Vous êtes sur la page 1sur 22

ASAR TEORI KULIAH MESIN CNC

BAB III
DASAR TEORI MESIN CNC
3.1 Pengertian mesin CNC
CNC singkatan dari Computer Numerically Controlled, merupakan mesin perkakas yang
dilengkapi dengan sistem mekanik dan kontrol berbasis komputer yang mampu membaca
instruksi kode N, G, F, T, dan lain-lain, dimana kode-kode tersebut akan menginstruksikan ke
mesin CNC agar bekerja sesuai dengan program benda kerja yang akan dibuat.
Secara umum cara kerja mesin perkakas CNC tidak berbeda dengan mesin perkakas
konvensional. Fungsi CNC dalam hal ini lebih banyak menggantikan pekerjaan operator dalam
mesin perkakas konvensional. Misalnya pekerjaan setting tool atau mengatur gerakan pahat
sampai pada posisi siap memotong, gerakan pemotongan dan gerakan kembali keposisi awal, dan
lain-lain. Demikian pula dengan pengaturan kondisi pemotongan (kecepatan potong, kecepatan
makan dan kedalaman pemotongan) serta fungsi pengaturan yang lain seperti penggantian pahat,
pengubahan transmisi daya (jumlah putaran poros utama), dan arah putaran poros utama,
pengekleman, pengaturan cairan pendingin dan sebagainya.
Mesin perkakas CNC dilengkapi dengan berbagai alat potong yang dapat membuat benda
kerja secara presisi dan dapat melakukan interpolasi yang diarahkan secara numerik (berdasarkan
angka). Parameter sistem operasi CNC dapat diubah melalui program perangkat lunak (software
load program) yang sesuai. Tingkat ketelitian mesin CNC lebih akurat hingga ketelitian
seperseribu

millimeter,

karena

penggunaan

ballscrew pada

setiap

poros

transportiernya. Ballscrew bekerja seperti lager yang tidak memiliki kelonggaran/spelling namun
dapat bergerak dengan lancar.
Pada awalnya mesin CNC masih menggunakan memori berupa kertas berlubang sebagai
media untuk mentransfer kode G dan M ke sistem kontrol. Setelah tahun 1950, ditemukan
metode baru mentransfer data dengan menggunakan kabel RS232, floppy disks, dan terakhir oleh

Komputer Jaringan Kabel (Computer Network Cables) bahkan bisa dikendalikan melalui
internet.
Akhir-akhir ini mesin-mesin CNC telah berkembang secara menakjubkan sehingga telah
mengubah industri pabrik yang selama ini menggunakan tenaga manusia menjadi mesin-mesin
otomatik. Dengan telah berkembangnya Mesin CNC, maka benda kerja yang rumit sekalipun
dapat dibuat secara mudah dalam jumlah yang banyak. Selama ini pembuatan komponen/suku
cadang suatu mesin yang presisi dengan mesin perkakas manual tidaklah mudah, meskipun
dilakukan oleh seorang operator mesin perkakas yang mahir sekalipun. Penyelesaiannya
memerlukan waktu lama. Bila ada permintaan konsumen untuk membuat komponen dalam
jumlah banyak dengan waktu singkat, dengan kualitas sama baiknya, tentu akan sulit dipenuhi
bila menggunakan perkakas manual. Apalagi bila bentuk benda kerja yang dipesan lebih rumit,
tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Secara ekonomis biaya produknya akan menjadi
mahal, hingga sulit bersaing dengan harga di pasaran. Tuntutan konsumen yang menghendaki
kualitas benda kerja yang presisi, berkualitas sama baiknya, dalam waktu singkat dan dalam
jumlah yang banyak, akan lebih mudah dikerjakan dengan mesin perkakas CNC (Computer
Numerlcally Controlled), yaitu mesin yang dapat bekerja melalui pemogramman yang dilakukan
dan dikendalikan melalui komputer.
Mesin CNC dapat bekerja secara otomatis atau semi otomatis setelah diprogram terlebih
dahulu melalui komputer yang ada. Program yang dimaksud merupakan program membuat
benda kerja yang telah direncanakan atau dirancang sebelumnya. Sebelum benda kerja tersebut
dieksikusi atau dikerjakan oleh mesin CNC, sebaikanya program tersebut di cek berulang-ulang
agar program benar-benar telah sesuai dengan bentuk benda kerja yang diinginkan, serta benarbenar dapat dikerjakan oleh mesin CNC. Pengecekan tersebut dapat melalui layar monitor yang
terdapat pada mesin atau bila tidak ada fasilitas cheking melalui monitor (seperti pada CNC TU
EMCO 2A/3A) dapat pula melalui plotter yang dipasang pada tempat dudukan pahat/palsu frais.
Setelah

