Vous êtes sur la page 1sur 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan


Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan kesehatan,
sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Saat ini, perawat professional yang memberikan asuhan
keperawatan sistem pernapasan bertanggung jawab dalam
melaksanakan proses asuhan keperawatan secara komprehensif.
Proses tersebut meliputi bio-psiko-sosio-kultural yang berbasis
pada disiplin ilmu dalam ruang lingkup asuhan keperawatan
sistem pernapasan yang mencakup pengenalan konsep anatomi
dan

fisiologi,

patofisiologi

penyakit,

yang

nantinya

akan

mengarah kepada terjadinya masalah keperawatan, pengkajian


untuk menegakan masalah keperawatan, perencanaan dan
implementasi tindakan keperawatan, serta evaluasi hasil asuhan
keperawatan yang telah diberikan.
Penyusun membahas mengenai ABSES PARU ini
bertujuan untuk memudahkan pembaca terutama para perawat
professional dalam memahami penyakit abses baru beserta
asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada pasien dengan
gangguan sistem pernapasan (Abses paru).
Untuk

materi

yang

disajikan,

penyusun

mencoba

menggabungakan beberapa konsep asuhan keperawatan dari


beberapa literature yang sesuai dengan konsep dasar asuhan
keperawatan.
Akhir kata, penyusun mengharapakan adanya masukan,
kritik dan saran yang membangun dalam bentuk apapun demi
perbaikan makalah dimasa mendatang.
Jakarta, 15 September 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULAN..........................................................................1
A.

Latar belakang........................................................................1

B.

Rumusan masalah..................................................................1

C. Tujuan..................................................................................... 2
D. Sistematika Penyusunan.........................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................3
A.

Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan...............................3

B.

Konsep Abses Paru..................................................................6

BAB 3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN..............................14


A.

Pengkajian............................................................................ 14

B.

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan.................................14

BAB 4 PENUTUP.............................................................................. 19
A.

Kesimpulan...........................................................................19

B.

Saran.................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULAN
A. Latar belakang
Organ
kehidupan

penting

merupakan

manusia.

salah

satu

Khususnya

organ

vital

berfungsi

bagi
pada

sistem pernapasan manusia. Bertugas sebagai tempat pertukaran


oksigen yang dibutuhkan manusia dan mengeluarkan karbondioksida
yang

merupakan

hasil

sisa

proses

pernapasan

yang

harus

dikeluarkan dari tubuh, sehingga kebutuhan tubuh akan oksigen


tetap

terpenuhi.

Udara

sangat

penting

bagi

manusia,

tidak

menghirup oksigen selama beberapa menit dapat menyebabkan


kematian. Itulah peranan penting paru-paru. Organ yang terletak di
bawah tulang rusuk ini memang mempunyai tugas yang berat, belum
lagi semakin tercemarnya udara yang kita hirup serta berbagai bibit
penyakit yang berkeliaran di udara. Ini semua dapat menimbulkan
berbagai penyakit paru paru.
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi
material

purulent

berisikan

sel

radang akibat

proses

nekrotik

parenkim paru oleh proses terinfeksi. Pada negara-negara maju


jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun
seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari
paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob
maupun

anaerob

dari

abses

paru.

penyebab
nosokomial

koloni

oropharing

Penelitian

ditemukan

pada

kuman

yang

sering

penderita
aerob

menjadi

Abses

paru

seperti

golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian


dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan
terbanyak adalah kuman anaerob.
Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya
secara kultur dan sensitivitas. Pada makalah ini akan dibahas Abses
1

paru mulai patogenesis, terapi dan prognosa sebagai penyegaran


teori yang sudah ada.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat
membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Apa konsep dasar abses paru?
2. Apa pengertian abses paru ?
3. Apa klasifikasi abses paru?
4. Apa etologi abses paru?
5. Bagaimana patofisiologi dari abses paru?
6. Apa manifestasi klinis dari abses paru?
7. Apa komplikasi dari abses paru?
8. Apa pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan pada
pasien abses paru?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari abses paru?
10.
Bagaimana cara mencegah terjadinya abses paru?
11.
Asuhan keperawatan yang bagaimana yang diberikan kepada
pasien abses paru?

C. Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan
tugas Sistem Keperawatan Respirasi 1 yang berjudul Abses Paru .
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan
yang telah dijabarkan pada rumusan masalah agar penulis ataupun
pembaca dapat memahami tentang konsep dasar teori Abses Paru
serta proses keperawatan yang diberikan kepada klien.

D. Sistematika Penyusunan
Penyusunan makalah ini terdiri dari IV (empat) bab yang
disusun secara sistematis. Adapun sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I :

Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, rumusan

masalah, dan tujuan


penulisan.
BAB II : Landasan teori, yang terdiri dari anatomi dan fisiologi sistem
pernapasan,
konsep dasar Abses Paru, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis,
2

komplikasi, pemeriksaan diagnostik, dan


penatalaksanaan.
BAB III : Asuhan keperawatan, yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan,
rencana keperawatan, dan evaluasi.
BAB IV
: Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan
1.

Pengertian
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia

yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh


mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel.
Oksigen adalah kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan aktivitas
berbagai organ sel (Carpenita, 2006)
a. Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran

pernapasan

menghangatkan,

dan

atas

melembabkan

berfungsi
udara

menyaring,

yang

terhirup.

Saluran pernapasan terdiri dari:


1) Hidung
Hidung adalah saluran udara yang pertama mempunyai
dua lubang(kavumnasi),dipisahkan oleh sekat hidung(septum
nasi). (Drs.H.Syaifuddin, 2006)
2) Faring
Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang
dari dasar tenggorok sampai esophagus yang terletak di
belakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang mulut
(orofaring),

dan

di

belakang

laring

(laringofaring).

(Sedarmayanti, 2007)
3) Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring
yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat
bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina yang
bersambung di garis tengah.
4) Epiglotis
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas
membantu menutup laring pada saat proses menelan. (K.D.
Jayanto, 2008)

b. Saluran Pernapasan Bagian Bawah


Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan
udara dan menghasilkan surfaktan. Saluran ini terdiri dari:
1 Trakea
Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki
panjang 9 cm yang dimulai dari laring sampai kira-kira
ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas 1620 lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput
lendir yang terdiri atas epithelium bersilia yang dapat
mengeluarkan debu atau benda asing. (Graha, 2008)
5) Bronkus
Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari
trakea yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri.
Bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri
yang memiliki 3 lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan
bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan
dari lobus atas ke bawah. (Ngastiyah, 2007)
6) Bronkiolus
Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah
bronkus.
7) Alveolus
Alveolus itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epithelium pipih,
dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan
udara. Suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari
alveolus dan pertukaran gas pun terjadi.
8) Paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru
terletak dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka
sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus
yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis,
5

serta

dilindungi

oleh

cairan

pleura

yang

berisi

cairan

surfaktan. Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas


dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah
organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah
yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut
apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori,
serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan
karbon dioksida. (Asih Y dan Effendy2004)
2. Proses Oksigenasi
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri dari
tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi gas/perfusi.
a Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ada dua
gerakan pernapasan yang terjadi sewaktu pernapasan, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi atau menarik napas adalah
proses aktif yang diselenggarakan oleh kerja otot. Kontraksi
diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah,
yaitu vertikal. Penaikan iga-iga dan sternum meluaskan rongga
dada ke kedua sisi dan dari depan ke belakang. Pada ekspirasi,
udara dipaksa keluar oleh pengendoran otot karena paru-paru
kempis kembali, disebabkan sifat elastik paru-paru itu. Gerakangerakan ini adalah proses pasif. Proses ventilasi dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer
dengan paru, adanya kemampuan thoraks dan paru pada alveoli
dalam melaksanakan ekspansi, refleks batuk dan muntah.
c. Difusi gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli
dengan kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses
pertukaran

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya

permukaan paru, tebal membran respirasi, dan perbedaan


tekanan dan konsentrasi O2.
d. Transportasi gas
6

Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O 2 kapiler


ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi
gas

dipengaruhi

oleh

jantung (kardiak

beberapa

faktor,

output), kondisi

yaitu

curah

pembuluh

darah,

latihan(exercise), eritrosit dan Hb.

