Vous êtes sur la page 1sur 6

ASUHAN KEPERAWATAN

ANAK DENGAN KEJANG DEMAM


A. PENGERTIAN
1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38 o
C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
B. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer, dkk (2000) etiologi kejang demam adalah :
1. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak
diketahui atau enselofati toksik sepintas.
C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak
diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan
perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem
kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel
yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit
oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl -).
Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na + rendah,

sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan


tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp ase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya
mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan
perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan
o
suhu 1 C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan
O2 meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh
karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium
dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga
meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang tersebut neurotransmitter dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat
terjadi pada suhu 38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15
menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O 2 dan untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut
jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena
tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan
timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan
dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)

D. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral,
serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti
sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung
lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti
oleh hemiplegi sementara (Todds hemiplegia) yang berlangsung beberapa
jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh
hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)
Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan
kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh
mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh
tionik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang
menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi
atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai
kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.
E. PENATALAKSANAAN
ada 4 faktor yang perlu dikerjakan :
1. Segera diberikan diezepam intravenadosis rata-rata 0,3mg/kg
atau diazepam rektaldosis 10 kg = 5mg/kg

Bila kejang tidak berhenti


tunggu 15 menit
Kejang berhenti

berikan dosis awal fenobaritol


neonatus =30 mg IM
1 bln-1 thn=50 mg IM
>1 thn=75 mg IM

Pengobatan rumat

5.

a.

Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit


primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri
larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 - 4 ml/kg BB secara
intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan
glukosa 10 % sebanyak 60 - 80 ml/kg secara intravena.
Pemberian Ca - glukosa hendaknya disertai dengan monitoring
jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian
dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara
intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 %
sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.

b.

Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium


dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg
BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 6 ml.
Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia
umum menyerupai floppy infant dapat muncul.

c.

Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila


gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia
tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru
lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi
metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak
sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan
anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV
berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.

10 kg = 10mg/kg

dapat diulangi dengan dosis/cara yang sama


2.

3.
4.

Bia diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital


dengan dosis awal selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya
Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres
seluruh tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan
parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3
mg/kgBB
memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup
lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu:

4 jam kemudian
Hari I+II = fenobaritol 8-10 mg/kg dibagi dlm 2 dosis
Hari berikutnya = fenobaritol 4-5 mg/kg dibagi dlm 2 dosis

Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam


untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan efek
diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang
berikutnya. Disamping itu pemberian bersama-sama dengan
fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan karena zat
pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat
menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah
G. KLASIFIKASI
klasikfikasi kejang demam adalah
1. Kejang demam sederhana
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun
pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui
melalui criteria Livingstone, yaitu :
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15
menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul
demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu
sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi
4 kali
2. Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh
criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari
kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak
sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang
dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit
yaitu :
1. Kerusakan otak

2.
I.

J.

Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif


sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA
( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk
ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

PENCEGAHAN
Pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan
penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang
b. Penkes tentang
1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep
dokter
2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan
termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta
keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37C)
3)
Anak diberi obat anti piretik bila orang tua
mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan
menunggu sampai meningkat
4)
Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya
pernah mengalami kejang demam bila anak akan
diimunisasi.
2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :
a. Baringkan pasien pada tempat yang rata
b. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
d. Lepaskan pakaian yang ketat
e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EEG
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak
menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah
belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.
2. Lumbal Pungsi

Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk


mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapaat mendeteksi
penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.
- Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan
pemeriksaan lumbal pungsi
- Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning,
menunjukan pigmen kuning santokrom
2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari
normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml,
anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml)
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal
dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)
A.
1.

2.

3.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


PENGKAJIAN
Riwayat Keperawatan
a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,
pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria,
morbilivarisela dan campak.
c. Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
d. Adanya riwayat trauma kepala
Pengkajian fisik
a. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit
teraba hangat
b. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan
berat badan
c. Adanya kelemahan dan keletihan
d. Adanya kejang
e. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya
peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat
dan berwarna kuning
Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat obatan seperti obat
penurun panas

c.
4.

Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai


anaknya pada waktu sakit.
Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya

B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam
1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah
ke otak
4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya
informasi

C.

INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1
: Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses
keperawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria
hasil
NOC: Pengendalian Resiko
a. Pengetahuan tentang resiko
b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
c. Monitor kemasan personal
d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian
resiko
Indkator skala :
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = kadang-kadan adekuat
4 = adekuat
5 = sangat adekuat

NIC : mencegah jatuh


a. identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat
menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan
b. identifikasi mkarakteristik dari lingkungan yang dapat
menjadikan potensial jatuh
c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan
dengan ambulasi
d. instruskan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau
bergerak
DX 2
: Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin
pada hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang
norma
NOC : Themoregulation
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan
tidak pusing
Indicator skala
1. : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan
NIC :
a.
b.
c.
d.
e.

Temperatur regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
Monitor tanda tanda hipertensi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Monitor nadi dan RR

DX 3 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan


reduksi aliran darah ke otak

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses


keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal ,
dengan kriteria hasil :
NOC : status sirkulasi
a. TD sistolik dbn
b. TD diastole dbn
c. Kekuatan nadi dbn
d. Tekanan vena sentral dbn
e. Rata- rata TD dbn
Indicator skala :
1 = Ekstrem
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak terganggu
NIC : monitor TTV:
a. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
b. catat adanya fluktuasi TD
c. monitor jumlah dan irama jantung
d. monitor bunyi jantung
e. monitor TD pada saat klien berbarning, duduk, berdiri
NIC II : status neurologia
a. monitor tingkat kesadran
b. monitor tingkat orientasi
c. monitor status TTV
d. monitor GCS
DX 4 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan
dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti
tentang kondisi pasien
NOC : knowledge ; diease proses
a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi
prognosis dan program pengobatan
b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar

c.

Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan


perawat/ tim kesehatan lainya
Indicator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Teaching : diease process
a. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
d. Identifikasikan kemungkinan dengan cara yang tepat
D.

gangguan
3

a.
b.
c.
d.
e.
a.

b.
c.

TD sistolik dbn
TD diastole dbn
Kekuatan nadi dbn
Tekanan vena sentral dbn
Rata- rata TD dbn
Keluarga
menyatakan
pemahaman tentang penyakit
kondisi prognosis dan program
pengobatan
Keluarga mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan secara
benar
Keluarga mampu menjelaskan
kembali apa yang dijelaskan
perawat/ tim kesehatan lainya

1 = Ekstrem
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak terganggu
1. Tidak pernah
dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan

EVALUASI
Dx
1

a.
b.
c.
d.
e.

a.
b.
c.

Kriteria hasil
Pengetahuan tentang resiko
Monitor lingkungan yang dapat
menjadi resiko
Monitor kemasan personal
Kembangkan strategi efektif
pengendalian resiko
Penggunaan
sumber
daya
masyarakat untuk pengendalian
resiko
Suhu tubuh dalam rentang
normal
Nadi dan RR dalam rentang
normal
Tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak warna kulit dan
tidak pusing

Keterangan skala
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = kadang-kadan
adekuat
4 = adekuat
5 = sangat adekuat

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat
Pendidikan Tenaga
Kesehatan.
Lumbantobing,SM.1989.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada
Anak.Jakarta : FKUI
Sachann, M Rossa. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.
Suriadi, dkk2001. Askep Pada Anak. Jakarta. Pt Fajar Interpratama.
Sataf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000. Buku Kuliah Dua Ilmu
Kesehatan
Anak. Jakarta : Percetakan Info Medika Jakarta
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.
Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :
Salemba.

1. : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 :

tidak

ada

Vous aimerez peut-être aussi