Vous êtes sur la page 1sur 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PASIEN


DENGAN CEDERA KEPALA

OLEH :
I GUSTI AYU AGUNG ISTRI ADNYASWARI
0902105045

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2013

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi/Pengertian
Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa
struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan
fungsional jaringan otak atau suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury, baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala (Suriadi & Yuliani, 2001).
Cedera kepala adalah trauma mekanik yang terjadi pada kepala yang terjadi baik
secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi
neurologis, fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen (PERDOSI, 2007).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital atau degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
2. Penyebab
Menurut Smeltzer tahun 2001, penyebab Trauma kepala yaitu:
1. Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu merobek otak, misalnya
tertembak peluru / benda tajam.
2. Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan.
3. Trauma akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun
4.
5.
6.
7.
8.
9.

bukan dari pukulan.


Kontak benturan (Gonjatan langsung)
Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu obyek.
Kecelakaan lalu lintas
Jatuh
Kecelakaan industry
Serangan yang disebabkan karena olah raga
Perkelahian

3. Klasifikasi
Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis, tiga
jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera

kepala serta berdasar morfologi (American College of Surgeon Committe on Trauma,


2004, PERDOSSI, 2007).
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun
cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan

maupun

tusukan

benda-

bendatajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cedera

Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaianGlasgow


Scala Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
GCS 13 - 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atauamnesia tetapi kurang dari 30
menit.
Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebraldan hematoma
b. Cedera kepala sedang
GCS 9 - 12
Saturasi oksigen > 90 %
Tekanan darah systole > 100 mmHg
Lama kejadian < 8 jam
Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30menit tetapi < 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cedera kepala berat
GCS 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam
Meliputi hematoma serebral, kontusio serebralPada penderita yang tidak
dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karenaaphasia, maka reaksi verbal
diberi tanda X, atau oleh karena kedua mataedema berat sehingga tidak
dapat di nilai reaksi membuka matanya makareaksi membuka mata diberi
nilai X, sedangkan jika penderita dilakukantraheostomy ataupun
dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilaiT.
3. Berdasarkan Morfologi
a. Cedera kulit kepala
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat menjadi
pintu masuk infeksi intrakranial.
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis crania secara
anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang
meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria,

durameter daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter


daerah basis lebih meleka terat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria.
Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter
klinis ditandai dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill
hematom, batles sign, lesi nervus cranialis yang paling sering n i, nvii dan
nviii (Kasan, 2000)
c. Cedera Otak
1) Commotio Cerebri (Gegar Otak)
Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan karena
terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi pingsan < 10
menit. Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat
berupa sakit kepala, mual, muntah, dan pusing. Pada waktu sadar kembali,
pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia antegrad), tetapi
biasanya korban/pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera
(amnezia retrograddan antegrad).
2) Contusio Cerebri (Memar Otak)
Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya pembuluh darah
kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama denganrusaknya jaringan saraf/otak
di daerah sekitarnya. Di antara yang paling sering terjadi adalah
kelumpuhan N. Facialis atau N.Hypoglossus, gangguan bicara, yang
tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada kepala
adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan
timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan
tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang
mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu badan,
muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat
dikendalikan (decebracio rigiditas).
3) Perdarahan Intrakranial
Epiduralis haematoma adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak
dan durameter akibat robeknya arteri meningen media atau cabangcabangnya. Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat lain,

seperti pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior.


Subduralis haematoma
Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara durameter
dan corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah atau terjadi
perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak
ke arteri meninggi sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi

rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi


tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan

Intra Kranial).
Subrachnoidalis Haematoma
Terjadi karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan
pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti
pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar
jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna (pelebaran pembuluh

darah). Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.


Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks
yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada
jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak
menjadi pecah juga karena tekanan pada durameter bagian bawah
melebar sehingga terjadilah subduralis haematoma.

4. Berdasarkan Patofisiologi
a. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi gegar
kepala ringan, memar otak dan laserasi.
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik,
hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi /
komplikasi pada organ tubuh yang lain
4. Gejala Klinis
Secara umum gejala klinis yang muncul pada trauma kepala adalah hilangnya kesadaran
kurang dari 30 menit atau lebih, kebingungan, iritabel, pucat mual dan muntah, pusing
kepala, terdapat hematoma, kecemasan, sukar untuk dibangunkan. Bila fraktur, mungkin
adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea)
bila fraktur tulang temporal.
Gejala klinis trauma kepala adalah sebagai berikut:

Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap,


kehilangan tonus otot.

