Vous êtes sur la page 1sur 8

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT HEPATITIS
I. KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh
infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi,
1999).
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia
serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001).
B. Etiologi
Beberapa virus yang menyebabkan hepatitis adalah :
a. Hepatitis A Virus (HAV)
Merupakan virus RNA kecil yang dapat dideteksi di dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase
preikterik. HAV sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. HAV terutama ditularkan melalui
oral dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi. Penularan ditunjang oleh adanya
sanitasi yang buruk, kesehatan pribadi yang buruk, dan kontak intim (tinggal serumah atau
seksual). Masa inkubasi rata-rata adalah 28 hari. Masa infektif tertinggi adalah pada minggu kedua
segera sebelum timbulnya ikterus.
b. Hepatitis B Virus (HBV)
HBV termasuk virus DNA bercangkang ganda yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti.
Infeksi HBV merupakan penyebab utama dari hepatitis akut dan kronik, sirosis dan kanker hati di
seluruh dunia. Cara utama penularan HBV melalui parenteral dan menembus membran mukosa,
terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 120 hari. Hampir semua
cairan tubuh darah, semen, saliva, air mata, asites, susu ibu, kemih dan juga feses dari orang
yang terinfeksi dapat menular, terutama 3 dari yang pertama.
c. Hepatitis C Virus (HCV)
HCV merupakan virus RNA kecil terbungkus lemak. HCV diduga terutama ditularkan melalui
jalan parenteral, kemungkinan melalui kontak seksual. Virus dapat menyerang semua kelompok
usia, tetapi lebih sering orang dewasa. Masa inkubasi berkisar 15160 hari, ratarata 50 hari.
d. Hepatitis D Virus (HDV)
HDV (delta) merupakan virus RNA. Penularannya terutama melalui serum. Masa inkubasinya
sekitar 2 bulan.
e. Hepatitis E Virus (HEV)
HEV adalah suatu virus RNA kecil. Infeksi HEV ditularkan melalui jalan fekal-oral, dan telah
dikaitkan lewat air di negara sedang berkembang. Paling sering menyerang orang dewasa muda
sampai setengah umur, dan pada wanita hamil didapatkan angka mortalitas yang sangat tinggi (20
%). Masa inkubasinya sekitar 6 minggu. (Price S.A., 1995 : 440442).
C. Tanda dan Gejala
a. Hepatitis A
Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang
dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan

hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu.
b. Hepatitis B
Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, demam ringan, mual muntah, kurang nafsu makan,
mata dan kulit kuning, dan air kencing berwarna gelap.
c. Hepatitis C
Gejala yang dirasakan pada hepatitis C antara lain demam, rasa lelah, muntah, sakit kepala, sakit
pada bagian atas sebelah kanan perut atau hilangnya nafsu makan. (Silalahi L., 2004/03/26/).
D. Patofisiologi
Hati adalah salah satu organ tubuh yang paling penting. Organ ini berperan sebagai gudang
untuk menimbun gula, lemak, vitamin dan gizi; memerangi racun dalam tubuh seperti alkohol;
menyaring produk-produk yang tidak berguna lagi dari darah; dan bertindak sebagai semacam
pengaruh seluruh bagian tubuh yang menjamin terjadinya keseimbangan zat-zat kimia dalam sistem
itu. Kalau hati tidak sanggup berfungsi, tubuh akan rentan terhadap infeksi sekunder dan organ
pada umumnya akan gagal berfungsi. (Silalahi L., http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/
2004/03/26/).
Hepatitis, penyakit hati yang biasanya sembuh sendiri dan tanpa komplikasi, disebabkan oleh
agen virus. Virus hepatitis dapat digolongkan menjadi lima jenis; hepatitis A (HAV), hepatitis B
(HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV), dan hepatitis E (HEV). Hepatosit (sel epitelail hati)
dirusak secara langsung oleh virus atau oleh respons imun tubuh terhadap virus; pada penyakit ini
terjadi perubahan fungsi seluler yang menimbulkan inflamasi, nekrosis, dan autolisis hati.
Regenerasi sel terjadi jika sel-sel yang rusak dibuang oleh fagositosis sel. Biasanya penyembuhan
terjadi dengan sedikit sekali meninggalkan kerusakan, meskipun dapat juga berkembang menjadi
hepatitis kronik dan sirosis. (Betz C.L., 2002 : 185).
Hepatitis A ditularkan terutama oleh makanan dan minuman yang terkontaminasi. Penyakit
Hepatitis B menyebar melalui kontak dengan darah, air mani dan cairan vagina yang terinfeksi.
Hubungan seks dengan orang yang terinfeksi atau penggunaan bersama jarum obat dapat
menyebarkan penyakit ini. Hepatitis C ditularkan melalui kontak seksual, penggunaan obat-obatan
dengan jarum, bahkan pemakaian bersama pisau cukur atau sikat gigi dengan orang yang telah
terinfeksi. (Silalahi L., http://www.tempointeraktif.com/ hg/narasi/2004/03/26/).
Beberapa etiologi yang mengakibatkan terjadinya Hepatitis diantaranya; komplikasi infeksi,
obstruksi traktusbilliaris, penyebaran dari visera saluran pencernaan, septikemia, trauma pada hati
dan abses amoeba. Yang menyebabkan kelainan yaitu abses hati, sehingga dari gejalanya dapat
terjadi gangguan citra tubuh dan harga diri rendah. Sedangkan luka tusuk tembus, luka tumpul,
kecelakaan mengakibatkan kelainan trauma pada hati, sehingga dilihat dari gejalanya menjadikan
perubahan perlindungan. Sedangkan adanya faktor resiko primer hepatitis, sirosis, hepatotoksis,
trauma metastase dari tempat lain umumnya dari visera abdomen, payudara, ginjal, ovarium, testis,
kulit yang menyebabkan kelainan karsinoma hati dan bisa beresiko tinggi terhadap infeksi, dan
yang mana gejalanya memunculkan masalah kurang pengetahuan, intoleransi aktifitas (lemah
badan), resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit.
Dari ketiga kelainan tersebut, menyebabkan peradangan hati, sehingga menimbulkan beberapa
gangguan yaitu necrosis hati yang mengakibatkan menurunnya metabolisme (karbohidrat, lemak,