E. Konsep Abses Paru


1

Pengertian
a Abses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam
suatu rongga (rongga abses) yang sebelumnya tidak ada,
berbatas tegas. (Rassner et al, 2005: 257)
e. Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai
dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik
dan SDP). (Smeltzer, S.C et al, 2004:496)
f. Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga
yang

terbentuk

akibat

kerusakan

jaringan.

(EGC,

2005:5)
3. Etiologi
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi
dari pneumonia
Penderita

aspirasi akibat

abses

paru

bakteri anaerob di

biasanya

memiliki

mulut.
masalah

periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang


berasal dari celah gusi sampai ke saluran pernafasan bawah
dan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan
terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi
jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang
ditemukan pada seseorang yang berada dalam keadaan tidak
sadar

atau

sangat

mengantuk

karena

pengaruh

obat

penenang, obat bius atau penyalahgunaan alcohol, Penderita


penyakit sistem saraf. Jika bakteri tersebut tidak dapat
dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh, maka akan
terjadi

pneumonia

aspirasi

dan
7

dalam

waktu

7-14

hari

kemudian berkembang menjadi nekrosis (kematian jaringan),


yang

berakhir

dengan

pembentukan

abses.Mekanisme

pembentukan abses paru lainnya adalah bakteremia atau


endokarditis katup trikuspidalis, akibat emboli septik pada
paru-paru.
Pada 89% kasus, penyebabnya adalah bakteri anaerob.
Yang paling sering adalah

Peptostreptococcus,

Bacteroides,

Fusobacterium dan Microaerophilic streptococcus.


Organisme lainnya yang tidak terlalu sering menyebabkan
abses paru adalah:
a Staphylococcus aureus
g. treptococcus pyogenes
h. Streptococcus pneumoniae
i. Klebsiella pneumoniae
j. Haemophilus influenzae
k. spesies Actinomyces dan Nocardia
l. Basil gram negatif
Penyebab

non-bakteri

juga

bisa

menyebabkan

abses

paru,

diantaranya:
a Parasit (Paragonimus, Entamoeba)
m. Jamur(Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomy
ces, Coccidioides)
n. sMycobacteria.
( Asher dan Beandry, 2004)
4. Patofisiologi
menurut Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) adalah:
Bila

terjadi

aspirasi,

kuman

Klebsiela

Pneumonia

sebagai kuman komensal di saluran pernafasan atas ikut


masuk

ke

saluran

pernafasan

bawah,

akibat

aspirasi

berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan


saluran nafas menurun sehingga terjadi keradangan. Proses
keradangan dimulai dari bronki atau bronkiol, menyebar ke
parenchim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi.
Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering
terjadi,

sehingga

pus

atau

jaringan

nekrotik

dapat

dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang tidak memadai

akan menyebabkan proses abses yang akut akan berubah


menjadi proses yang kronis atau menahun.
5. PATHWAY ABSES PARU

6. Manifestasi Klinis
a Kelelahan
o. hilang nafsu
p. makan
q. berat badan menurun
r. berkeringat
s. demam
t. batuk berdahak
u. Dahaknya bisa mengandung darah.
Dahak seringkali berbau busuk karena bakteri dari mulut
atau tenggorokan cenderung menghasilkan bau busuk. Ketika
bernafas, penderita juga bisa merasakan nyeri dada, terutama
jika telah terjadi peradangan pada pleura.
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama
dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu:
1)

2)

Panas badan
Dijumpai berkisar 70% 80% penderita abses paru. Kadang
dijumpai dengan temperatur > 400C.
Batuk
pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan
rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat
dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe).
3) Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai

4)
5)
6)

berkisar 40 75% penderita abses paru.