Perubahan tekanan darah (hipertensi) atau normal, perubahan frekuensi jantung


(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).

Perubahan tingkah laku atau kepribadian.

Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.

Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, disfagia)

Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi,


kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau
tingkah laku dan memori). Perubahan pupil, deviasi pada mata, ketidakmampuan
mengikuti.

Kehilangan

penginderaan

seperti

pengecapan,

penciuman

dan

pendengaran, wajah tidak simetris, refleks tendon tidak ada atau lemah, kejang, sangat
sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan
dalam menentukan posisi tubuh.

Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa
beristirahat, merintih.

Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).

Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna,
adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan kognitif,
gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami
paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.

Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang ulang.

Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsif.

Mual, muntah, mengalami perubahan selera makan.

Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,


tinitus,kehilangan pendengaran. Perubahan dalam penglihatan,seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia, gangguan pengecapan dan
penciuman.

Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.

Trauma (laserasi, abrasi) baru

Pada kontusio, segera terjadi kehilangan kesadaran, pada hematoma, kesadaran


mungkin hilang, atau bertahap sering dengan membesarnya hematoma atau edema
intestisium.

Respon pupil mungkin lenyap atau progresif memburuk.

Perubahan prilaku, kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
timbul dengan segera atau secara lambat.

Sesuai dengan lokasi perdarahannya, gejala dan tanda dari cedera kepala adalah:
a. Epidural hematoma
Tanda dan gejalanya adalah penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah,
hemiparesa, dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal,
irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.
b. Subdural hematoma
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat,
kejang dan edema pupil.
c. Perdarahan intraserebral
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi
kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
d. Perdarahan subarachnoid
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil
ipsilateral dan kaku kuduk.
5. Patofisiologi
Adanya trauma yang mengenai kepala seperti pada kecelakaan lalu lintas, tertimpa
benda yang jatuh, terhantam benda tumpul menyebabkan kerusakan pada jaringan otak
dan jaringan lunak. Cedera kepala dapat terjadi bersamaan dengan cedera servikal yang
mungkin disebabkan oleh gerakan hiperekstensi mendadak. Kerusakan pada otak dapat
menyebabkan gangguan neurologi baik berupa gangguan kesadaran, alat-alat vital tubuh
maupun motorik. Gangguan neurologis ini disebabkan oleh terbentuknya hematoma
serebral yang dapat menimbulkan mekanisme desak ruang yang dapat meningkatkan
tekanan intracranial.
Manifestasi yang timbul pada cedera servikal sesuai dengan letak terjadinya cedera.
Cedera pada C1 dan C2 menyebabkan Dislokasi atlanto-servikalis sehingga kepala tidak
dapat melakukan gerakan menggangguk, pusat ventilasi otonom akan terganggu. Cedera
pada C3 - C5 menyebabkan gangguan pada otot pernapasan. Sedangkan cedera pada
servikal C4 C5 menyebabkan gangguan pada otot pernapasan. Patway terlampir.
6. Pemeriksaan Fisik

Merupakan pemeriksaan fisik umum yang menyeluruh untuk mencari tanda-tanda


cedera yang akan menunjukkan seberapa parah trauma tersebut dan bagian mana yang
terkena dampak trauma. Saat pemeriksaan gunakan beberapa teknik yaitu inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan fisik head to toe harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pemeriksaan yang terfokus dilakukan di bagian
dimana trauma ditemukan.
a. Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut. Temuan yang
dianggap kritis:
1) Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya.
2) Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup).
3) Robekan/laserasi pada kulit kepala.
4) Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut.
5) Cairan serebrospinal di telinga atau di hidung.
6) Battle sign dan racoon eyes.
b. Leher: Bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian belakang.. Temuan
yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi trakea atau tugging, emfisema kulit
c. Dada: Tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris, pergerakan dada,
suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka terbuka, sucking chest wound, Flail chest
dengan gerakan dada paradoksikal, suara paru hilang atau melemah, gerakan dada sangat
lemah dengan pola napas yang tidak adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot
asesoris).
d. Abdomen: Distensi, perubahan warna, nyeri tekan, suara usus. Temuan yang dianggap
kritis: Nyeri tekan di perut, distensi abdomen, perut papan, luka terbuka (khususnya
dengan organ perut keluar).
e. Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Temuan yang dianggap
kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta pembengkakan di daerah pubik
f. Extremitas: Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik, fungsi sensorik.
Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah atau menghilangnya denyut nadi, menurun
atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
g. Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
h. Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) untuk
menilai tingkat kegawatan cedera kepala, yaitu:
1) Respon membuka mata (E):

