Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
RETINOBLASTOMA
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sistem Sensori dan Persepsi
Dosen tutor
Tutor
: 9 (sembilan)
Ketua
: Rio Nurgiri
220110130115
Notulen
220110130020
Scriber
220110130136
Anggota
220110130126
Listia Nurhayati
220110130053
Ihsan Kurnia
220110130042
Noor Fathara
220110130048
Oselia Esa M.
220110130107
220110130069
220110130100
Sinta Nurjanah
220110130141
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualikum Wr. Wb
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik yang
berjudul RETINOBLASTOMA. Makalah ini dususun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sistem Sensori dan Persepsi pada semester ganjil.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Aan Nuraeni, M.Kep. sebagai koordinator mata kuliah sistem sensori persepsi.
2. Ibu Aat Sriati, SKp. MSi. sebagai dosen tutor kelompok 9.
3. Orang tua kami yang selalu memberi doa dan dukungan dalam menyelesaikan
makalah ini.
4. Teman-teman kelompok 9 yang telah membantu dan meluangkan waktu untuk
menyelesaikan tugas ini.
Demikian makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya. Kami sadar bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami
menerima dengan tangan terbuka kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat
menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata, terima kasih atas segala perhatian yang telah diberikan dan kami berharap
agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua para pembaca.
Wassalamualikum Wr. Wb
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I...................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN....................................................................................................... 5
`1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 5
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 5
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah................................................................................... 5
1.4 Metode Penyusunan Makalah................................................................................. 6
BAB II..................................................................................................................... 7
TINJAUAN TEORI..................................................................................................... 7
2.1 KERANGKA TEORI........................................................................................... 7
2.1.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI..............................................................................7
2.1.2 DEFINISI....................................................................................................... 8
2.1.3 EPIDEMIOLOGI.............................................................................................. 8
2.1.4 ETIOLOGI..................................................................................................... 9
2.1.5 PATOFISIOLOGI............................................................................................. 9
2.1.6 MANIFESTASI KLINIS.................................................................................. 10
2.1.7 KLASIFIKASI............................................................................................... 11
2.1.8 DIAGNOSIS................................................................................................. 13
2.1.9 GAMBARAN HISTOLOGI.............................................................................. 14
2.1.10 PENATALAKSANAAN.................................................................................14
2.1.11 FOLLOW UP............................................................................................... 17
2.1.12 PROGNOSA................................................................................................ 18
BAB III.................................................................................................................. 19
KASUS DAN PEMBAHASAN.................................................................................... 19
3.1 Kasus................................................................................................................ 19
3.2 Pembahasan........................................................................................................ 20
3.2.1 Pengkajian.................................................................................................... 20
3.2.2 Analisa Data.................................................................................................. 20
3.2.3 Diagnosa Keperawatan..................................................................................... 22
3.2.4 Intervensi Keperawatan.................................................................................... 22
BAB IV.................................................................................................................. 26
PENUTUP.............................................................................................................. 26
1.1 Kesimpulan..................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 27
BAB I
PENDAHULUAN
`1.1 Latar Belakang
Retinoblastoma adalah salah satu kanker pada mata yang paling sering dijumpai pada bayi dan
anak-anak. Penyakit ini dapat mengakibatkan kebutaan kepada penderitanya tapi tidak hanya itu
penyakit ini juga dapat menyebabkan kematian. Banyak di negara berkembang pendeteksian dini
untuk retinablastoma sangat minim dilakukan oleh orangtua, ini dikarenakan kurangnya pengetahuan
tentang penyakit ini.
Penelitian mengatakan sangat sulit mendeteksi dini penyakit retinablstoma ini. Banyak anak
usia sekolah mengalami penurunan fungsi mata tetapi tidak memberitahukan kepada orangtua atau
orang terdekatnya dikarenakan takut. Jadi pemeriksaan mata dini kepada anak sangat penting dan
diperlukan untuk mendeteksi dini masalah penglihatan. Skrining dan pemeriksaan mata anak
sebaiknya dilakukan pada saat baru lahir, usia 6 bulan, usia 3-4 tahun, dan dilanjutkan pemeriksaan
rutin pada usia 5 tahun ke atas (Singapore National Eye, 2013). Setidaknya anak diperiksakan ke
dokter mata setiap 2 tahun dan harus lebih sering apabila telah ditemukan masalah spesifik atau
terdapat faktor risiko (Singapore National Eye, 2013).
Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi pengetahuan tentang penyakit
retinablastoma ke masyarakat luas yang mana di negara Indonesia masih kurang di perhatikan. Dan
kita sebagai perawat perlu memahami dan mengetahui mengenai asuhan keperawatan terhadap pasien
dengan retinoblastoma.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Mata adalah alat indra pada manusia. Fungsi dari mata sendiri adalah untuk menyesuaikan
jumlah cahaya yang masuk kedalam mata, memusatkan atau memfokuskan objek yang dekat dan jauh
sehingga menghasilkan gambar dan dihantarkan keotak sehingga dapat dipersepsikan oleh manusia.
Struktur mata dan fungsinya:
Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan
relatif kuat.
Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian
luar sklera.
Kornea : sturktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari
Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantar humor aqueus dan vitreus.
ke otak.
Humor aqueos : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea
(menisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makana bagi lensa dan
2.1.2 DEFINISI
Retinoblastoma adalah tumor ganas elemen-elemen embrional retina. Gangguan ini
merupakan tumor ganas utama intraokuler yang terjadi pada anak-anak terutama pada umur dibawah
5 tahun dan sebagian besar di diagnosis antara usia 6 bulan dan 6 tahun. Retinoblastoma merupakan
tumor neuroblastik yang secara biologi mirip dengan Neuroblastoma dan Medulloblastoma, penyakit
retinoblastoma tumbuh dengan cepat berasal dari sel retina mata. Penyakit ini tidak hanya dapat
mengakibatkan kebutaan, melainkan juga kematian.
Retinoblastoma, yang juga dikenal dengan tumor retina, adalah kondisi medis yang ditandai
dengan terbentuknya tumor ganas pada retina, jaringan sensitif cahaya yang melapisi bagian dalam
dari bola mata. Hal ini merupakan kondisi yang jarang terjadi dan disebabkan oleh cacat genetik dan
lebih sering terjadi pada anak-anak.
2.1.3 EPIDEMIOLOGI
Retinoblastoma sering menyerang bayi dan anak yang berjumlah sekitar 3% dari seluruh
tumor pada anak.
kehidupan dalam keluarga dan pada kasus sporadik unilateral di diagnosis antara umur 13 tahun.
Onset diatas 5 tahun jarang terjadi. Sebagian besar adalah mutasi sporadis tetapi hampir 10%
herediter. Retinobastoma dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus
bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom.
Frekuensi Retinoblastoma 1:14.000 sampai 1:20.000 kelahiran hidup, tergantung negara. Di
Amerika Serikat diperkirakan 250-300 kasus baru Retinoblastoma setiap tahun. Di Mexico dilaporkan
6-8 kasus per juta populasi dibandingkan dengan Amerika Serikat sebanyak 4 kasus per juta populasi.
Epidemiologi Retinoblastoma
1. Tumor intraokular paling sering pada anak
2. Tumor intraokular ketiga paling sering dari seluruh tumor intraokular setelah Melanoma dan
metastasis pada seluruh populasi
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2.1.4 ETIOLOGI
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang
kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi sebagai supresor
pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleid Acid) dan
mengontrol siklus sel pada transisi dari fase G1 sampai fase S. Jadi mengakibatkan perubahan
keganasan dari sel retina primitif sebelum diferensiasi berakhir.
Retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau antionkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel
tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan,
terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang nonherediter, kedua alel gen Retinoblastoma normal
di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi spontan.
2.1.5 PATOFISIOLOGI
Teori tentang histogenesis dari Retinoblastoma yang paling banyak dipakai umumnya
berasal dari sel prekursor multipotensial (mutasi pada lengan panjang kromosom pita 13, yaitu 13q14
yang dapat berkembang pada beberapa sel retina dalam atau luar. Pada intraokular, tumor tersebut
dapat memperlihatkan berbagai pola pertumbuhan yang akan dipaparkan di bawah ini.
