Vous êtes sur la page 1sur 50

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura
bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.1
Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas
paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan organorgan mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi
pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi
darah.2
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal
jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di
negara-negara yang sedang berkembang ,seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh
infeksi. Keganasan efusi pleuramerupakan salah satu komplikasi yang biasa
ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru
dan kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat
dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer. Sementara 5%
kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan
sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akanmengalami efusi pleura.2
Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi pleura
ini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap
penyebabnya sehingga hasilnya akan memuaskan.2
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis berkeinginan
menyajikan informasi mengenai efusi pleura agar dapat menjadi bahan masukan
kepada diri penulis dan kita semua sehingga dapat mendiagnosis serta
memberikan terapi yang tepat pada penderita efusi pleura.

BAB 2
PRESENTASI KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama

: Tn. Y

Umur

: 41tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Sabu Tunong, Nagan Raya

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Wiraswasta

Suku

: Aceh

Status

: Menikah

No. CM

: 103966xx

Tanggal Pemeriksaan

: 04 Maret 2015

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Sesak Nafas
Keluhan Tambahan:
Batuk, demam, nafsu makan dan berat badan menurun
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien rujukan dari Meulaboh datang ke RSUZA dengan keluhan utama
sesak nafas dan sudah terpasang WSD sejak 3 hari sebelum masuk RSUZA.
Keluhan sesak tersebut bersifat terus menerus dan memberat dalam 2 hari terakhir.
Sesak berhubungan dengan aktivitas, keluhan sesak berkurang jika pasien
beristirahat terutama dengan posisi miring ke kanan dan dengan menggunakan 2
bantal. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak yang sudah dialami sejak 1
bulan terakhir. Dahak berwarna putih kekuningan-kuningan dengan volume 15
cc. Batuk yang dialami pasien tidak disertai darah. Keluhan ini juga disertai
demam. Demam yang dialami pasien bersifat naik turun dan tidak terlalu tinggi.
Demam tidak disertai menggigil. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan
dan berat badan. Serta keringat pada malam hari. BAK (+) normal dengan jumlah
1500 cc dengan warna kuning jernih. BAB (+) normal.
Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien pernah menderita tuberkulosis paru 3 tahun lalu.

Riwayat DM (-), riwayat hipertensi (+)

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat Pemakaian Obat:
Pasien telah meminum obat Rimstar ( Rifampisin, Pirazynamid, Isoniazid,
Etambutol) dan paracetamol.
Riwayat Kebiasaan Sosial:
Pasien tinggal di rumah dengan ukuran luas rumah 72 m 2, yang
beranggotakan 6 orang dengan kamar memiliki ventilasi. Terdapat tetangga yang
mengalami sakit yang sama dengan pasien.
2.3 Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
a. Kulit

: Sedang
: E4 M6 V5
: 140/80 mmHg
: 96x/menit
: 28 x/menit
: 37, 9 C

Warna

: Sawo Matang

Turgor

: Cepat Kembali

Cyanosis

: (-)

Icterus

: (-)

Oedema

: (-)

b.Kepala
Rambut

: Hitam, sukar dicabut

Wajah

: Simetris, oedema (-), deformitas (-)

Mata

: Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), ikterik

(-/-) sekret (-/-), refleks cahaya (+/+),Pupil isokor bulat 3


mm/3 mm

Telinga

: Serumen (-/-)

Hidung

: Sekret (-/-), Napas cuping hidung (-)

Mulut
-

Bibir
Lidah
Tonsil

: Bibir kering (-), mukosa kering (-),sianosis (-)


: Tremor (-), beslag (-), hiperemis (-).
: Hiperemis (-/- ) T1 T1,

c. Leher
Inspeksi

: Simetris, retraksi (+).

Palpasi

: Pembesaran KGB (-), Kaku kuduk (-).

d. Thoraks
Thoraks depan
Inspeksi

Bentuk dan Gerak


Tipe pernafasan
Retraksi

: Normochest, pergerakan asimetris.


: Abdominal-torakal
: Interkostal (+)

Palpasi
Stem premitus
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah

Paru kanan
Normal
Menurun
Menurun

Paru kiri
Normal
Normal
Normal

Paru kanan
Sonor
Redup
Redup

Paru kiri
Sonor
Sonor
Sonor

Perkusi
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap.Paru bawah

Auskultasi
Suara pokok
Lap. Paru atas
Lap.Paru tengah
Lap.Paru bawah
Suara tambahan
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah

Paru kanan
Vesikuler
Vesikuler melemah
Vesikuler melemah
Paru kanan
Rh(-) , Wh(-)
Rh(+) , Wh(-)
Rh(+) , Wh(-)

Paru kiri
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kiri
Rh(-),Wh(-)
Rh(-), Wh(-)
Rh(-), Wh(-)

Thoraks belakang
Inspeksi

Bentuk dan Gerak


Tipe pernafasan
Retraksi

: Normochest, pergerakan asimetris.


