Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ilmu kedokteran forensik berhubungan dengan identifikasi manusia
yang hidup ataupun manusia yang telah meninggal. Identifikasi forensik
merupakan salah satu upaya membantu penyidik menentukan identitas
seseorang yang identitasnya tidak diketahui baik dalam kasus pidana
maupun kasus perdata. Penentuan identitas seseorang sangat penting bagi
peradilan karena dalam proses peradilan hanya dapat dilakukan secara
akurat bila identitas tersangka atau pelaku dapat diketahui secara pasti.
Identifikasi forensik dapat dilakukan dengan metode-metode antara
lain yaitu metode visual yang dilakukan dengan memperlihatkan korban
kepada anggota keluarga atau teman dekatnya untuk dikenali, pemeriksaan
dokumen, pemeriksaan perhiasan yang dikenakan korban, pemeriksaan
pakaian, identifikasi medis meliputi pemeriksaan dan pencarian data
bentuk tubuh, tinggi dan berat badan, ras, jenis kelamin, warna rambut,
warna tirai mata, cacat tubuh/kelainan khusus, jaringan parut bekas
operasi/luka, tato (rajah), pemeriksaan gigi, pemeriksaan serologi, metode
eksklusi, identifikasi potongan tubuh, anatomi, penentuan ras, dan
identifikasi kerangka.
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan
bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin,
perkiraan umur, tinggi badan, parturitas (riwayat persalinan), ciri-ciri
khusus,

deformitas,

dan

bila

memungkinkan

dapat

dilakukan

superimposisi serta rekonstruksi wajah. Bila terdapat tulang tengkorak


yang utuh dan terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup,
maka dapat dilakukan metode superimposisi, yaitu dengan menumpukkan
foto Rontgen tulang tengkorak di atas foto wajah yang dibuat berukuran

sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian
dapat dicari adanya titik-titik persamaan.
Kata Kunci: Identifikasi forensik, superimposisi.

1.1.

Tujuan
Tujuan dalam pembuatan referat ini ialah:
a. Menjelaskan jenis-jenis teknik identifikasi forensik.
b. Menjelaskan teknik superimposisi
identifikasi forensik.

BAB II

dan penggunaannya

dalam

TINJAUANPUSTAKA
2.1. Teknik Identifikasi Forensik
2.1.1. Pengertian dan Peran Identifikasi Forensik
Teknik identifikasi forensik merupakan upaya yang
dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan
identitas seseorang. Menentukan identitas personal dengan tepat
amat penting dalam penyidikan karena adanyta kekeliruan dapat
berakibat fatal dalam proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama
pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak,
hangus terbakar, dan pada kecelakaan masal, bencana masal, atau
huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan
tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga
berperan dalam beberapa kasus, antara lain seperti penculikan
anak, bayi yang tertukar atau diragukan orang tuanya.
Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode
sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi,
serologi, dan secara eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula
metode identifikasi DNA.
2.1.2. Jenis-jenis Identifikasi Forensik
1. Pemeriksaan sidik jari
Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari
antemoftem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan
yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.
Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap
jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan
pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.
2. Metode Visual

Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang


yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. cara ini hanya
efektif pada jenazah yang berum membusuk, sehingga masih mungkin
dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu
diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut
berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah
tersebut.
3. Pemeriksan Dokumen
Dokumen seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi
(SlM), Paspor, dan sejenisnya yang kebetulan ditemukan dalam saku pakaian
yang dikenakan makin sangat membantu mengenali jenazah tersebut. perlu
diingat bahwa pada kecelakaan massal, dokumen yang terdapat dalam tas atau
dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang
bersangkutan.
4. Pemeriksaan Pakaian dan perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat
diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge
yang semuanya dapat membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi
pembusukan pada jenazah tersebut.
Khusus anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan Polri (Kepolisian
Republik Indonesia), identifikasi dipermudah oleh adanya nama serta NRP
(Nomor Registrasi Polisi) yang tertera pada kalung logam yang dipakainya.
5. ldentifikasi Medik
Metode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum
meliputi tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.
Data khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah
tulang, dan sejenisnya.
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang
ahli dengan menggunakan berbagai cara modifikasi (termasuk pemeriksaan
19 dengan sinar-X) sehingga ketepatannya cukup tingi. Bahkan pada
tengkorak / kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini.

Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur,
tingi badan, kelainan pada tulang, dan sebagainya.
6. Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang
yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan
pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,
bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi, dan sebagainya.
Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan
gigi yang khas. Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara
membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem.
7. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologi betujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.
Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat
dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku, dan tulang. Saat ini telah dapat
dilakukan pemeriksaan sidik DNA yang akurasinya sangat tinggi.
8. Metode Eksklusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan massal yang melibatkan sejumlah
orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara,
kapal laut, dan sebagainya.
Bila sebagian 20 besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan
menggunakan metode indentifikasi yang lain, sedangkan identitas sisa korban
tidak dapat ditentukan dengan metode-metode tersebut diatas, maka sisa
korban diindentifikasi menurut daftar penumpang.
9. ldentifikasi Potongan Tubuh Manusia (Kasus Mutilasi)
Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan jaringan
berasal dari manusia atau hewan. Bilamana berasal dari manusia, ditentukan
apakah potongan-potongan tersebut dari satu tubuh.
Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan, dan
keterangan lain seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, serta cara
pemotongan tubuh yang mengalami mutilasi.
Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari manusia dapat
digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara

makroskopik, mikroskopik, dan pemeriksaan serologik berupa reaksi antigenantibodi (reaksi presipitin).
Penentuan jenis kelamin ditentukan dengan pemeriksaan makroskopik dan
harus diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan
kromatin seks wanita, seperti drumstick pada leukosit dan badan Barr pada
sel epitel serta jaringan otot.
10.ldentifikasi Kerangka
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa
kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan
umur, dan tinggi badan, ciri-ciri khusus dan deformitas serta 21 bila
memungkinkan dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda-tanda
kekerasan pada tulang dan memperkirakan sebab kematian. Perkiraan saat
kematian dilakukan dengan memperhatikan kekeringan tulang.
Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan
identifikasi dengan membandingkan data antemortem. Bila terdapat foto
terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat dilaksanakan metode
superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto Rontgen tulang
tengkorak diatas foto wajah orang tersebut yang dibuat berukuran sama dan
diambil dari sudut pengambilan yang sama, dengan demikian dapat dicari
adanya titik-titik persamaan.
11. Pemeriksaan Anatomik
Pemeriksaan Anatomik dapat memastikan bahwa kerangka yang diperiksa
tersebut adalah kerangka manusia. Kesalahan penafsiran dapat timbul bila
hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan
pemeriksaan serologi reaksi presipitin dan histologi fiumlah dan diameter
kanal-kanal havers.
12.Penentuan Ras
Penentuan ras dapat dilakukan dengan pemeriksaan antropologik pada
tengkorak, gigi geligi, tulang panggul, atau lainnya. Arkus zigomatikus dan
gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk ke
arah ras Mongoloid.

Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang


tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpal. Sedangkan
tinggi badan dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, dengan
menggunakan rumus yang dibuat oleh banyak ahli melalui suatu penelitian.
Djaja Surya Atmaja menemukan rumus untuk populasi dewasa muda di
Indonesia :
TB =71,2817 + 1,3346 (tib) +1,0459(fib) (lk 4,8684)
TB =77,4717 + 2,1ggg (tib) + (lk 4,9526)
TB =76,2772 + 2.,2522 (fib) (lk 5,0226)
Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2
milimeter dari tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tingi badan
perlu diperhatikan.
Rata-rata tinggi laki-laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus
yang terpisah antara laki-laki dan wanita. Apabila tidak dibedakan, maka
diperhitungkan ratio laki-laki banding wanita adalah 100:90. Selain itu
penggunaan lebih dari satu tulang sangat dianjurkan. (khusus untuk rumus
Djaja Surya Atmaja, panjang tulang yang digunakan adalah panjang tulang
yang diukur dari luar tubuh berikut kulit luarnya). Ukuran pada tengkorak,
tulang dada, dan telapak kaki juga dapat digunakan untuk menilai tinggi
badan. Bila tidak diupayakan rekonstruksi wajah pada tengkorak dengan jalan
menambal tulang tengkorak tersebut dengan menggunakan data ketebalan
jaringan 23 lunak pada berbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan
kepada masyarakat untuk memperoleh masukan mengenai kemungkinan
identitas kerangka tersebut.
2.2. Superimposition
2.2.1. Definisi
Superimposisi adalah suatu system pemeriksaan untuk menentukan
identitas seseorang dengan membandingkan koban semasa hidupnya dengan
tengkorak yang ditemukan. Teknik superimposisi dibagi menjadi superimposisi
frontal, superimposisi dentis, dan superimposisi maksilo-fasial.
a. Superimposisi dentis

