Vous êtes sur la page 1sur 29

LAPORAN KASUS RADIOLOGI

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

Oleh :
Fahlian Wisnu Al maarif
08711074
Pembimbing :
dr. Iwan Danardono, Sp.Rad
dr. Lesi Yalestiati, Sp. Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2013

BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan pola hidup menyebabkan pola penyakit berubah, dari penyakit
infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit-penyakit degeneratif kronik seperti
penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling tinggi prevalensinya dalam
masyarakat umum dan berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.
Penyakit jantung dan pembuluh darah diperkirakan akan menjadi penyebab utama
kematian secara menyeluruh dalam waktu lima belas tahun mendatang, meliputi
Amerika, Eropa, dan sebagian besar Asia. Hal tersebut dimungkinkan dengan
adanya peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler secara cepat di negaranegara berkembang dan Eropa Timur.
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Gagal jantung menjadi penyakit yang terus meningkat kejadiannya terutama pada
lansia. Gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failure) adalah ketidak
mampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Risiko CHF akan
meningkat pada lansia karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini
dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit lain seperti
hipertensi, penyakit jantung katup, kardiomiopati, penyakit jantung koroner, dan
lain-lain.
Masalah kesehatan dengan gangguan system kardiovaskuler termasuk
didalammya Congestive heart Failure (CHF) masih menduduki peringkat yang
tinggi, menurut data WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika
menderita CHF. American Heart Association (AHA) tahun 2004 melaporkan 5,2
juta penduduk Amerika menderita gagal jantung, asuransi kesehatan Medicare
USA paling banyak mengeluarkan biaya untuk diagnosis dan pengobatan gagal
jantung dan diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung setiap
tahunnya di seluruh dunia. Walaupun angka yang pasti belum ada untuk seluruh
Indonesia, tetapi dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan
dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah per tahunnya.

Dari radiologi sendiri, foto thorax merupakan elemen penting yang harus
dipertimbangkan untuk dilakukan. Foto thorax atau sering disebut chest x-ray
(CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari thorax untuk mendagnosis kondisikondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto
thorax menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang
digunakan pada orang dewasa unuk membentuk radiografer adalah sekitar 0,06
mSv. Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan
dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax
termasuk paru-paru, jantung, dan saluran-saluran yang besar.
Gagal jantung dan pneumonia sering terdiagnosis oleh foto thorax. CXR
sering digunakan untuk skrining penyakit paru yang terkait dengan pekerjaan di
industri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh debu.
Secara umum kegunaan foto thorax adalah:
-

Untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)


Untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, hematothorax)
Untuk melihat adanya infeksi (umumnya TB)
Untuk memeriksa keadaan jantung
Untuk memeriksa keadaan paru-paru

Pada beberapa kondisi, CXR baik untuk skrining tetapi buruk untuk
diagnosis. Pada saat adanya dugaan kelainan berdasarkan CXR, pemeriksaan
imaging thorax tambahan dapat dilakukan untuk mendiagnosis kondisi secara
pasti atau mendapatkan bukti-bukti yang mengarah pada pada diagnosis yang
diperoleh dari CXR.
Gsmbsrsn ysng berbeda dari thorax dapat diperoleh dengan merubah
orientasi relatif tubuh dan arah pancaran x-ray. Gambaran yang paling umum
adalah posteroanterior (PA), anteroposterior (AP) dan lateral.
1. Posteroanterior (PA)
Pada PA, sumber x-ray diposisikan sehingga x-ray masuk melalui
posterior dari thorax dan keluar dari anterior dimana x-ray tersebut
terdeteksi.
2. Anteroposterior
Pada AP posisi sumber x-ray dan detector berkebalikan dengan PA.
AP chest x-ray lebih sulit diintrepetasikan dibanding dengan PA dan

oleh karena itu hanya dipakai jika pasien tidak dapat bangun dari
tempat tidur.
3. Lateral
Gambaran lateral didapatkan dengan cara yang sama dengan PA
namun pada lateral pasien berdiri dengan kedua lengan naik dan
sisi kiri dari thorax ditekan ke permukaan datar (flat).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jantung
2.1.1. Anatomi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.
Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira
250-300 gram.