: Thorako-abdominal
: interkostal (+)

Palpasi
Stem Fremitus
Lap. Paru Atas
Lap. Paru Tengah
Lap. Paru Bawah

Paru kanan
Normal
Normal
Normal

Paru kiri
Normal
Normal
Normal

Paru kanan
Sonor
Sonor
Sonor

Paru kiri
Sonor
Sonor
Sonor

Suara pokok
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah

Paru kanan
Vesikuler
Vesikuler melemah
Vesikuler melemah

Paru kiri
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler

Suara tambahan

Paru kanan

Paru kiri

Perkusi
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap.Paru bawah
Auskultasi

Lap. Paru atas


Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah

Rh(-) , Wh(-)
Rh(+) , Wh(-)
Rh(+) , Wh(-)

Rh(-),Wh(-)
Rh(-), Wh(-)
Rh(-), Wh(-)

e. Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavicula 2 jari ke arah
lateral
- Perkusi
: Batas-batas jantung
Atas: ICS II linea parasternal sinistra
Kiri

: ICS V, dua jari lateral linea midclavicula


Kanan : linea parasternal kanan

Auskultasi: BJ I > BJ II,regular, bising sistolik (+)

f. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Hepar
Lien
Ginjal
Perkusi
Auskultasi

: Simetris, distensi (-), vena kolateral (-)


: Nyeri Tekan (-), defans muscular (-)
: tidak teraba
: tidak teraba
: tidak teraba
: Timpani, shifting dullness (-), Undulasi (-)
: Peristaltik (+) N

g. Tulang Belakang: Simetris


h. Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB (-)
i. Ekstremitas:

Pucat
Sianosis
Oedema

Superior
Kanan
Kiri
-

Inferior
Kanan
Kiri
-

2.4 Kondisi Pasien

Gambar 2.1 Pasien dengan WSD sudah dilepas


2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.5.1 Foto Thoraks
Tanggal : 08 Februari 2015

Gambar 2.2 Foto Thorak Tn.Y


Kesan:
a. Cor

: Tampak membesar ke kiri dan ke kanan

b. Lung :Pulmo tampak infiltrat


Sinus phrenicocostalis kanan tertutup perselubungan, kiri tajam
Tampak perselubungan homogen di sisi lateral hemitoraks kanan

Tampak terpasang WSD di hemithoraks kanan.


c. Kesimpulan : Cardiomegali
Efusi pleura kanan

2.5.2 Foto CT- Scan Thoraks


Tanggal : 16 Februari 2015

Gambar 2.3 Foto CT- Scan Thorak Tn.Y

Gambar 2.4 Foto CT- Scan Thorak Tn.Y

Gambar 2.5 Foto CT- Scan Thorak Tn.Y

10

Kesan:
a. CT-Scan thoraks tanpa kontras:
Irisan axial, coronal, dan sagital tanpa kontras:
Paru kanan dan kiri tampak area hyperdens abnormal berbentuk

fibroinfiltrat dengan cavitas di paru kanan


Jantung tampak membesar dengan dan pembuluh darah besar normal
Pleura kanan menebal, tampak efusi pleura kanan
Dinding thoraks tampak swelling di soft tissue
Aorta normal
Esophagus normal
Trachea di tengah dengan diameter yang normal
Main bronchus kanan dan kiri normal
Carina trachealis normal
Vertebra dan costa normal
Tak tampak pembesaran kelenjar
Hepar normal
Tidak tampak cairan di cavum abdomen
Supra renal normal
Tampak WSD di hemithorax dextra

Kesimpulan:

TB paru dengan efusi pleura dextra yang telah mengalami organisasi

(pleura peal dextra)


Soft tissue swelling
LVD, LAD, RVD
b. CT-Scan thoraks dengan kontras:
Irisan axial, coronal, dan sagital dengan kontras:
Paru kanan dan kiri tampak area hyperdens abnormal berbentuk

fibroinfiltrat dengan cavitas di paru kanan


Jantung tampak membesar dengan dan pembuluh darah besar normal
Pleura kanan menebal, tampak efusi kanan
Dinding thoraks tampak swelling di soft tissue
Aorta normal
Esophagus normal
Trachea di tengah dengan diameter yang normal
Main bronchus kanan dan kiri normal
Carina trachealis normal
Vertebra dan costa normal
Tak tampak pembesaran kelenjar

11

Hepar normal
Tidak tampak cairan di cavum abdomen
Supra-renal normal.
Tampak WSD di hemithorax dextra.
Pada pemberian kontras tampak kontras abnormal di daerah lesi.

Kesimpulan:

TB paru dengan efusi pleura dextra yang telah mengalami organisasi

(pleura peal dextra).


Soft tissue swelling
LVD, LAD, RVD

2.5.3 Pemeriksaan Laboratorium


Tanggal : 23 Februari 2015
Jenis pemeriksaan
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
Kimia Klinik
Hati dan empedu
Protein total
Albumin
Globulin
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
Elektrolit
Natrium
Kalium
Diabetes

Hasil

Nilai Normal

13,4 g/dL*
42 %*
4,7.106/mm3
7,0.103/mm3
178.103U/L

14,0-17,0 g/dL
45-55 %
4,7-6,1.106/mm3
4,5-10,5.103/mm3
150-450.103U/L

2
1
63
25
9*

0-6%
0-2%
5-70%
20-40%
2-8%

6,9g/dL
2,8 g/dL*
4,10 g/dL

6,4-8,3 g/dL
3,5-5,2 g/dL

137 mmol/L
3,5mmol/L
104 mmol/L

135-145 mmol/L
3,5-4,5 mmol/L
90-110 mmol/L

136
3,1*

135-145 mmol/L
3,5-4,5mmol/L

12

Glukosa darah sewaktu

144

<200 mg/dl

2.5.4 Pemeriksaan EKG


Tanggal : 13 Februari 2015

Interpretasi EKG (2015)

Irama
Heart Rate
Interval PR
Kompleks QRS
Regularitas
Axis
Morfologi

: Aritmia
: 100x/menit, reguler
: 0,24 detik
: 0,12 detik
: Reguler
: Normal
:

Gelombang P

: Normal

Kompleks QRS

: VES di lead I, II, dan III

Gelombang R

: Normal

Gelombang Q patologis

: LeadII

T inverted

: Negatif

ST elevasi

: Negatif

ST depresi

: Negatif

Hipertrofi ventrikel

: LVH (-), RVH (-)

