Vous êtes sur la page 1sur 10

BAB I

PENDAHULUAN
Diabetes melitus adalah penyakit pada orang yang kelenjar pankreasnya gagal
menghasilkan insulin dalam jumlah cukup, atau yang tubuhnya tak dapat menggunakan
insulin dengan baik. Insulin adalah hormon yang membawa gula dari darah ke sel tubuh yang
membutuhkannya yang mengubahnya menjadi energi. Pada pasien diabetes melitus, gula tetap
berada dalam darah (dan keluar melalui urin) dan tidak dibawa ke sel untuk digunakan.
Karena tak ada gula, sel harus membakar lemak dan protein lebih dari biasanya. Pemecahan
lemak dan protein secara berlebihan ini akan membebaskan produk buangan asam kedalam
darah. Diabetes yang tak ditangani atau diawasi dengan baik dapat menimbulkan efek
merugikan dalam jangka panjang dan dapat menyebabkan krisis metabolik dan koma diabetik
(Harkness, 1989).
Walaupun Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan
kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat.
Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi.
Interaksi obat merupakan perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain
(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi
obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama. Interaksi
obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di Amerika menunjukkan
bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah sakit atau harus tinggal di
rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena
interaksi dan/atau efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat
terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu
dokter, sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat
keparahan penyakit atau usia. Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan
toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah).

BAB II
ISI

2.1 Diabetes Melitus


Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang ditandai dengan hiperglikemia
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan pprotein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya
dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia, 2008).

2.2 Definisi Interaksi Obat


Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drugrelated problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat
mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika
atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang
berinteraksi (Piscitelli, 2005).
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah efeknya
secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat potensiasi atau antagonis
efek satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya beberapa efek lainnya (BNF 58, 2009).
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal,
makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Definisi yang lebih relevan
kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi
ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya (Stockley, 2008).
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas
dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan
2

batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung,
antikoagulan, dan obat-obat sitostatik (Setiawati, 2007).

2.3 Mekanisme Interaksi Obat


2.3.1 Interaksi Farmakokinetik
a. Absorbsi
Ketika seseorng memakai dua obat atau lebih pada waktu yang bersamaan, maka laju absorpsi
dari salah satu atau kedua obat itu dapat berubah. Obat yang satu dapat menghambat,
menurunkan, atau meningkatkan laju absorpsi obat yang lain. Hal ini dapat terjadi melalui
salah satu dari tiga jalan : dengan memperpendek atau memperpanjang waktu pengosongan
lambung, dengan mengubah pH lambung, atau dengan membentuk kompleks obat.
b. Distribusi
Dua obat yang berikatan tinggi dengan protein atau albumin bersaing untuk mendapatkan
tempat pada protein atau albumin di dalam plasma. Akibatnya terjadi penurunan dalam
pengikatan dengan protein pada salah satu atau kedua obat itu; sehingga lebih banyak obat
bebas yang bersikulasi dalam plama dan meningkatkan kerja obat. Efek ini dapat
menimbulkan toksisitas obat. Obat- obat yang tidak berikatan dengan protein adalah obat
bebas, obat aktif, dan dapat menimbulkan respon farmakologik. Jika ada dua obat yang
berikatan tinggi dengan protein yang harus dipakai bersamaan, dosis salah satu atau kedua
obat itu mungkin perlu dikurangi untuk menghindari toksisitas obat.
c. Metabolisme dan Biotransformasi
Suatu obat dapat meningkatkan metabolisme dari obat yang lain dengan merangsang
(menginduksi) enzim- enzim hati. Obat- obat yang dapat meningkatkan induksi enzim- enzim
disebut sebagai penginduksi enzim. Kadang- kadang enzim- enzim hati mengubah obat
menjadi metabolit aktif atau pasif. Metabolit obat dapat diekskresi atau dapat menghasilkan
respon farmakologis aktif. Ada juga beberapa obat yang merupakan penghambat enzim.
d. Ekskresi
Obat obat dapat meningkatkan atau menurunkan eksresi ginjal dan mempunyai efek
terhadap ekskresi dari obat obat lain. Obat obat yang dapat menurunkan curah jantung,

menurunkan aliran darah ke ginjal, dan menurunkan filtrasi glomerulus serta menurunkan atau
menunda ekskresi obat.