2.1. anatomi jantung manusia


Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan
berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung. Dan
mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh.
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh
tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru

dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi menerima


darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru.ventrikel kiri
berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh.
Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan
selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti
dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar
yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium.
2.1.2. Siklus jantung
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama
peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan
relaksasi (diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi
dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang disebut sistolik atrial dan
relaksasinya disebut diastolik atrial. Lama kontraksi ventrikel 0,3 detik dan tahap
relaksasinya selama 0,5 detik. Kontraksi kedua atrium pendek,sedangkan
kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus
lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan
tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang
sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika
tekanannya lebih rendah.
2.1.3. Curah jantung
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel
permenit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh
ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi
penimbunan darah ditempat tertentu. Jumlah darah yang dipompakan pada setiap
kali sistolik disebut volume sekuncup. Dengan demikian curah jantung = volume
sekuncup x frekuensi denyut jantung per menit. Umumnya pada tiap sistolik
ventrikel tidak terjadi pengosongan total ventrikel, hanya sebagian dari isi
ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume
residu. Besar curah jantung seseorang tidak selalu sama, bergantung pada

keaktifan tubuhnya. Curah jantung orang dewasa pada keadaan istirahat lebih
kurang 5 liter dan dapat meningkat atau menurun dalam berbagai keadaan.
2.1.4. Denyut Jantung dan Daya pompa Jantung
Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh system
parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitar
60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat
dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup dan umur. Pada
waktu banyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O2) meningkat dan pengeluaran
karbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga kecepatan jantung bisa
mencapai150 x/menit dengan daya pompa 20-25 liter/menit. Pada keadaan normal
jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama
sehingga tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian dari vena tidak
seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung maka
vena-vena dekat jantung jadi membengkak berisi darah sehingga tekanan dalam
vena naik dalam jangkawaktu lama, bisamenjadi edema.

2.2. Definisi Gagal Jantung


Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gangguan
fungsi jantung ditinjau dari efek-efeknya terhadap perubahan 3 penentu utama
darifungsi miokardium yaitu freeload (beban awal) yaitu derajat peregangan
serabut miokardium pada akhir pengisian ventrikel atau diastolik. Afterload
(beban akhir) yaitu besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai
selama sistol untuk memompa darah. Kontraktilitas miokardium yaitu perubahan
kekuatan kontraksi.
2.3. Patofisiologi gagal jantung
Bila jantung tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh,
maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa yang
mengakibatkan terjadinya gagal jantung. Pada kebanyakan penderita gagal

jantung disfungsi sistolikdan disfungsi diastolik ditemukan bersama. Pada


disfungsi sistolik kekuatan kontraksi ventrikel kiri terganggu sehingga ejeksi
darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Pada disfungsi diastolik
relaksasi dinding ventrikel terganggu sehingga pengisian darah berkurang
menyebabkan curah jantung berkurang. Gangguan kemampuan jantung sebagai
pompa tergantung pada bermacam-macam faktor yang saling terkait. Menurunnya
kontraktilitas miokard memegang peran utama pada gagal jantung. Bila terjadi
gangguan kontraktilitas miokard atau beban hemodinamik berlebih diberikan pada
ventrikel normal, maka jantung akan mengadakan sejumlah mekanisme untuk
meningkatkan kemampuan kerjannya sehingga curah jantung dan tekanan darah
dapat dipertahankan. Adapun mekanisme kompensasi jantung yaitu:

2.3.1. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis


Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan
respon simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat secara
maksimal untuk mempertahankan curah jantung. Selain itu terjadi vasokonstriksi
arteri periferuntuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya
(seperti kulit dan ginjal) agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam sirkulasi
untuk mempertahankan kerja ventrikel.
2.3.2. Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron
Aktivasi