Nyeri yang dirasakan di dalam dada.
Batuk darah
Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan

dan berat badan.


Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi
seperti redup pada perkusi, suara nafas yang meningkat, sering
dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.

7. Komplikasi dan Prognosis Beberapa komplikasi yang


muncul:
a Empiema
v. Abses otak
w. Atelektasis
x. Sepsis
Prognosis Beberapa factor yang memperbesar angka mortalitas
pada abses paru sebagai berikut:
a Anemia dan hipoalbuminemia
y. Abses yang besar
z. Lesi obstruksi
aa.
Bakteri aerob
ab.
Immunocompromised
ac.Usia tua
ad.
Gangguan intelegensia
ae.
Perawatan yang terlambat
8. Pemeriksaan Diagnostik
a Gambaran Radiologis
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal
dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini
bisa multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih
dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka
didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada
hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi
(opasitas).
af. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis,
meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah
dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap
darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.Pada hitung jenis
sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left
ag.
Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram
tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal
untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.
ah.
Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan
antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan
diagnosa klinis dan etiologis.
10

9. Penatalaksanaan
Untuk

penyembuhan

sempurna

diperlukan

antibiotik,

baik intravena (melalui pembuluh darah) maupun per-oral (melalui


mulut). Pengobatan ini dilanjutkan sampai gejalanya hilang dan
rontgen dada menunjukkan bahwa abses telah sembuh. Untuk
mencapai perbaikan seperti ini, biasanya antibiotik diberikan
selama 4-6 minggu. Pada rongga yang berukuran besar (diameter
lebih dari 6 cm), biasanya perlu dilakukan terapi jangka panjang.
Perbaikan klinis, yaitu penurunan suhu tubuh, biasanya
terjadi dalam waktu 3-4 hari setelah pemberian antibiotik. Jika
dalam waktu 7-10 hari setelah pemberian antibiotik demam tidak
juga turun, berarti telah terjadi kegagalan terapi dan sebaiknya
dilakukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut untuk menentukan
penyebab dari kegagalan tersebut.
Hal -hal yang perlu dipertimbangkan pada penderita yang
memberikan respon yang buruk terhadap pemberian antibiotik
adalah penyumbatan bronkial oleh benda asing atau tumor; atau
infeksi oleh bakteri, mikobakteri maupun jamur yang resisten.
Pada abses paru tanpa komplikasi sangat jarang dilakukan
pembedahan. Indikasi pembedahan biasanya adalah kegagalan
terhadap terapi medis, kecurigaan adanya tumor atau kelainan
bentuk

paru-paru

bawaan.

Prosedur

yang

dilakukan

adalah lobektomi atau pneumonektomi. Angka kematian karena


abses paru mencapai 5%. Angka ini lebih tinggi jika penderita
memiliki gangguan sistem kekebalan, kanker paru-paru atau abses
yang sangat besar.
Penatalaksanaan

Abses

paru

harus

berdasarkkan

pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta


kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada
beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru :
a Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai
33% pada era antibiotika maka tingkat kematian dan
prognosa abses paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama
antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai
peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman
11

anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob).


Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika
antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau
dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan
Cefoxitin. Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan
B Lactamase inhibitase, pada penderita dengan pneumonia
nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru. Waktu
pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan
respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3
minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas,
jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
ai. Drainase
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu
selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses
resolusi Abses paru. Pada penderita Abses paru yang tidak
berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan
drainase melalui bronkoskopi.
aj. Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
1 Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika
9) Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi
perfusi

BAB 3
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A Pengkajian
Anamnesa :
Klien biasanya mengeluh batuk, Demam, Sesak napas, Seputum
supuren dan berbau, terlihat pasien menggigil, napas cepat, suhu
lebih dari 40 C, dan tidak nafsu makan dan penurunan berat badan.
Riwayat penyakit :
1. Saat ini

12

Pasien biasanya mempunyai riwayat penyakit 1-3 minggu dengan


gejala demam dan menggigil serta adanya nyeri dada. Rendahnya
nafsu makan klien dengan penurunan berat badan dan lemah
badan.
2. Penyakit dahulu
Adanya keluhan malaise, penurunan berat badan, panas badan
yang ringan, dan batuk yang produktif. Adanya riwayat penurunan
kesadaran berkaitan dengan sedasi, terauma, dan serangan
epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi
asam lambung saat berada dalam keadaan tidak sadar atau
adanya emboli bakteri di paru akibat suntikan obat.
3. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Klien biasanya mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan
yang dialaminya seperti batuk, sesak napas, dan demam yang
merupakan stresor penting yang menyebabkan klien cemas.
Perawat perlu memberikan dukungan moral dan memfasilitasi
pemenuhan informasi dengan tim medis untuk pemenuhan
informasi mengenai prognosis penyakit klien.
4. Pemeriksaan fisik:
a. Keadaan umum dan TTV
Hasil pemeriksaan TTV pada klien dengan abses paru biasanya
didapatkan peningkatan suhu lebih dari 40 C, frekuensi nafas
meningkat dari normal, denyut nadi biasanya meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan,
tekanan darah biasanya tidak bermasalah.

b. IPPA
Inspeksi :
Pergerakan pernafasan menurun, tampak sesak nafas dan
kelelahan. Bentuk dada biasanya tidak mengalami perubahan.
Gerakan pernapasan asimetris di sisi paru yang mengalami
lesi, gerakan pernapasannya akan tertinggal sesuai dengan
banyaknya pus yang terakumulasi di paru. Ritme pernapasan
cepat dan dangkal. Batuk dan sputum. Klien mengalami batuk
13

yang produktif dengan sputum banyak dan berbau busuk,


purulen berwarna kuning kehijauan sampai hitam kecoklatan
karena bercampur darah, atau kadang-kadang batuk dengan
darah dalam jumlah yang banyak.
Palpasi :
Taktil fremitus pada klien dengan abses paru biasanya normal.
Perbedaan penurunan fremitus ditemukan apabila terjadi
akumulasi pus. Adanya fremitus raba yang meningkat di
daerah yang terinfeksi panas badan yang meningkat diatas
normal, takikardi, naiknya tekanan vena jugularis (JVP), sesak
nafas.
Perkusi
Saat dilakukan perkusi, didapatkan bunyi redup pada sisi paru yang
terkena.
-

Auskultasi

Pada daerah sakit terdengar suara nafas bronkhial disertai suara


tambahan kasar sampai halus. Jika abses terisi penuh dengan cairan
pus akibat drainase yang buruk, suara nafas melemah dan jika
bronkhus paten dan drainase baik ditambah adanya konsolidasi di
sekitar abses akan terdengar suara nafas bronkhial dan ronkhi
basah.
1. Pemeriksaan B6
-

B1 (Breathing)

1. Ketidakefektifan pola napas


2. Gangguan pertukaran gas
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d penumpukan sekret
-

B2 (Blood)

Denyut nadi takikardi dan tekanan darah biasanya normal. Tidak


terdapat bunyi jantung tambahan.
-

B3 (Brain)

Tingkat kesadaran pasien biasanya compos mentis jika tidak disertai


komplikasi penyakit yang serius.
14

B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan erat dengan intake


cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria
yang merupakan tanda awal dari syok.
-

B5 (Bowel)

Klien biasa sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu


makan, dan penurunan berat badan. Hasil pemeriksaan rongga
mulut sering menunjukkan keadaan oral higiene yang buruk dengan
karies gigi, ginggivitis, periodontitis, dan keadaan lain yang
meningkatkan jumlah bakteri anaerob di rongga mulut.
-

B6 (Bone)

Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan


klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
-

Pada fase permulaan, biasanya terlihat gambaran pneumonia

dan kemudian akan tampak daerah radiolusen dalam bayangan


infiltrat yang padat dengan batas permukaan udara cairan (air fluid
level) didalamnya yang menunjukkan adanya drainase yang tidak
sempurna. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai
tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
-

Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal

dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa


multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 20 cm. Gambaran ini
sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat
hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid
level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tandatanda konsolidasi. Sedangkan gambaran khas CT-Scan abses paru
ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas berdinding tebal tidak
15

teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak


bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada
dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa
pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat
terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat
ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya
75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.

1. Pemeriksaan laboratorium
-

Hasil pemeriksaan biasanya menunjukkan adanya leukosit

terutama polimorfonuklear dengan pergeseran kekiri. Kadangkadang jumlah leukosit dapat mencapai 20.000-30.000/mm3. Laju
endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
-

Sputum diperiksa dengan pengecatan gram tahan asam dan

KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan


antibiotik secara tepat dengan cara makroskopis, bau dan warna
sputum, serta pemeriksaan mikroskopis untuk identifikasi
organisme, pewarnaan gramnuntuk pemeriksaan bakteri tahan
asam, dan biakan untuk jamur serta biakan mikroorganisme aerob
dan anaerob.
-

Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika

merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan


etiologis serta tujuan therapi.
-

Besar kavitas biasanya sekitar 4-5 cm dan paling sering

terletak di segmen posterior lobus atas kanan. Letak abses dapat


timbul di tempat lain bergantung pada posisi klien saat aspirasi dan
dapat mengenai lebih dari satu segmen.
-

Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan

O2 dalam darah arteri.


1. Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi
drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
16

F. Diagnosa Keperawatan
1. Hiperthermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi
endotoksin pada hypothalamus
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkokonstriksi, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan,
batuk tak efektif, dan infeksi bronkopulmonal
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen dan kerusakan alveoli
4. Nyeri berhubungan dengan Inflamasi parenkhim paru, Reaksi
seluler terhadap sirkulasi toksin, Batuk menetap.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi,


salah mengerti tentang informasi, keterbatasan kognitif

G. Intervensi Keperawatan
1. Hiperthermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi
endotoksin pada hypothalamus. Dapat ditandai dengan:
a. Peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal
b. Kulit kemerahan
c. Hangat waktu disentuh
d. Peningkatan tingkat pernafasan.
e. Takikardi
Tujuan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal,
bebas dari kedinginan
Kriteria hasil:
Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
INTERVENSI
a. Pantau
suhu
pasien
(derajat
dan
pola);
perhatikan
b. menggigil/diaphoresis

RASIONAL
Peningkatan
suhu
atau
memanjangnya
demam
meningkat laju metabolik dan
kehilangan
cairan
untuk
evaporasi
b. Berikan kompres hangat Dapat
memperbaiki
atau
dan ajarkan serta anjurkan mencegah kekurangan cairan.
keluarga
17

c. Kolaborasi:
Antibiotik

Antipiretik, Berguna
menurunkan
kehilangan cairan.