Kesan : Aritmia, 100x/menit, q patologis di lead II, VES di lead I, II, dan III
2.6 Resume

13

Pasien atas nama Tn.Y rujukan dari Meulaboh datang ke RSUZA dengan
keluhan utama sesak nafas yang sudah terpasang WSD sejak 3 hari sebelum
masuk Rumah Sakit Zainal Abidin dengan keluhan utama sesak nafas dan pasien
tersebut mengeluhkan keluhan batuk berdahak yang dialami sejak 3 tahun
terakhir. Sesak tersebut juga dirasakan meberat apabila melakukan aktivitas dan
berkurang apabila saat beristirahat dengan posisi tidur miring ke kanan dengan
memakai 2 atau 3 bantal. Batuk berdahak dirasakan pasien semakin memberat
saat tidur dimalam hari. Pasien juga mengeluhkan sering berkeringat malam hari
dan penurunan nafsu makan.

Riwayat demam. Pada pemeriksaan umum

didapatkan kesadaran compos mentis, TD: 140/80mmHg, frekuensi nadi:


96x/menit, frekuensi napas: 28 x/menit, suhu: 37,9C.
Foto Thorax PA+ Ct Scan Tanpa Kontras dan dengan kontras.
Kesimpulan: Efusi Pleura + Kardiomiogali
2.7 Diferensial Diagnosis
1. Efusi Pleura Dekstra + Cardiomegali
2. Pneumonia Lobaris Dekstra + Cardiomegali
3. Atelektasis Dekstra + Cardiomegali
2.8 Diagnosis Kerja
Efusi Pleura Dekstra+Cardiomegali
2.9 Terapi
-

Pada Paru:
Inj. Metronidazole 500 mg/ 5 jam
Rimstar (Rifampisin, Pyrazinamid, Isoniazid, Ethambutol) 1x4
Curcuma tab 3x1
Pada Jantung:
Inj. Farsix 1 Amp/8 jam
Digoxin tab 1x1
Simvastatin 1x20 mg
Cardace 1x5 mg hanya pada malam saja
Spironolakton 1x50 mg
Recolven 2x1

2.10 Prognosis
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

14

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam


Quo ad fungtionam

: dubia ad bonam

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum)
pleura yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc
cairan.Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleuraatau efusi pleura
adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang
berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.2
Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura
ini juga selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura
viseralis dengan pleura parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru
(mengembang dan mengecil) dapat berjalan dengan mulus. Dalam keadaan
normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura
komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai
kadar protein lebih rendah yaitu <1,5 gr/dl.1,2
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura
antara lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol
tinggi.1,2

15

a. Hidrothoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini
penyakitnya disebut hidrothoraks dan biasanya ditemukan bilateral. Sebabsebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati dengan
asites, serta sebagai salah satu trias dari syndroma meig (fibroma ovarii, asites
dan hidrothoraks).
b. Hemothoraks
Hemothoraks adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi
karena trauma toraks. Trauma ini bisa karena ledakan dahsyat di dekat
penderita, atau trauma tajam maupun trauma tumpul. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini
mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil
oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya
darah tersebut berasal dari trauma dinding dada. Penyebab lainnya
hemotoraks adalah:
Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan

darahnya ke dalam rongga pleura.


Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta)

yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.


Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga
pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah
dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.

c. Empiema
Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis
iniakan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piothoraks atau
empiema. Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan terjadinya
empiema sebagai salah satu komplikasinya.

Empiema bisa merupakan

komplikasi dari:
Pneumonia
Infeksi pada cedera di dada
Pembedahan dada
d. Chylothoraks

16

Chylothoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah


bening pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya chylothoraks
antara lain :

Kongenital,sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus thorasikus, tapi

terdapat fistula antara duktus thorasikus rongga pleura.


Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada, atau
pukulan pada dada (dengan/tanpa fratur). Yang berasal dari efek operasi
daerah thorakolumbal, reseksi esophagus 1/3 tengah dan atas, operasi leher,

operasi kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi arkus aorta.


Obstruksi, karena limfoma malignum, metastasis karsinoma ke mediastinum,
granuloma mediastinum (tuberkulosis, histoplasmosis).
Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap

duktus thorasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga penyakit


trombosis vena subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan duktus thorasikus
dan menyebabkan kilotoraks.1,2
3.2 Anatomi dan fisiologi pleura
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis
dan parietalis.Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial,
jaringaan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat
tipis.Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis,
sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thoraks, diafragma, dan
mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan
dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi
sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus
paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis,
diantaranya :1,2,3
a) Pleura Visceralis
Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis <30mm.
Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel
mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di
bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat
elastik. Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang

17

banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a.


Brakhialis serta pembuluh limfe menempel kuat pada jaringan paru.
Fungsinya untuk mengabsorbsi cairan pleura.
b) Pleura parietalis
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat
(kolagen dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung
kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan
banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan
perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada
dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Mudah menempel dan lepas
dari dinding dada di atasnyaFungsinya untuk memproduksi cairan pleura

Gambar 3.1. Tampilan depan paru dan pleuranya

18

Gambar 3.2 Gambaran Anatomi Pleura


3.3 Fisiologi
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah
pemisahan thoraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek
yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran
satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura
viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran serosa mesenkim
yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan intersisial dapat terus
menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang pleura.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih
besar dari pada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan
permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam
keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.1

Gambar 3.3 Terlihat dinamika pertukaran cairan dalam ruang pleura.


Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya
beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa
jumlah cairan pleura sebanyak 12-15 ml1. Kapanpun jumlah ini menjadi lebih dari
cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa
keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga

19

pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari diafragma, dan permukaan


lateral pleural parietalis3. Oleh karena itu, ruang pleura (ruang antara pleura
parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang potensial, karena ruang ini
normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas.1,2,3
3.4 Epidemiologi
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di
negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi
penyakit yang mendasarinya.
Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis
kelamin. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua
pertiga dari efusi pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara
signifikan berhubungan dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura
yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria.2
3.5 Etiologi
Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 mL cairan, hal ini
memperlihatkan adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan
onkotik dalam pembuluh darah pleura viseral dan parietal dan drainase limfatik
luas. Efusi pleura merupakan hasil dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik
dan tekanan onkotik.2
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non
pulmonary, dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi
pleura sangat luas, efusi pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif,.
pneumonia, keganasan, atau emboli paru. Mekanisme sebagai berikut memainkan
peran dalam pembentukan efusi pleura:

Perubahan

keganasan, emboli paru)


Pengurangan
tekanan

permeabilitas

membran

pleura

(misalnya,

onkotik

intravaskular

radang,

(misalnya,

hipoalbuminemia, sirosis)

20

Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah


(misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat

hipersensitivitas, uremia, pankreatitis)


Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan
atau paru-paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava

superior)
Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh

(misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma)


Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk

obstruksi duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)


Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui

limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)


Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral
Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten
menyebabkan adanaya akumulasi cairan di pleura

Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberkulosis,


pneumonia, virus, bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus
ke rongga pleura), karena tumor dan trauma

3.6 Klasifikasi
Efusi

pleura

umumnya

diklasifikasikan

berdasarkan

mekanisme

pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau
eksudat. Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan
tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau
drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus mungkin terjadi
kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan eksudat.1,2,3
3.6.1 Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:
a. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu
adalah transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara
tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik, sehingga terbentuknya cairan
pada satu sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal
ini terjadi pada:

21

1.
2.
3.
4.

Meningkatnya tekanan kapiler sistemik


Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:


a. Gagal jantung kiri (terbanyak)
b. Sindrom nefrotik
c. Obstruksi vena cava superior
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma
atau masuk melalui saluran getah bening)
b. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran
kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi
tinggi dibandingkan protein transudat. Bila terjadi proses peradangan
makapermeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran
cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling
sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa.Protein yang terdapat dalam cairan pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein
getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan
peningkatan konsentasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan
eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)


Tumor pada pleura
Iinfark paru
Karsinoma bronkogenik
Radiasi
Penyakit dan jaringan ikat/kolagen/SLE

(Sistemic

Lupus

Eritematosis)

22

Gambar 3.4 Klasifikasiefusi pleura


3.7 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga
pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi
oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi.
Kemampuan untuk reabsorpsinya dapatmeningkat sampai 20 kali. Apabila antara
produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.1,2,3,4
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi
yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial
submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga
pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena
adanya perbedaantekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan
kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang

23

diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan


cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel
mesothelial.1,2,3,4
Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan.
Bila proses radang oleh kuman piogenik akanterbentuk pus/nanah, sehingga
terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemotoraks. 1,2,3,4
penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:

Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan


pembentukan

cairan

pleura

melalui

pengaruh

terhadap

hukum

Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung

kiri dan sindroma vena kava superior.


Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada

atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis.


Meningkatnya kadar proteindalam cairan pleura dapat menarik lebih

banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura


Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan

transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura


Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe
bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena
sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe, gangguan kontraksi
saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening.
Efusi

pleura

akanmenghambat

fungsi

paru

dengan

membatasi

pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada


ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara
perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul
dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan
menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2) 60 mmHg atau tekanan partial
Karbondioksida arteri (Pa Co2) 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas
darah.

24

3.8

Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit

dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya
asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan,dan berat badan yang
menurun seperti pada efusi yang lain.1,2,3,4,5
Darianamnesadidapatkan :
a. Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat
permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah
cairan efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh
b. Rasa berat pada dada
c. Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya, Batuk berdarah pada karsinoma
bronchus atau metastasis
d. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)
a.
b.
c.
d.
e.

Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal


Vokal fremitus menurun
Perkusi dull sampal flat
Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang
Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba
pada treakhea

Nyeri dada pada pleuritis :


Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan
diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri
dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari
nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya
pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G.
Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan
abdomen.

25

2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus


menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.
3.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk memperkuatdiagnosa efusi
pleura antara lain :4,5,6

Rontgen dada
Roentgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan adanya
cairan. Foto dada juga dapat menerangkan asal mula terjadinya efusi
pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor,
adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya densitas
parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.

USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat
membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam
rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.

CT Scan Dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam
menentukan adanya efusi pleura. Selain itu juga bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan ini
tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis.

26

Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang


dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh
pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diuagnostik
maupun terapeutik.
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan
posisi duduk. Aspirasi dilakukan toraks, pada bagian bawah paru di sela
iga v garis aksilaris mediadengan memakai jarum Abbocath nomor 14
atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500
cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan aspirasi
berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat.
Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena
adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan
aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.

Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka
dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk
dianalisa. Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukkan 50 -75%

diagnosis kasus-kasus pleuritis

tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak
memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20%
penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab
dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara
lain pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada
dinding dada.

Analisa cairan pleura


Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
1. Warna Cairan

27

Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serousxantho-ctrorne.Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada
trauma, infark paru, keganasan.adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya
empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena
ameba
2. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
-

Perbedaan
Kadar protein dalam efusi (g/dl)

Kadar protein dalam efusi

Transudat
< 3.

Eksudat
> 3.