program

benar-benar

telah

berjalan

seperti

rencana,

baru

kemudian

dilaksanakan/dieksekusi oleh mesin CNC.

1.

Dari segi pemanfaatannya, mesin perkakas CNC dapat dibagi menjadi dua, antara lain:
mesin CNC Training unit (TU), yaitu mesin yang digunakan sarana pendidikan,dosen dan
training.

2.

mesin CNC produktion unit (PU), yaitu mesin CNC yang digunakan untuk membuat benda
kerja/komponen yang dapat digunakan sebagai mana mestinya.
Dari segi jenisnya, mesin perkakas CNC dapat dibagi menjadi tiga jenis, antara lain:

1. mesin CNC 2A yaitu mesin CNC 2 aksis, karena gerak pahatnya hanya pada arah dua sumbu
koordinat (aksis) yaitu koordinat X, dan koordinat Z, atau dikenal dengan mesin bubut CNC,
2.

mesin CNC 3A, yaitu mesin CNC 3 aksis atau mesin yang memiliki gerakan sumbu utama
kearah sumbu koordinat X, Y, dan Z, atau dikenal dengan mesin frsais CNC.

3. mesin CNC kombinasi, yaitu mesin CNC yang mampu mengerjakan pekerjaan bubut dan freis
sekaligus, dapat pula dilengkapi dengan peralatan pengukuran sehingga dapat melakukan
pengontrolan kualitas pembubutan/pengefraisan pada benda kerja yang dihasilkan. Pada
umumnya mesin CNC yang sering dijumpai adalah mesin CNC 2A (bubut) dan mesin CNC 3A
(frais).
3.1.1 Dasar-dasar Pemrograman CNC
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan seorang programmer sebelum menggunakan
mesin CNC, pertama mengenal beberapa sistem koordinat yang ada pada mesin CNC, yaitu:
sistem koodinat kartesius, yang terdiri dari koordinat mutlak (absolut) dan koordinat relatif
(inkremental), dan sistem koordinat kutub (koordinat polar), yang terdiri dari koordinat mutlak
(absolut) dan koordinat relatif (inkremental).
Selanjutnya menentukan system koordinat yang akan digunakan dalam pemograman.
Apakah program akan menggunakan sistem pemogramman metodeabsolut atau inkremental.
Pada umumnya sistem koordinat yang sering digunakan antara lain sistem koordinat kartesius,
yaitu koordinat mutlak (absolut) dan koordinat relatif/berantai (incremental). Langkah kedua
adalah memahami prinsip gerakan sumbu utama dalam mesin CNC.
a. Pemrograman Absolut
Pemrograman absolut adalah pemrogramman yang dalam menentukan titik koordinatnya
selalu mengacu pada titik nol benda kerja. Kedudukan titik dalam benda kerja selalu berawal dari
titik nol sebagai acuan pengukurannya. Sebagai titik referensi benda kerja letak titik nol sendiri
ditentukan berdasarkan bentuk benda kerja dan keefektifan program yang akan dibuat. Penentuan

titik nol mengacu pada titik nol benda kerja (TMB). Pada pemrogramman benda kerja yang
rumit, melalui kode G tertentu titik nol benda kerja (TMB) bisa dipindah sesuai kebutuhan untuk
memudahkan pemrogramman dan untuk menghindari kesalahan pengukuran.
Pemrogramman absolut dikenal juga dengan sistem pemrogramman mutlak, di mana
pergerakan alat potong mengacu pada titik nol benda kerja. Kelebihan dari sistem ini bila terjadi
kesalahan pemrogramman hanya berdampak pada titik yang bersangkutan, sehingga lebih mudah
dalam melakukan koreksi. Berikut ini contoh pengukuran dengan menggunakan metode absolut.

