Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
A. Apendisitis
I. Anatomi
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch
(analogdengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin. Appendiks
adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada
bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada
Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal
appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm,
diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum
dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia
omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc
Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari
SIAS kanan.1
Gambar 1. Anatomi Valvula Ileocecalis
Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5
cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. 1
Gambar 2. Anatomi apendiks
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Appendiks mungkin
tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang
menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks.
Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf,
pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa
terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta
lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer).
Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada
pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari
appendiks.2
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu
bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari
sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup
ileosekal.3
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada
kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang
kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh
letak apendiks.1
Jenis posisi1:
Promontorik
: ujung appendiks menunjuk ke arah promontoriun sacri
Retrocolic
: appendiks berada di belakang kolon ascenden dan
biasanya retroperitoneal.
Antecaecal
: appendiks berada di depan caecum.
Paracaecal
: appendiks terletak horizontal di belakang caecum.
Pelvic descenden
: appendiks menggantung ke arah pelvis minor
Retrocaecal
: intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar
ke atas ke belakang caecum.
Gambar 3. Posisi Apendiks
Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika
superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di
sekitar umbilikus.1
Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari
a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada
infeksi, appendiks akan mengalami gangren.1
Secara histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama seperti
usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular submucosa oleh mucosa
maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang utama. Appendiks
terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar
dan bergabung menjadi satu di mesoappendiks. Jika apendik terletak
retroperitoneal, maka appendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa. 1
Histologis2:
- Tunika mucosa : memiliki kriptus tapi tidak memiliki villus.
- Tunika submucosa
: banyak folikel lymphoid.
- Tunika muscularis
: stratum sirculare sebelah dalam dan stratum
longitudinale ( gabungan tiga tinea coli) sebelah luar.
- Tunika serosa
: bila letaknya intraperitoneal asalnya dari peritoneum viscerale.
Gambar 4. Gambaran histologi apendiks
II.
Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis. 4
Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari
sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran
cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh. 4
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu
setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan
kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan
lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit. 4
III. Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan
limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa
merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya 5 :
1. Faktor sumbatan (obstruksi)
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringanlymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya
sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui
pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus
apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan
90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture. 5
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat
infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur
didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli,
lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%. 5
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi
apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama
dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi
lumen.5
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.Bangsa kulit
putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang
pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih
telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang
yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko
apendisitis yang lebih tinggi.5
IV. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.6
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks
yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika
sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20.
Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat
mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi
gangrene atau terjadi perforasi.6
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
V.
1.
2.
3.
4.
5.
Kelainan patologi
Peradangan awal
Apenditis mukosa
Radang di seluruh
Ketebalan dinding
Perforasi
Pendindingan (Infiltrat)
Tidak berhasil
Berhasil
Abses
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak
jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi.6
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah
tetapi lebih ke regio lumbal kanan.6
VI. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan
rektal sampai 1C.6
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan
gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
appendikuler.6
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis
lokal yaitu6:
Nyeri lepas
peritoneum parietal.
Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada,
yang ada nyeri pinggang.
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk,
mengedan.
Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya
penonjolan di perut kanan bawah. (2)
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata. 6
Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 912. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan
colok dubur. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada
anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila
apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang,
pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri. 6
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada
hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan.6
Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak
dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan). 6
Gambar 5. Tes Psoas sign
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada
tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur
kedalam.6
Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak
denhgan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.6
: observasi
5 6 : antibiotic
7 10 : operasi dini
VIII. Diagnosis Banding
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas
dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis. 7
2. Limfadenitis mesenterica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri
perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan
mual-muntah.7
3. Ileitis akut
Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang
anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi insidental
diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang membingungkan. 7
4. DHF
Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni,
rumple leed (+), hematokrit meningkat.7
5. Peradangan pelvis
Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua
organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis. Untuk
menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexual. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus.
Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka
akan terasa nyeri.7
6. Kehamilan ektopik
Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika
terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri
yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik.
Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan nyeri dan penonjolan di cavum Douglas,
dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah.7
7. Diverticulitis
Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadangkadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada
diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis. 7
8. Batu ureter atau batu ginjal
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan
tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan
terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus
dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada
pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. 7
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah
apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila
massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.
Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun
tanpa peritonitis umum.6
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak
kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik
atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. 6
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular
infiltrat :7
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap
kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu
kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase
saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak
ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak
menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan
tindakan bedah.7
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi
perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya
diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil
dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan
massa harus segera dibuka dan didrainase.7
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana
nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara
ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini
akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat
dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar.
Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat
samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari
100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap
hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk
mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT.7
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :
LED
Jumlah leukosit
Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2. Pemeriksaan fisik :
o Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan
aksiler)
o Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
o Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil
dibanding semula.
o Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
1. Bila LED telah menurun kurang dari 40
2. Tidak didapatkan leukositosis
3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak
mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa
o Apakah penderita sudah bed rest total
o Pemakaian antibiotik penderita
o Kemungkinan adanya sebab lain.
d. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan,
operasi tetap dilakukan.
e. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi
adalah drainase.
Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai melalui insisi Mc
Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis berupa
apendektomi yang dicapai melalui laparotomi. 7
Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi :
1.
Cutis
6. MOI
2.
Sub cutis
7. M. Transversus
3.
Fascia Scarfa
8. Fascia transversalis
4.
Fascia Camfer
9. Pre Peritoneum
5.
Aponeurosis MOE
10. Peritoneum
X.
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk
usus halus.6
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah : 6
nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya : 6
1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
3. Intra peritoneal abses lokal.(4)
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk
kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian. 7
XI. Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak
diangkat.6
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun
dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering
ditemukan pada anak-anak dan remaja. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang
terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10
tahun1.
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada
anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan appendicitis akut mengalami
perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian
resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama
pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan2.
Diagnosis appendicitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Diagnosis yang tepat
dibuat hanya pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal. Angka appendectomy
negatif pada pediatrik berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan
pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis2.
limf disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di
seluruh tubuh5.
2.3 INSIDENSI
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa
Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya.
Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim panas. 1
Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara
bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam
menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi6.
Escherichia coli
Viridans streptococci
Pseudomonas aeruginosa
Enterococcus
2.5 PATOGENESIS
Bakteri anaerob
Bacteroides fragilis
Peptostreptococcus micros
Bilophila species
Lactobacillus species
Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 2436 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah
2-3 hari5
Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi
oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan
tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses
peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith
adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan 3040% pada anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga
dapat menyababkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan
dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik
baik lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau
akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis,
Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric
atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic
fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang
mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks,
khususnya jika tumor berlokasi di 1/3proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda
asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis.
Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis5
Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya
nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan
pencernaan.Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendicitis, khususnya pada
anak-anak5.
Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam,
tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah
menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah
timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain5.
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan
aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan
obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu,
terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis
akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat
eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale,
serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi
appendiks, khususnya di titik Mc Burneys. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran
kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau
pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai
peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada
appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic yang
terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan
frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria
pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi
retensi urine5.
Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis
umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan
kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks
mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala
peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi,
dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama
gejala berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering
dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum. Anak yang lebih tua
atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat diketahui dari
adanya massa pada pemeriksaan fisik5
Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering
didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal
atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis5
2.6 GAMBARAN KLINIS
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada
neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis
appendicitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama
kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang
samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi
peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit1.
Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada
anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi
di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri
punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak
dengan appendicitis retrocecal arau pelvis1.
Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejal dapat berupa
nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing dan distensi
kandung kemih1.
Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset
terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan
iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi
sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis. Meskipun
demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi
pada anak dengan appendicitis1.
Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika
suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis
kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha
kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong.Bising usus
meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau menghilang1.
Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung
untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan 1.Anak yang
menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendicitis, kecuali pada anak dengan
appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter5.
Tabel 1. Gejala Appendicitis Akut8
Frekuensi
(%)
Nyeri perut
100
Anorexia
100
Mual
90
Muntah
75
Nyeri berpindah
50
50
Gejala
Tanda
Laboratorium
Manifestasi
Skor
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri RLQ
Nyeri lepas
Febris
Leukositosis
Total poin
10
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan11.
Pemeriksaan
urinalisis
membantu
untuk
membedakan
appendicitis
denganpyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria
dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter1.
Ultrasonografi
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%.
Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix
dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya
cairan atau massa periappendix1.
False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil
dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena
letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang
menghalangi appendix1.
CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 9598%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya
abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik1.
Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari
5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil
sehingga memberi gambaran halo 10.
2.9 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin4,12.
Pada anak-anak balita
intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.
Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun.
Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir
sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal.
Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah.
Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena
memiliki gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan
ditemukan leukosit pada feses.
Pada anak-anak usia sekolah
gastroenteritis, konstipasi, infark omentum.
Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis,
tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab
nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum
juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai appendicitis.
Pada infark omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah
Pada pria dewasa muda
Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohns disease,
klitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu
menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa sakit pada
skrotumnya.
Pada wanita usia muda
Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak berhubungan
dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista
ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada
abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun
torsi.
Pada usia lanjut
Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding
yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal
dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat
terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada
orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis, karena
lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari
onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan
CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.
2.10 KOMPLIKASI
1. Appendicular infiltrat:
Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari
Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus
atau usus besar.
2. Appendicular abscess:
Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang
meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar.
3. Perforasi
4. Peritonitis
5. Syok septik
6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar
7. Gangguan peristaltik
8. Ileus 4,12
2.11 PENATALAKSANAAN
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis :
Puasakan
Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian
menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.
analgetik
tidak
akan
M.rectus abd.
sayatan