Buka mata spontan

:4

Bila dipanggil/rangsangan suara

:3

Bila dirangsang nyeri

:2

Tidak bereaksi dengan rangsang apapun

:1

2) Respon verbal (V):

Komunikasi verbal baik

Bingung, disorientasi tempat, waktu dan orang : 4

Kata-kata tidak teratur

:3

Suara tidak jelas

:2

Tidak ada reaksi

:5

:1

3) Respon motorik (M):

Mengikuti perintah

:6

Melokalisir nyeri

:5

Fleksi normal

:4

Fleksi abnormal

:3

Ekstensi abnormal

:2

Tidak ada reaksi

:1

8. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah rutin: Hb, hematokrit, lekosit, trombosit, elektrolit, ureum,

kreatinin, glukosa, golongan darah, analisa gas darah bila perlu.


Foto kepala: AP, Lateral, Towne.
Foto sevical bila ada tanda-tanda frakturt servical.
Burr Holes: dilakukan bila keadaan pasien cepat memburuk disertai dengan

penurunan kesadaran
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan

ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.


Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran

jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.


X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis

(perdarahan / edema), fragmen tulang.


Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan


tekanan intrakranial.

9. Penatalaksanaan

Penderita dengan cedera kepala berat tidak mampu melakukan perintah-perintah


sederhana walaupun status kardiopulmonernya telah distabilisasi. Walaupun definisi ini
mencakup berbagai jenis cedera kepala, tetapi mengidentifikasikan penderita-penderita yang
mempunyai resiko besar menderita morbiditas dan mortalitas yang berat. Pendekatan
"Tunggu dulu" pada penderita-penderita cedera kepala berat sangat berbahaya, karena
diagnosis serta terapi yang cepat sangatlah penting.
A. Primary survey dan Resusitasi

Cedera otak sering diperburuk akibat cedera sekunder. Dalam suatu penelitian
terhadap 100 penderita yang berurutan dengan cedera kepala berat yang dilakukan
evaluasi pada saat tiba di UGD diperoleh data 30% penderita dengan hipoksemia
(P02 < 65 mm Hg atau 8,7 kPa), 13% dengan hipotensi (tekanan darah sistolik <
95 mm Hg), dan 12% anemia (Ht < 30%). Penderita cedera kEpala berat dengan
hipotensi mempunyai mortalitas 2 kali lebih banyak dart pada penderita tanpa
hipotensi (60% vs 27%). Adanya hipoksia pada penderita yang disertai dengan
hipotensi akan menyebabkan mortalitas mencapai 75%. Oleh karena itu tindakan
stabilisasi kardiopulmoner pada penderita cedera kepala berat harus dilaksanakan
secepatnya.
1. Airway dan Breathing
Pada cedera kepala sering terjadi gangguan terhentinya pernafasan yang
sementara. Apnea yang berlangsung lama sering merupakan penyebab
kematian langsung di tempat kecelakaan. Aspek yang sangat penting pada
penatalaksanaan segera penderita cedera kepala berat ini adalah Intubasi
endotrakeal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai
diperoleh hasil pemeriksaan analisis gas darah dan dapat dilakukan
penyesuaian yang tepat terhadap Fio2. Tindakan hiperventilasi harus
dilakukan secara hati-hati pada penderita cedera kepala berat. Walaupun hal
ini dapat digunakan sementara untuk mengkoreksi asidosis dan menurunkan
secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi, tindakan
hiperventilasi ini tidak selalu menguntungkan (Lihat VIII.B, Hiperventilasi),
Hiperventilasi dapat di lakukan secara hati-hati pada penderita cedera kepala
berat yang menunjukkan perburukan GCS atau timbulnya dilatasi pupil. pCO2
harus dipertahankan antara 25-35 mm Hg (3,3 - 4,7 kPa).
2. Sirkulasi
Seperti telah diuraikan di atas, hipotensi dan hipoksia adalah penyebab utama
terjadinya perburukan pada penderita cedera kepala berat. Karenanya bila
terjadi hipotensi maka harus segera dilakukan tindakan untuk menormalkan
tekanan darahnya. Hipotensi biasanya tidak disebabkan oleh cedera otak itu
sendiri kecuali pada stadium terminal dimana medula oblongata sudah
mengalami gangguan. Yang lebih sering terjadi adalah bahwa hipotensi
merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun
tidak tampak. Penyebab lainnya adalah Trauma Medula Spinalis (Tetraplegia
atau Paraplegia), kontusio jantung atau tamponade jantung dan tension