Gambar 3.1 Pengukuran dengan Metode Absolut


b. Pemrogramman Relatif (inkremental)
Pemrogramman inkremental adalah pemrogramman yang pengukuran lintasannya selalu
mengacu pada titik akhir dari suatu lintasan. Titik akhir suatu lintasan merupakan titik awal
untuk pengukuran lintasan berikutnya atau penentuan koordinatmya berdasarkan pada perubahan
panjang pada sumbu X (X) dan perubahan panjang lintasan sumbu Y (Y). Titik nol benda
kerja mengacu pada titik nol sebagai titik referensi awal, letak titik nol benda kerja ditentukan
berdasarkan bentuk benda kerja dan keefektifan program yang akan dibuatnya. Penentuan titik
koordinat berikutnya mengacu pada titik akhir suatu lintasan.
Sistem pemrogramman inkremental dikenal juga dengan sistem pemrogramman berantai
atau relative koordinat. Penentuan pergerakan alat potong dari titik satu ke titik berikutnya
mengacu pada titik pemberhentian terakhir alat potong. Penentuan titik setahap demi setahap.

Kelemahan dari sistem pemrogramman ini, bila terjadi kesalahan dalam penentuan titik
koordinat, penyimpangannya akan semakin besar. Berikut ini contoh dari pengukuran
inkremental.

Gambar 3.2. Pengukuran metode inkremental


c.

Pemrogramman Polar
Pemrogramman polar terdiri dari polar absolut mengacu pada panjang lintasan dan besarnya
sudut (@ L, ) dan polar inkremental mengacu pada panjang lintasan dan besarnya perubahan
sudut (@ L, ).

Gambar 3.3 Pengukuran metode polar.


3.1.2 Gerakan sumbu utama pada mesin CNC
Dalam pemogrammman mesin CNC perlu diperhatikan bahwa dalam setiap pemograman
menganut, prinsip bahwa sumbu utama (tempat pahat/pisau frais) yang bergerak ke berbagai
sumbu, sedangkan meja tempat dudukan benda diam meskipun pada kenyataanya meja mesin
frais yang nergerak. Programer tetap menganggap bahwa alat potonglah yang bergerak. Sebagai
contoh bila programer menghendaki pisau frais ke arah sumbu X positif, maka meja mesin frais
akan bergerak ke sumbu X negatif, juga untuk gerakan alat pemotong lainnya.
Selain menentukan sumbu simetri mesin, langkah berikutnya adalah memahami letak titik
nol benda kerja (TNB), titik nol mesin (TNM), dan titik referens (TR). TNB merupakan titik nol
di mana dari titik tersebut programmer mengacu untuk menentukan dimensi titik koordinatnya
sendiri, baik secara absolute maupun inkremental. TNM merupakan titik nol mesin. Pada mesin
CNC bubut TNM terletak di pangkal cekam benda kerja diletakkan. Pada mesin CNC frais TNM
berada pada pangkal dimana alat potong/pisau frais diletakkan. Titik Referens (TR) adalah suatu
titik yang menyebutkan letak alat potong mula-mula diparkir atau diletakan. Titik referens
ditempatkan agak jauh dari benda kerja, agar pada saat pemasangan atau melepaskan benda
kerja, tangan operator tidak mengenai alat potong yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.
Benda kerja aman untuk dipasang maupun dilepas dari ragum atau pencekam.

