Vous êtes sur la page 1sur 28

ILMU KEPERAWATAN KLINIK VI B

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KELENJAR


ADRENAL (ADDISON DISEASE & SINDROM CUSHING)

MAKALAH

Oleh :
Auliya Hidayati

NIM 132310101001

Jamilatul Komari

NIM 132310101004

Anis Fitri Nurul A

NIM 132310101023

Rofidatul Inayah

NIM 132310101025

Aulia Bela Marinda

NIM 132310101030

Nuzulul Kholifatul Fitria

NIM 132310101048

Afriezal Kamil

NIM 132310101054

Janna Nima Istighfara

NIM 132310101056

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kelenjar Adrenal (Addison Disease &
Sindrom Cushing).
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
tulus kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Ns. Lantin Setyorini S.Kep.,M.Kes., selaku Dosen Penanggung Jawab Mata
Kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VIB
3. Ns. Ratna Sari H. M.Kep., selaku
Keperawatan Klinik VIB

Dosen Pengajar Mata Kuliah Ilmu

Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas

Jember
4. Informan yang telah sangat membantu penulis dengan memberikan informasi
yang sangat dibutuhkan
5. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember
Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan. Semoga semua bermanfaat bagi kita, Amin.
Jember, 8 September 2015
Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan 1
1.3 Implikasi Keperawatan

BAB 2. TINJAUAN TEORI..................................................................................2


2.1 Pengertian

2.2 Epidemiologi 2
2.3 Etiologi

2.4 Tanda dan Gejala

2.5 Patofisiologi 4
2.6 Komplikasi & Prognosis
2.7 Pengobatan

2.8 Pencegahan

BAB 3. PATHWAYS.............................................................................................11
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................12
4.1 Pengkajian

12

4.2 Diagnosa

17

4.3 Perencanaan 18
4.4 Implementasi 23

iii

4.5 Evaluasi

26

BAB 5. PENUTUP................................................................................................27
5.1 Kesimpulan

27

5.2 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28

iv

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelenjar adrenal adalah kelenjar sepasang yang berbentuk segitiga,
kelenjar penghasil hormon; satu terletak di atas setiap ginjal. Mereka mengatur
beberapa aspek fundamental dari fisiologi manusia melalui sekresi hormon
tertentu

termasuk

glukokortikoid

(misalnya

kortisol),

mineralocorticoids

(misalnya, aldosteron), katekolamin (misalnya, epinefrin), dan androgen adrenal


(misalnya dehydroepiandrosterone) (Rakel 2012; Brender 2005; PubMed
Kesehatan 2011a; NICHD 2010; Charmandari 2011; Gurnell 2008).
Insufisiensi adrenal, atau penurunan produksi hormon adrenal, dapat
terjadi karena beberapa alasan. Penyakit autoimun Addison, di mana sistem
kekebalan tubuh sendiri menyerang kelenjar adrenal, adalah penyebab paling
umum (Betterle 2002; Ten 2001). Dalam kasus lain, penyakit seperti TBC, kanker,
atau adrenal perdarahan dapat merusak kelenjar adrenal, menyebabkan penurunan
fungsi atau hilangnya lengkap fungsi (Sepuluh 2001; Betterle 2002). Kadangkadang, mutasi pada gen-gen tertentu pada saat lahir atau ketidakmampuan yang
melekat pada kelenjar adrenal untuk menanggapi hormon adrenokortikotropik
(ACTH) dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dari kelenjar, sehingga
menyebabkan mereka untuk mengeluarkan tingkat abnormal rendah hormon
adrenal (Sepuluh 2001) . Dalam beberapa kasus yang parah, orang dengan mutasi
gen dapat kekurangan di semua 3 jenis hormon-glukokortikoid adrenal korteks,
mineralokortikoid, dan androgen (Sepuluh 2001). Obat yang menghambat sintesis
steroid pada korteks adrenal (misalnya, obat antijamur ketoconazole) dapat juga
mengganggu produksi hormon adrenal (Tabarin 1991; Longgar 1983; Sarver
1997; HAHNER 2010). Akhirnya, karena fungsi kelenjar adrenal dikendalikan
oleh hipotalamus dan kelenjar hipofisis, penurunan fungsi adrenal dapat timbul
dari kondisi atau peristiwa yang mempengaruhi daerah otak ini, seperti hipofisis
atau tumor hipotalamus, operasi pituitari atau pengobatan radiasi, atau trauma
kepala (Betterle 2002). Hormon Adrenocorticotropic (ACTH) disekresikan dari
kelenjar hipofisis dan mengatur produksi dan sekresi hormon dari korteks adrenal.