Jika letak tumor di makula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Masa tumor yang semakin
membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, yaitu adanya reflkes kuning, putih atau abu-abu
merah di pupil, tanda peradangan pada vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor
masuk ke segmen-segmen anterior mata, akan menyebabkan glaukoma atau tanda peradangan berupa
hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan infasi tumor
melalui: nervus optikus ke otak, sklera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke
sum sum tulang ke pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke
badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal.
Penyebaran secara limfogen ke kelenjar limfe preaurikuler dan sub mandibula serta secara hematogen
ke sum sum tulang dan visera, terutama hati
Leukokoria (54%-62%)
Proptosis
Strabismus (18%-22%)
Katarak
Hypopion
Glaukoma
Hyphema
Nystagmus
Heterochromia
Tearing
Spontaneous globe perforation
Anisocoria
Pasien umur > 5 tahun
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Leukokoria (35%)
Inflamasi (2%-10%)
Penurunan visus (35%)
Floater (4%)
Strabismus (15%)
Pain (4%)
Manifestasi klinik retinoblastoma bervariasi tergantung pada stadium waktu tumor
terdeteksi. Tanda permulaan pada kebanyakan penderita adalah reflek pupil putih (leukokoria).
Leukokoria terjadi karena reflek cahaya oleh tumor yang putih. Tanda kedua yang paling sering
adalah strabismus. Tanda yang kurang sering meliputi pseudohipopion (sel tumor yang terletak
inferior di depan iris), disebabkan oleh benih tumor di kamera inferior mata, hifema (darah yang
terdapat di depan iris) akibat neovaskularisasi iris, perdarahan vitreus, atau tanda selulitis orbita. Pada
pemeriksaan tumor tampak sebagai massa putih, kadang-kadang kecil dan relative datar, kadangkadang besar dan menonjol. Ia mungkin tampak nodular. Kekeruhan vitreus dan benih tumor mungkin
nyata (Nelson, 2000). Secara umum, semakin dini penemuan tumor maka, semakin besar pula
kemungkinan untuk menyelamatkan organ penglihatan dan mengurangi resiko metastase yang lebih
luas.
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan limfoma juga dapat
menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu limfoma membutuhkan tindakan biopsi eksisi,
oleh karena itu diagnosis subtipe limfoma dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum halus masih
merupakan kontroversi. Aspirat Limfoma non-Hodgkin berupa populasi sel yang monoton dengan
ukuran sel yang hampirsama. Biasanya tersebar dan tidak berkelompok.
Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan ditemukannya tanda klasik
yaitu sel Reed Sternberg dengan latar belakang limfosit, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Sel Reed
Sternberg adalah sel yang besar dengan dua inti atau multinucleated dengan sitoplasma yang banyak
dan pucat. Metastasis karsinoma merupakan penyebab yang lebih umum dari limfadenopati
dibandingkan dengan limfoma, khususnya pada penderita usia lebih dari 50 tahun. Dengan teknik
biopsi aspirasi jarum halus lebih mudah mendiagnosis suatu metastasis karsinomadaripada limfoma.
Pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi pembesaran KGB lokal (limfadenopati
lokalisata) dan pembesaran KGB umum (limfadenopati generalisata). Limfadenopati lokalisata
didefinisikan sebagai pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja, sedangkan limfadenopati
generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan dan simetris.
2.1.7 KLASIFIKASI
Klasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan retinoblastoma intraokular yang
paling sering digunakan, tetapi klasifikasi ini tidak menggolongkan Retinoblastoma ekstraokular.
Klasifikasi diambil dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan dijumpai atau tidak dijumpai
adanya vitreous seeding.
Klasifikasi Reese-Ellsworth
1. Group I
Tumor Soliter/multipel, ukuran kurang dari 4 diameter papil, pada atau dibelakang equator,
dan prognosis sangat baik.
2. Group II
Tumor Soliter/multipel, ukuran 4-10 diameter papil, pada atau dibelakang equator, dan
prognosis baik.
3. Group III
Ada lesi di anterior equator, tumor Soliter lebih besar 10 diameter papil dibelakang equator,
dan prognosis meragukan.
4. Group IV
Tumor Multipel sampai ke ora serata, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter papil
dan prognosis tidak baik.