Gambar 3.4 TNB, TNM, dan TR pada mesin CNC Bubut (a) dan Frais (b)
Pembuatan program mesin CNC, seorang programmer harus memiliki kemampuan dasar
pemograman, antara lain:
1) Pengalaman dalam membaca gambar teknik,
2) berpengalaman dalam pengerjaan logam dengan menggunakan mesin perkakas konvensional.
3) mampu memilih alat potong/pahat perkakas secara tepat sesuai dengan peruntukannya,
4) dapat menentukan posisi benda kerja dalam sisitem koordinat,
5) mempunyai dasar-dasar pengetahuan matematika terutama trigonometri.
3.1.3 Standarisasi Pemrogramman Mesin CNC
Pemakaian kode-kode pada mesin perkakas CNC dapat menggunakan standar
pemrograman ynag berlaku antara lain: DIN (Deutsches Institut fur Normug) 66025, ANSI
(American Nationale Standarts Institue), AEROS(Aeorospatiale Frankreich), ISO, dll. Sebagian
besar dari standar, yang diinginkan memiliki persamaan dan sedikit saja perbedaannya. Berikut
ini beberapa bagian kode pada mesin CNC EMCO antara lain kode G, kode M, kode F, kode S
dan kode T yang mempunyai arti.

3.1.4 Arti code


1) Arti Kode M pada mesin CNC
M00
M03

Mesin terhenti terprogram

Sumbu utama berputar searah dengan jarum jam; Kode ini biasanya pada awal intruksi. Adanya
kode ini menyebabkan sumbu utama mesin akan berputar searah jarum jam. Pada mesin bubut
CNC cekam benda kerja akan berputar

searah jarum jam, sedangkan pada mesin frais CNC

yang berputar adalah tempat alat potong arbornya.

M06

M04

Sumbu utama berputar berlawanan arah jarum jam

M05

Sumbu utama berhenti terprogram

Penggantian alat potong dilakukan agar kualitas benda kerja meningkat. Bentuk benda kerja
yang semakin kompleks akan cenderung menggunakan alat potong yang banyak, seperti
pemakanan kasar, pengeboran, pembuatan alur, dan pemakanan finishing. Masing-masing jenis
pemakanan memerlukan alat potong yang khusus, sebagai contoh alat potong untuk melakukan
pemakanan kasar akan berbeda dengan alat potong yang digunakan untuk membuat ulir.

M08

Cairan pendingin akan mengalirkan. Pada proses pengerjaan benda kerja, terjadi gesekan antara
benda kerja dan alat potong. Alat potong dan benda kerja akan menjadi panas. Bila tidak
didinginkan maka alat potong akan cepat tumpul/rusak. Oleh karena itu perlu didinginkan
dengan cara memerintahklan mesin untuk mengalirkan cairan pendingin (coolant).

2)

M09

Cairan pendingin berhenti mengalir

M17

Sub program (unterprogram) berakhir

M19

Sumbu utama posisi tepat

M30

Program berakhir dan kembali pada program semula.

M38

Berhenti tepat, aktif

M39

Berhenti tepat, pasif

M90

Pembatalan fungsi pencerminan

M91

Pencerminan sumbu X

M92

Pencerminan sumbu Y

M93

Pencerminan sumbu X dan Y

M99

Penentuan parameter lingkaran I, J, K.

Arti Kode G pada mesin CNC

Intruksi pada mesin CNC menggunakan kode-kode pemrograman, misal kode G, kode M, kode
P, dan sebagainya. Arti kode tiap mesin biasanya memiliki persamaan, namun arti kode pada
merek yang berbeda dapat memiliki arti yang berbeda pula, sehingga programmer harus dapat
menyesuaikan standarisasi kode yang digunakan pada mesin CNC yang akan digunakan. Sebagai
contoh intruksi G 84 pada mesin CNC EMCO TU 2A berarti pembubutan memanjang,
sedangkan pada mesin CNC PU 2A merek Gildmeister siklus pembubutan memanjang
menggunakan kode G 81.
a. Arti Kode G 00
Kode G 00 merupakan intruksi untuk memerintahkan mesin CNC agar sumbu utama (pisau
frais/pahat bubut) melakukan gerakan cepat tanpa melakukan pemakanan. Gerakan ini digunakan
bila pahat/pisau frais tidak melakukan pemakanan pada benda kerja. Gerakan cepat digunakan
bila alat potong berada bebas dari pemakanan benda kerja, alat potong kembali ke atas
permukaan benda kerja, atau kembali ke titik referen. Gerakan cepat dapat dilakukan bila posisi
alat potong benar-benar tidak akan menabrak benda kerja atau peralatan lainnya. Kesalahan
dalam penentuan koordinat dapat menyebabkan benturan antara alat potong dengan mesin atau
benda kerja yang dapat menyebabkan kerusakan fatal pada alat potong maupun mesin

