
Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.
2.4 Terapi Suportif
Bentuk terapi suportif yang dapat diberikan antara lain terapi oksigen dan
terapi cairan. Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui nasal kanul
ataupun masker. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan
pulse oxymetry (nilai normal > 95%).9
Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya
asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin.
Pemberian cairan harus hati-hati karena pada asma berat terjadi peningkatan sekresi
Antidiuretik Hormone (ADH) yang memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan
pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru.
Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan maintenance.
-

DAFTAR PUSTAKA

1. OByrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global


Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006.
2. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta:
UKK Pulmonologi PP IDAI; 2009.
3. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.
4. Nelson Textbook of Pediatrics : Childhood Asthma. Elsevier Science (USA);2003.
5. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,
Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.
6. S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto
DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI ; 2008. h.98-104.
7. Rahajoe N. Deteksi dan Penanganan Jangka Asma Anak. dalam : Manajemen Kasus
Respiratorik Anak Dalam Praktek Sehari-hari. Edisi pertama. Jakarta : Yapnas
Suddharprana; 2007.h. 97-106.
8. Pusponegoro HD, Hadinegoto SRS, Firmanda D, Pujiadi AH,Kosem MS, Rusmil K,
dkk, penyunting. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI; 2005.
9. Supriyatno B, S Makmuri M. Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno
B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.120-32.
10. Rahajoe N. Tatalaksana Jangka Panjang Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno
B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.134-46.
11. Kartasasmita CB. Asma Anak. Dalam: Garna H, Nataprawira HM, penyunting.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. edisi keempat. Bandung: Dept.
IKA FKUP RSHS; 2012. H. 863-873.
-

Vous aimerez peut-être aussi