pneumothorax. Sementara penyebab hipotensi dicari, segera lakukan


pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang. Lavase Peritoneal
Diagnostik

(Diagnostik

Peritoneal

Lavage,

DPI)

atau

pemeriksaan

ultrasonografi (bila tersedia) merupakan pemeriksaan rutin pada penderita


hipotensi yang mengalami koma dimana pemeriksaan klinis tidak mungkin
menentukan tanda-tanda adanya akut abdomen. Menentukan prioritas antara
pemeriksaan~DPL dan CT Scan kepala kadang-kadang menimbulkan konflik
antara ahli bedah trauma dan ahli bedah saraf. Karenanya perlu dibuat
kebijakan yang memudahkan membuat keputusan yang tepat. Perlu diketahui
bahwa pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya
kebenarannya. Penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respons terhadap
stimulasi apapun, 5'/ternyata menjadi normal kembali segera setelah tekanan
darahnya normal.
B. Secondary Survey
Penderita dengan cedera kepala sering disertai cedera multipel. Dalam satu
penelitian penderita cedera kepala, lebih dari 50% disertai. Cedera sistemik mayor
yang memerlukan bantuan konsultasi dokter ahli lain.
C. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis langsung dilakukan segera setelah status cardiovaskular
penderita stabil. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan GCS dan refleks cahaya
pupil. Gerakan bola mata (Doll's eye Phenomena, refleks okulosefalik), Test
Kalori (refleks okulo vestibuler) dan reflex kornea ditunda sampai kedatangan ahli
bedah saraf. Walaupun hasil pemeriksaan neurologis yang akurat dipengaruhi oleh
berbagai factor seperti hipotensi, hipoksia atau intoksikasi, data tersebut tetap
diperlukan untuk membantu ahli bedah saraf. Yang sangat penting adatah
melakukan pemeriksaan minineurologik sebelum penderita dilakukan sedasi atau
paralisis. Karenanya pada cedera kepala berat,tidak dianjurkan menggunakan
obat-obat paralisis yang jangka panjang. Yang dianjurkan adalah succinyl choline,
vecuronium, atau dosis kecil pancuronium. Bila diperlukan analgesia pada cedera
kepala berat, sebaiknya digunakan morfin dosis k&il dan diberikan secara
intravena (4-6 mg). Pada penderita koma, respon motorik dapat diperoleh dengan
memijit kuku atau papila mama. Bila penderita menunjukkan respon motorik yang
bervariasi maka yang dinilai adalah respon motorik terbaik, karena merupakan
indikator

prognosis

yang

lebih

tepat.

Namun

untuk

dapat

mengikuti

perkembangan penderita sebaiknya dicatat respon yang terbaik maupun yang


terburuknya. Dengan perkataan lain respon motorik ekstremitas kanan dan kiri
harus dicatat terpisah. Pemeriksaan serial harus terus dilakukan karena respon
penderita akan bervariasi menurut jalannya waktu. Hal ini juga merupakan
masukan yang baik bagi pemeriksa akan kestabilan penderita sehingga dapat
dideteksi adanya suatu perburukan sedini mungkin. Sebagai tambahan penilaian
GCS, dicatat pula respon reaksi pupilnya. Pemeriksaan yang teliti tentang respon
reaksi cahaya pupil dan ukuran diameter pupil sangatlah penting dilakukan pada
tahap awal pemeriksaan penderita dengan cedera kepala berat (Lihat Tabel 7,
Interpretasi Pemeriksaan Pupil pada Cedera Kepala) Tanda awal suatu Herniasi
Lobus Temporalis adalah dilatasi ringan pupil atau reaksi cahaya papil yang
melambat.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Format Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat

AIRWAY

Identitas

Tgl/ Jam
Triage
Transportasi

:
: P1/ P2/ P3
: Ambulan

No. RM
Diagnosis Medis

:2
: CEDERA KEPALA

Nama

Jenis Kelamin

Umur

Alamat

Agama

Status Perkawinan

Pendidikan

Sumber Informasi

Pekerjaan

Hubungan

Suku/ Bangsa

Keluhan Utama

Jalan Nafas

: Paten

Tidak Paten

Obstruksi

: Lidah

Cairan

Benda Asing

Darah

Oedema

Gurgling

crowing

Muntahan
Suara Nafas : Snoring

Tidak Ada

Tidak ada

Keluhan Lain: ... ...


Masalah Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

BREATHING

Nafas

: Spontan

Tidak Spontan

Gerakan dinding dada: Simetris

Asimetris

Irama Nafas

: Cepat

Dangkal

Normal

Pola Nafas

: Teratur

Tidak Teratur

Jenis

: Dispnoe Kusmaul

Suara Nafas

: Vesikuler

Sesak Nafas

: Ada

Cuping hidung Ada

Cyene Stoke

Wheezing

Ronchi

Tidak Ada
Tidak Ada

Retraksi otot bantu nafas : Ada Tidak Ada


Pernafasan : Pernafasan Dada
RR : 30 x/mnt
Keluhan Lain:
Masalah Keperawatan:
Pola Napas Tidak Efektif

Pernafasan Perut

Lain

Nadi

: Teraba

Tidak teraba

N: x/mnt

CIRCULATION

Tekanan Darah : 110 / 70 mmHg


Pucat

: Ya

Tidak

Sianosis

: Ya

Tidak

CRT

: < 2 detik

> 2 detik

Akral

: Hangat

Dingin

Pendarahan

: Ya, Lokasi: Kepala. Jumlah 500 cc

Turgor

: Elastis

Diaphoresis: Ya

S: 36,5 oC
Tidak ada

Lambat
Tidak

Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: Diare Muntah Luka bakar


Keluhan Lain: ... ...
Masalah Keperawatan:
Resiko Perdarahan

DISABILITY

Kesadaran: Composmentis Delirium Somnolen Koma


GCS

: Eye: 3

Verbal: 4

Motorik: 4

Pupil

: Isokor

Anisokor

Pinpoint

Refleks Cahaya: Ada

Tidak Ada

Refleks fisiologis: Patela (+/-) Lain-lain


Refleks patologis : Babinzky (+/-) Kernig (+/-) Lain-lain ... ..
Kekuatan Otot :
Keluhan Lain :
Masalah Keperawatan:

EXPOSURE

Resiko Cedera

Deformitas

: Ya

Tidak

Lokasi ... ...

Contusio

: Ya

Tidak

Lokasi ... ...

Medriasis

Abrasi

: Ya

Tidak

Lokasi: Kepala

Penetrasi

: Ya

Tidak

Lokasi ... ...

Laserasi

: Ya

Tidak

Lokasi ... ...

Edema

: Ya

Tidak

Lokasi ... ...

Luka Bakar

: Ya

Tidak

Lokasi ... ...

Grade : ... ... %


Jika ada luka/ vulnus, kaji:
Luas Luka

: 3 cm

Warna dasar luka: Kemerahan


Kedalaman
Lain-lain

: 1 cm
: ... ...

(H 10 SAMPLE

GIVE COMFORT

FIVE INTERVENSI

Masalah Keperawatan:
Monitoring Jantung : Sinus Bradikardi

Sinus Takikardi

Saturasi O2 : %
Kateter Urine : Ada

Tidak

Pemasangan NGT : Ada, Warna Cairan Lambung : ... ...

Tidak

Pemeriksaan Laboratorium : ... ...