ACTH sinyal kelenjar adrenal untuk menghasilkan kortisol, sehingga


kelebihan sekresi ACTH hasil di ketinggian berlebihan kadar kortisol. Penyebab
umum dari kortisol yang tinggi adalah adanya tumor kelenjar hipofisis yang terus
mengeluarkan ACTH (Yaneva 2010; Bertagna 2009). Hal ini disebut sebagai
penyakit Cushing dan dianggap berbeda dari sindrom Cushing. Dalam sindrom
Cushing, peningkatan kadar kortisol nyata setelah sekresi ACTH dari tumor
ektopik (tumor di organ lain, seperti paru-paru) (Bertagna 2009). Sejak
peningkatan kadar kortisol dalam dua kondisi ini adalah hasil dari sekresi ACTH
berlebihan, mereka dianggap "ACTH-dependent." Sindrom Cushing juga dapat
terjadi karena langsung atas-sekresi kortisol dari kelenjar adrenal tumor. Jenis
elevasi kortisol dianggap "ACTH-independen" (Stratakis 2008). Over-pengobatan
dengan obat glukokortikoid dianggap menjadi penyebab paling umum dari
sindrom Cushing (Tritos 2012).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mampu menjelaskan konsep patologis sindrom cushing dan addison
disease serta menyusun asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
sindrom cushing dan addison disease
1.2.3 Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui konsep anatomi dari kelenjar adrenal
b. Dapat mengetahui proses terjadinya dari sindrom cushing dan addison
disease
c. Mampu mengidentifikasi tanda dan gejala sindrom cushing dan
addison disease
d. Mampu memahami masalah keperawatan yang sedang terjadi pada
klien dengan sindrom cushing dan addison disease
e. Dapat merumuskan asuhan keperawatan dari sindrom cushing dan
addison disease

1.3 Implikasi Keperawatan


a. Memantau tanda vital, catat perubahan tekanan darah pad

perubahan

posisi, kekuatan dari nadi perifer.


b. Mengkaji pasien mengenai adanya rasa haus, kelelahan, nadi cepat,
pengisian kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
Catat warna kulit dan temperaturnya. Auskultasi bising usus (peristaltik
usus).
c. Mencatat dan laporkan adanya mual, muntah dan diare.
d. Memberikan cairan antara lain NaCl 0,9 % dan larutan glukosa

BAB 2. TINJAUAN TEORI


2.1

Pengertian
Sindrom cushing adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar adrenal

sehingga mengakibatkan hipersekresi hormone glukokortikoid (kortisol). Bentuk


gangguan ini relative jarang dijumpai.
Sindrom cushing merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan
hipertensi akibat dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena
hiperfungsi korteks adrenal. Sindromnya dapat tergantung kortikotropin (ACTH)
ataupun tidak tergantung ACTH (Behrman & Kliegman, 1999).
2.1 Epidemiologi
Berdasarkan penelitian dan survey terhadap rumah sakit di Indonesia
tentang penyakit sindrom cushing pada tahun 2000 2001, menyebutkan bahwa
kejadian sindrom cushing sebanyak 200 orang dewasa berusia antara 20 30
tahun mencapai 10 persen. Dalam penelitian secara global 1 dari 5 orang populasi
dunia menderita kelainan unu tanpa membedakan jenis kelamin.
2.2 Etiologi
Sindrom cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi
di dalam tubuh. Sindrom cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun
di salam tubuh. Penyebab sindrom cushing dari luar tubuh yaitu sindrom cushing
latrogenik yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid dosis tinggi dalam waktu
lama.
Penyebab sindrom cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol
di dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan
pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal atau produksi hormone ACTH
(hormone yang mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar
hipofisis. Hal ini disebabkan oleh:
a. Hyperplasia adrenal yaitu jumah sel adrenal yang bertambah sekitar 70
80 % wanita lebih sering menderita sindrom cushing;