Rennin-Angiotensin-Aldosteron

(RAA)

bertujuan

untuk

mempertahankan tekanan darah, keseimbangan cairan dan elektrolit. Renin


merupakan suatu enzim yang sebagian besar berasal dari jaringan ginjal. Sekresi
rennin akan menghasilkan angiotensin II (Ang II), yang mamiliki 2 efek utama
yaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai perangsang produksi aldosteron di
korteks adrenal. Efek vasokonstriksi oleh aktivitas simpatis dan Ang II akan

meningkatkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload) jantung,


sedangkan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan menambah
peningkatan preload jantung. Tekanan pengisian ventrikel (preload) yang
meningkat akan meningkatkan curah jantung.
2.3.3. Hipertropi Miokardium dan Dilatasi Ventrikel
Jika ventrikel tidak mampu memompakan darah keseluruh tubuh maka
darah yang tinggal dalam ventrikel kiri akan lebih banyak pada akhir diastole.
Oleh karena itu kekuatan untuk memompa darah pada denyut berikutnya akan
lebih besar. Jantung akan melakukan kompensasi untuk meningkatkan curah
jantung yang berkurang berupa hipertropi miokardium yaitu pembesaran otot-otot
jantung sehingga dapat membuat kontraksi lebih kuat dan dilatasi atau
peningkatan volume ventrikel untuk meningkatkan tekanan dinding ventrikel. Jika
penyakit jantung berlanjut, maka diperlukan peningkatan kompensasi untuk
menghasilkan energi dalam memompa darah, hingga pada suatu saat kompensasi
tidak lagi efektif untuk menghasilkan kontraksi yang lebih baik dan jantung akan
gagal melakukan fungsinya.
2.4. Klasifikasi Gagal Jantung
2.4.1. Gagal Jantung Berdasarkan Manisfetasi Klinis
a. Gagal Jantung Kiri dan Gagal Jantung Kanan
Gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan dapat terjadi secara tersendiri
karena pemompaan ventrikel yang terpisah satu dengan yang lain. Gagal jantung
kiri dapat terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri yang tidak mampu memompakan
darah. Peningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis
sehingga menyebabkan edema paru yang pada akhirnya dapat mengakibatkan
sesak napas, batuk, dan kadang hemoptisis. Gagal jantung kanan terjadi akibat
disfungsi ventrikel kanan yang tidak mampu menangani pengembalian darah dari
sirkulasi sistemik dan pada akhirnya dapat mengakibatkan edema perifer karena
darah terbendung dan kembali ke dalam sirkulasi sistematis. Gangguan pada salah
satu fungsi ventrikel dapat menghambat fungsi ventrikel yang lain dimana volume

darah yang dipompa dari masing-masing ventrikel bergantung pada volume darah
yang diterima oleh ventrikel tersebut.
b. Gagal Jantung High Output dan Low Autput
Apabila curah jantung normal atau melebihi normal tetapi tidak mampu
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh akan darah teroksigenasi disebut gagal
jantung high output. Tanda khas dari gagal jantung high output adalah mudah
lelah dan lemah. Apabila curah jantung menurun di bawah nilai normal disebut
gagal jantung low output. Tanda khas dari gagal jantung low output adalah edema
karena terjadi aliran balik darah akibat gagal ventrikel.
c. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Gagal jantung akut disebabkan bila pasien secara mendadak mengalami
penurunan curah jantung dengan gambaran klinis dispnea, takikardia serta cemas,
pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Sedangkan gagal
jantung kronik terjadi jika terdapat kerusakan jantung yang disebabkan oleh iskemia
atau infark miokard, hipertensi, penyakit jantung katup dan kardiomiopati sehingga
mengakibatkan penurunan curah jantung secara bertahap.
d. Gagal jantung Forward dan backward
Gagal jantung forward terjadi oleh karena suplai darah tidak cukup ke aorta.
Rasa lelah terutama sewaktu melakukan pekerjaan adalah gejala yang khas pada
gagal jantung forward. Gagal jantung backward terjadi apabila ventrikel kiri tidak
mampu memompakan darah yang datang dari vena vulmonalis dan atrium kiri
sehingga terjadi pengisian yang berlebihan di paru-paru. Gagal jantung backward
biasanya mangakibatkan edema paru.