Lain-lain: ... ...
Masalah Keperawatan:
Nyeri : Ada

Tidak

Problem
: ... ...
Qualitas/ Quantitas
: ... ...
Regio
: ... ...
Skala
: ... ...
Timing
: ... ...
Lain-lain
: ... ...
Masalah Keperawatan:
Keluhan Utama

: kesadaran

Mekanisme Cedera (Trauma)

: Kecelakaan (akselerasi dan deselerasi)

Sign/ Tanda Gejala

: kesadaran, sesak napas, bekas luka di


kepala.

Allergi

:-

Medication/ Pengobatan

: -

Past Medical History

:-

Last Oral Intake/Makan terakhir

: -

Event leading injury

:-

(H2) HEAD TO TOE

(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)


Kepala dan wajah

: ada bekas luka kecelakaan pada kepala

Leher

: ada jejas pada daerah cervical

Dada

:-

Abdomen dan Pinggang

:-

Pelvis dan Perineum

:-

Ekstremitas
Masalah Keperawatan:

:-

2. Analisa Data
NO
1

Data Subjektif dan


Objektif
DS : DO :
- Suara Nafas
tambahan (Snoring)
- Ostruksi airway
oleh lidah
- RR 30 x/menit
- Irama nafas cepat
- Sesak Nafas (+)

Penyebab/Etilogi
Cedera kepala
Pembentukan Hematoma intracranial

Masalah
Keperawatan
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan
nafas

Hematoma subdural
Kompresi pada korteks cerebri
Penurunan kesadaran (somnolen)
Lidah jatuh ke belakang
Menutupi jalan nafas
Suara nafas tambahan (Snoring)

Ketidakefektifan Bersihan
Jalan nafas
2

DS : DO :
- Perdarahan (+)
dengan jumlah
500 cc
- Riwayat trauma
kepala
- Akral Dingin

Cedera Kepala

Kerusakan jaringan
lunak
Terdapat luka
terbuka
Risiko Perdarahan
Perdarahan < 15%
BB ideal

Kerusakan jaringan lunak


Risiko Perdarahan
Terdapat luka terbuka

Perdarahan < 15% BB ideal

Risiko Perdarahan

DS : DO :
- Penurunan
Kesadaran (GCS :
11/Somnolen)

Cedera kepala

Risiko Cedera

Pembentukan Hematoma intracranial


Hematoma subdural
Kompresi pada korteks cerebri
Penurunan kesadaran (somnolen)
Penurunan kewaspadaan terhadap
lingkungan sekitar

Risiko
Cedera

3. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul (sesuai pathway) :
1. Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat
(statis cairan tubuh yaitu darah)
2. PK : Perdaran berhubungan dengan riwayat trauma kepala ditandai dengan adanya
perdarahan
3. PK : Anemia berhubungan dengan perdarahan akibat trauma
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (perdarahan)
5. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat
ditandai dengan pasien tidak mampu bicara dan dispnea
6. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan materi asing dalam jalam
nafas (lidah) ditandai dengan adanya suara nafas tambahan (snoring), tampak
obstruksi jalan nafas oleh lidah, RR 30 x/menit, sesak nafas (+), dan irama nafas
cepat.
7. Risiko Perdarahan berhubungan dengan trauma (trauma kepala) ditandai dengan
perdarahan 500 cc dan riwayat trauma kepala.

8. Risiko Cedera berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif (penurunan


kesadaran/somnolen) ditandai dengan penurunan kesadaran GCS = 11 (somnolen).
9. Konfusi akut berhubungan dengan penurunan kesadaran ditandai dengan fluktuasi
tingkat kesadaran
10. Kerusakan memori ditandai dengan gangguan neurologis ditandai dengan
ketidakmampuan mengingat peristiwa aktual
11. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan cedera medulla spinalis (cervical)
ditandai dengan irama nafas cepat, RR 30 x/mnit, NCH (+), dan penggunaan otot
bantu nafas
12. Intoleransi aktifitas ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai
dengan klien merasa letih dan lemas
13. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
14. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai
dengan keterbatasan ruang gerak sendi
15. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala
16. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan cedera otak ditandai
dengan peningkatan TIK
17. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan status mental
18. Gangguan menelan berhubungan dengan cedera kepala traumatik ditandai dengan
terlihat bukti kesulitan menelan
19. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
Diagnosa Keperawatan Prioritas (sesuai kasus) :
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan materi asing dalam jalam
nafas (lidah) ditandai dengan adanya suara nafas tambahan (snoring), tampak
obstruksi jalan nafas oleh lidah, RR 30 x/menit, sesak nafas (+), dan irama nafas
cepat.
2. Risiko Perdarahan berhubungan dengan trauma (trauma kepala) ditandai dengan
perdarahan 500 cc dan riwayat trauma kepala.
3. Risiko Cedera berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif (penurunan
kesadaran/somnolen) ditandai dengan penurunan kesadaran GCS = 11 (somnolen).