b. Tumor kelenjar hipofisis yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofisis
yang menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan sehingga
menstimulasi kelenjar adrenal untuk mambuat kortisol lebih banyak;
c. Tumor ektopik yang menhasilkan hormone ACTH tumor ini jarang terjadi,
dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH,
tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan;
d. Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi
kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi
akibat adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu,
dapat juga tumor ganas pada kelenjar adrenal (adenocortical carcinoma);
e. Sindrom cushing alkoholik yaitu produksi alcohol berlebihan, alkohol
mampu menaikkan kadar kortisol.
f. Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor
adrenokorteks yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi
terkadang adenoma benigna (Behrman & Kliegman, 1999).
2.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, kebanyakan orang dengan
gangguan memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat, peningkatan lemak di
sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak anak cenderung
gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat. Manifestasi klinis yang
sering muncul pada penderita sindrom cushing antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Rambut tipis
Moon face
Penyembuhan luka
Mudah memar
Petekie
Kuku rusak

g. kegemukan di bagian perut


h. kurus pada ektremitas
i. osteoporosis
j. diabetes mellitus
k. hipertensi
l. neuropati perifer

Gejala klinis sindrom cushing:


a. cepat lelah
b. berat badan cepat naik akibat retensi air garam
c. hipertensi
d. gangguan tes toleransi glukosa

e. edema
karena hiperglikemia , pengaruhnya terhadap janin adalah sebagai berikut:
a. prematuritas
b. janin atau bayi besar bila janin mampu menghadapi hiperglikemia
c. janin dapat lahir mati karena hiperglikeminya
d. mungkin kematian akibat hipertensi yang menyebabkan aliran
darah menuju retroplasenter sirkulasi mengalami gangguan
(Manuaba, 2007).
2.4 Patofisiologi
Glukokortikoid meningkat karena berbagai factor baik dari luar maupun
dari dalam tubuh. Fungsi metabolic glukokortikoid atau kortisol dipengaruhi oleh
jumlah sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat
menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi
metabolic seperti dibawha ini:
a. Metabolisme protein
Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dank e sel
ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam
amino intrasel menurun sehingga sintesis protein menurun. Sintesis
protein menurun memicu peningkatan terjadinya proses katabolisme
protein yang sudah ada di dalam sel. Proses katabolisme ini dan proses
kortisol memobilisasi asam amino ari jaringan perifer seperti kulit, otot,
pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di
hati. Kehilangan asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin
banyak asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses
glukoneogenesis di hati sehingga pembentukan glukosa meningkat.
b. Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolism karbohidrat untuk merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan
beberapa zat lain oleh hati. Kortisol juga menyebabkan penurunan
glukosa.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian
glukosa oleh sel berkurang yang meningkatkan konsentrasi glukosa

darah. Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin.


Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan
terutama pada otot rangka dan jaringan lemak.
c. Metabolisme lemak
Asam lemak akan di mobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam
lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan
metabolism lemak untuk energy dan

penumpukan lemak berlebih

menimbulkan obesitas. Distribusi jaringan adipose terakumulasi didaerah


sentral tubuh menimbulkan moon face.
d. Sistem kekebalan
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabkan atrofi pada jaringan
limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel sel T dan
antibody dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap
sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid

menganggu

pembentukan

antbodi

humoral

dan

menghambat pusat pusat limpa dan jaringan limfoid pada respon


primer terhadap anti gen.
e. Elektrolit
Gukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum.
Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga
menyebabkan edema, hipokalemia, dan alkalosis metabolic.
f. Sekresi lambung
Sekresi aasam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan
pepsin dapat meningkat. Faktor faktor protektif mukosa dirubah oleh
steroid dan faktor faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
g. Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini
ditandai dengan ketidakstabilan emosional, euphoria, insomnia, dan
depresi singkat.
h. Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah.
Involusi jaringan limfosit menyebabkan rangsangan untuk pelepasan
neutrofil dan peningkatan eritropoiesis (Sabiston, 1995).

2.5 Komplikasi & Prognosis


2.5.1 Komplikasi
a. asindrom pickwickian
b. tekanan darah naik
c. kolesterol naik
d. trigliserid serum naik
e. LDL (Low density lipoprotein) naik
f. VLDL (very low density lipoprotein) turun
g. Hiperinsulinisme
h. Koleliatiasis
i. Penyakit blount dari epifisis kaput femoris terlepas
j. Pseudotumor serebri
k. Paru paru
l. Kelainan uji fungsi paru (Behrman & Kliegman, 1999).
2.5.2 Prognosis
Hasil diet atau modifikasi latihan fisik berhasil hanya untuk jangka
pendek, penelitian pemantauan yang cukup lama menunjukkan frekuensi
kambuh pada umur 4 10 tahun yang berhasil mempertahankan penurunan
berat badan (tetapi belum normal) hanya sedikit kurang 50% penderita
(Behrman & Kliegman, 1999).