2.4.2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kemampuan fungsional


Gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) diklasifikasikan
menjadi:
a. Kelas I

Penderita gagal jantung yang tidak ada pembatasan aktivitas fisik.


b. Kelas II

Penderita gagal jantung yang dikategorikan ringan dengan sedikit batasan


aktivitas fisik karena akan timbul gejala pada saat melakukan aktivitas
tetapi nyaman pada saat istrahat.
c. Kelas III

Penderita gagal jantung yang dikategorikan sedang dengan adanya batasan


aktivitas fisik bermakna karena akan timbul gejala pada saat melakukan
aktivitas ringan.
d. Kelas IV
Penderita gagal jantung yang dikategorikan berat dimana penderita tidak
mampu melakukan aktivitas fisik karena gejala sudah dirasakan pada saat
istrahat.
2.5. Gejala Gagal Jantung
Beberapa gejala atau keluhan yang sering ditemukan pada penderita gagal
jantung adalah:
1. Dispnea
Dispnea atau perasaan sulit bernapas pada saat beraktivitas
merupakan manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea
diakibatkan karena terganggunya pertukaran oksigen dan karbon dioksida
dalam alveoli serta meningkatnya tahanan aliran udara.
2. Ortopnea
Yaitu kesulitan bernafas apabila berbaring telentang. Ortopnea
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh ke
jantung dan paru-paru. Penurunan kapasitas vital paru-paru merupakan
suatu faktor penyebab yang penting.
3. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
Yaitu dispnea yang timbul secara tiba-tiba pada saat tidur.
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) terjadi karena akumulasi cairan

dalam paru ketika sedang tidur dan merupakan manifestasi spesifik dari
gagal jantung kiri.
4. Batuk
Penderita gagal jantung dapat mengalami keluhan batuk pada
malam hari, yang diakibatkan bendungan pada paru-paru, terutama pada
posisi berbaring. Batuk yang terjadi dapat produktif, tetapi biasanya kering
dan pendek. Hal ini bisa terjadi karena bendungan mukosa bronkial dan
berhubungan dengan adanya peningkatan produksi mukus.
5. Rasa mudah lelah
Penderita gagal jantung akan merasa lelah melakukan kegiatan
yang biasanya tidak membuatnya lelah. Gejala mudah lelah disebabkan
kurangnya perfusi pada otot rangka karena menurunya curah jantung.
Kurangnya oksigen membuat produksi adenisin tripospat (ATP) sebagai
sumber energi untuk kontaksi otot berkurang. Gejala dapat diperberat oleh
ketidakseimbangan

cairan

dan

elektrolit

sehingga

dapat

disertai

kegelisahan dan kebingungan.


6. Gangguan pencernaan
Gagal jantung dapat menimbulkan gejala-gejala berupa gangguan
pada pencernaan seperti kehilangan napsu makan (anoreksia), perut
kembung, mual dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh kongesti pada
hati dan usus. Gejala ini bisa diperburuk oleh edema organ intestinal, yang
bisa menyertai peningkatan menahun dalam tekanan vena sistemik.
7. Edema (pembengkakan)
Pada penderita gagal jantung dapat ditemukan edema, misalnya
pada pergelangan kaki. Edema kaki dapat terjadi pada venderuta yang
mengalami kegagalan ventrikel kanan. Edema paru timbul bila cairan yang
difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa
dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru
oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh
terisi cairan. Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran
keluar yang kontinyu dari cairan dan protein dalam pembuluh darah ke

jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui saluran


limfe. Pergerakan cairan tersebut memenuhi hukum Starling sebagai
berikut ( Flick, 2000; Alpert 2002) :
Jv = LpS ( Pc Pi ) - d ( c - I )
Jv = fluid filtration rate ( volume flow ) across the
microvascular barier
Lp = hydraulic conductivity ( permeability)
S = surface area of the barier
Pc = microvascular hydrostatic pressure
Pi = peri microvascular hydrostatic pressure
c = microvascular plasma colloidosmotic /
oncotic pressure
i = peri microvascular plasma colloidosmotic /
oncotic pressure
d = average osmotic reflection coefficient of the
barier
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah :
- Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru.
- Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap protein
plasma.
- Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari jaringan
interstisial.
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (wedge pressure)
adalah sekitar 7 dan 12 mm Hg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar antara 25
mmHg, maka tekanan ini akan mendorong cairan kembali ke dalam kapiler.
Tekanan hidrostatik bekerja melewati jaringan konektif dan barier seluler, yang
dalam keadaan normal bersifat relatif tidak permeabel terhadap protein plasma.
Paru mempunyai sistem limfatik yang secara ekstensif dapat meningkatkan aliran
5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air di dalam jaringan interstisial paru. Edema

paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap kering
terganggu seperti tersebut di bawah ini (Flick, 2000; Alpert 2002) :
- permeabilitas membran yang berubah.
- tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat.
- tekanan peri mikrovaskuler yang menurun.
- tekanan osmotik / onkotik mikrovaskuler yang menurun.
- tekanan osmotik / onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat.
- gangguan saluran limfe.
2.6. Faktor resiko
a. Umur
Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung walaupun
gagal jantung dapat dialami orang dari berbagai golongan umur tetapi
semakin tua seseorang maka akan semakin besar kemungkinan menderita
gagal jantung karena kekuatan pembuluh darah tidak seelastis saat muda
dan juga timbulnya penyakit jantung yang lain pada usia lanjut yang
merupakan faktor resiko gagal jantung. Menurut penelitian Siagian di
Rumah Sakit Haji Adam Malik (2009) proporsi penderita gagal jantung
semakin meningkat sesuai dengan bertambahnya usia yaitu 9,6% pada usia
15tahun, 14,8% pada usia 16-40 tahun dan 75,6% pada usia > 40 tahun.
b. Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantung
daripada perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan mempunyai
hormon

estrogen

yang

berpengaruh

terhadap

bagaimana

tubuh

menghadapi lemak dan kolesterol. Menurut menurut panelitian Whelton


dkk di Amerika (2001) laki-laki memiliki resiko relatif sebesar 1,24 kali
(P=0,001) dibandingkan dengan perempuan untuk terjadinya gagal
jantung.
c. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner dalam Framingham study dikatakan sebagai
penyebab gagal jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor

risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang
dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat
badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga
dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.
Menurut Whelton dkk di amerika (2001) penyakit jantung koroner memiliki
resiko reatif sebesar 8,11 (P=0,001) untuk terjadinya gagal jantung.
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan
darah yang tinggi terus-menerus. Ketika tekanan darah terus di atas 140/80,
jantung akan semakin kesulitan memompa darah dengan efektif dan setelah
waktu yang lama, risiko berkembangnya penyakit jantung meningkat.
Penurunan berat badan, pembatasan konsumsi garam, dan pengurangan
alkohol dapat membantu memperoleh tekanan darah yang menyehatkan.
Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kirisistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik
itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan
hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal
jantung. Menurut Whelton dkk di amerika (2001) hipertensi memiliki resiko
reatif sebesar 1,4 (P=0,001) untuk terjadinya gagal jantung.

e. Penyakit katup jantung


Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik.
Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan
stenosis aorta. Regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta menyebabkan
kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload). Menurut Whelton
dkk di amerika (2001) penyakit katup jantung memiliki risiko relatif
sebesar 1,46 (P=0,001) untuk terjadinya gagal jantung.
f. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan
pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir

yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan


struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyakit jantung
bawaan bisa terdiagnosis sebelum kelahiran atau sesaat setelah lahir,
selama masa anak-anak, atau setelah dewasa. Penyakit jantung bawaan
dengan adanya kelainan otot jantung akan mengarah pada gagal jantung.
g. Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease
(RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung
yang bisa berupa penyempitan, atau kebocoran, terutama katup mitral
(stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam
Rematik. Demam rematik akut dapat mneyebabkan peradangan pada
semua lapisan jantung. Peradangan endokardium biasanya mengenai
endotel katup, dan erosi pinggir daun katup bila miokardium terserang
akan timbul nodular yang khas pada dinding jantung sehingga dapat
menyebabkan pembasaran jantung yang berakhir pada gagal jantung.
h. Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bila
kontraksi atrium hilang (fibrilasi atrium,AF). Aritmia sering ditemukan
pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan
struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi.
i. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung
kongenital, ataupun penyakit katup jantung. Kardiomiopati ditandai
dengan kekakuan otot jantung dan tidak membesar sehingga terjadi
kelainan fungsi diastolik (relaksasi) dan menghambat fungsi ventrikel.

j. Merokok dan Konsumsi Alkohol


Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung.
Merokok mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung

dalam membawa dan mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-C


(kolesterol baik) di dalam darah, serta menyebabkan pengaktifan platelet,
yaitu sel-sel penggumpalan darah. Pengumpalan cenderung terjadi pada
arteri jantung, terutama jika sudah ada endapan kolesterol di dalam arteri.
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal
jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial
fibrilasi).
Konsumsi

alkohol

yang

berlebihan

dapat

menyebabkan

kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol


menyebabkan gagal jantung 2 3% dari kasus. Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat-obatan juga
dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin
dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung
akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.

2.7 Pencegahan gagal jantung


2.7.1. Pencegahan primordial
Pencegahan primordial ditujukan pada masyarakat dimana belum tampak
adanya resiko gagal jantung. upaya ini bertujuan memelihara kesehatan setiap
orang yang sehat agar tetap sehat dan terhindar dari segala jenis penyakit
termasuk penyakit jantung. cara hidup sehat merupakan dasar pencegahan
primordial penyakit gagal jantung seperti mengkomsumsi makanan sehat, tidak
merokok, berolah raga secara teratur, meghindari stress, seta memelihara
lingkungan hidup yang sehat.
2.7.2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ditujukan pada masyarakat yang sudah menunjukkan
adanya faktor risiko gagal jantung. Upaya ini dapat dilakukan dengan membatasi
komsumsi makanan yang mengandung kadar garam tinggi, mengurangi makanan
yang mengandung kolesterol tinggi, mengontrol berat badan dengan membatasi
kalori dalam makanan sehari-hari serta menghindari rokok dan alkohol.

2.7.3. Pencegahan sekunder


Pencegahan sekunder ditujukan pada orang yang sudah terkena gagal
jantungbertujuan untuk mencegah gagal jantung berlanjut ke stadium yang lebih
berat. Pada tahap ini dapat dilakukan dengan diagnosa gagal jantung, tindakan
pengobatan dengan tetap mempertahankan gaya hidup dan mengindari faktor
resiko gagal jantung.
a. Diagnosis gagal jantung
1. Anamnesis
Anamnesis merupakan cara untuk mendapatkan keterangan dan
data klinis tentang keadaan penyakit pasien melalui tanya jawab. Keluhan
pasien merupakan gejala awal gagal jantung. Pengambilan anamnese
secara teliti penting untuk mendeteksi gagal jantung.
2. Rontgen toraks
Rontgen toraks dapat menunjukkan adanya pembesaran ukuran
jantung (kardiomegali) yang ditandai dengan peningkatan diameter
tranversal lebih dari 15,5 cm pada pria dan lebih 14,5 cm pada wanita,
hipertensi vena, atau edema paru.
Cara pengukurannya adalah sebagai berikut, ditarik garis M yang
berjalan di tengah-tengah kolumna vertebrae torakalis. Garis A adalah jark
antara M dengan batas jantung sisi kanan yang terjauh. Garis B adalah
jarak antara M dengan batas kiri jantung yang terjauh. Garis transversal C
ditarik dari dinding toraks sisi kanan ke dinding toraks sisi kiri. Garis ini
melalui sinus kardiofrenikus kanan. Bila sinus-sinus kardiofrenikus ini
tidak sama tingginya. Maka garis C ditarik melalui pertengahan antara
kedua sinus itu. Ada pula yang menarik garis C ini dari sinus kostofrenikus
kanan ke sinus kostofrenikus kiri. Perbedaan kedua cara ini tidak begitu
besar, sehingga dapat dipakai semuanya.
Kardio toraks rasio = A + B x 100%
C

Rata-rata pada orang dewasa dengan bentuk tubuh yang normal,


rasio itu berkisar antara 45-50%. Rasio ini tidak selalu bermakna
patologik, seseorang dengan rasio yang normal masih ada kemungkinan
menderita penyakit jantung. Rasio yang lebih dari 50% sering dijumpai
pada orang yang gemuk dan pendek, karena letak jantung mendatar
(horizontal), tanpa ada kelainan pada jantungnya.
Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan foto thorax.
Radiograph (foto thorax) yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus
tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang
menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang
dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada. Foto thorax
yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasuskasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan
opacification (pemutihan)

yang

signifikan

pada

paru-paru

dengan

visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan


ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema,
namun mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab
yang mungkin mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier)

Terapi non-farmakologik meliputi:


1. Diet
Pasien gagal jantung dengan obesitas harus diberi diet yang sesuai
untuk menurunkan gula darah, lipid darah darah dan berat badannya.
Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 gr/ hari untuk gagal jantung
ringan atau < 2 gr/hari untuk gagal jantung berat.
2. Merokok harus dihentikan.
3. Aktifitas Fisik
Olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan
untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kleas II-III) dengan
intensitas yang nyaman bagi pasien.
4. Istirahat
Istirahat dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil
(NYHA kelas IV).
Terapi Farmakologi atau Pengobatan
1. Diuretik digunakan untuk mengendalikan retensi natrium dan air.
Furosemid 40 mg/hari atau bumetamid 1 mg/hari biasanya efektif.
2. Inhibitor ACE dapat menghambat perubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II, menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
3. Bloker seperti bisoprolol, karvedilol yang dimulai dari dosis yang sangat
rendah dan bisa ditambahkan untu k menurunkan aktivitas simpatis yang
berlebihan dan mendorong remodeling otot jantung.
4. Digoksin diindikasikan untk mengendalikan fibrilasi atrium yang terjadi
bersamaan.

BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan

: Ny. M
: 63 tahun
: Perempuan
: Mirit, Kebumen
: Ibu rumah tangga

Keluhan utama : penurunan kesadaran


Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RS dengan kiriman dari dokter dengan keluhan penurunan
kesadaran, keluhan dirasakan sejak sore hari. Pasien susah dibangunkan, demam
(+), mual (-), muntah (-), pasien sebelumnya mengeluh suka makan dan badan
terasa lemas. Pasien sebelumnya juga mengeluh cepat lapar dan haus. Pasien juga
sebelumnya kejang 2x.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat keluhan serupa (+)


Riwayat DM (+)
Riwayat hipertensi (+)
Riwayat TB (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluhan serupa disangkal
Riwayat hipertensi di keluarga disangkal

Kebiasaan dan lingkungan :


Riwayat merokok dan minum alkohol di sangkal. Mengkonsumsi
makanannya tidak teratur.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Vital sign
Tekanan darah

: tidak sadar
: E1 M2 V1 koma
:
: 160/120 mmHg

Temperatur
Nadi
Respirasi

: 40,3 derajat celcius (axillar)


: 120 x/ menit, reguler
: 32x/ menit, takipnue

Pemeriksaan per Regio


Kepala
Mata

: mesochepal, simetris
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

(2mm/2mm)
Leher
Jantung
Paru
Abdomen

: tidak ada pembesaran limfonodi


: suara jantung 1 dan 2 reguler, tidak ada bising
: suara paru ronkhi (+/+), suara tambahan (+)
: supel, nyeri tekan (-), peristaltik normal, teraba massa(-),

hepar tidak dan lien tidak teraba


Ektremitas
: Atas
: oedema(-/-)
Bawah
: oedema (+/+)
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap
Hasil
11.3 g/dl
15.3/ L

Nilai Normal
11,7 15,5 g/dl
3.6 11.0/ L

Hematokrit
Eritrosit

33%

35 47 %

Hemoglobin
Leukosit

3.7 /

3.80 5.20 /

Trombosit

310/

150 - 400/

MCV
MCH
MCHC
Lym
Neutrofil

93 fl
31 pq
35 g/dl
2.90%
53.30 %

L
L

80 100 fl
29 34 pq
32 36 g/dl
22 40 %
50 70 %

2. Glukosa Darah
Glukosa darah sewaktu 654 mg/dl (Nilai normal : 70-120mg dl)
3. Kimia klinik
Kalium
Natrium
Chlorida

Hasil
2.5 mmol/L
142 mmol/L
101 mmol/L

4. HBSAg
Hasil Negative

Foto Rontgen Thorax

Deskripsi
Corakan vaskular meningkat dan mengabur

Tampak opasitas inhomogen di kedua pulmo, terutama di dextra


Sinus costofrenicus dextra tumpul
CTR > 0,5
Tampak kalsifikasi di arcus aorta
Kesan
Cardiomegali
Edema pulmo
Bronchopneumonia bilateral, dextra lebih banyak
Efusi pleura dextra
Aortasklerosis
Diagnosis
Congestive Heart Failure
Prognosis
Malam

BAB IV
PEMBAHASAN DAN RADIOLOGI
Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit
kencing manis adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme
dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin
sesuai kebutuhan tubuh. Kemudian glukosa tidak mampu mensuplai ke sel-sel
karena glukosa tetap berada dalam darah sehingga yang nantinya akan
menyebabkan badan lemas. DM mempunyai beberapa komplikasi, diantaranya di
jantung yang pada prosesnya akan merusak dinding pembuluh darah yang
menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan
pembuluh darah. Jika pembuluh darah koroner menyempit, otot jantung akan
kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai darah yang kurang. Selain
menyebabkan suplai darah ke otot jantung berkurang, penyempitan pembuluh
darah

juga

mengakibatkan

tekanan

darah

meningkat,

sehingga

dapat

mengakibatkan kematian mendadak.


Penderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang
yang tidak menderita DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh darah. Hipertensi
dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau
stroke. Antara 35-75% komplikasi DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor
yang dapat mengakibatkan hipertensi pada penderita DM adalah nefropati,
obesitas, dan pengapuran atau pengapuran atau penebalan dinding pembuluh
darah.
Pada beberapa keterkaitan ini yang akan menyebabkan gambaran radiologi
menjadi tidak normal, gambaran jantung menjadi besar atau cardiomegaly karena
sudah sampai ke jantung komplikasinya dan ditemukan juga aortasklerosis yang
mengindikasikan terjadi sumbatan di dalam aorta. Gambaran awal dari edema
pulmo sendiri terlihat dengan corakan vaskulernya mulai mengabur karena
ventrikel kiri sudah tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh, sebagai
kompensasinya ventrikel kanan yang ke paru harus kerja berlebih sehingga dapat
menyebabkan edema pulmo. Efusi pleura juga bisa terjadi akibat dari peningkatan

tekanan vena pulmonalis yang terjadi pada gagal jantung kongestif, dalam hal ini
berkaitan dengan keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari
pembuluh darah, pada gambaran radiologi terliat sinus costofrenicusnya tumpul,
padahal seharusnya membentuk sudut lancip. Gambaran konsolidasi merupakan
gambaran yang khas untuk menunjukkan adanya bronkhopneumonia.

DAFTAR PUSTAKA
Karim, S. Kabo, P. 2002. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung
untuk Dokter Umum. Jakarta : Balai Penerbit UI
Purwohudoyo, S. 1984. Pemeriksaan Kelainan-Kelainan Kardiovaskular Dengan
Radiografi Polos. Jakarta : UI Press
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6. Jakarta. EGC
Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi II. Jakarta : FK UI
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, jilid I. Jakarta: FK
UI

Vous aimerez peut-être aussi