< 0,5

> 0,5

< 200

> 200

< 0,6

> 0,6

Kadar protein dalam serum


-

Kadar LDH dalam efusi (I.U)

Kadar LDH dalam efusi


Kadar LDH dalam Serum

Berat jenis cairan efusi

< 1,016

> 1,016

Rivalta

negatif

positif

Di. samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia


diperiksakan juga pada cairan pleura :
-

kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakitpenyakit infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma

kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan


metastasis adenokarsinoma.

3. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis
atau dominasi sel-sel tertentu.
-

Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksi akut.

28

Sel limfosit :

Menunjukkan

adanya

infeksi

kronik

sepertipleuritis tuberkulosa atau limfomamalignum


-

Sel mesotel :

Bila

jumlahnya

meningkat,

inimenunjukkanadanyainfark paru. Biasanya juga ditemukan


banyak sel eritrosit.
-

Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma

Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid

Sel L.E : Pada lupus eritematosus sistemik

4. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme,

apalagi bila

cairannya purulen, (menunjukkan

empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman


yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan
dalam cairan pleura adalah : Pneumokok, E. coli, Kleibsiella,
Pseudomonas, Entero-bacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam
hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%.
Pemeriksaan Laboratorium terhadap cairan pleura dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Cairan Pleura
Hitung sel total

Hitung diferensial, hitung sel darah merah, sel


jaringan

Protein total

Rasio protein cairan pleura terhadap seum > 0,5


menunjukkan suatu eksudat

Laktat dahidrogenase

Bila terdapat organisme, menunjukkan empiema

Pewarnaan Gram dan


tahan asam
Biakan

Biakan kuman aerob dan anerob, biakan jamur dan

29

mikobakteria harus ditanam pada lempeng


Glukosa

Glukosa yang rendah (< 20 mg/dL) bila gula darah


normal menunjukkan infeksi atau penyakit reumatoid
Meningkat pada pankreatitis, robekan esofagus

Amylase

Efusi parapneumonik dengan pH > 7,2 dapat

pH

diharapkan untuk sembuh tanpa drainase kecuali bila


berlokusi. Keadaan dengan pH < 7,0 menunjukkan
infeksi yang memerlukan drainase atau adanya
robekan esophagus.
Dapat mengidentifikasineoplasma

Sitologi

Pada cairan efusi yang banyak darahnya, dapat

Hematokrit

membantu membedakan hemotoraks dari torasentesis


traumatik
Dapat rendah pada lupus eritematosus sistemik

Komplemen

Bila positif, mempunyai korelasi yang tinggi dengan

Preparat sel LE

diagnosis lupus aritematosus sistemik

Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasuskasus neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain.

Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli
paru.

Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)

30

Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau


tuberculosis pleura.Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding
dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan
dengan memakai penghisap dan udara dimasukkan supaya bias melihat
kedua pleura. Dengan

memakai bronkoskop yang lentur dilakukan

beberapa biopsy.
3.10

Diagnosa
Anamnesis dan gejala klinis
Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita
membatasi pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur
miring ke sisi yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke
sisi yang sehat disertai batuk batuk dengan atau tanpa dahak. Berat
ringannya sesak napas ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan

yang lain adalah sesuai dengan penyakit yang mendasarinya


Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung
selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal
melemah, redup sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau
menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat. Bila

tidak ada pendorongan, sangat mungkin disebabkan oleh keganasan


Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologis mempunyai nilai yang tinggi dalam
mendiagnosis efusi pleura, tetapi tidak mempunyai nilai apapun dalam
menentukan penyebabnya. Secara radiologis jumlah cairan yang kurang
dari 100 ml tidak akan tampak dan baru jelas bila jumlah cairan di atras
300 ml.
Foto toraks dengan posisi Posterioe Anterior akan memperjelas
kemungkinan adanya efusi pleura masif. Pada sisi yang sakit tampak
perselubungan masif dengan pendorongan jantung dan mediastinum ke sisi

yang sehat.
Torakosentensi
Tujuan torakosentesis (punksi pleura) di samping sebagai diagnostik
juga sebagai terapeutik.

31

3.11

Penatalaksanaan
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan

pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Beberapa macam
pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah
sebagai berikut :1,2,3,4,5,6
1. Obati penyakit yang mendasarinya
a. Hemotoraks
Jika

darah

memasuki

rongga

pleurahempotoraks

biasanya

dikeluarkan melalui sebuah selang.Melalui selang tersebut bisa


juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah
(misalnya streptokinase dan streptodornase).Jika perdarahan terus
berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang,
maka perlu dilakukan tindakan pembedahan
b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki
kerusakan saluran getah bening.Bisa dilakukan pembedahan atau
pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran
getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran
nanah.Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam
bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan
sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang
selang yang lebih besar.Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk
memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
d. Pleuritis TB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,
Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan.
Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan
tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat

32

diserap kembalai, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan


cepat dapat dilakukan torakosentesis.Umumnya cairan diresolusi
dengan

sempurna,

tapi

kadang-kdang

dapat

diberikan

kortikosteroid secara sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2


minggu, kemudian dosis diturunkan).2
2. Torakosentesis
keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega);
jangan lebih 1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare
menganjurkan jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit.
Torakosentesis ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya. Torakosentesis
untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk
tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa
indikasi.
a. Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan
tertekan pada dada.
b. Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan
mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya,
yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.
c. Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah
melewati masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan
sudah berubah menjadi pyotoraks.
d. Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6
minggu, namun cairan masih tetap banyak.

Gambar 3.5 Metode Torakosintesis

33

3. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik
dipasang selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan
lambat tapi sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml
cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam sebelum 500
ml lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan
distres pada pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru.2
4. Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga
akan

mencegah

penumpukan

cairan

pluera

kembali.

Hal

ini

dipertimbangkan untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena
keganasan Sebelum dilakukan pleurodeSis cairan dikeluarkan terlebih
dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang
Pleurodesis dilakukan dengan memakai bahan sklerosis yang
dimasukkan ke dalam rongga pleura. Efektifitas dari bahan ini tergantung
pada kemampuan untuk menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler
pleura.

Bahan-bahan

yang

dapat

dipergunakan

untuk

keperluan

pleurodesis ini yaitu : Bleomisin, Adriamisin, Siklofosfamid, ustard,


Thiotepa, 5 Fluro urasil, perak nitrat, talk, Corynebacterium parvum dan
tetrasiklin Tetrasiklin merupakan salah satu obat yang juga digunakan pada
pleurodesis, harga murah dan mudah didapat dimana-mana. Setelah tidak
ada lagi cairan yang keluar masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang
sudah dilarutkan dalam 20-30 ml larutan garam fisiologis ke dalam rongga
pleura, selanjutnya diikuti segera dengan 10 ml larutan garam fisiologis
untuk pencucian selang dada dan 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi
rasa sakit atau dengan memberikan golongan narkotik 1,5-1 jam sebelum
dilakukan pleurodesis. Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga
yang melakukan selama 30 menit dan selama itu posisi penderita diubahubah agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh ronggapleura. Bila dalam 2448 jam cairan tidak keluar lagi selang dada dicabut.2
5. Pengobatan pembedahan mungkin diperukan untuk :
a. Hematoraks terutama setelah trauma
b. Empiema

34

c. Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis; tindakan ini jarang


dilakukan kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan
setelah mendapat tindakan WSD, pleurodesis kimiawi, radiasi dan
kemoterapi sistemik, penderita dengan prognosis yang buruk atau pada
empiema atau hemotoraks yang tak diobati
d. Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal

shunting

yaitu

menghubungkan rongga pleura dengan rongga peritoneum sehingga


cairan pleura mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini dilakukan
terutama bila tindakan torakosentesis maupun pleurodesis tidak
memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor atau trauma pada
kelenjar getah bening.2
3.12

Komplikasi
Infeksi.
Pengumpulan

cairan

dalam

ruang

pleura

dapat

mengakibatkan

infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah
tindakan torasentesis {empiema sekunader).Empiema primer dan sekunder
harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi
fibrotik. Antibiotika awal dipilih

gambaran klinik. Pilihan antibiotika

dapat diubah setelah hasil biakan diketahui. 2

Fibrosis
Fibrosis

pada

sebagian

paru-paru

dapat

mengurangi

ventilasi

denganmembatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat


menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasireseksipleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi
infeksidan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik
dilakukandalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena
selamajangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan
baik (fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah.1,3,5
3.13

Prognosis

35

Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang


mendasari

kondisi

itu.Namun

pasien

yang

memperoleh

diagnosis

dan

pengobantan lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien
yang tidak memedapatkan pengobatan dini.
Efusi ganas menyampaikan prognosis yang sangat buruk, dengan
kelangsungan hidup rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari
1 tahun.Efusi dari kanker yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti
limfoma atau kanker payudara, lebih mungkin untuk dihubungkan dengan
berkepanjangan kelangsungan hidup, dibandingkan dengan mereka dari kanker
paru-paru atau mesothelioma.Efusi parapneumonic, ketika diakui dan diobati
segera, biasanya dapat di sembuhkan tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun,
efusi parapneumonikyang tidakterobati atau tidak tepat dalam pengobatannya
dapat menyebabkan fibrosis konstriktif.4,5

BAB 4
MODALITAS RADIOLOGI
4.1 Rontgen thoraks
Jumlah cairan minimal yang terdapat pada thoraks tegak adalah 250300ml. bila cairan kurang dari 250ml (100-200ml), dapat ditemukan pengisian
cairan di sudut costofrenikus posterior pada foto thorak lateral tegak. Cairan yang
kurang dari 100ml (50-100ml), dapat diperlihatkan dengan posisi lateral dekubitus
dan arah sinar horizontal dimana caran akan berkumpul disisi samping bawah.
- Posisi tegak posteroanterior (PA)
Pada tahap awal dengan pasien posisi tegak lurus, cairan akan cenderung
untuk terakumulasi pada posisi infrapulmonary jika rongga pleura tidak
terdapat adhesi dan paru-parunya sehat, sehingga membentuk efusi
subpulmonary. Pada umumnya dapat setujui bahwa gravitasi mungkin
merupakan faktor utama yang menentukan lokasi cairan. Hampir bersamaan

36

dengan akumulasi dari infrapulmonary, cairan pleura akan terlihat pada


sulcus costophrenic dan dapat terlihat pada awalnya sebagai perubahan letak
medial dari sudut costophrenic yang tumpul.1,4

Gambar 4.1. Efusi pleura sinistra. Sudut Costophrenicus yang tumpul karena
efusi pleura

Gambar 4.2. Efusi pleura : tanda meniscus (tanda panah) paru kanan pada foto
tegak PA

Gambar 4.3. Efusi pleura sinistra massif. Tampak mediastinum terdorong


kontralateral

37

Gambar 4.4. Efusi pleura bilateral

Gambar 4.5. Loculated pleural effusion. Tampak berbatascukup tegas dan


biconvex. Sering disebabkan oleh empiema dengan perlekatan pleura
-

Posisi lateral
Bila cairan kurang dari 250ml (100-200ml), dapat ditemukan pengisian
cairan di sudut costofrenikus posterior pada foto thorak lateral tegak. Pada
penelitian mengenai model roentgen patologi Collins menunjukkan bahwa
sedikitnya 25ml dari cairan pleura ( cairan saline yang disuntikkan ) pada
radiogram dada lateral tegak lurus dapat dideteksi sebagai akumulasi cairan
subpulmonic di posterior sulcus costophrenic, tetapi hanya dengan adanya
pneumoperitoneum yang terjadi sebelumnya.
Teknik Foto Lateral tegak adalah tempatkan bagian dada pasien sejajar
dengan garis ;tengah kaset. Tempatkan tangan ke atas dengan elbow fleksi
serta kedua antebrachi bersilang diletakkan di belakang kepala seperti
bantalan dengan kedua tangan memegang elbow. Usahakan pasien bernapas
dan ekspirasi penuh untuk memaksimalkan area.8,9