protein, besi). Akibat menurunnya metabolisme tersebut, terjadi penurunan fungsi hati. Peradangan
hati juga menimbulkan nyeri sehingga muncul anoreksia. Akibatnya anoreksia menyebabkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh maka terjadi penurunan BB, timbul kelemahan pada
pasien, yang disebabkan oleh yang lain yaitu hipoglikemia dan menurunnya metabolisme tubuh
(karbohidrat, lemak, protein, besi) yang nantinya mengakibatkan kelelahan. Anoreksia juga timbul
karena nausea dan vomitus yang merupakan gejala dari gangguan gastrointestinal akibat
peradangan hati. Peradangan hati juga memunculkan gejala gastrointestinal yaitu disfungsi
intestinal, penyebab kelemahan yang lain yaitu hipoglikemia. Dan yang lebih parah lagi,
peradangan hati bisa sampai ke gagal hati total.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada hepatitis terdiri dari diit, istirahat, dan pengobatan medikamentosa.
a. Diet
Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah, sebaiknya diberikan infus. Jika sudah
tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori (30-35 kalori/kg BB) dengan protein cukup
(1 g/kg BB). Pemberian lemak sebenarnya tidak perlu dibatasi. Dulu ada kecenderungan untuk
membatasi lemak, karena disamakan dengan penyakit kandung empedu. Dapat diberikan diit hati
II-III.
b. Istirahat
Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak terbukti
dapat mempercepat penyembuhan. Kekecualian diberikan kepada mereka dengan umur tua dan
keadaan umum yang buruk.
c. Medikamentosa
1) Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan bilirubin darah.
Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestasis yang berkepanjangan, dimana transaminase
serum sudah kembali normal tetapi bilirubin masih tinggi. Pada keadaan ini dapat diberikan
2)
3)
4)
5)

prednison 3 X 10 mg selama 7 hari kemudian dilakukan tapering off.


Berikan obat-obat yang bersifat melindungi hati.
Antibiotik tidak jelas kegunaannya.
Jangan diberikan antiemetik. Jika perlu sekali diberikan golongan fenotiazin.
Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. (Mansjoer A., 1999 : 514515).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Laboratorium
a.
Pemeriksaan pigmen
urobilirubin direk
bilirubun serum total
bilirubin urine
urobilinogen urine
urobilinogen feses
b.
Pemeriksaan protein
protein totel serum
albumin serum
globulin serum
HbsAG
c.
Waktu protombin
- respon waktu protombin terhadap vitamin K
d.
Pemeriksaan serum transferase dan transaminase

2.
G.

AST atau SGOT


ALT atau SGPT
LDH
Amonia serum
Radiologi
foto rontgen abdomen
pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif
kolestogram dan kalangiogram
arteriografi pembuluh darah seliaka
3.
Pemeriksaan tambahan
laparoskopi
biopsi hati
Komplikasi
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi

amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan
paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan
pada alkoholik.