Gambar 3.5 Gerakan cepat alat potong di atas benda kerja


Lintasan alat potong di atas akan bergerak cepat ke bawah di sebelah benda kerja tanpa
pemakanan.
b.

Arti Kode G 01
Kode G 01 merupakan instruksi agar alat potong mesin CNC melakukan gerakan
pemakanan lurus baik ke arah sumbu X, Y, maupun Z. Pada mesin CNC baik bubut maupun frais
intruksi G 01 merupakan perintah agar alat potong bergerak lurus dari satu titik ke titik lainnya
dengan kecepatan sesuai dengan feeding yang telah ditentukan.

Gambar 3.6 Pembubutan lurus (a) dan tirus (b) pada mesin bubut CNC

Gambar 3.7 Pemakanan lurus pada mesin CNC frais


Gerakan lurus dengan pemakanan digunakan untuk melakukan pengefraisan atau pembubutan
lurus, termasuk tirus dan kedalaman pemakanan. Lintasan alat potong bergerak dengan
pemakanan lurus ke titik X =25 dan Y =18.
c.

Arti Kode G 02
Kode G 02 merupakan intruksi agar alat potong mesin CNC melakukan gerakan interpolasi
lingkaran searah jarum jam. Alat potong (pisau frais atau pahat bubut) akan membentuk
lingkaran yang searah jarum jam. Sering dijumpai bentuk benda kerja yang berupa lengkungan
yang memiliki radius tertentu. Seperti bentuk fillet pada ujungujung benda kerja atau bentuk
lingkaran sebagian atau penuh pada benda kera. Gerakan searah jarum jam atau berlawanan
menggunakan asumsi bahwa alat potong berada di atas benda kerja, atau di belakang benda
kerja. Jadi bila alat potong berada di depan benda kerja maka berlaku sebaliknya.

Gambar 3.8 Arah pembubutan melingkar G 02 pada mesin CNC Bubut

Gambar 3.9 Arah pemakanan melingkar G 02 pada mesin CNC Frais


Lintasan alat potong mesin frais bergerak dengan pemakanan radius berlawanan dengan
jarum jam ke titik X = Pz dan Y = Pz.
M99 = merupakan parameter gerak alat potong membentuk radius yang berpusat di titik M
yang memiliki jarak dengan titik awal searah sumbu X disebut I, searah dengan sumbu Y disebut
J, dan searah dengan sumbu Z disebut K
d.

Arti Kode G 03
Kode G 03 merupakan instruksi agar alat potong mesin CNC melakukan gerakan
interpolasi lingkaran berlawanan arah dengan jarum jam. Gerakan ini akan selalu membentuk
lingkaran yang berlawanan arah dengan jaraum jam.

Gambar 3.10 Arah pembubutan melingkar G 03 pada mesin CNC bubut

Gambar 3.11 Arah pemakanan melingkar G 03 pada mesin CNC Frais


Lintasan alat potong mesin frais bergerak dengan pemakanan radius berlawanan dengan
jarum jam ke titik X = Pz dan Y = Pz.
3) Parameter I, J, K
Setiap gerakan alat potong yang membentuk lintasan radius, baik searah jarum jam (G02)
maupun yang berlawanan arah dengan jarum jam (G03) harus dilengkapiparameteri I,
J, K. Parameter I artinya jarak titik awal lintasan radius ke titik pusatlengkungan searah X,
Parameter J artinya jarak titik awal lintasan radius ke titik pusatlingkaran searah Y, Parameter K
artinya jarak titik awal lintasan radius ke titik pusatlingkaran searah Z. Parameter I, J, K bernilai
absolute maupun inkremental. Nilaiabsolute selalu mengacu pada titik nol, sedangkan nilai
inkremental mengacu padaperubahan X, dan perubahan Y.