Posisi Lateral Decubitus


Gambar 4.6. Gambaran efusi pleura pada foto posisi
lateral
38

Radiografi

dada lateral decubitus digunakan selama bertahun-tahun

untuk mendiagnosis efusi pleura yang sedikit. Cairan yang kurang dari
100ml (50-100ml), dapat diperlihatkan dengan posisi lateral dekubitus
dan arah sinar horizontal dimana cairan akan berkumpul disisi samping
bawah.Posisi pasien selama pemeriksaan pada X-ray dada dengan posisi
lateral dekubitus kiri. Setelah bersandar selama 5 menit pada pinggang
dalam posisi trendellenburg, maka sinar X-ray yang sentral diarahkan
pada dinding thorax lateral.1,9
Pada contoh di Gambar 4, cara mengukur Pleural Effusion Index ialah
a/b x 100

Gambar 4.6 Posisi Lateral Dekubitus

Gambar 4.7. Efusi pleura pada posisi right lateral decubitus (penumpukan cairan
yang ditunjukkan dengan panah biru).

Gambar 4.8. Efusi pleura pada posisi left lateral dekubitus

39

4.3 Computed Tomography Scan


CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan
jaringan sekitarnya. Pada CT scan, efusi pleura bebas diperlihatkan sebagai daerah
berbentuk bulan sabit di bagian yang tergantung dari hemithorax yang terkena.
Permukaan efusi pleura memiliki gambaran cekung ke atas karena tendensi recoil
dari paru-paru. Karena kebanyakan CT pemeriksaan dilakukan dalam posisi
terlentang, cairan mulai menumpuk di posterior sulkus kostofrenikus. Pada efusi
pleuran yang banyak, cairan meluas ke aspek apikal dan anterior dada dan
kadang-kadang ke fisura tersebut. Dalam posisi tengkurap atau lateral, cairan
bergeser ke aspek yang tergantung dari rongga pleura. Pergeseran ini menegaskan
sifat bebas dari efusi tersebut.8,9

Gambar 4.9. CT Scan pada efusi pleura (kiri atas : foto rontgen thoraks
PA)

Gambar 4.10. CT Scan thorak pada seorang pria 50-tahun dengan limfoma nonHodgkin dan efusi pleura yang ditunjukan tanda panah

40

Gambar 4.11.CT Scan thorax pada pria 50-tahun dengan limfoma non-Hodgkin
menunjukkan daerah tergantung dengan redaman yang sama dengan air dan
margin atas lengkung (E). Temuan khas dari efusi pleura. Perhatikan pergeseran
lokasi cairan pada gambar ini dibandingkan dengan radiografi dada
posteroanterior dan lateral. Limfadenopati mediastinum dapat dilihat di
mediastinum tengah dan posterior (panah).

4.4 Ultrasonografi
Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara
pleura visceral dan pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi
dan posisi.
Para peneliti memperkenalkan metode pemeriksaan USG dengan apa yang
disebut sebagai elbow position. Pemeriksaan ini dimulai dengan pasien
diletakkan pada posisi lateral decubitus selama 5 menit ( serupa dengan radiografi
dada posisi lateral decubitus) kemudian pemeriksaan USG dilakukan dengan
pasien bertumpu pada siku (gambar 12). Maneuver ini memungkinkan kita untuk
mendeteksi efusi subpulmonal yang sedikit, karena cairan cenderung akan
terakumulasi dalam pleura diaphragmatic pada posisi tegak lurus. 8.9

Gambar 12. Menunjukkan posisi siku dengan meletakaan transduser selama


pemeriksaan untuk melihat keadaan rongga pleura kanan.

41

Ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan ronggapleura.


Pada dekade terakhir ultrasonografi (USG) dari rongga pleura menjadi metode
utama untuk mendemonstrasikan adanya efusi pleura yang sedikit. Kriteria USG
untuk menentukan efusi pleura adalah : setidaknya zona anechogenic memiliki
ketebalan 3mm diantara pleura parietal dan visceral dan atau perubahan ketebalan
lapisan cairan antara ekspirasi dan inspirasi, dan juga perbedaan letak posisi
pasien. Karena USG adalah metode utama maka sangatlah penting untuk
melakukan pengukuran sonografi dengan pemeriksaan tegak lurus terhadap
dinding dada. 1,9

Gambar 4.13. Sonogram pada pasien dengan kanker paru lobus kanan atas.
Gambar menunjukkan adanya akumulasi cairan selama inspirasi (setebal 6 mm;
berbentuk kurva,-gambar kiri) dimana gambar tersebut lebih jelas dibanding
selamaekspirasi ( setebal 11 mm ; berbentuk kurva-gambar kanan).