5. Group V
Massive Seeding melibatkan lebih dari setengah retina dengan benih di badan kaca dan
prognosis buruk.
Childrens Oncology Group (COG) sekarang ini melakukan evaluasi sebuah sistem
klasifikasi internasional yang baru, yang akan digunakan pada percobaan klinis serial yang akan
datang.
Klasifikasi Internasional
1.
2.
a.
b.
c.
3.
a.
b.
c.
4.
a.
b.
c.
d.
5.
a.
b.
c.
d.
e.
Group E Penyebaran Ekstensif Melibatkan > 50% dari bola mata atau :
Glaukoma Neovaskular
Media opaque akibat perdarahan bilik mata depan, vitreous atau ruang sub-retina
Invasi nervus optic post laminar,koroid (>2mm),sclera,orbit dan bilik mata depan
Pthisis bulbi post RB
Selulitis orbita yang merupakan tumor nekrosis aseptik
2.1.8 DIAGNOSIS
Anak yang menderita Retinoblastoma harus mendapatkan pemeriksaan fisik dan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang yang lengkap oleh Onkologis Anak. Di bagian Mata
pemeriksaan dengan anastesi (Examination under anesthesia / EUA) diperlukan pada semua pasien
untuk mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh. Lokasi tumor multipel harus dicatat
secara jelas. Tekanan intra okular dan diameter cornea harus diukur saat operasi. USG dapat
membantu dalam diagnosis retinoblastoma yang menunjukkan ciri khas kalsifikasi dalam tumor
meskipun dapat terlihat juga pada CT Scan, MRI lebih disukai sebagai modal diagnostik untuk
menilai nervus optikus, orbita dan otak. MRI tidak hanya memberikan resolusi jaringan lunak yang
lebih baik, tapi juga menghindari bahaya terpapar radiasi. Studi terbaru menganjurkan evaluasi
metastasis sistemik, khususnya sumsum tulang dan lumbal punksi. tidak di indikasikan pada anak
tanpa abnormalitas neurologis atau adanya bukti perluasan ekstraokular. Jika diperkirakan adanya
perluasan ke saraf optikus, lumbal punksi dilakukan. Orang tua dan saudara kandung harus diperiksa
untuk membuktikan Retinoblastoma atau Retinoma yang tidak diterapi, sebagai bukti untuk
predisposisi heriditer terhadap penyakit.
Rata-rata umur pada saat diagnosis tergantung riwayat keluarga dan lateral penyakit :
1. Pasien dengan riwayat keluarga Retinoblastoma yang diketahui : 4 bulan
2. Pasien dengan penyakit bilateral : 14 bulan
3. Pasien dengan penyakit unilateral : 24 bulan
Sekitar 90% kasus didiagnosis pada pasien umur dibawah 3 tahun.
Beberapa keadaan / penyakit pada anak dapat menyerupai retinoblastoma karena
adanyacats eye antara lain :
1. Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV), adanya kegagalan regresi pembuluh
darah mata embrional sehingga aksis bola mata lebih pendek, timbul katarak dan tampak adanya cats
eye.
2. Penyakit Coats: kelainan mata anak unilateral akibat pertumbuhan abnormal pembuluh
darah retina dengan komplikasi lepasnya selaput retina dan dapat menyerupai retinoblastoma.
Penyakit Coat, yang juga dikenal sebagai retinitis eksudativa, adalah kondisi medis yang
ditandai dengan pertumbuhan tidak seharusnya dari pembuluh darah di belakang retina. Hal ini
menyebabkan terkumpulnya carian di belakang bola mata, menyebabkan pelepasan sebagian atau
seluruhnya dari retina yang menyebabkan penurunan penglihatan sebagian atau seluruhnya. Kondisi
ini merupakan kelainan kongenital (tetapi tidak diturunkan) yang sangat jarang yang biasanya terjadi
pada satu mata; laki-laki memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.
Prognosis bervariasi tergantung kapan tepatnya penyakit ini didiagnosis; secara umum, semakin dini
diagnosis semakin baik prognosisnya. Direkomendasikan pada individu dengan keluhan seperti ini
segera berkonsultasi dengan seroang dokter mengingat prognosis yang merusak (dan menetap).