4. Rencana Tindakan
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan materi asing dalam
jalam nafas (lidah) ditandai dengan adanya suara nafas tambahan (snoring),
tampak obstruksi jalan nafas oleh lidah, RR 30 x/menit, sesak nafas (+), dan irama
nafas cepat.
TUJUAN
INTERVENSI
Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC Label >>> Airway Management
selama . X . jam, diharapkan jalan Activities:
napas klien efektif dengan kriteria hasil :
NOC LABEL >> Respiratory Status :

Buka jalan nafas, gunakan tekhnic mengangkat

Airway Patency

dahu atau dorong rahang yang benar


Posisikan pasien untuk memaksimalkan

potensial ventilasi
Pertahankan kepatenan jalan napas pasien
Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan

penyisipan actual saluran nafas


Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan

RR klien normal 16-20 x/menit


Irama pernapasan teratur
Kedalaman inspirasi normal
Tidak ada suara nafas tambahan
Tidak ada penggunaan otot bantu

napas
Tidak ada retraksi dinding dada

daerah ventilasi atau tidak adanya suara

adventif
Menggunakan air oksigen humidifier yang

benar
Monitor pernapasan dan status oksigen yang
sesuai

NIC Label >>> Oxygen Therapy


Definisi:

Pemberian

therapy

oksigen

dan

memonitoring efektivitas
Activities:

Bersihkan secret yang ada di mulut, hidung,

dan trakea yang sesuai


Mempertahankan jalan napas patency
Siapkan peralatan oksigenasi dan hidupkan

panaskan humidifier
Mengelola oksigen tambahan seperti yang

diperintahkan
Monitor aliran oksigen
Monitor efektivitas terapi oksigen seperti

nadi,ABGs yang benar


NIC Label >>> Respiratory Monitoring
Activites:

Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan

usaha pasien saat bernafas


Catat pergerakan dada, simetris atau tidak,

menggunakan otot bantu pernafasan


Monitor suara nafas seperti snoring
Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea,
hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi

cheyne-stokes dll
Palpasi kesamaan ekspansi paru
Monitor kelelahan otot diafragma (gerak

paradoks)
Auskultasi suara paru setelah pengobatan

diberikan
Monitor tingkat kegelisahan, kecemasan
Catat nilai SaO2, tidal CO2 dan ABG yang

sesuai
Tempatkan pasien sesuai indikasi untuk cegah
aspirasi serta log roll jika dicurigai respirasi
servikal

2. Risiko Perdarahan berhubungan dengan trauma (trauma kepala) ditandai dengan


perdarahan 500 cc dan riwayat trauma kepala.
TUJUAN
INTERVENSI
Setelah dilakukan askep selama x NIC Label>>> Vital Sign Monitoring
jam diharapkan tidak terjadi perdarahan

a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan

dengan criteria hasil:

frekuensi napas
b. Monitor warna kulit
c. Monitor adanya sianosis ferifer dan sentral

NOC Label>>> Vital Sign


a. Suhu tubuh dalam bartas normal
36,5oC-37,5oC

NIC Label >>> Fluid Management

b. RR dalam batas normal (1620x/mnt)


c. Tekanan darah dalam batas normal

a. Pertahankan status hidrasi


b. Berikan terapi intravena
c. Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan

(110-130/70-90 mmHg)
NOC Label>>> Wound care
NOC Label>>> Fluid Balance
a. Intake dan output cairan seimbang
b. Turgor kulit elastic
c. Membran mukosa lembab

a. Monitor

karakteristik

luka,

termasuk

drainase, warna, ukuran dan bau

b. Ukur kedalaman luka, jika diperlukan


c. Bersihkan dengan normal saline atau
pembersih non-toxic, jika diperlukan
d. Berikan perawatan pada daerah insisi, jika
diperlukan
e. Berikan perawatan kulit dengan luka bernanah,
f.

jika diperlukan
Gunakan salep

yang

dianjurkan

untuk

kulit/luka jika diperlukan


g. Gunakan dressing luka yang dianjurkan sesuai
dengan jenis lukanya
h. Perkuat dressing jika diperlukan
i. Pertahankan teknik dressing yang steri saat
j.

melakukan perawatan, jika diperlukan


Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase yang keluar.