2.3.2

Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakokinetik adalah hal-hal yang menimbulkan efek-efek obat yang aditif,
sinergis (potensiasi), atau antagonis. Jika dua obat yang mempunyai kerja yang serupa atau
tidak serupa diberikan, maka efek kombinasi dari kedua obat itu dapat menjadi aditif (efek dua
kali lipat), atau antagonis (efek dari salah satu atau kedua obat itu menurun).
a. Efek Obat Aditif
Jika dua obat dengan kerja yang serupa diberikan, interaksi obat ini disebut sebagai efek
aditif. Ini adalah jumlah dari efek kedua obat.
b. Efek Obat Sinergi atau Potensial
Jika dua obat atau lebih diberikan bersama-sama, obat yang satu dapat memperkuat atau
mempunyai efek sinergis terhadap obat yang lain, berarti kadang-kdang efeknya lebih besar
daripada efek gabungan dari kedua obat dari golongan obat yang sama.
c. Efek Obat Antagonis
Jika dua obat dikombinasi yang mempunyai kerja yang berlawanan, atau efek antagonis, maka
efek obat-obat itu akan saling meniadakan. Kerja dari kedua obat itu akan hilang.
Tabel Interaksi Farmakodinamik Dari Obat-Obat
Interaksi
Aditif

Efek
Dalam golongan obat yang sama, efek obat
merupakan jumlah dari efek-efek ke dua obat.

Sinergisik atau Potensiasi

Obat

yang

satu

memperkuat

atau

meningkatkan efek obat yang lain (lebih besar


dari efek masing-masing obat)
Antagonis

Dua obat dalam golongan yang berlawanan


menimbulkan efek saling meniadakan satu

terhadap yang lain.

2.4 Interaksi Obat Antidiabetik


2.4.1 Insulin
Mekanisme kerja insulin menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi
pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik.

Interaksi Insulin
Obat A

Obat B

Efek yang terjadi

Beta blocker

Insulin

Meningkatkan efek hipoglikemia dengan penghambatan


glikogenolisis hati oleh beta blocker

Captopril

Insulin

Meningkatkan efek hipoglikemia dengan meningkatkan kerja


insulin

Adrenalin

Insulin

menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis

Beberapa

Insulin

meningatkan kadar insulin dalam plasma

Insulin

Nikotin mengurangi absorpsi insulin

antibiotik
(kloramfenikol
, tetrasiklin)
Nikotin

2.4.2

Sulfonilurea
Mekanisme kerja sulfonilurea bekerja merangsang sekresi insulin pada pancreas
sehingga hanya efektif bila sel beta pankreas masih dapat berproduksi.

Interaksi Obat Golongan Sulfonilurea


Obat A
Karbon aktif

Obat B
Sulfonilurea

Efek yang terjadi


Penurunan efek

Deskripsi
Karbon aktif mereduksi sulfonilurea

Sulfonilurea
5

Klorpopamid

Barbiturate

Peningkatan efek

Efek barbiturat diperpanjang pada uji

siprofloksasi

Gliburid

Sulfonilurea
Peningkatan efek

dengan hewan
Terjadi potensiasi efek hipoglikemik

n
Sulfonilurea

Glikosida

Sulfonilurea
Peningkatan efek

Kadar serum glikosida digitalis

Etanol

digitalis
Sulfonilurea

Sulfonilurea
Efek bervariasi

meningkat
Etanol memperpanjang lama
penurunan glukosa oleh glipizid
(tidak memperbesar etanol kronos

menurunkan t

1
2

tolbutamid

etanol dengan klorpopamid


menimbulkan reaksi seperti
disulfiram

2.4.3

Biguanida
Mekanisme kerja biguanida bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan
penggunaan glukosa di jaringan.

Interaksi Obat Golongan Biguanida


Obat A

Obat B

Efek yang terjadi/deskripsi

Simetidin

Metformin

Simetidin meningkatkan kadar puncak plasma metformin 60%


dan AUC 40%, terjadi hambatan ekskresi metformin.

Furosemi

Metformin

Furosemid meningkatkan kadar plasma metformin, Cmax


meningkat 22% dan AUC 15%, perubahan ekskresi renal
tidak signifikan.