2.4 Pengobatan
a. medikamentosa : metylrapone dengan hasil baik
b. operasi adrenektomi sehingga sumber ACTH akan hilang (Manuaba,2007).
Pengobatan obesitas anak mencakup komponen berikut:
a.
b.
c.
d.

Modifikasi diet dan kandungan kalori;


Definisi dan penggunaan program latihan fisik yang sesuai;
Modifikasi perilaku untuk anak;
Keterlibatan keluarga pada terapi (Behrman & Kliegman, 1999).

2.8 Pencegahan
1. pemberian makan sesuai kebutuhan segera sesudah lahir
2. pemberian makanan hanya bila ada tanda tanda lapar pada umur 1 tahun
3. hindarkan perkenalan dengan menunjukkan makanan menarik atau
member resep waktu makan dengan jam
4. mendidik anak makan kalau lapar (Behrman & Kliegman, 1999).

3. PATHWAY

Autoimun
Destruksi
korteks
adrenal
Produksi hormon
glukokortiroid <<<

Gangguan
neuromuskuler

hipoglikemia

Gangguan motorik

Terjadi
glukoneogenesis dari
protein

Terganggunya stimulasi
reabsorbsi natrium dan
ekskresi kalium

Sensitivitas
insulin berat

Peningkatan ekskresi natrium


dan penurunan ekskresi
kalium

Kadar Na
menurun dalam
darah

Suplai oksigen
menurun
Dehidrasi berat
IWL meningkat

Penurunan
tekanan darah
Kehilangan volume
cairan secara aktif

DEFISIT
VOLUMECAIRAN

21

KELELAHAN
Kelemahan otot
jantung

Penurunan
kardiak output

Hipotensi

Aliran darah ke
perifer menurun

Konsentrasi natrium rendah


dan kalium tinggi dalam
serum
Gangguan
keseimbangan
elektrolit

Penurunan glikogen
hati

Suplai oksigen ke
otak menurun

KETIDAKEFEKTIFAN
PERFUSI JARINGAN
SEREBRAL

PENURUNAN
CURAH JANTUNG

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN


4.1 Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien
nama, alamat, umur (semua usia), jenis kelamin (laki-laki dan perempuan).
b. Riwayat penyakit
1) Penyakit sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul
ialah pada gejala awal : kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea,
muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal).
Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila
berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)
2) Penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia
maupun Ca paru, payudara dan limpoma.
3) Penyakit keluarga
4) Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami
penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain.
c. Pemeriksaan Fisik (ADL)
1) Aktivitas/istirahat
Gejala:
a) Lelah, nyeri/kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari)
b) Tidak mampu beraktivitas atau bekerja
Tanda:
a) Peningkatan denyut jantung/denyut nadi aktivitas yang minimal.
b) Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
c) Depresi, gangguan kosentrasi, penurunan inisiatif/ide.
d) Latergi.
2) Sirkulasi
Tanda:
a) Hipotensi termasuk hipotensi postural.

23

b) Takikardia, disritmia, suara jantung melemah.


c) Nadi perifer melemah.
d) Pengisisan kapiler memanjang.
e) Ekstermitas dingin, sianosis, dan pucat. Membran mukosa hitam
keabu-abuan (peningkatan pigmentasi).
3) Integritas ego
Gejala:
a) Adanya riwayat faktor stres yang baru dialami, termasuk sakit
fisik/pembedahan, perubahan gaya hidup.
b) Ketidakmampuan menghadapi stres.
Tanda: Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
4) Eleminasi
Gejala:
a) Diare sampai dengan adanya kontipasi
b) Kram abdomen.
c) Perubahan frekuensi dan karateristik urine.
Tanda: Diuresis yang diikuti dengan oliguria.
5) Makanan/cairan
Gejala:
a) Anoreksia berat (gejala utama), mual/muntah
b) Kekurangan zat garam
c) Berat badan menurun dengan cepat.
Tanda: Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
6) Neurosensori
Gejala:
a) Pusing, sinkope (pingsan sejenak), gemetar.
b) Sakit kepala yang berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis,
kelemahan otot.
c) Penurunan toleransi

terhadap

keadaan

dingin

atau

stres.