3. Risiko Cedera berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif (penurunan


kesadaran/somnolen) ditandai dengan penurunan kesadaran GCS = 11 (somnolen).
TUJUAN
INTERVENSI
Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC label >> Fall Prevention
selama . X. jam diharapkan pasien 1. Kunci roda tempat tidur saat memindahkan pasien.
2. Menggunakan
teknik
yang
tepat
untuk
tidak mengalami cedera dengan criteria
memindahkan pasien dari dan menuju tempat
hasil :
tidur.
NOC label >> Fall Occurrence
3. Pasang side rail untuk mencegah pasien jatuh dari
1. Klien tidak jatuh dari tempat tidur
tempat tidur.
NOC label >> Risk Control

NIC label >> Surveillance Safety

1. Lingkungan pasien aman


1. Monitor
2. Klien terhindar dari paparan yang

lingkungan

yang

berpotensi

megancaman kesehatan
3. Perbaikan status kesehatan

membahayakan keamanan pasien.


2. Tempatkan pasien di lingkungan aman untuk
mempermudah observasi.
NIC label >> Neurologic Monitoring
1. Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan dan
2.
3.
4.
5.
6.

reaksi.
Monitor status kesadaran.
Monitor GCS.
Monitor Vital Sign.
Monitor respiraratory status.
Monitoring respon terhadap medikasi.

5. EVALUASI
NO
1

DIAGNOSA

EVALUASI

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas NOC LABEL >> Respiratory Status :


berhubungan dengan materi asing Airway Patency
dalam jalam nafas (lidah) ditandai
dengan adanya suara nafas tambahan
(snoring), tampak obstruksi jalan nafas
oleh lidah, RR 30 x/menit, sesak nafas

Risiko

Perdarahan

dengan

trauma

RR klien normal 16-20 x/menit


Irama pernapasan teratur
Kedalaman inspirasi normal
Tidak ada suara nafas tambahan
Tidak ada penggunaan otot bantu

napas
6. Tidak ada retraksi dinding dada

(+), dan irama nafas cepat.

1.
2.
3.
4.
5.

berhubungan NOC Label>>> Vital Sign

(trauma

kepala)

ditandai dengan perdarahan 500 cc


dan riwayat trauma kepala.

1. Suhu tubuh dalam bartas normal


36,5oC-37,5oC
2. RR

dalam

batas

normal

(16-

20x/mnt)
3. Tekanan darah dalam batas normal
(110-130/70-90 mmHg)

NOC Label>>> Fluid Balance


1. Intake dan output cairan seimbang
2. Turgor kulit elastic
3. Membran mukosa lembab

Risiko Cedera berhubungan dengan

NOC label >> Fall Occurrence

penurunan fungsi kognitif (penurunan

1. Klien tidak jatuh dari tempat tidur

kesadaran/somnolen) ditandai dengan


penurunan kesadaran GCS = 11

NOC label >> Risk Control

(somnolen).

1. Lingkungan pasien aman


2. Klien terhindar dari paparan yang
megancaman kesehatan
3. Perbaikan status kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam:
Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia.

Advanced

Komisi trauma

IKABI, 2004.
Kurniawan, Doni. 2011. Cedera Kepala (online) (http://id.scribd.com/doc/52376929/CederaKepala) di akses 21 November 2012
PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3

November

2007. Pekanbaru.
Price, SA, Wilson, LM, 2006, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Jakarta:
EGC.
Smeltzer & Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner &

Suddarth,

Volume 2, Jakarta: EGC.


Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam:
Neurosurgery 2nd edition. New York: McGraw Hill, 1996.

Vous aimerez peut-être aussi