2. Bersihan

jalan

nafas tidak

efektif

berhubungan

dengan

bronkokonstriksi, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, batuk


tak efektif, dan infeksi bronkopulmonal. Dapat ditandai dengan:
a. Pernyataan kesulitan bernafas
b. Perubahan atau kecepatan pernafasan, penggunaan
aksesori
c. Bunyi nafas tak normal
d. Batuk.
Tujuan :
Mempertahakan jalan

nafas

paten

dengan

bunyi

otot

nafas

bersih/jelas.
Kriteria hasil :
Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
(batuk yang
efektif, dan mengeluarkan secret).
INTERVENSI
a.
Kaji
/pantau
frekuensi
3.
pernafasan,
catat
rasio
inspirasi dan ekspirasi

RASIONAL
Takipnea, pernafasan dangkal
dan
gerakan
dada
tidak
simetris
sering
terjadi
penurunan aliran darah terjadi
pada area konsolidasi dengan
cairan.
b.
Auskultasi bunyi nafas dan Penurunan aliran darah terjadi
catat adanya bunyi nafas pada area konsolidasi dengan
bronkhial
cairan.
c.

Kaji pasien untuk posisi


yang nyaman, Tinggi kepala
tempat tidur dan duduk
pada sandaran tempat tidur

d.

Bantu
abdomen

latihan

Berikan
indikasi

obat

Meningkatkan
inspirasi
maksimal,
meningkatkan
ekpsnsi paru dan ventilasi
pada sisi yang tidak sakit

nafas menurunkan frek. napas dan


meningkatkan
ventilasi
alveolar.
e.
Observasi
karakteriktik Batuk yang tidak terkontrol
batuk dan Bantu tindakan adalah melelahkan dan tidak
untuk efektifan upaya batuk efektif, menyebabkan frustasi.
sesuai Obat dapat digunakan untuk
menekan batuk nonproduktif
atau
menurunkan
mukosa
berlebihan,
meningkatkan
kenyamanan istirahat umum
18

Gan
ggu
an

pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan


kerusakan alveoli. Dapat ditandai dengan:
a.

Dypsnea

b.

Bingung/gelisah

c.

Ketidak mampuan mengeluarkan sekret

d.

Nilai AGD tidak normal

e.

Perubahan tanda vital

f.

Penurunan toleransi terhadap aktifitas


Tujuan :
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernafasan.
Kriteria :
GDA dalam batas normal, warna kulit membaik,
frekuensi nafas 12- 20x/mt, bunyi nafas bersih, tidak ada batuk,
frekuensi nadi 60-100x/mt, tidak dispneu.

INTERVENSI
a.
Kaji frekuensi,
pernafasan

RASIONAL
kedalaman Takipnea, pernafasan

serta

penggunaan

otot

catat dan gerakan dada tidak simetris


aksesori, sering terjadi penurunan aliran

ketidakmampuan berbincang
b.

dangkal

darah

terjadi

pada

area

konsolidasi dengan cairan.


Tingikan kepala tempat tidur Meningkatkan
inspirasi
dan

bantu

posisi

yang

untuk

memilih maksimal, meningkatkan ekpsnsi

mudah

untuk paru dan ventilasi pada sisi yang

bernafas, dorong nafas dalam tidak sakit


perlahan

sesuai

kebutuhan

dan toleransi .
c.
Dorong untuk pengeluaran Membantu

pembersihan

jalan

sputum/ penghisapan bila ada nafas.


indikasi
d.

Awasi tanda vital dan status Perubahan


jantung

e.

Berikan

FC

jantung/TD

menurun PC mngalami nyeri


oksigen

tambahan Evaluasi
19

berkala

keberhasilan

dan

pertahankan

ventilasi terapi/tindakan tim kesehatan.

mekanik dan Bantu intubasi

4. Nyeri berhubungan dengan Inflamasi parenkhim paru, Reaksi


seluler terhadap sirkulasi toksin, Batuk menetap. Dapat ditandai
dengan:
a.

Nyeri dada pleuritik

b.

Melindungi area yang sakit

c.

Perilaku distraksi, gelisah


Tujuan: Menyatakan nyeri hilang/terkontrol
Kriteria hasil :
1.
2.
3.

Menunjukkan perilaku rilek


Bisa istirahat/tidur
Peningkatan aktifitas dengan tepat

INTERVENSI
Tentukan karakteristik nyeri: PQRST

Untuk

sajauh

mana nyeri yang dirasakan


Perubahan FC jantung/TD

Pantau tantanda vital


c.