Kesemutan/baal/lemah.
Tanda:
a) Disorentasi terhadap waktu, tempat, dan ruang (karna kadar
natrium rendah), latergi, kelemahan mental, peka rangsang, cemas,
koma (dalam keadaan krisis)

24

b) Parastesia, paralisis (gangguan fungsi motorik akibat lesi), astenia


(pada keadaan krisis).
c) Rasa kecap/penciuman

berlebihan,

ketajaman

pendengaran

meningkat.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala:
a) Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala.
b) Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstermitas (pada keadaan
krisis).
8) Pernapasan
Gejala: Dipsnea
Tanda: Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea, suara napas,
krakel, ronki (pada keadaan infeksi)
9) Keamanan
Gejala: Tidak toleran terhadap panas, cuaca (udara) panas.
Tanda:
a) Hiperpigmentasi kulit (coklat, kehitaman karena kena sinar
matahari atau hitam seperti perunggu) yang menyeluruh atau
berbintik-bintik.
b) Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermia
(keadaan krisis).
c) Otot menjadi kururs
d) Gangguan tidak mampu berjalan.
10) Seksualitas
Gejala:
a) Adanya riwayat menopouse dini, amenorea.
b) Hilangnya tanda-tanda seks sekunder (misal: berkurangnya
rambut-rambut pada tubuh terutama pada wanita.
c) Hilangnya libido.
d. Pemerikasaan diagnostik
Kadar hormon:
1) Kortisol plasma: menurun dengan tanpa respond pada pemberian ACTH
secara IM (primer)atau ACTH secara IV.

25

2) ACTH: meningkat secara mencolok (pada primer) atau menururn


(sekunder).
3) ADH: meningkat.
4) Aldesteron: menurun.
5) Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit
menururn, sedagkan kalium sedikit meningkat. Walaupun demikian,
natrium dan kalium yang abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak
adanya aldesteron dan kekurangan kortisol (mungkin sebagai akibat dari
krisis).
6) Glukosa: hipoglikemia.
7) Ureum/kreatinin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi
ginjal).
8) Analisis gas darah: asidosis metabolik.
9) Eritrosit: normositik, anemia normokromik

(mungkin

tidak

nyata/terselubung dengan penurunan volume cairan) dan hematokrit


meningkat (karena hemokosentrasi). Jumlah limfosit mungkin rendah,
eosinofil meningkat.
10) Sinar x: jantung kecil, klasifikasi kelenjar adreanal, atau TB (paru,
ginjal) mungkin akan ditemukan. (Doenges, Marilynn. 2000)
4.2 Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
secara aktif
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
transport oksigen ke jaringan serebral
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan stroke volume
d. Kelelahan berhubungan dengan stress neuromotori

26

4.3 Intervensi Keperawatan


Dx
Defisit volume
cairan
berhubungan
dengan
kehilangan
volume cairan
secara aktif

Intervensi
NIC
Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan:
Mandiri
Setelah
diberikan
tindakan 1. Pantau TTV
keperawatan selama 2 x 24 jam, 2. Ukur dan timbang berat badan
menunjukkan adanya perbaikan
setiap hari
keseimbangan cairan.
3. Kaji pasien mengenai adanya rasa
haus, kelelahan, nadi cepat, turgor
Kriteria Hasil:
kulit jelek, membran mukosa
1. Pengeluaran
urin
yang
kering. Catat warna kulit dan
adekuat.
temperaturnya.
2. TTV stabil
4. Auskultasi bising usus. Catat dan
3. Tekanan nadi perifer jelas
laporkan adanya mual, muntah,
4. Turgor kulit baik
dan diare.
5. Pengisian kapiler baik
5. Berikan perawatan mulut secara
6. Membran mukosa lembab
teratur.
6. Kolaborasikan pemberian cairan
0,9% NaCl (Normal salin).
7. Kolaborasikan pemberian larutan
glukosa.
8. Kolaborasikan
pemberian
kortison
(Cortone)
atau
hidrokortison (Cortef)