Komplikasi, seperti yang telah disebutkan di atas, biasanya terbatas pada kehilangan penglihatan
lengkap. Pada tahap ini, penanganan yang mungkin hanyalah mengangkat bola mata yang terkena
melalui pembedahan.
3. Toxocara canis: penyakit infeksi mata akibat terinfeksi penyakit hewan peliharaan yang
menyebabkan kelainan retina, lepasnya retina dan dapat menyerupai retinoblastoma.
4. Retinopathy of prematurity (ROP): pada bayi prematur dengan berat badan rendah yang
mendapat suplemen oksigen pasca lahir, yang dapat menyebabkan kerusakan retina , retina terlepas
dan dapat menyerupai retinoblastoma.
2.1.10 PENATALAKSANAAN
Saat Retinoblastoma pertama di terapi yang paling penting dipahami bahwa Retinoblastoma
adalah suatu keganasan. Saat penyakit ditemukan pada mata, angka harapan hidup melebihi 95% di
negara barat. Walaupun dengan penyebaran ekstraokular, angka harapan hidup menurun sampai
kurang dari 50%. Selanjutnya dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang harus adalah
menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya menyelamatkan visus.
Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang ini dengan menggabungkan kemampuan
terapi yang berbeda mencakup Enukleasi, Eksenterasi,Kemoterapi, Photocoagulasi, Krioterapi,
External-Beam Radiation dan Plaque Radiotherapy
Penatalaksanaan Retinoblastoma berubah secara dramatis pada dekade yang lalu dan terus
berkembang. External Beam Radiotherapy jarang digunakan sebagai terapi utama Retinoblastoma
Intraokular karena berhubungan dengan deformitas kraniofacial dan tumor sekunder pada daerah
radiasi. Enukleasi primer pada Retinoblastoma unilateral lanjut masih direkomendasikan untuk
menghindari efek samping kemoterapi sistemik Dihindari manipulasi yang tidak diperlukan pada bola
mata dan sepanjang saraf optikus untuk menghindari penyebaran tumor ke Ekstraokular.
Ultrasonografi dan tomografi komputer dilakukan terutama untuk klien dengan metastasis
keluar, misalnya dengan gejala proptosis bola mata.
Jika satu mata yang terserang, pengobatan bergantung pada klasifikasi tumor:
1.
Golongan I atau II dengan pengobatan lokal (radiasi, cryotherapy, fotokoagulasi laser), kadang-
2.
b. Kemoterapi
Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma Intraokular Bilateral pada
dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik primer. Pemberian kemoterapi sistemik
mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat menggunakan gabungan fokal terapi dengan Laser,
Krioterapi atau Radioterapi, perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat kamajuan dalam terapi kedua
tumor otak dan metastasis Retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam seperti
Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi
secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 4-9 siklus kemoterapi.
Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal (gabungan) sekarang
secara lebih sering digunakan vision-sparing tecnique. Kebanyakan studi Chemoreduction untuk
Retinoblastoma menggunakan Vincristine, Carboplatin, dan Epipodophyllotoxin, lainya Etoposide
atau Teniposide, tambahan lainya Cyclosporine. Agen pilihan sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan
siklus menurut lembaga masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada
beberapa kasus terapi lokal (Kriotherapy, Laser Photocoagulation, Thermotherapy atau Plaque
Radiotherapy) dapat digunakan tanpa Kemoterapi. Efek samping terapi Chemoreduction antara lain
hitung darah yang rendah, rambut rontok, tuli,toksisitas renal, gangguan neurologik dan jantung.
Leukemia myologenous akut pernah dilaporkan setelah pemberian regimen chemoreduction termasuk
etoposide. Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi sistemik.
c. Periocular Chemotherapy
Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial berdasarkan pada
data terbaru penggunaan carboplatin subconjunctiva sebagai terapi Retinoblastoma pada percobaan
klinis phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding dan tumor retina didapati adanya respon terhadap
terapi ini. Toksisitas lokal minor berupa orbit myositis pernah dilaporkan setelah pemberian
Carboplatin subconjuctiva dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi yang lebih berat
termasuk optik atropi pernah dilaporkan.
d. Photocoagulation dan Hyperthermia
Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi Retinoblastoma
yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran
Photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser yang lebih berat
digunakan untuk terapi langsung pada permukaan tumor. Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai
hyperthermia. Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur tumor sampai 4560oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat bertambah dengan Kemoterapi dan
Radioterapi.
e. Krioterapi
Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm dan ketebalan
apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung dengan Triple Freeze-Thaw
Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi posterior dan
cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior.Terapi tumor yang berulang sering memerlukan
kedua tekhnik tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan tumor atau komplikasi terapi.
f.
1) Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur hidup pada resiko kedua, tidak
tergantung pada keganasan primer (seperti osteosarcoma) yang dieksaserbasisi oleh paparan External
Beam Radiotherapy.
2) Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan Radiotheraphy meliputi midface hypoplasia, Radiation
Induced-Cataract, dan Radiation Optic Neuropathy dan Vasculopathy.
Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan External Beam
Radiotherapy dosis rendah dan Kemoterapi diperbolehkan untuk meningkatkan keselamatan bola
mata dengan menurunkan morbiditas radiasi. Sebagai tambahan penggunaan kemoterapi sistemik
dapat memperlambat kebutuhan External Beam Radiotherapy, memberikan perkembangan orbita
yang baik dan secara bermakna menurunkan resiko malignansi sekunder sewaktu anak berumur satu
tahun.
g. Plaque Radiotherapy ( Brachytherapy )
Radioactive Plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata dimana terapi
penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua tumor aktif dan sebagai terapi utama
terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif kecil sampai sedang.
Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan diameter basal kurang
dari 16mm dan ketebalan apical 8 mm. Isotop yang lebih sering digunakan adalah lodine 125 dan
Ruthenium 106.
2.1.11 FOLLOW UP
1. Setelah Radioterapi atau Kemoterapi,regresi tumor menjadi massa kalsifikasi CottageCheese, Fish-Flesh Translucent Mass, gabungan keduanya atau Scar Atropi Datar.
2. Tumor baru dapat berkembang pada pasien dengan Retinoblastoma yang diwariskan,
khususnya yang diterapi pada umur sangat muda.Tumor ini cenderung ke anterior dan tidak dapat
dicegah dengan kemoterapi karena tidak ada pasokan darah. Rekuren tumor lokal biasanya terjadi
dalam 6 bulan terapi.
3. Jika Retinoblastoma diterapi secara konservatif, pemeriksaan tanpa anastesi diperlukan
setiap 2-8 minggu hingga umur 3 tahun, setelah waktu ini pemeriksaan tanpa anastesi dilakukan setiap
6 bulan sampai umur sekitar 5 tahun, kemudian setiap tahun hingga umur 10 tahun.
4. MR Orbita diindikasikan pada kasus resiko tinggi pada sekitar 18 bulan, jika pada anak
mempunyai resiko berkembangnya neoplasma ganas sekunder, orang tua harus diberi pengarahan
supaya waspada terhadap gambaran sakit dan bengkak serta berhak untuk meminta perhatian medis
jika tidak ada perbaikan dalam 1 minggu.
2.1.12 PROGNOSA
1. Anak-anak dengan Retinoblastoma Intraokular yang mendapat perawatan medis modern
mempunyai prognosis yang baik untuk bertahan hidup. Di negara berkembang laju keselamatan hidup
pada anak lebih dari 95%. Kebanyakan faktor resiko penting yang dihubungkan dengan kematian
adalah tumor yang meluas ke ekstraokular, secara lansung melalui sclera, atau yang lebih sering
dengan invasi saraf optikus, khususnya pada pembedahan Reseksi Margin. Anak yang bertahan
dengan Retinoblastoma Bilateral meningkatkan insiden keganasan non okular dikemudian hari. Kirakira waktu laten untuk perkembangan tumor sekunder 9 tahun dari penatalaksaan Retinoblastoma
primer. Mutasi RBI dihubungkan dengan insiden 26,5% perkembangan tumor sekunder dalam 50
tahun pada pasien yang diterapi tanpa terpapar terapi radiasi.
2. External Beam Radiotherapy menurukan Periode Laten, meningkatkan insidensi tumor
sekunder pada 30 tahun pertama kehidupan, sebagaimana proporsi tumor meningkat baik pada kepala
dan leher. Jenis tumor sekunder yang paling sering tampak pada pasien ini adalah Osteogenic
Sarcoma. Keganasan sekunder lain yang relatif sering adalah Pinealoma, tumor otak, cutaneous
melanoma, soft tissue sarcoma, dan tumor-tumor primitive yang tidak diklasifikasikan.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Anakku, Mata Hatiku
Nama saya Mawar, saya seorang perawat di ruang anak. Saat ini saya merawat
seorang anak yang bernama Raffa, usia 2 tahun. Raffa merupakan anak-anak satu-satunya dari
pasangan Rofiq dan Slovina. Menurut ibunya, sejak lahir mata Raffa sering terlihat seperti mata
kucing terutama jika dilihat malam hari. Sang Ibu sangat senang, karena menurutnya mungkin itu
berkah bawaan untuk keluarga. Satu bulan yang lalu, ketika Raffa sedang bermain tembak-tembakkan
karet gelang dengan temannya, secara tidak sengaja mata Raffa terkena jepretan karet gelang. Ibunya
mengatakan, sejak saat itu, mata Raffa semakin menonjol hingga seluruh bola mata keluar, Raffa
semakin rewel, sering mengeluh sakit, dan penglihatan Raffa semakin menurun, kemudian Raffa
dibawa ke RS. Saat ini Raffa sudah dirawat hampir 2 minggu.
Saat melakukan pengkajian pada Raffa dan keluarga tadi pagi, saya mendapat data
sebagai berikut: orbita sinistra mengalami pembesaran dan menonjol keluar (proptosis) sekitar 10 cm,
terdapat benjolan di belakang telinga kanan 3 x 0,5 cm, mobile, keras, dan di bagian preauricular
telinga kiri 3 x 0,5 cm, mobile, keras, kesadaran compos mentis, dengan TD: 160/100 mmHg,
N:88x/menit, RR: 24x/menit, dan suhu: 36,2oC. Raffa sedang mendapat kemoterapi siklus I:
Vinkristine 70 mg IV, Etoposide 260 mg IV, dan Carboplatin 70 mg IV. Raffa juga mendapatkan terapi
nifedifine 2 mg, dexamethasone 3 x 2,5 mg IV, manitol 25 ml IV. Saya baru saja melakukan ganti
baluan dengan NaCl 0,9%. Kedua orang tua Raffa sering menangis ketika melihat Raffa kesakitan,
dan sering menanyakan apakah mata Raffa bisa kembali seperti semula dan bisa melihat lagi karena
Raffa merupakan mata hatinya.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pengkajian
1. Identitas
a.
b.
c.
d.
Nama : An. R
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Keluhan Utama : Ibu pasien mengatakan mata An. R menonjol sehingga hampir seluruh bola mata
keluar
2. Riwayat Kesehatan
TTV :
TD : 160/100 mmHg (tinggi)
Nadi : 88 x/ menit (normal)
RR : 24 x/ menit (normal)
Suhu : 36,2 (normal)
Keadaan umum : Komposmentis
Nyeri/Ketidaknyamanan : Nyeri orbital
Aktivitas : perlu dikaji
Limfa : terdapat benjolan dibelakang telinga kanan & kiri
Neurosensori : mata menonjol 10 cm, penglihatan menurun
4. Penatalaksanaan :
a.
1)
2)
3)
b.
Kemoterapi siklus 1 :
Vinkristine 70 mg iv
Etoposid 260 mg iv
Karboplatin 70 mg iv
Nifedifine 2 mg
c. Dexamethasone 3x 2,5 mg iv
d. Manitol 25 ml iv
e. Balutan NaCl 0,9 %
Data
Etiologi
Masalah
o
.
bola
mata
keluar,
Pertumbuhan sel
tidak terkontrol pada daerah
retina
penglihatan menurun
Do
mengalami
orbita
Gangguan
persepsi
sensori
penglihatan
sinistra
pembesaran
dan
Gangguan
penerimaan sensori pada
lapisan fotoreseptor
Gangguan
penglihatan
Pertumbuhan sel
tidak terkontrol pada daerah
retina
Hiperplasia
2
.