Alkohol

Metformin

Alkohol meningkatkan efek metforminpada metabolisme


laktat. Peringatkan pasien tidak menggunakan metformin.

Nifedipin

Metformin

Cmax dan AUC metformin meningkat masing-masing 20%


dan 9%, jumlah metformin yang diekskresikan meningkat.
Nifedipin meningkatkan absorbsi metformin.

Giburid

Metformin

Pemberian tunggal metformin meningkatkan AUC dan Cmax


gliburid tetapi sangat bervariasi.

2.4.4

Tiazolidindion
Mekasime kerja tiazolidindion meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan
jaringan adiposa dan menghambat glukoneogenesis hepatik.

Interaksi Obat Golongan Tiazolidindion


Obat A

Obat B

Efek yang terjadi

Atorvastatin

Pioglitazon

Penggunaan bersama selama 7 hari dapat meningkatkan kadar

Ketokonazol

Pioglitazon

serum atorvastatin dan pioglitazon


AUC dan Cmax pioglitazon meningkat

Midazolam

Pioglitazon

Penggunaan pioglitazon 15 hari diikuti dengan miodazolam


dosis tunggal 7,5 mg terjadi penurunan AUC dan Cmax

Nifedipin
Kontrasepes
i oral

Pioglitazon

midazolam sebesar 26%


Penggunaan Pioglitazon dan nifedipinlepas lambat meningatkan

Pioglitazon

konsentrasi nifedipin
Penggunaan Pioglitazon bersama etinilestadion/norethindron
selama 21 hari menyebabkan terjadinya penurunan AUC
etinilestadion 11%, penurunan Cmx 11%-14%.

2.4.5

Inhibitor Beta Glukosidase


Akarbosa bekerja menghambat alfa glukosidase sehingga mencegah penguraian
sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus halus dengan demikian memperlambat
dan menghambat penyerapan karbohidrat.

Interaksi Obat Golongan Beta Glukosidase

Obat A

Obat B

Efek yang terjadi

Akarbose

Digoksin

Konssentrasi serum digoksin menurun.

akarbose

Enzim saluran

Efek akarbose menurun

cerna (amilase,
Miglitol

pankreatin)
Gliburid

Terjadi peurunan AUC Cmax dan AUC gliburid walaupun


secara statistik tidak signifikan

Miglitol

Ranitidine

Ketersediaan hayati ranitidin menurun signifikan 60 %

Miglitol

Metformin

AUC dan Cmax menurun 12-13%

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
8

Diabetes Melitus adalah kelainan yang bersifat kronik yang ditandai oleh gangguan
metabolism karbohidrat, protein, dan lemak yang diikuti oleh komplikasi mikrovaskuler
maupun makrovaskuler, dan telah diketahui berkaitan dengan faaktor genetik dengan gejala
klinik yang paling utama adalah intoleransi glukosa.
Interaksi diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan dalam proses farmakokinetik
maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai dengan perubahan kadar plasma
obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paro dsb. Interaksi farmakokinetik
diakibatkan oleh perubahan laju atau tingkat absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
Interaksi farmakodinamik biasanya dihubungkan dengan kemampuan suatu obat untuk
mengubah efek obat lain tanpa mengubah sifat-sifat farmakokinetiknya.

DAFTAR PUSTAKA

BNF. (2009). British National Formulary . UK: BMJ Group. Hal 504-505.
Harkness, R. (1989). Interaksi Obat. Bandung: ITB Press. Hal. 99-100.
Piscitelli, S. C., and Rodvold, K. A. (2005). Drug Interaction in Infection Disease. Second
Edition. New Jersey : Humana Press. Halaman 1-9.
9

Rahmawati, F.Handayani, R., Gosal, V. (2006). Kajian Retrospektif Interaksi Obat di Rumah
Sakit Pendidikan Dr. Sardjito Yogyakarta. Majalah Farmasi Indonesia, 17 (4). Halaman
177-183. mfi.farmasi.ugm.ac.id /files/news/3.17-4-2007bu_fita. pdf. Diakses tanggal 8
November 2014.
Setiawati, A. (2007). Interaksi obat, dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya
Baru. Halaman 800-801.
Stockley, I.H. (2008). Stockleys Drug Interaction. Eight Edition. Great Britain: Pharmaceutical
Press. Halaman 1-9.

10

Vous aimerez peut-être aussi