Superimposisi

dentis

ialah

teknik

identifikasi

seseorang

yang

membandingkan antara gambaran gigi orang yang hilang atau yang diidentifikasi
dengan pola gigi pada jenazah tersebut. Teknik identifikasi ini adalah prosedur
yang umum digunakan pada praktek utin odontology forensik
a. Kraniofasial Superimposisi
1) Pengenalan tentang teknik identifikasi manusia dan Kedokteran Forensik.
2) Dasar-dasar dari Metode Identifikasi Superimposisi Kraniofasial
3) Sejarah Superimposisi Kraniofacial mengenai perangkat teknis pendukung

BAB III KESIMPULAN


DAFTAR PUSTAKA
KERANGKA PIKIR REFERAT SUPERIMPOSITION

COVER
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.2.

Metode Sidik
jari

Latar belakang
Ilmu kedokteran forensik

Teknik identifikasi forensik


Metode visual
Pemeriksaan
dokumen
Pemeriksaan
pakaian dan
perhiasan

Identifikasi
kerangka

Identifikasi
medik
Identifikasi
Pemeriksaan
Superimpos
Pemeriksaan
potongan
Metode
serologi
Penentuan
Anatomi
ed Ras
gigi

BAB II TINAJAUAN PUSTAKA

2.1. Odontologi Manusia


2.1.1. Anatomi Gigi
2.1.2. Struktur Gigi
2.1.3. Morfologi Gigi
2.1.4. Nomenklatur Gigi
2.1.5. Embriologi dan Perkembangan Gigi pada Manusia
2.2. Antropologi Manusia
2.1.1. Anatomi Tulang pada Manusia
2.3. Teknik Identifikasi Forensik
2.1.1. Pengertian
2.1.2. Jenis-jenis
2.1.2.1. Pemeriksaan Sidik Jari
2.1.2.2. Metode Visual
2.1.2.3. Pemeriksaan dokumen
2.1.2.4. Pemeriksaan pakaian dan perhiasan
2.1.2.5. Identifikasi medic
2.1.2.6. Pemeriksaan Gigi
2.1.2.7. Pemeriksaan Serologi
2.1.2.8. Metode eksklusi
2.1.2.9. Identifikasi potongan tubuh manusia
2.1.2.10. Identifikasi Kerangka

2.4. Superimposisi
2.4.1. Pengertian
2.4.2. Tujuan
2.4.3. Jenis-jenis
2.4.3.1. Superimposisi dental
2.4.3.1.1. Pengertian
2.4.3.2.1. Teknik
2.4.3.2. Superimposisi Frontal
2.4.3.2.1. Pengertian
2.4.3.2.1. Teknik
2.4.3.3. Superimposisi Maksila-fasial
2.4.3.3.1. Pengertian
2.4.3.3.2. Teknik
BAB III SIMPULAN
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

SUPERIMPOSISI
A. Definisi Superimposisi
Superimposisi adalah suatu system pemeriksaan untuk menentukan
identitas seseorang dengan membandingkan koban semasa hidupnya
dengan tengkorak yang ditemukan. Teknik superimposisi dibagi menjadi
superimposisi dentis, dan superimposisi maksilo-fasial.
B. Sejarah superimposisi
Pada tahun 1883,

teknik

superimposisi

digunakan

untuk

identifikasi jenazah dengan melakukan perbandingan antara tengkorak


dengan fotograf dari jenazah tersebut. Peneliti seperti Welcker (1883), His
(1895), Schaaffhausen (1875,1883) dan Von Friep (1913) memainkan
peranan penting dalam identifikasi kranio-fasial. Penelitian yang mereka
lakukan yaitu menganalisis dari ketebalan jaringan lunak, dan hubungan
yang ada antara jaringan lunak wajah dan tengkorak.
Dengan berkembangnya fotografi, banyak sekali teknik identifikasi
yang ditemukan. Seorang ahli kriminalogi Perancis, Alphonse Bertillon
(24 April 1853- 13 Februari 1914) berusaha untuk mengembangkan
metode yang menggunakan sistem deskripsi dan karakterisasi yang
menggunakan kecocokan antara fotograf dengan kerangka tengkorak yang
dikenal dengan metode Bertillonage. Alphonse Bertillon menemukan
sistem identifikasi yang tergantung kepada karakter yang tetap dari bagian
tubuh tertentu. Ia menemukan bahwa pengukuran berubah sesuai dengan
karakteristik dan dimensi dari struktur tulangnya. Bertillon menyimpulkan
bahwa apabila seseorang dapat dikenali melalui ciri khususnya. Metode ini
menjadi amat terkenal sejak metode dan digunakan oleh polisi Perancis
untuk mengidentifikasi kriminal dan terbukti dengan dapat ditemukannya
sejumlah besar pelaku criminal.
Ketika penggunaan dari sidik jari terjadi pada tahun 1892, penggunaan metode
Bertillon berakhir dan penggunaan sidik jari inilah yang digunakan untuk
identifikasi seseorang. Meskipun metode Bertillon tidak berakhir, Bertillon