23

Rasional
Mandiri
1. Hipotensi postural merupakan bagian
hipovolemia
akibat
kekurangan
hormon aldosteron dan penurunan
curah jantung akibat dari penurunan
kortisol.
2. Memperkirakan
kebutuhan
akan
penggantian volume cairan dan
keefektifan pengobatan. Peningkatan
BB yang cepat disebabkan oleh
adanya retensi cairan dan natrium
yang berhubungan dengan pengobatan
steroid
3. Untuk mengindikasikan berlanjutnya
hipovolemia
dan
mempengaruhi
kebutuhan volume pengganti.
4. Kerusakan fungsi saluran cerna dapat
meningkatkan kehilangan cairan dan
elektrolit dan mempengaruhi cara
untuk pemberian cairan dan nutrisi.
5. Membantu menurunkan rasa tidak
nyaman
akibat
dehidrasi
dan

mempertahankan kerusakan membran


mukosa.
6. Pasien mungkin membutuhkan cairan
pengganti 4-6 liter.
7. Ditambahkan untuk menghilangkan
hipoglikemia
8. Merupakan obat untuk mengganti
kekurangan kortison dalam tubuh dan
meningkatkan reabsorpsi natrium
sehingga
dapat
menurunkan
kehilangan
cairan
dan
mempertahankan curah jantung.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
berhubungan
dengan
gangguan
transport
oksigen ke
jaringan serebral

Tujuan:
Setelah
diberikan
tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam,
pasien mampu mempertahankan
tingkat kesadaran.
Kriteria Hasil:
1. TTV normal
2. Tidak sianosis
3. Tidak pucat
4. Tidak ada bruit

1. Monitor TTV
2. Pantau status neurologis secara
teratur dan bandingkan dengan
nilai standar
3. Kaji respon sensorik terhadap
perintah yang sederhana
4. Catat ada/tidaknya reflek-reflek
tertentu seperti reflek menelan,
batuk, dan babinski, dll
5. Pertahankan kepala/leher pada
posisi tengah atau pada posisi
netral, sokong dengan gulungan
handuk.
6. Kolaborasikan pemberian oksigen

24

1. Demam
dapat
mencerminkan
kerusakan pada hipotalamus.
2. Mengkaji adanya kecenderungan pada
tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan menentukan
lokasi, perluasan, dan perkembangan
kerusakan SSP.
3. Mengukur
kesadaran
secara
keseluruhan dan kemampuan untuk
berespon pada rangsangan eksternal.
4. Penurunan reflek menandakan adanya
kerusakan pada tingkat otak tengah
atau batang otak.
5. Kepala yang miring pada salah satu

sisi dapat menekan vena jugularis dan


menghambat aliran darah vena yang
selanjutnya akan meningkatkan TIK.
6. Menurunkan hipoksemia yang mana
dapat meningkatkan vasodilatasi dan
volume
darah
serebrall
yang
meningktakan TIK.

Penurunan
curah jantung
berhubungan
dengan
penurunan
stroke volume

Tujuan:
Setelah
diberikan
tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam,
menunjukkan curah jantung yang
adekuat.
Kriteria Hasil:
1. TTV dalam batas normal
2. Nadi perifer teraba dengan
baik
3. Pengisian kapiler cepat
4. Status mental baik

1. Pantau TTV, FJ, irama jantung,


catat adanya disaritmia
2. Lakukan pengukuran CVP
3. Kaji warna kulit, pengisian
kapiler, dan nadi perifer
4. Kaji adanya perubahan mental
dan laporkan adanya nyeri pada
abdomen, daerah punggung dan
kaki
5. Ukur jumlah haluaran urine
6. Kolaborasikan pemberian cairan,
darah, larutan NaCl. Hindari
penggunaan cairan hipotonik atau
cairan yang mengandung kalium
7. Kolaborasikan
pemberian
Natrium hidrokortison suksinat,
vasopresor (dopamin)\
8. Kolaborasikan pemberian oksigen

25

Mandiri
1. Peningkatan
FJ
merupakan
menifestasi awal sebagai kompensasi
hipovolemia dan penurunan curah
jantung akibat dari kegagalan otot
jantung/krisis addison. Hiperpireksia
yang tiba-tiba dapat terjadi yang
diikuti oleh hipotermia akibat dari
ketidakseimbangan hormon, cairan,
dan elektrolit.
2. CVP
memberikan
gambaran
pengurukan langsung terhadap volume
cairan
dan
berkembangnya
komplikasi.
3. Pucat, kulit yang dingin, pengisian
kapiler yang memanjang, nadi yang
lambat dan lemah merupakan indikasi
terjadi syok.