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati
1. Aktivitas
Kelemaha
Kelelahan
Malaise
2. Sirkulasi
Bradikardi ( hiperbilirubin berat )
Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
3. Eliminasi
Urine gelap
Diare feses warna tanah liat
4. Makanan dan Cairan
Anoreksia
Berat badan menurun
Mual dan muntah
Peningkatan oedema
Asites
5. Neurosensori
Peka terhadap rangsang
Cenderung tidur
Letargi
Asteriksis
6. Nyeri / Kenyamanan
Kram abdomen

Nyeri tekan pada kuadran kanan


Mialgia
Atralgia
Sakit kepala
Gatal ( pruritus )
7. Keamanan
Demam
Urtikaria
Lesi makulopopuler
Eritema
Splenomegali
Pembesaran nodus servikal posterior
8. Seksualitas
Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di
kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan
masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami
inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi
hepar
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder
terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
6. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus.

C.
1.

INTERVENSI
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak

nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan,
kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
a.
Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/
keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
b. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan pagi
paling sering
R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan
kapasitasnya.
c.
Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang
menurunkan nafsu makan.
d. Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
e.
Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk
diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.
2.

Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami

inflamasi hati dan bendungan vena porta.


Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis
intensitas dan lokasinya)
a.
Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk
intensitas nyeri
R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat peregangan
secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan
nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.
b.
Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
Akui adanya nyeri
Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya
R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami
nyeri
c.
Berikan informasi akurat dan
Jelaskan penyebab nyeri
Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui
R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan
dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat
penjelasan)
d.
Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi
R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri.
3.

Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap

inflamasi hepar.
Hasil yang diharapkan :
Tidak terjadi peningkatan suhu
a.
Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
b. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk
mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi

c.
Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan
merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
d. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan
mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.
4.
Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
a.
Jelaskan sebab-sebab keletihan individu
R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien cenderung lebih tenang
b.
Sarankan klien untuk tirah baring
R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga metabolisme dapat
digunakan untuk penyembuhan penyakit.
c.
Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, kemampuan-kemampuan dan
minat-minat
R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang sangat penting dan

meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan yang kurang penting


d.
Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu puncak energi, waktu
kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan keletihan
R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi kegiatan yang dapat menimbulkan
keletihan
e.
Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif (bersikap asertif, teknik
relaksasi)
R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis
5.

Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder

terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu


Hasil yang diharapkan :
Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
a.
Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering
Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan (kadtril, lanolin)
Keringkan kulit, jaringan digosok
R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung syaraf
b.
Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan dingin dan
kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan meningkatkan sensitivitas melalui
vasodilatasi
c.
Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan kuat pada area
pruritus untuk tujuan menggaruk
R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih banyak pruritus
d.
Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin
R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban kekeringan
6.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen, asites
penurunan ekspansi paru dan akumulasi sekret.
Hasil yang diharapkan :
Pola nafas adekuat
Intervensi :
a.
Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan
R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen
b. Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
c.
Berikan posisi semi fowler
R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan
ukuran sekret
d.
Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif
R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
e.
Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia
7.
Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus
Hasil yang diharapkan :
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
a.
Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk menangani semua
cairan tubuh
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen
Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh
Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah yang tepat, jangan

menutup kembali atau memanipulasi jarum dengan cara apapun


R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus hepatitis
b.
Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh dengan tepat untuk
membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang terkontaminasi
R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi infeksius dan mencegah
transmisi penyakit
c.
Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan pengunjung lain
dan petugas pelayanan kesehatan.
R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi infeksi
d.
Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan yang tepat
R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Gallo, Hudak, 1995, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.
Hadim Sujono, 1999, Gastroenterologi, Alumni Bandung.
Moectyi, Sjahmien, 1997, Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan Penyakit, Gramedia
Pustaka Utama Jakarta.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit, EGC, Jakarta.
Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa
Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001.
Susan, Martyn Tucker et al, Standar Perawatan Pasien, jakarta, EGC, 1998.
Reeves, Charlene, et al,Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Joko Setiyono, Edisi I, jakarta,
Salemba Medika.
Sjaifoellah Noer,H.M, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, Balai Penerbit
FKUI, jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi