Vous êtes sur la page 1sur 14

MKM Vol.01 No.

01 desember 2006: 24-36

HUBUNGAN ANTARA SANITASI MAKANAN DAN LINGKUNGAN


DENGAN KEJADIAN DIARE BALITA DI KELURAHAN OESAPA
KECAMATAN KELAPA LIMA KUPANG TAHUN 2006
Asmirah Ina Lopi1, Marylin Junias2
Abstract: Diarrhea disease up to now still became the problem of society health
in Indonesia, especially in Province of East Nusa Tenggara. This disease attack
all of faction age, but the most of baby of susceptible in faction age the baby
under five year. A lot of factor causing the happening of diarrhea disease, for
example food processing, supply of clean water society and waste processing
system. The research aim to know the relation between food sanitation (food
processing) and environment (supply clean water and waste processing) society
with the occurance of diarrhea among baby of under five year at Regency
Oesapa, Kelapa Lima Subdistrict Kupang town in 2006. Research type used is
cross sectional study. The population in research as much 1.134 baby under five
year (1-4 Year) and sample as much 89 baby of under five year selected at
random with the responden is childs mother. Hypothesis examination use the
test Chi-Square, but because ineligilility test is hence used by test of fishers
exact. Continuation examination use the test Phi to know the relation of between
variable dependent and independent. Result of research indicate that there no
realtion between sanitation food by occurance is diarrhea baby under five year(
= 0,343 , 0,05) and supply of clean water ( = 1,000 , >0,05) not there
relation is relation of with of occurance of diarrhea baby under five year. While
waste processing there is relation with the diarrhea occurance at baby of under
five year ( = 0,018 , >0,05). Becaming its conclusion is there no relation
between food sanitation and supply clean water with the occurance of diarrhea
baby of under five year, but there is relation between waste processing with the
occurance of diarrhea baby of under five year, with the storey level of relation
sliverring.
Keywords: Sanitation, diarrhea, baby of under five year.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah Indonesia secara geografis merupakan daerah tropis dimana iklim
dan lahannya cukup potensial untuk berkembang biaknya kuman penyebab
penyakit sehingga mengganggu kesehatan masya-rakat. Penyakit diare
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini
hingga kini masih menjadi penyebab utama kematian, ter-utama pada kematian
pada anak. (Astyani, 2005)
Insiden penyakit diare berkisar antara 400 kasus per 1000 pen-duduk,
dimana 60-70% diantaranya adalah anak-anak usia dibawah lima tahun.
Golongan umur ini mengalami dua sampai tiga periode diare per tahun. Menurut
survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan oleh Depar-temen Kesehatan RI
tahun 1980, 24,1% kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh diare.
Diperkirakan terjadi kematian karena diare sebanyak 15.000-300.000 balita
setiap tahun atau setiap 3 menit terdapat seorang balita yang meninggal karena
diare. (Depkes RI, 1988).
1
2

Alumni Jurusan Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja FKM Undana


Staf pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja FKM Undana

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

Angka kejadian diare yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain kesehatan lingkungan, dalam hal ini terkait kondisi sanitasi makanan
dan sanitasi lingkungan seperti penye-diaan air bersih dan pengolahan air
limbah, serta keadaan gizi balita, faktor sosial ekonomi dan minimnya kesadaran
masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pen-yakit diare.
Penyakit diare di NTT menempati urutan ketiga dari seluruh penyakit yang
dialami oleh penderita rawat jalan di sarana pelayanan kesehatan serta merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit untuk golongan umur bayi dan
balita (Dinkes RI, 2003). Tahun 2003 angka morbiditas diare sebanyak 9.665
orang dan tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 4.912 orang. Tetapi pada
tahun 2005 meningkat kembali menjadi 9.999 orang (Dinkes Kota Kupang,
2006).
Kelurahan Oesapa merupakan salah satu kelurahan yang termasuk dalam
wilayah kerja Puskesmas Pasir Panjang. Berdasarkan Laporan Bulanan (LB I)
Puskesmas Pasir Panjang tahun 2004, penyakit berbasis lingkungan yang
mendu-duki posisi tertinggi adalah penyakit diare dengan jumlah kasus sebesar
1849 kasus, dimana dari total pasien yang berkunjung 1016 kasus atau 54,95%
penderitanya adalah anak balita. Tahun 2005 penyakit diare meningkat lagi
menjadi 2731 kasus.
Rumusan masalah yang dikaji dalam penulisan ini adalah apakah ada
hubungan antara sanitasi makanan dan lingkungan dengan kejadian diare balita
di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang Tahun 2006.
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan
antara sanitasi makanan dan lingkungan dengan kejadian diare balita di
Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang Tahun 2006.
Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk: (1) Mengetahui pengolahan
makanan masyarakat di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota
Kupang; (2)Mengetahui penyediaan air bersih masyarakat di Kelurahan Oesapa
Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang; (3)Mengetahui peng-olahan air limbah
masyarakat di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang;
(4)Mengetahui hubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare
balita; (5)Mengetahui hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian
diare balita; (6)Mengetahui hubungan antara pengolahan limbah dengan
kejadian diare balita.
Sanitasi Makanan
Sanitasi makanan adalah suatu pencegahan yang menitik beratkan pada
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman
dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan mulai dari sebelum
makanan diproses, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, pen-yajian sampai pada makanan dan minuman itu dikonsumsi
oleh masyarakat. Penyelenggaraan sani-tasi makanan bertujuan untuk
menyingkirkan resiko terkontaminasi oleh mikroorganisme pada tahap-tahap
yang berbeda dalam produksi dan pemprosesan makanan (Bress,1995).
Agar sanitasi makanan terjamin, diperlukan pengolahan makanan secara
saniter. Persyaratan pengo-lahan makanan yang saniter, teruta-ma dalam
jasaboga menurut Mukono (2000) terbagi atas enam.
Persyaratan Untuk Tenaga Pengolah Makanan

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

Yang menjadi prasyarat untuk tenaga pengolah makanan adalah (1)Kondisi


badan sehat dengan surat keterangan dokter; (2)Bebas dari penyakit menular;
(3)Harus punya buku pemeriksaan kesehatan
Persyaratan Peralatan Dalam Proses Pengolahan Makanan
Yang menjadi prasyarat dalam proses pengolahan makanan adalah (1)
Permukaan alat harus utuh, tidak cacat dan mudah dibersihkan; (2)Lapisan
permukaan alat tidak mudah larut dalam asam/basa atau garam yang lazim
dipakai dalam proses pengolahan makanan; (3)Apabila alat tersebut kontak
dengan makanan maka alat tersebut tidak akan mengeluarkan logam berat
beracun dan berbahaya, misalnya timah hitam, tembaga, seng, kadmium dan
lain-lain; (4)Tutup wadah harus menutup sempurna; (5)Kriteria kebersihan
ditentukan dengan angka kuman maksimum 100/cm2 permukaan dan bebas dari
kuman E coli.
Cara Pengolahan Makanan
Cara pengolahan makanan haruslah semua kegiatan pengolahn makanan
harus terlindung dari kontak langsung dengan tubuh, misalnya dengan
menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok atau garpu.
Serta menghindari pencemaran makanan dengan menggunakan celemek, tutup
kepala/tutup rambut dan tutup mulut, serta memakai sepatu khusus dapur.
Perilaku Tenaga Pengolah Makanan
Perilaku sehat tenaga pengolah selama pengolahan makanan, seperti tidak
merokok, tidak makan atau mengunyah, tidak memakai perhiasan kecuali cincin
kawin, tidak berhias, tidak menggunakan pera-latan dan fasilitas yang bukan
untuk keperluannya, selalu mencuci tangan sebelum bekerja, memakai pakaian
kerja yang bersih dan pakaian pelindung dengan benar dan tidak dipakai di luar
jam kerja.
Penyimpanan Bahan Mentah dan Makanan Jadi.
Bahan makanan yang disimpan berupa bahan padat, ketebalan maksimum
10 cm dan syart kelembaban ruang penyimpanan berkisar 80-90%.
Penyimpanan Makanan Jadi
Dalam mneyimpan makanan jadi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
(1)Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lainnya;
(2)Makanan yang cepat busuk sebaiknya disimpan dalam suhu 65,5oC atau lebih
atau disimpan dalam suhu dingin sekitar 4oC atau kurang; (3)Makanan yang
cepat busuk untuk digunakan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam) sebaiknya
disimpan dalam suhu dingin sekitar 5oC sampai 1oC; (4)Tidak menempel pada
lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan : jarak makanan dengan lantai
15cm, jarak makanan dengan dinding 5 cm dan jarak makanan dengan langitlangit 60 cm.
Sanitasi Lingkungan
Menurut M.Alimin Umar (1990) dalam Mustakim Sahdan (2002), Sanitasi
lingkungan meliputi aspek yang sangat luas, hampir sebagian besar kehidupan
manusia. Menurut Badudu (dalam Sahdan.2002), sanitasi lingkungan dapat
diartikan sebagai pengawasan faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang dapat

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

berpengaruh buruk terhadap kesehatan jasmani, rohani dan sosial, termasuk


pengawasan terhadap persediaan air, pembu-angan sekreta/tinja, air bekas
pakai dan sampah, persyaratan rumah sakit, makanan (susu, daging dan lainlain), kebersihan umum, pence-maran udara, tempat-tempat umum seperti pasar,
kantor, bioskop, restoran dan lain-lain.
Lingkungan yang buruk menyebabkan timbulnya berbagai penyakit endemik
kronis, seperti pengolahan sumber air rumah tangga, infeksi karena kontak
langsung dengan atau tidak dengan feses manusia, infeksi karena disebabkan
oleh arthropoda, keong, cacing dan vektor lain, pengotoran makanan dan
minuman, perumahan yang sempit dan berdesak-desakan, penyakit hewan yang
dapat menular ke manusia.
Penyediaan Air Bersih
Air adalah materi esensial bagi kehidupan manusia dan mutlak harus ada
bagi kehidupan mahluk hidup, disamping sebagai pelarut yang baik. Sebagian
besar tubuh manusia terdiri atas air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat
badan terdiri atas air, anak-anak sekitar 65% dan bayi sekitar 80%. Pentingnya
air bagi kesehatan dapat dilihat dari jumlah air yang ada dalam organ tubuh.
Kehilangan 15% dari berat badan dapat menga-kibatkan kematian (Slamet,
1994).
Supaya air yang masuk dalam tubuh manusia, baik berupa minuman atau
makanan tidak menyebabkan atau pembawa bibit penyakit, mutlak diperlukan
suatu pengolahan air. Pengolahan air yang berasal dari sumber atau jaringan
transmisi/distribusi diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran
sebagi sumber penyakit dengan air (Sutrisno, 1991).
Syarat air bersih sesuai dengan ketentuan WHO maupun Depar-temen
Kesehatan serta American Public Health Association (APHA) adalah meliputi
syarat kualitas fisik, biologis/bakteri-ologis dan secara kimia (Suriawiria, 1996). Di
Indonesia, syarat kualitas air bersih digunakan Permenkes 416/
Menkes/PER/IX/1990 tentang Air Ber-sih, yaitu syarat fisik (jernih, tidak
berwarna, tidak berasa dan tidak berbau), syarat bakteorologis (tidak
mengandung kuman parasit dan kuman-kuman patogenik), syarat kimia (tidak
mengandung zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan seperti zat-zat beracun
dan tidak mengandung mineral serta zat-zat organik yang lebih tinggi dari jumlah
yang ditentukan, seperti mangan, kadmium, arsen, klorida dan lain-lain), syarat
radioaktif yaitu tidak mengandung bahan radioaktif yang berbahaya bagi
kesehatan manusia.
Jumlah air untuk keperluan rumah tangga perhari tidak sama untuk tiap
negara. Untuk Indonesia, kuantitas air bersih yang harus dipenuhi yaitu 60
liter/orang/hari untuk daerah pedesaan dan 100-150 liter/orang/hari untuk daerah
perko-taan.
Air adalah sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Hal ini dikarenakan air merupakan media dari berbagai macam penularan
penyakit, teru-tama penyakit perut. Air adalah pembawa penyakit yang berasal
dari tinja untuk sampai pada manusia (Sutrisno,1991).
Secara umum penyakit penyakit yang ditularkan oleh air dapat dibagi menjadi
4 cara, yaitu : (1)Penyakit yang ditularkan secara langsung melalui air minum
yang mengandung kuman patogen, misalnya penyakit kholera, thypus, hepatitis
dan lain-lain; (2)Penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air untuk pemeliharaan hygiene perorangan. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

penularannya, seperti misalnya penyakit infeksi saluran pencernaan/ diare,


dimana cara penularannya bersifat fecal oral dan ditularkan melalui alat-alat
dapur yang dicuci dengan air. Selain itu yang erat hubungannya dengan hygiene
per-orangan adalah penyakit infeksi kulit dan selaput lendir; (3)Penyakit yang
ditularkan oleh bibit penyakit yang sebagian siklus hidupnya berada di dalam air,
misalnya schistosomiasis yaitu penyakit yang disebabkan oleh cacing daun yang
bersarang dalam pembuluh darah balik sekitar usus dan kandung kemih;
(4)Penyakit yang ditularkan oleh vektor yang hidupnya bergantung pada air,
misalnya nyamuk Aides aegepty, yang menjadi vektor penyakit demam berdarah.
Pengolahan Air Limbah
Menurut Haryoto Kusnoputranto (1985) dalam Notoatmodjo (1997), air
limbah/air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah
tangga, industri dan tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya
mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan
serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain menyatakan bahwa air limbah
adalah kombinasi antara cairan dan sampah cair dari daerah pemukiman,
industri, perkantoran dan perdagangan, bersama-sama dengan air permukaan,
air tanah dan air hujan yang mungkin ada.
Ada lima cara pembuangan air limbah rumah tangga menurut Kusnoputranto
(1985), yaitu (1)Pem-buangan umum, melalui tempat pembuangan air limbah
yang terletak di halaman; (2)Digunakan untuk menyiram tanaman di kebun;
(3)Dibuang kelapangan peresapan; (4)Dialirkan ke saluran terbuka; (5)Dialirkan
ke saluran tertutup atau selokan.
Melihat kemungkinan zat-zat yang terkandung didalamnya, maka air limbah
tidak boleh langsung dibuang sebelum dilakukan pengo-lahan terlebih dahulu
karena efek atau dampaknya dapat mengganggu kesehatan dan keseimbangan
ling-kungan hidup.
Penyakit Diare
Pengertian Diare
Diare berasal dari bahasa latin diarrhoea, yang berarti buang air encer lebih
dari empat kali baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Menurut Depkes
(2003), diare adalah buang air besar lembek atau cair bahkan berupa air saja
yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali alau lebih dalam
sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Etiologi Penyakit Diare
Dalam buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak I FK IU (1985), etiologi diare dapat
dibagi dalam beberpa faktor, antara lain faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor
makanan dan faktor psikologis. Dari keempat faktor tersebut, faktor infeksi
merupakan penyebab utama diare pada anak.
Selain itu, ada juga faktor diet dimana serangan diare dapat terjadi karena
terlalu banyak makan makanan yang sulit dicerna seperti kacang, cabai dan
beberapa jenis obat tradisional yang menyebabkan rangsangan pada usus
(Jelliffe, 1994)
Epidemiologi Penyakit Diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain
melalui makanan/nimuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

dengan tinja penderita. Dalam Depkes RI, 2003, terdapat beberapa perilaku yang
dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko
terjadinya diare, yaitu (1)Tidak mem-berikan air susu ibu (ASI) secara penuh
pada 6 bulan pertama kehidupan; (2)Menggunakan botol susu; (3)Menyimpan
makanan masak pada suhu kamar; (4)Meng-gunakan air minum yang tercemar;
(5)Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar (BAB) dan sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak; (6)Tidak
membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.
Faktor Pejamu
Beberapa faktor pada pejamu dapat meningkatkan insiden, bebe-rapa
penyakit dan lamanya diare, seperti: (1)Tidak memberikan ASI sampai dua
tahun, padahal ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi dari kuman
penyebab penyakit diare: shigella; (2)Kurang gizi; (3Diare dan disentri sering
terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak
dalam 4 minggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh
pende-rita; (4)immunodefisiensi/immunosu-presi. Keadaan ini mungkin berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS. Pada anak immuno-supresi
berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen dan mungkin
berlangsung lama. (5)secara proporsional diare lebih banyak pada golongan
balita (55%).

Faktor Lingkungan dan Perilaku


Penyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Dua
faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor
ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan
perilaku manusia yang tidak sehat pula, seperti melalui makanan dan minuman,
maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (depker RI, 2003).
Menurut Dinur (1995) dalam Toyo (2005), sebagi tolak ukur tingkat kesehatan
lingkungan adalah fasilitas air bersih terlindung yang mudah diperoleh, tempat
pembu-angan kotoran, tempat pembuangan air limbah yang sehat, juga
pemukiman yang sehat dan kebersihan pemberantasan serang-ga penyebar
penyakit.
Pencegahan Penyakit Diare
Cara pencegahan diare yang benar dan efektif dalam Depker RI (2003)
adalah (1)Pemberian ASI; (2)Makanan pendamping ASI; (3)Penggunaan air
bersih yang cukup; (4)Perilaku mencuci tangan; (5)Perilaku menggunakan jamban; (6)Membuang tinja bayi dengan benar (7)Pemberian imunisasi campak.
METODE
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, yaitu
penelitian non eksperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara
faktor-faktor resiko dengan efek berupa penyakit atau status kesehatan tertentu,
dengan model pendekatan point time. Variabel-variabel yang termasuk faktor

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada saat
yang sama (Pratiknya,2001).
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Ibu yang memiliki balita, yang
berada di Kelurahan Oesapa yang tercatat sejak September 2004 sampai
September 2995 yaitu sejumlah 1.134 orang. Sedangkan sampel diambil secara
acak (simple random sample) yaitu setiap anggota unit dari populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2002).
Penentuan besar sampel meng-gunakan rumus Cohcran, yaitu
n
nf = 1+ n/N
n = Z2. p.q
d2 (Rudiansyah, 1991)
Keterangan :
nf : besar sampel
n : besar sampel sebelum dikoreksi
N : besar populasi = 1.134
P : perkiraan proporsi (prevalensi) penyakit atau paparan pada populasi. Bila
proporsi tidak diketahui maka digunakan 50% (0,5).
q :1p
Z : 1,96 (didapat dari convidence interval 96%)
d : degree of reability = 10% = 0,1
n = (1,96)2 . 0,5 . 0,5
(0,1)2
= 0,9604
0,01
= 96,04
nf

96,04
1+ 96,04
1.134
= 88,54
= 89

Berdasarkan hasil perhitungan, maka sampel penelitian sebanyak 89 orang


balita.
Variabel Penelitian
Variabel Bebas
Variabel bebas dari penelitian ini adalah Pengolahan makanan, Penyediaan
air bersih dan Pengolahan limbah

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

Variabel Terikat
Variabel terikat dari penelitian ini adalah Kejadian diare.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota
Kupang, mulai bulan Januari sampai Februari 2006.
HASIL
Gambaran Umum Responden
Responden dalam penelitian ini adalah ibu-ibu balita di Kelurahan Oesapa
Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Jumlah responden seluruhnya sebanyak
89 orang dengan karakteristik yang berbeda.
Tabel 1. Distribusi Responden Berda
sarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Tidak sekolah
SD
SLTP
SMU
Perguruan Tinggi
Total

Jumlah
3
25
31
26
4
89

%
3.4
28.1
34.8
29.2
4.5
100

Berdasarkan Tabel 1 maka responden yang berlatar belakang pendidikan


Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) paling banyak, yaitu 31 orang atau
34,8%. Sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang tidak sekolah
atau pernah sekolah tetapi tidak tamat Sekolah Dasar (SD), yaitu seban-yak 3
orang atau 3,4%.
Gambaran Umum Sampel Penelitian
Gambaran karakteristik sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Sampel
Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis
kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

Kejadian diare
Bukan
penderita
%
n
%
10.6
42
89.4
4.8
40
95.2
7.9
82
92.1

Penderita
n
5
2
7

Jumlah
N
47
42
89

%
52.8
47.2
100

Berdasarkan Tabel 2, dapat lihat bahwa dari total 89 sampel, 47 balita atau
52,8% diantaranya adalah laki-laki dan balita perempuan sebanyak 42 orang
atau 47,2%. Jadi jumlah sampel balita laki-laki lebih banyak dari balita
perempuan.
Tabel 3. Distribusi Sampel Berda-

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

sarkan Kelompok Umur


Jenis
kelamin
1 tahun
2 tahun
3 tahun
4 tahun
Total

Kejadian diare
Bukan
Penderita
penderita
n
%
n
%
4
17.4
19
82.6
1
4.0
24
96.0
1
3.8
25
96.2
1
6.7
14
93.3
7
7.9
82
92.1

Jumlah
N
23
25
26
15
89

%
25.8
28.1
29.2
16.9
100

Berdasarkan Tabel 3 tersebut, sampel penelitian terbanyak terdapat pada


kelompok umur 3 tahun yaitu 26 orang balita atau 29,9% dan yang terkecil pada
kelompok umur empat tahun sebanyak 15 orang balita atau 16,9%.
Pengolahan Makanan di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota
Kupang
Pengolahan makanan responen terkait dengan kebersihan peralatan masak
dan kualitas bahan makanan. Berdasarkan hasil penelitian, peralatan masak
setelah digunakan dibersihkan kemudian disimpan di tempat penyimpanan/rak
piring. Apabila peralatan tersebut hendak dipakai kembali, sebagian besar
responden akan langsung menggu-nakannya tanpa membersihkannya terlebih
dahulu dengan kain pembersih atau dicuci lagi dengan air. Untuk peralatan yang
masih basah, apabila hendak digunakan umumnya langsung dipakai tanpa
dikeringkan terlebih dahulu.
Bahan-bahan makanan, misal-nya sayur-sayuran, responden tidak
menyimpannya sampai beberapa hari melainkan langsung dimasak dalam
keadaan segar. Kecuali bagi responden yang memiliki lemari pendingin/kulkas
maka dapat menyimpannya sampai beberapa hari. Berdasarkan wawancara,
sayur-sayuran yang hendak dimasak oleh sebagian besar responden dicuci
Tabel
4. Tabel
Hubungan
Antara
Pengolahan
Dengan
Kejadian
Diare yang
Balita
terlebih
dahulu
kemudian
baru
dipotong.Makanan
Tetapi ada
sebagian
responden
memotongnya/ meraciknya terlebih dahulu baru dicuci dan dimasak. Demikian
Kejadian
diaredimasak dalam keadaan
juga dengan ikan maupun daging, umumnya
langsung
Pengolahan
Jumlah
Penderita
Bukan penderita
masih
segar.
makanan
n
%
n
%
N
%
Memenuhi syarat
1 Oesapa
20.0 Kecamatan
4
80.0
5
5.6
Penyediaan
Air Bersih di Kelurahan
Kelapa Lima
Kota
Kupang.
Tidak memenuhi syarat
6
7.1
78
92.9
84
94.4
Hasil penelitian menunjukkan 7bahwa 7.9
penyediaan
di
Total
82 air nersih
92.1 responden
89
100
Sumber : Data
Primer
Kelurahan
Oesapa
berasal dari sumur gali. Setiap kepala keluarga umumnya
mempuntai satu sumur gali, bahkan 2 sumur gali. Tetapi ada juga responden
Tabel
5. Tabel
Antaragali
Penyediaan
Air Bersih
Dengan
Kejadian
Diare
Balita
yang
tidak Hubungan
memiliki sumur
atau sumber
air lainnya.
Keluarga
yang
memiliki
dua sumur gali ini disebabkan karena adanya pemisahan antara sumur gali
Penyediaan
Kejadian
sebagai
sumber air bersih dan sumber
air diare
minum. Keluarga yang tidak memiliki
air bersih
Jumlah
Penderita air bersih
Bukan
sumber
air ini biasanya mengambil
daripenderita
sumur gali tetangganya.
Walaupun hampir semua
kepala
keluarga
memiliki
gali, tetapi%tidak
n
%
n
% sumur N
semua
digunakan
untuk minum.
Baik sumber air tersebut
2
8.7
21
91.3 Dari 2389 sampel,
25.8 6
responden
(6,7%)
membeli
air
dari
sumber
air
lainnya
karena
alasan
apabila
Tidak baik
5
7.6
61
92.4
66
74.2
diminum
terasa
tidak
enak,
biarpun
kebiasaan
penduduk
yang
merebus
Total
7
7.9
82
92.1
89
100 air
Sumber
:
Data
Primer
tersebut sampai mendidih sebelum digunakan sebagai air minum.
Dan
diantaranya 1(satu) responden (1,1%) menderita diare.
Tabel 6. Tabel Hubungan Antara Pengolahan Air Limbah Dengan Kejadian Diare Balita
Pengolahan
Air limbah
Baik
Tidak baik
Total
Sumber : Data Primer