menciptakan teknik identifikasi forensik seperti pemeriksaan dokumen dan


penggunaan galvanoplasty untuk jejak kaki dan balistik.
Ada beberapa masalah yang ditemukan dengan metode awal dari
superimposisi fotografi tengkorak. Ketik fotograf tersedia, tengkorak harus
diletakkan pada orientasi yang sama pada gambar tersebut. Pada tahun 1935,
Brash dan Smith berhasil melakukan superimposisi fotografi pada kasus
pembunuhan Ruxton, Buck Ruxton, seorang dokter yang sudah membunuh
istinya dan pembantunya dan sudah menghilangkan mata, gigi, dan bagian
terbesar dari kulit yang terdapat di wajah. Sebuah fotograf dari jenazah
(Nyonya Ruxton) tersedia dan digunakan ternik superimposisi. Tengkorak dan
fotogaf yang sudah diatur ke ukuran yang benar dan sudah diorientasikan
sehingga asal wajah dengan akurat. Pada fotograf, Nyonya Ruxton
menggunakan berlian yang digunakan sebagai titik identifikasi untuk
mengatur skala dari gambar. Kerangka gambar dbuat dari tulang dan wajah di
ftograf dan kemudian dilakukan superimposisi.
Kasus terkenal lainnya mendapatkan banyak perhatian adalah
kasus

Dobkin yang terjadi di London 1943. Sisa-sisa kerangka yang

ditemukan di gudang dari gereja yang sebelumnya dibom. Seorang, patologi


bernama Keith Simpson menganalisa sisa-sisa kerangka dan menyatakan
bahwa kerangka tersebut milik dari seorang perempuan bernama Rachel
Dobkin yang dilaporkan menghilang 15 bulan lalu. Superimposisi

foto

tengkorak dilakukan menggunakan fotograf antemortem dari Rachel Dobkin


dan ditemukan banyak kemiripan. Tuan Dobkin sudah membunuh istrinya dan
melatakkannya di gudang dari gereja yang dibom tersebut.
Masalah yang sering ditemukan adalah metode lama yang bukan
merupakan gambaran dengan ukuran tidak digunakan untuk superimposisi,
hasilnya adalah satu tengkorak dapat cocok dengan orang yang berbeda.
Digunakanlah metode dengan garis, gambar, dan poin penanda yang terdapat
pada sejumlah ketebalan jaringan ikat, hingga posisi sebuah tengkorak yang
berorientasi sama pada fotograf. Grunner dan Reinhard mengajukan metode
modifikasi dan diadopsi oleh Helmer dan Grunner untuk penggunaan

superimposisi video. Metode ini juga dimodifikasi oleh Leopold pada tahun
1978, yang menggunakan sebuah kamera berformat besar dan layar proyeksi
antara tengkorak dan kamera.
Teknik modern dikembangkan dan teknik yang lebih tua
dimodifikasi, dengan perkebangan dari monitor video dan kompositor animasi
video. Clyde Snow adalah peneliti Amerika pertama yang dapat menggunakan
kamera video untuk superimposisi fotografi. Metode ini mencakup dua
kamera video yang mengambil gambar tengkorak. Fotograf kemudian dikirim
ke sebuah kompositor video animasi. Intensitas dari gambar dapat bervariasi
dan kendali proporsi dapat diperloeh. Sebagai teknik yang sudah
dikembangkan bertahun-tahun, teknik ini menjadi tidak penting daripada
masalah utama untuk akuraasi penccokan antara tengkorak dan sebuah
fotograf. Penting sekali mengetahui bahwa superimposisi bukan hanya
mencoba mencocokan tengkorak ke dalam kepala individu, tetapi usaha untuk
menilai kecocokan antara tengkorak ke sebuah fotograf wajah.
Bajnocky dan Kiralyfalvi mengembangkan sebuah teknik yang
menggunakan sebuah metode berbasis komputer untuk mengecek hasil dari
superimposisi. Pada sebuah penelitian, satu tengkorak dan dua fotograf
digunakan untuk perbandingan. Satu fotograf adalah orang dari tengkorak asal
dan fotograf lainnya adalah individu yang penampilannya mirip dengan
penampilan kasus fotograf. Perbandingan kesamaan digunakan pada poin
yang ditandai pada tengkorak, fotograf, dan monitor untuk kondisi sebelum
dan sesudahnya. Pada prinsipnya, penelitian yang dibuat menggunakan
penanda tengkorak, wajah dan monitor untuk menilai baiknya kecocokan
antara penanda tengkorak, wajah, dan monitor untuk menilai seberapa baiknya
penanda yang dicocokan dengan superimposisi.
Nickerson