Gambar 14. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah pada pasien laki-laki
dengan penyebaran lymphangitic dari adenokarsinoma. Ini studi sagital dan
pemeriksaan dilakukan dengan pasien duduk. Cairan Echogenic (E) dapat dilihat
pada hemithorax kiri. Perhatikan diafragma lengkung Echogenic (panah). The
pleura cairan positif untuk sel-sel ganas (efusi pleura ganas)

42

Gambar 4.15. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah pada wanita 47 tahun
dengan efusi pleura metastasis. Ini studi sagital dan pemeriksaan dilakukan
dengan pasien duduk. Cairan anechoic (E) dapat dilihat pada hemithorax kiri.
Perhatikan diafragma lengkung Echogenic (panah)
Gambaran anechoic terutama diamati pada transudat. Dalam sebuah
penelitian terhadap 320 pasien dengan efusi, transudat memberikan gambaran
anechoic, sedangkan efusi anechoic dapat transudat atau eksudat. Adanya
penebalan pleura dan lesi parenkim di paru-paru menunjukkan adanya eksudat.
Cairan pleura yang memberikan gambaran echoic dapat dilihat pada efusi
hemoragik atau empiema.
Doppler berwarna ultrasonografi dapat membantu dalam membedakan
efusi kecil dari penebalan pleura dengan menunjukkan tanda-warna cairan (yaitu,
adanya sinyal warna dalam pengumpulan cairan).
4.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat membantu dalam mengevaluasi etiologi efusi pleura.
Nodularity dan / atau penyimpangan dari kontur pleura, penebalan pleura
melingkar, keterlibatan pleura mediastinal, dan infiltrasi dari dinding dada dan /
atau diafragma sugestif penyebab ganas kedua pada CT scan dan MRI.

43

Gambar 4.16. Seorang neonatus 2-bulan kesulitan jantung dan respiratory distress.
Resusitasi tidak berhasil. Coronal T2-W MRI menunjukkan hematopericard
(panah terbuka), hematothorax (panah) dan efusi pleura (kepala panah. Ada vena
paru abberant mengalir ke ventrikel kiri (buka panah). Perut menunjukkan asites
(tanda bintang)
4.5 Klasifikasi Efusi Pleura
4.5.1 Efusi pleura ringan

Gambar 4.17 Efusi pleura ringan

4.5.2 Efusi pleura sedang

44

Gambar 4.18 Efusi pleura sedang


4.5.3 Efusi pleura masif
-

Berselubung homogen

Perm.konkaf,tapering,
meniscus sign Ellis damoiseau

Sinus / Diafragma tertutup


Pendorongan jantung

Perselubunga
n Homogen

Sela iga
melebar

Pendorongan
mediastinum
Gambar 4.19 Efusi pleura massif

4. 6 Differential Diagnosis Efusi Pleura


4.6.1 Tumor Paru

Sinus tidak terisi

Permukaan tidak concaf tetapi sesuai bentuk tumor

Bila tumor besar dapat mendorong jantung

45

Gambar 4.20 Tumor Paru


4.6.2 Pneumonia
Peradangan paru dapat disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, jamur,
bahan kimia, lesi kanker, dan radiasi ion. Jika udara dalam alveoli digantikan oleh
eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak putih pada foto Roentgen.
Kelainan ini dapat melibatkan sebagian atau seluruh lobus (pneumonia lobaris)
atau

berupa

bercak

yang

mengikutsertakan

alveoli

secara

tersebar

(bronkopneumonia). Berbeda dengan efusi yang memperlihatkan bayangan


homogen, pneumonia memperlihatkan bayangan in homogen berdensitas tinggi
pada satu segmen, lobis paru, atau pada sekumpulan segmen lobus yang
berdekatan, berbatas tegas.
Gambaran kelainan ini dapat dibedakan dari atelektasis, yaitu tidak
terdapat pengurangan volume dan daerah paru yang terserang. Gambaran
Roentgen pneumonia primer dan sekunder selalu sama, yaitu berupa ukuran besar
dan jumlah corakan paru yang bertambah atau konsolidasi, atau berupa campuran
dan keduanya. Untuk mempelajari konsolidasi paru , baik menyangkut perluasan
dan lokasi kelainan dibuat foto toraks proyeksi lateral, oblique ,dan frontal.

Batas atas rata / tegas sesuai dgn bentuk lobus

Sinus terisi paling akhir

46

Gambar 4.21 Pneumonia lobaris kiri

Tidak tampak tanda pendorongan organ

Air bronchogram ( + )

4.6.3 Atelektasis
Gambaran radiologik atelektasis adalah pengurangan volume bagian paru
baik lobaris, segmental, atau seluruh paru yang berakibat kurangnya aerasi
sehingga memberikan bayangan yang lebih suram (densitas tinggi) dengan
penarikan mediastinum kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas
dan sela iga menyempit. Ini yang membedakan dengan efusi dimana penarikannya
kearah bagian yang tidak mengalami kelainan.

47

Gambar 4.22: Atelektasis, tampak perselubungan seluruh paru kiri dengan


penarikan mediastinum (jantung dan trachea) ke kiri dan sela iga menyempit

48

BAB 5
KESIMPULAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura
bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu
penyakit.Akibat adanya carian yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka
kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga menyebabkan pendorongan
organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi
pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi
darah.
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit
dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umumnya
asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan berat badan yang
menurun seperti pada efusi yang lain
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan
pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga dada. Ada beberapa macam
pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif.

49

DAFTAR PUSTAKA
1. Firdaus, Denny. 2012. Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar
Lampung.
2. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
3. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam,
Jilid II, edisi ke-3, Gaya Baru.Jakarta.2001; 927-38
4. Rofiqahmad. 2001. Thorax. http://emedicine.medscape.com/article/299959overviewdiakses tanggal 3 Februari 2015
5. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI
6. Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI
7. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit.Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
8. Rofiqahmad. 2008. Thorax. http://www.efusi
pleura/080308/thorax/weblog.htm. diakses tanggal 1 Februari 2015
9. Rasad Sjahriar.2009. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : FKUI
10. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and
Suddarths, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.

50

Vous aimerez peut-être aussi