4. Perubahan
mental
merupakan
cerminan dari penurunan curah
jantung/serebral dan perfusi perifer
dan/atau serangan hipoglikemia.
5. Penurunan
haluaran
urin
menggambarkan penurunan perfusi
ginjal akibat penurunan curah jantung
6. Perbaikan volume sirkulasi dapat
memperbaiki curah jantung karena
hiperkalemia sering terjadi, kalium
eksogen dapat menyebabkan disritmia
berat atau henti jantung.
7. Natrium
hidrokortison
suksinat
mencegah kolapsnya kardiovaskuler,
Vasopresor untuk peningkatan tahanan
vaskuler perifer dan arus balik vena
akan
meningkatkan
curah
jantung/tekanan darah.
8. Kadar oksigen yang maksimal dapat
membantu menurunkan kerja jantung.
Kelelahan
berhubungan
dengan stress
neuromotorik

Tujuan:
1. Kaji tingkat kelemahan klien dan
Setelah
diberikan
tindakan
identifikasi aktivitas yang dapat
keperawatan selama 2 x 24 jam,
dilakukan klien
pasien mampu meningkatkan dan 2. Pantau TTV sebelum dan sesudah
berpartisipasi dalam aktivitas
melakukan aktivitas
Kriteria Hasil:
3. Diskusikan kebutuhan pasien dan
1. Mampu mempertahankan
rencanakan jadwal aktivitas

26

1. Pasien biasanya telah mengalami


penurunan tenaga, kelelahan otot
menjadi terus memburuk.
2. Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi
akibat dari stress aktivitas jika curah
jantung berkurang.
3. Meskipun pasien mungkin pada awal

aktivitas yang biasa dilakukan


sehari-hari
2. Konsentrasi
3. Tidak lelah

4. Sarankan
pasien
untuk
menentukan
periode
antara
istirahat dan melakukan aktivitas
5. Ajarkan cara untuk menghemat
tenaga.
6. Berikan kesempatan pasien untuk
ikut berpartisipasi secara adekuat
untuk melakukan aktivitasnya
sehari-hari
sebagian
atau
seluruhnya

merasa terlalu lemah untuk melakukan


aktivitas.
4. Mengurangi kelelahan dan mencegah
ketegangan pada jantung.
5. Pasien akan dapat melakukan lebih
banyak kegiatan dengan mengurangi
tenaga pada setiap kegiatan yang
dilakukan.
6. Menambahkan tingkat keyakinan
pasien dan harga dirinya secara baik
sesuai dengan tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransinya..

4.4 Implementasi Keperawatan


Hari/Tgl/Jam

Dx

Senin,7-09-2015

Defisit volume cairan


berhubungan dengan
kehilangan
volume
cairan secara aktif

08.00

Implementasi
1. Memantau TTV
2. Mengukur dan timbang berat badan setiap hari
3. Mengkaji pasien mengenai adanya rasa haus, kelelahan, nadi cepat, turgor
kulit jelek, membran mukosa kering. Catat warna kulit dan
temperaturnya.
4. Mengauskultasi bising usus. Catat dan laporkan adanya mual, muntah,
dan diare.
5. Memberikan perawatan mulut secara teratur.
6. Mengkolaborasikan pemberian cairan 0,9% NaCl (Normal salin).
27

Paraf
JK

Senin,7-09-2015
12.00

Senin,7-09-2015
14.00

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral berhubungan
dengan gangguan
transport oksigen ke
jaringan serebral

Penurunan curah
jantung berhubungan
dengan stroke volume

7. Mengkolaborasikan pemberian larutan glukosa.


8. Mengkolaborasikan pemberian kortison (Cortone) atau hidrokortison
(Cortef)
1. Memonitor TTV
2. Memantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar
3. Mengkaji respon sensorik terhadap perintah yang sederhana
4. Mencatat ada/tidaknya reflek-reflek tertentu seperti reflek menelan,
batuk, dan babinski, dll
5. Mempertahankan kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral,
sokong dengan gulungan handuk.
6. Mengkolaborasikan pemberian oksigen
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Senin,7-09-2015
14.30

Kelelahan
berhubungan dengan
stress neuromotorik

8.
1.
2.
3.