et

al

meneliti

beragam

metode

superimposisi

dari

superimposisi fotografi static hingga superimposisi kamera video hingga ke


superimposisi fotografi digital. Mereka juga menyatakan bahwa perbedaan
dapat dikarenakan antara bentuk 2 dimensi dan bentuk tiga dimensi, ketebalan
jaringan lunak, dan tonjolan fotografi.

C. Akurasi dari superimposisi foto tengkorak


Banyak penelitian yang menyatakan bahwa teknik superimposisi
dental

meningkatkan akurasi dari hasil yang diperoleh dikarenakan

penyocokan antara fotograf gigi dengan tengkorak jauh lebih mudah dan
lebih akurat. Jika rangka gigi tersedia, usaha untuk menyocokannya dengan
catatan gigi sebelum kematian dapat dilakukan. Namun demikian, pada
banyak kasus tidak ada data tentang rangka gigi yang tersedia dan
superimposisi fotografik pada bagian anatomi lain digunakan dalam teknik
penyocokan.
Banyak dari penelitian yang mengukur keakuratan dan validitas
dari teknik ini. Satu dari peneliti pertama adalah pada orang keturunan
Amerika yang dilakukan pada awal 1990 oleh Austin-Smith dan Maples, yang
menemukan kesempatan dari identifikasi untuk memberikan hasil false positif
menggunakan foto lateral sebesar 9,6% dan menggunakan foto anterior yaitu
sebesar 8,5%. Namun demikian, penggunaan keduanya meningkatkan akurasi
hingga penurunan sebesar 0,6% pada false positif.
Aulsebrook et al menyatakan menyatakan bahwa superimposisi
foto tengkorak seharusnya digunakan sebagai tambahan untuk teknik
identifikasi lainnya. Mereka juga mensitasi dari Der Vores yang menyatakan
bahwa

superimposisi

foto

tengkorak

harusnya

digunakan

untuk

mengeksklusikan bukan untuk tujuan inklusi. Kesimpulannya yatu sebaiknya


digunakan teknik superimposisi dental atau bentuk lainnya, seperti profil
biologi yang cocok. Jayaprakash et al juga menjelaskan bahwa penggunaan
dari superimposisi foto tengkorak sebagai alat identifikasi, dan menyatakan
bahwa tingkat akurasinya sebesar 91%.
Meskipun system pengadilan sudah menyetujui teknik superimposisi foto
tengkorak, namun tidak semua system pengadilan menggunakannya. Beberapa
pengadilan menggunakan teknik ini untuk mengeksklusikan ada juga yang
menginklusikan individu.

D. Aturan untuk fotografi pada superimposisi foto tengkorak dan


identifikasinya.
Redsicker menjelaskan bahwa dalam ruang lingkup dari fotografi
forensik, pekerjaan fotografer adalah meneliti bukan hanya pada nilai
artistiknya tetapi pada akurasi yang mana fotonya menggambarkan inti dari
topik permasalahan. Kedalaman ruang lingkup dari fotograf menjadi penting
dalam fotografi yang mana tampilan kejahatan harus difoto. Kedalaman dari
ruang lingkup ini didefinisikan sebagai area dengan kemunculan pada fokus
dari tampilan depan tampilan belakang. Untuk semua tahapan dari fotograf
kriminal, sebuah kedalaman ruaang lingkup diperlukan sebagai lawan dari
sebuah keadaan yang detail spesifik diperlukan sebagai contoh jejak darah dan
jejak sepatu. Kedalaman ruang lingkup menjadi sangat penting jika digunakan
untuk superimposisi fotografi foto tengkorak. Variasi dari teknik fotografi
sebagai contoh jarak dari kamera atau angle dari kamera yang dapat
menghasilkan beragam variasi.yang tidak normal diantara 2 gambaran
indentik.
Eliasova dan Krsek mengggambarkan gangguan yang dapat terjadi
dengan fotograf dan bagaimana akurasi dari superimposisi foto tengkorak.
Gambaran fotografi mempunyai banyak factor yang berkontribusi terhadap
terjadinya gangguan, seperti kondisi fotograf yang diambil sama seperti
parameter kamera secara ntrinsik dan ekstrinsik. Meskipun peneliti
menyatakan bahwa mereka mereka dapat menjelaskan gangguan melalui
penggunaan dari model matematika.