Kejadian diare
Penderita
Bukan penderita
n
%
n
%
4
25.0
12
75.0
3
4.1
70
95.9
7
7.9
82
92.1

N
16
73
89

Jumlah
%
18.0 9
82.0
100

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

Pengolahan Air Limbah Di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota


Kupang
Air limbah yang dihasilkan dari rumah tangga cukup banyak jumlahnya. Di
Kelurahan Oesapa, masyarakat ada yang mempunyai saluran pembuangan air
limbah (SPAL) dan ada juga yang tidak. Ada beberapa faktor penyebab
masyarakat tidak mempunyai SPAL, diantaranya karena sempitnya lahan
perumahan sehingga apabila dibuat SPAL maka akan melewati
halaman/pekarangan rumah tetangga-nya.
Air buangan dari kamar mandi langsung dialirkan ke pekarangan yang
ditanami dengan tanaman kebun, seperti pisang. Sedangkan air limbah dari
dapur dan aktivitas rumah tangga lainnya langsung dibuang ke halaman dan
meresap

10

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

dalam tanah. Demikian juga di sekitar sumur gali, tidak terdapat SPAL sehingga
air langsung meresap kembali ke dalam tanah.
Hubungan Antara Variabel
Hubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare balita diuji
dengan uji statistik Fishers Exact, pada Tabel 4. Hubungan antara penyediaan
air bersih dengan kejadian diare balita dapat ditentukan dengan menggunakan
uji statistik Fishers Exact disajikan pada Tabel 5 dan hubungan antara
pengolahan air limbah dengan kejadian diare balita terhadap 89 sampel
penelitian ditentukan dengan uji statistik Fishers Exact dapat dilihat pada Tabel
6.
Hasil analisis statistik pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai = 0,343 (
0,05) sehingga Ho diterima, artinya tidak ada hubungan antara pengolahan
makanan dengan kejadian diare balita.
Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan antara penye-diaan air bersih
dengan kejadian diare balita pada Tabel 5, menunjukkan bahwa nilai = 1,000 (
0,05) sehingga Ho diterima, artinya tidak ada hubungan antara penyediaan
air bersih dengan kejadian diare balita.
Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan antara pengolahan air limbah
dengan kejadian diare balita pada Tabel 6, menunjukkan bahwa nilai = 0,018 (
0,05) sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan antara pengolahan
makanan dengan kejadian diare balita.
Sedangkan untuk hubungan keeratan/kuatnya hubungan antara pengolahan
air limbah dengan kejadian diare balita adalah sebesar 0.289 yang berarti
mempunyai hubungan yang sedang.
PEMBAHASAN
Hubungan antara Pengolahan Makanan dengan Kejadian Diare Balita
Manusia dan mahluk hidup lainnya memerlukan makanan untuk
kelangsungan hidupnya. Makanan yang dikonsumsi terdiri dari bermacam zat
gizi yang terkandung di dalamnya. Agar makanan sehat, makanan harus
terbebas dari kontaminasi seperti debu dan binatang (kecoak,tikus,lalat,dan lainlain). Makanan yang terkontaminasi dapat menyebabkan penyakit (food borne
disease), salah satunya adalah diare.