RASIONAL
mengetahui

menurun PC mngalami nyeri


Berikan tindakan nyaman: pijatan Tindakan
nonanalgesik
punggung,

perubahan

posisi, diberikan dengan sentuhan

relaksasi dan distraksi

lembut dapat menghilangkan


ketidak

nyamanan

memperbesar
analgesik.
d. Anjurkan dan bantu pasien dalam Alat
untuk
teknik

menekan

dada

selama ketidak

episode batuk

efek

dan
derajat

mengontrol

nyamanan

sementara

dada

meningkatkan

keepektifan upaya batuk

Kolaborasi Analgetik

Obat dapat digunakan untuk


menekan batuk nonproduktif
atau

menurunkan

berlebihan,

mukosa

meningkatkan

kenyamanan istirahat umum.


20

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah


mengerti tentang informasi, keterbatasan kognitif. Dapat ditandai
dengan :
a.

Pertanyaan tentang informasi

b.

Pernataan masalah/kesalahan konsep

c.

Tidak akurat mengikuti instruksi


Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit

dan tindakan
Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari
proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor
penyebab.
2. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi
dalam program pengobatan.
INTERVENSI
a. Jelaskan/kuatkan

RASIONAL
penjelasan Klien
mengetahui

proses

proses

perjalanan penyakitnya

b. penyakit individu

b. Dorong pasien/orang terdekat Kurang


untuk menanyakan pertanyaan
c. Instruksikan

atau

tentang

pengetahuan
penyakitnya

pasien
bisa

teratasi.
kuatkan Menurunkan efek manual yang

rasional untuk latihan nafas, berhubungan dengan penyakit


batuk

efektif,

dan

latihan ini.

kondisi umum
d. Diskusikan

obat

pernafasan, Meningkatkan

efek samping dan reaksi tak dalam


diinginkan

dan

kerja

sama

program

pengobatan

memcegah

penghentian

obat sesuai perbaikan kondisi


klien

21

BAB 4
PENUTUP
A Kesimpulan
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang
berisi material purulent dan sel radang akibat proses nekrotik
parenkim paru oleh proses infeksi. Abses paru timbul karena faktor
predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-obatan,
gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang
serta obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk,
sputum purulen dan berbau, disertai malaise, naspu makan dan berat
badan yang turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia,
tanda-tanda

konsolidasi.

Pada

pemeriksaan

foto

polos

dada

didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid level atau proses


konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab
sehingga dapat dilakukan terapi etiologis.Pemberian antibiotika
merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif
fisio terapi.

H. Saran
Pelajarilah makalah ini dengan seksama karena bermanfaat
baik dalam teori ataupun aplikasi, jagalah dan manfaatkan untuk
pribadi atau orang lain.

22

DAFTAR PUSTAKA
Assegaff H. dkk. 2004. Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
AUP. Surabaya, 136 41.
Budjang N. 2005. Radang paru yang tidak spesifik. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI
C.Smeltzer, Suzanne dan Brenda G. Bare. 2005. Keperawatan MedikalBedah.Jakarta : EGC
Djojodibroto RD. 2007. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta:
Salemba Medika
Datir A. Lung Abscess [online]. 2008. 18 September 2014. 13.20 WIB. URL:
http//radiopaedia.org/articles/Lung_abscess
Koziel H. Lung Abscess [online]. 2011. 18 September 2014. 13.00 WIB.
URL: http//www.scribd.com/doc/28978474/Lung-Abscess
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernfasan. Jakarta : Salemba Medika.
Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika
Price,S.A. dan L.M. Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta:EGC.
Soeparman. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Potter, P.A. 2004. Pengkajian Kesehatan. Edisi 3. Jakarta:EGC

23

Vous aimerez peut-être aussi