Memantau TTV, FJ, irama jantung, catat adanya disaritmia


Melakukan pengukuran CVP
Mengkaji warna kulit, pengisian kapiler, dan nadi perifer
Mengkaji adanya perubahan mental dan laporkan adanya nyeri pada
abdomen, daerah punggung dan kaki
Mengukur jumlah haluaran urine
Mengkolaborasikan pemberian cairan, darah, larutan NaCl. Hindari
penggunaan cairan hipotonik atau cairan yang mengandung kalium
Mengkolaborasikan pemberian Natrium hidrokortison suksinat,
vasopresor (dopamin)
Mengkolaborasikan pemberian oksigen
Mengkaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat
dilakukan klien
Memanantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
Mendiiskusikan kebutuhan pasien dan rencanakan jadwal aktivitas

28

JK

JK

JK

4. Menyaarankan pasien untuk menentukan periode antara istirahat dan


melakukan aktivitas
5. Mengajarkan cara untuk menghemat tenaga.
6. Memberikan kesempatan pasien untuk ikut berpartisipasi secara adekuat
untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari sebagian atau seluruhnya

4.5 Evaluasi Keperawatan


No.Dx

Hari/Tgl/Jam

Catatan Perkembangan

Paraf

S: Pasien mengatakan mual yang saya rasakan mulai


berkurang ners
I

O: IWL:
Membran mukosa kering, turgor kulit jelek

JK

A: Masalah belum teratasi


II

P: Lanjutkan intervensi
S: Pasien mengatakan saya pusing dari semalam sampai
sekarang ners

29

JK

O: HR: 60/menit saat tidak berakivitas, pasien terlihat gemetar,


tampak pucat, dan sianosis
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
S: Pasien mengatakan bahwa masih sedikit pusing
III

O: TD: 80/60 mmHg, tampak pucat, dan sianosis


A: Masalah belum teratasi

JK

P: Lanjutkan intervensi
S: Pasien mengatakan ners, saya masih merasa tidak bertenaga
jika harus berjalan ke kamar mandi
IV

O: HR: 100x/menit setelah berjalan delapan langkah


A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

30

JK

56

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kelenjar adrenal adalah kelenjar sepasang yang berbentuk segitiga,
kelenjar penghasil hormon; satu terletak di atas setiap ginjal. Mereka mengatur
beberapa aspek fundamental dari fisiologi manusia melalui sekresi hormon
tertentu

termasuk

glukokortikoid

(misalnya

kortisol),

mineralocorticoids

(misalnya, aldosteron), katekolamin (misalnya, epinefrin), dan androgen adrenal


(misalnya dehydroepiandrosterone). Insufisiensi adrenal, atau penurunan produksi
hormon adrenal, dapat terjadi karena beberapa alasan. Penyakit autoimun
Addison, di mana sistem kekebalan tubuh sendiri menyerang kelenjar adrenal,
adalah penyebab paling umum. ACTH sinyal kelenjar adrenal untuk
menghasilkan kortisol, sehingga kelebihan sekresi ACTH hasil di ketinggian
berlebihan kadar kortisol. Penyebab umum dari kortisol yang tinggi adalah adanya
tumor kelenjar hipofisis yang terus mengeluarkan ACTH (Yaneva 2010; Bertagna
2009). Hal ini disebut sebagai penyakit Cushing dan dianggap berbeda dari
sindrom Cushing.
5.2 Saran
Perawat harus mengetahui tanda dan gejala, komplikasi, pengobatan serta
asuhan keperawatan terhadap pasien yang menderita gangguan pada kelenjar
adrenal. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu Mahasiswa
keperawatan baik dalam penanganannya yaitu mengembalikan anak ke kondisi
normal maupun pemberian edukasi dan penyuluhan untuk pencegahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman & Kliegman, 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser.
2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Ganong WF. Medula dan korteks adrenal. Dalam:
Ganong WF. Editor. Fisiologi kedokteran. Edisi 10. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Harijanto, Robert. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida., dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Sabiston, David. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzzane C. dan Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah
Vol.2 Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
http://www.lifeextension.com/protocols/metabolic-health/adrenal-disorders/page03 (diakses pada tanggal 8 September 2015)

30

http://dokumen.tips/documents/addison-disease-558495108b06d.html

(diakses

pada tanggal 8 September 2015)


http://www.academia.edu/8346599/CUSHING_SYNDROME
tanggal 8 September 2015)

58

(diakses

pada

Vous aimerez peut-être aussi