11

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

Berdasarkan Tabel 4, balita dengan pengolahan makanan yang memenuhi


syarat, 1 orang (20%) menderita diare dan 4 orang (80%) tidak menderita diare.
Sedangkan balita dengan pengolahan makanan yang tidak memenuhi syarat, 6
orang (7,1%) menderita diare dan 78 orang (92,9%) tidak menderita diare. Hasil
analisa statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengolahan
makanan dengan kejadian diare pada balita. Sejalan dengan hasil penelitian
Astyani (2005) tentang hubungan antara sanitasi makanan dan lingkungan
dengan kejadian diare pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-lepo
Kecamatan Baruga Kota Kendari tahun 2005, yang me-nunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare pada balita.
Penyakit diare dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti misalnya
ketidakmampuan mencerna zat gula/susu sapi dalam diet (Addy,1993) dan juga
perilaku menyimpan hidangan yang tidak baik sehingga terkontaminasi bibit
penyakit yang dibawa oleh vektor/lalat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Toyo (2005), bahwa risiko terjadinya diare pada balita yang keluarganya
menyimpan hidangan/makanan secara terbuka mempunyai risiko terjadi diare
3,35 kali lebih besar daripada balita yang keluarganya menyimpan makanan
/hidangan secara tertutup. Selain itu, pendidikan ibu juga mempengaruhi risiko
kejadian diare. Pada daerah penelitian 31 orang responden (34,8%) adalah
tamatan SLTP dan 35% tamatan SLTA. Dalam Depkes RI 1990, hubungan antara
tingkat pendidikan ibu semakin memberi dampak positif terhadap kesehatan
anak. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Toyo (2005) bahwa resiko kejadian
diare balita dengan ibu berpendidikan rendah 1,18 lebih besar dari pada ibu
berpendidikan tinggi.
Dari uji statistik yang dilakukan pada penelitian ini, tidak menun-jukkan
adanya hubungan antara pengolahan ma-kanan dengan kejadian diare. Hal ini
dapat dipengaruhi oleh proses pengo-lahan/pemasakan yang dilakukan oleh
responden. Karena menurut Mukono (2000), pemasakan yang tidak sempurna
pada daging, telur dan susu akan menyebabkan makanan tersebut peka dan
memudahkan organisme untuk berkembang didalamnya.
Hubungan antara Persediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare Balita
Penyakit diare adalah salah satu penyakit berbasis lingkungan, dimana dua
faktor yang dominan dalam penularannya adalah penye-diaan air bersih dan
pembuangan kotoran/tinja manusia. Menurut Heru (1995) dalam Toyo (2005)
pema-kaian air yang tidak bersih menjadi penyebab utama kejadian diare. Hal ini
sejalan dengan Thaha (1995) dan Ahmad dalam Astyani (2005) bahwa episode
kejadian diare lebih mengacu pada kesehatan ling-kungan, jika sarana air bersih
kurang dan tidak memenuhi syarat sehingga resiko diare selalu ada.
Berdasarkan Tabel 5, balita dengan penyediaan air bersih baik 2 orang
(8,7%) menderita diare dan 21 (91,3%) tidak menderita diare. Sedangkan balita
dengan penye-diaan diare tidak baik, 5 orang (7,6%) menderita diare dan 61
0rang (92,4%) tidak menderita diare. Hasil statistik menunjukkan tidak terdapat
hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare. Jadi dapat
disimpulkan bahwa balita dengan penyediaan air bersih baik dan tidak
mempunyai peluang yang sama dalam risiko diare. Hal ini dapat dikatakan
karena berdasarkan dari hasil penelitian, sumber air yang ada banyak yang tidak
memenuhi kesehatan karena terdapat sumber pencemaran disekitarnya, seperti
jarak jamban, gengan air dan tumpukan sampah. Dalam Depkes Ri 2003,
pencemaran air dapat terjadi bila tempat penyimpanannya tidak tertutup baik.