E. Penggunaan dari penanda anatomi/kraniofasial pada superimposisi foto


tengkorak
Antroposkopi adalah sebuah metode yang menilai bentuk tubuh dari
inspeksi visual. Penilaian visual ini merupakan metode sangat tua yang masih

digunakan untuk pada kedokteran sekarang. Antropometri mencakup pengukuran


terhadap struktur tubuh manusia. Pengukuran ini lebih objektif dan lebih realistic.
Penanda anatomi sudah diidentifikasikan pada wajah manusia/tengkorak untuk
tujuan pengukuran antropometri.
Penanda anatomi dapat memainkan peranan penting pada identifikasi
seorang individu yang menggunakan fotografi dan peralatan kamera. Teknik
modern yang bertujuan untuk identifikasi forensic mencakup teknik yang
menggunakan analisis pengukuran, analisis morfologi, dan superimposisi.
Beberapa penelitian sudah membantu proses identifikasi melalui
penggunaan penanda anatomi/kraniofasial . dan pengukura yang dapat
menggunakan pengukuran penanda dan proporsi yang dapat diperoleh dari
fotograf atau kamera yang digunakan untuk identifikasi kejahatan. Bentuk
identifikasi ini, dikenal dengan identifikasi gambaran wajah dapat dilakukan
dengan menilai morfologi, antropometri, dan juga superimposisi. Metode
morfologi menggunakan peroporsi dan pola dari wajah seperti mata, alis, mata,
hidung, dan bibir dengan system klasifikasi yang sudah berlaku. Analisis
antropometri didasarkan pada indeks yang mengukur dimensi wajah, tetapi juga
telinga atau bentuk hidung, dan gaya rambut. Superimposisi adalah metode
membandingkan dua gambaran .
Penggunaan dari penanda anatomi pada superimposisi foto tengkorak
diperkenalkan untuk dihubungkan dengan penggunaan teknik superimposisi,
selain itu untuk menghindari terjadinya false positif dan false negative.
F. Metode Superimposisi
Superimposisi terbagi menjadi tiga tahapan, tahapan pertama adalah
mencocokan tengkoran dengan fotograf. Pada tahapan ini, fotograf di salin ke
dalam salinan digital dan melakukan scan pada tengkoran dengan salinan berupa
gambaran tengkoran dengan gambaran 3 D untuk teknik superimposisi. Tahapan
kedua berupa pencocokan morfologi dari tengkorak dan fotograf. Pada tahapan
dilakukan pengubahan ukuran dan perbandingan pada fotograf dan tengkorak
sehingga didapatka kesamaan diantara keduanya. Gambaran tengkorak dan

fotografi dipisahkan. Selanjutnya dilakukan pencocokan morfologi untuk


menentukan kesamaan morfologi dari tengkorak dengan gambaran fotograf
seseorang. Ini dilakukan dengan menggunakan daftar kelengkapan dari kesamaan
frontal antara tengkorak dan wajah dari pedoman Austin-Smith dan Maples.
Pada tahapan ketiga dilakukan superimposisi untuk mengetahui seberapa
baiknya atau tepatnya penanda yang terdapat di tengkorak dan fotograf. Penanda
kraniofasial digunakan untuk member penilaian objektif terhadap kecocokan dari
tengkorak dan fotograf. Ada dua penanda yang digunakan yaitu penanda tulang
yang sangat akurat dan penanda kulit yang memerlukan banyak pengalaman.
Terdapat juga pembagian penanda menjadi penanda awal, penanda primer, dan
penanda skunder. Penanda awal bertujuan untuk meyakinkan bahwa tengkorak
tepat segaris dan seukuran dengan fotograf. Penanda primer digunakan karena
mudah diidentifikasikan dan mudah dilihat pada tulang maupun kulit. Penanda
sekunder adalah penanda yang susah untuk diidentifikasikan lokasinya. Kriteria
yang digunakan untuk mendefinisikan kecocokan antara dan fotograf dan tahapan
ketiga adalah pencocokan berbasis computer dengan beberapa penanda.

Vous aimerez peut-être aussi