Ablasio retina
Tumor membesar
Nyeri
Meningkatkan
Tek.intraokuler
Menekan saraf
nyeri pada bola mata
Ds : orangtua menanyakan
Nyeri
Kurang
Ansietas
pengetahuan terhadap
Do : Sering menangis,
orang
tua
sering
menanyakan
Ansietas
anak
Tujuan
a Keperawatan
Perubaha
n
.1
Intervensi
sensori
Tujuan
umum
persepsi mempertahankan tajam penglihatan Monitor tanda-tanda vital: tekanan darah, Memantau tand
frekuensi nadi, frekuensi napas, suhu, kesadaran informasi meng
: tanpa kehilangan lebih lanjut
Penglihatan
b.d
kerusakan
penerimaan
rangsangan visual
sekunder
tumor
ditandai
proptosis
Kriteria hasil :
menentukan int
intrakranial.
Pemeriksaan fis
Lakukan pemeriksaan fisik dan penunjang (fundus untuk
menent
Panggantian ba
kemoterapi
dengan
resiko infeksi ba
obat-obat Kemoterapi me
antikanker.
Ganggua
perl
keberhasilan pen
peningkatan
tekanan
intraokuler
ditandai
dengan cm
proptosis
tekanan
intrao
pasien, karena w
pada pasien te
intraokuler sehin
Analgesik bek
(misal : tidur)
menghambat pe
seperti
dopam
menghilangkan
Memeriksa ke
Evaluasi skala nyeri, gula darah.
melihat keberh
untuk melihat k
hiperglikemi, p
larutan
berkad
antihiperglikemi
Ansietas
3
Tujuan
b.d
penurunan mengurangi
status
anak
rasa
umum
cemas
:
yang Kaji tingkat ansietas.
Untuk melihat s
Apakah sampai
Berikan
informasi
yang
akurat
dan
Informasi
y
jujur. dipertanggungja
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas Kenalkan keluarga dengan orangtua atau kelaurga support atau d
menunjukkan
berkurangnya yang memiliki kasus yang sama atau yayasan yang melewati masa
kecemasan
mereka hadapi
keluarga akan se
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Retinoblastoma adalah neoplasma ganas retina yang sering bersifat kongenital.
Retinoblastoma dapat timbul sejak lahir atau terlihat pertama kali pada masa kanak-kanak awal tumor
ini mungkin herediter (diwariskan). Waktu pertama kali diketahui oleh orang tua penderita sebagai
masa putih dibelakang pupil yang memberikan gambaran sebagai refleks mata putih, maka tumor
ini sudah lanjut. Kadang-kadang tumor ini dapat dideteksi lebih dini apabila bayi dan anak-anak
diperiksa oleh ahli mata dengan gejala strabismus yang timbul karena hilangnya penglihatan pada
mata yang terkena tumor. Apabila retino blastoma terjadi pada satu mata dan terdapat riwayat
keluarga, maka sangat mungkin bahwa mata yang satunya juga akan terkena retino blastoma.
Prognosis penyakit ini tergantung dari seberapa cepat penyakit ini ditemukan dan dilakukan tindakan.
Pada klien dengan retino blastoma, asuhan keperawatan yang biasanya dilakukan lebih
menjurus pada kerja sama dengan orang tua karena klien dengan penyakit retinoblastoma cendrung
merupakan anak-anak pada usia dibawah 5 tahun dan sebagian besar didiagnosis antara usia 6 bulan
dan 2 tahun sehingga belum bisa memutuskan tindakan yang akan dilakukan. Diharapkan dalam
penatalaksanaan asuhan keperawatan, perawat bisa bekerja sama dengan orang tua serta tim medis
lain agar menghasilkan hasil yang maksimal dari tindakan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Istiqomah, Indriana N. (2005). Asuhan keperawatan klien gangguan mata. Jakarta: EGC
Darling, Vera H. dan Thorpe, Margaret R. (1996). Perawatan mata. Yogyakarta: penerbit ANDI
Rahman, A. (2008). Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Retinoblastoma. Medical journal of The
Andalas University, 59-60.
Hidayat, R. (2010).