12

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

Penelitian Toyo (2005) menunjukkan bahwa resiko kejadian diare balita yang
keadaan tempat penampungan airnya kotor 4,96 kali lebih besar daripada
keluarga yang tempat penampungan air bersihnya baik dan tertutup.
Bila sumber penyediaan air bersihnya memenuhi syarat tapi bila
penyimpanannya tidak baik, maka akan meningkatkan risiko diare. Sebaliknya
bila penyediaan air bersih tidak baik tetapi kondisi ketahanan tubuh balita baik,
maka akan mengurangi risiko terjadinya diare. Selain itu juga perilaku responden
juga mempengaruhi kejadian diare. Berdasarkan penelitian walaupun
penyediaan air bersih masyarakat kelurahan Oesapa tidak memenuhi syarat,
tetapi pada pengolahannya air tersebut direbus/dimasak sampai mendidih
terlebih dahulu sebelum digunakan untuk air minum. Hal ini yang dapat
membantu mematikan kuman patogen dalam air.
Hubungan antara Pengolahan Air Limbah dengan Kejadian Diare Balita
Air limbah merupakan air buangan yang volumenya mencapai 80% dari air
yang digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari. Air limbah yang tidak dibuang
pada tempat penampungan/ saluran air limbah dapat mencemari lingkungan
sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa masya-rakat umumnya
tidak memiliki saluran pembuangan air limbah (SPAL), baik yang berasal dari
rumah maupun disekitar sumur gali sehingga dapat mencemari sumber air bersih
yang ada. Seperti yang terdapat dalam Andi Aziz Masnah (2002) dalam Astyani
(2005) dinyatakan bahwa sumber airminum dan air permukaan tanah yang telah
tercemar akibat pengelolaan air limbah yang tidak baik akan menjadi temapt
berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor penyebab penyakit. Pada tabel 6
yang menggambarkan hasil penelitian, balita dengan pengolahan air limbah baik
4 orang (25%) menderita diare dan 12 (75%) tidak menderita diare. Sedangkan
balita dengan pengo-lahan air limbahnya tidak baik, 3 orang (4,1%) menderita
diare dan 70 (95,9%) tidak menderita diare. Hasil analisis statistik menunjukkan
ada hubungan yang bermakna antara pengolahan air limbah dengan kejadian
diare balita dengan tingkat keeratan hubungan sedang.
Hasil penelitian Astyani (2005) juga menyatakan bahwa adanya hubungan
yang bermakna antara pengolahan air limbah dengan kejadian diare balita.
Penelitian yang dilakukan oleh Benufifnit (2005) juga menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara ketersediaan dan kondisi pembuangan air
limbah dengan kejadian diare balita.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan: (1)Pengolahan maka-nan masyarakat di
Kelurahan Oesapa sebanyak 5 responden (5,6%) memenuhi syarat dan 84
responden (94,4%) tidak memenuhi syarat; (2)Penyediaan air bersih masyarakat
di Kelurahan Oesapa sebanyak 23 responden (25,8%) memenuhi syarat dan 66
responden (74,2%) tidak memenuhi syarat; (3)Pengolahan air limbah masyarakat di Kelurahan Oesapa se-banyak 16 responden (18%) memenuhi syarat dan
84 responden (82%) tidak memenuhi syarat; (4)Tidak ada hubungan antara
pengolahan makanan dengan kejadian diare balita di Kelurahan Oesapa
Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang ( = 0,343 , 0,05), artinya balita
dengan pengolahan makanan yang memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi
syarat mempunyai peluang yang sama dalam kejadian diare; (5)Tidak ada
hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare balita di

13

MKM Vol.01 No. 01 desember 2006: 24-36

Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang ( = 1.000 , 0,05),


artinya balita dengan penyediaan air bersih yang memenuhi syarat dan yang
tidak memenuhi syarat mempunyai peluang yang sama dalam kejadian diare;
(6)Ada hubungan antara pengolahan air limbah dengan kejadian diare balita di
Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang ( = 0,018 , 0,05),
artinya balita dengan pengolahan air limbah yang tidak memenuhi syarat
mempunyai peluang yang lebih besar dalam kejadian diare, dengan tingkat
keeratan hubungan sedang ( = 0,298).
Saran
Beberapa hal yang dapat menjadi masukan dari penelitian ini antara lain:
Kepada semua instansi pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas dan Dinas
Kesehatan agar dapat meningkatkan pengeta-huan masyarakat terutama yang
berkaitan dengan pentingnya sanitasi lingkungan, khususnya pengolahan air
limbah sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit menular, seperti diare
pada balita. Serta perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap variabel-variabel
lain yang dapat menyebabkan kejadian diare pada balita.
DAFTAR PUSTAKA
Astyani.N, 2005, Hubungan Antara Sanitasi Makanan dan Lingkungan dengan
Kejadian Diare pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-lepo
Kecamatan Baruga Kota Kendari, Media Kesehatan Masyarakat Indonesia.
FKM Unhas, Makasar.
Benufinit.S.H , 2005, Hubungan Antara Status Gizi, kebiasaan Ibu dalam
Memberikan Makanan dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada
Balita. Skripsi FKM Undana, Kupang.
Bress.P, 1995, Petunjuk Praktis Tindakan Darurat Kesehatan Masyarakat pada
KLB, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dinkes propinsi NTT, 2003, Laporan Tahunan Seksi Upaya Kesehatan Dasar
Propinsi NTT. Propinsi NTT, Kupang.
Depkes RI, 1997, Petunjuk Pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan
Penanggulangan KLB Diare, Ditjen PPM dan PLP, Jakarta.
Jelliffe.D.B, 1994, Kesehatan Anak Di Daerah Tropis, Bumi Aksara, Jakarta.
Mukono.H.J, 2000, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Airlangga University
Press, Surabaya.
Notoatmodjo.S, 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.
Pratiknya.A.W, 2001, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, Raja Grafindo Persad, Jakarta
Sahdan .M, 2002, Studi Sanitasi Lingkungan Pemukiman Pengungsi Timor Timur
dan Jenis Penyakit di Desa Noelbaki Kupang, Skripsi STIK Tamalatea,
Yayasan Pendidikan Tamalatea, Makasar.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak I
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta.
Sutrisno.T,1991, Tehnologi Penyediaan Air Bersih, . Rineka Cipta, Jakarta.
Toyo.M, 2005, Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Oesao Kabupaten Kupang Propinsi NTT
Tahun 2005, Skripsi FKM Undana, Kupang

14

Vous aimerez peut-être aussi