Gambar 3.12 Nilai I,J,K inkremental

Gambar 3.13 Nilai I,J,K absolute


4)

Kode-kode alarm
A 00 Salah Perintah fungsi G atau M
A 01 salah Perintah G 02 atai G 03
A 02 Nilai X Salah
A 03 Nilai F salah
A 05 Kurang Perintah M 30
3.2 Proses Pengecoran Logam
Pengecoran merupakan salah satu proses produksi dengan cara menuangkan logam cair
ke dalam suatu cetakan sehingga membentuk suatu produk dengan bentuk geometry yang
mendekati bentuk cetakan. Proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua macam, yaitu
traditional casting dan non-traditional/contemporary casting.
Teknik traditional terdiri atas :
1. Sand-Mold Casting
2. Dry-Sand Casting
3. Shell-Mold Casting
4. Full-Mold Casting
5. Cement-Mold Casting
6. Vacuum-Mold Casting
Sedangkan teknik non-traditional terbagi atas :
1. High-Pressure Die Casting
2. Permanent-Mold Casting
3. Centrifugal Casting
4. Plaster-Mold Casting

5. Investment Casting
6. Solid-Ceramic Casting
Berdasarkan dari jenis polanya proses pengecoran logam dibedakan menjadi dua, yaitu
permanent mold (proses pengecoran dengan menggunakan cetakan permanen) dan expendable
mold (proses pengecoran dengan cetakan sekali pakai).
Proses pengeoran dengan cetakan permanen memiliki produktivitas dan ketelitian yang
tinggi, tetapi hanya mampu untuk mengecor material logam non ferrous dan beratnya pun
tertentu (<50Kg). Contoh pengecoran permanent mold :

Pressure Die Casting dimana pengecoran dilakukan dengan cara menginjeksikan logam cair
dengan tekanan ke cetakan baja yang telah dikeraskan (hardened steel) yang dilengkapi dengan
system pendingin.

Gravity Die Casting dimana logam cair dituang dengan pengaruh gaya gravitasi ke dalam
cetakan besi cor berlapis keramik.

Centrifugal Casting merupakan proses pengecoran dimana logam cair dituang ke dalam cetakan
yang diputar sehingga gaya sentrifugal akan mendorong logam cair ke cetakan.

Squeeze Casting merupakan proses pengecoran dimana logam semi padat ditekan ke cetakan
sehingga mengisi rongga cetakan.
Proses pengeoran dengan cetakan sekali pakai (expendable mold) dapat digunakan untuk
mengecor benda dari berbagai jenis material logam baik ferrous atau non ferrous dengan ukuran
yang tidak terbatas. Dalam prosesnya perlu dibuat cetakan baru yang dirangkai dengan sistem
saluran dan penuangan untuk setiap proses pengecoran sehingga butuh banyak waktu. Contoh
pengecoran expendable mold :

Sand Casting dimana pengecoran dilakukan dengan mencampur pasir, bahan pengikat/blinder,
dan air kemudian dipadatkan mengelilingi pola dari kayu atau logam untuk menghasilkan
cetakan.

Vacuum Casting merupakan proses pengecoran dimana logam cair ditarik ke cetakan dibawah
pengaruh tekanan vacuum.

Investment Casting dimana proses pengecoran ini dilakukan dengan cara menginjeksikan lilin
ke dalam cetakan logam untuk membuat pola, yang nantinya kan digabung dengan saluran sprue
sehingga bentuknya seperti pohon. Pola yang telah digabung tadi dilapisi dengan keramik, yang
selanjutnya dipanaskan sehingga lilin meleleh dan terbentuk rongga baru dalam keramik
tersebut. Selanjutnya cairan logam dituang ke dalam cetakan keramik tersebut.

Lost Foam Casting merupakan proses pengecoran dimana pasir dipadatkan mengikuti pola
expendable polystyrene pattern dan logam cair dituang sehingga akan menguapkan pola dan
mengisi rongga yang ditinggalkan pola.
3.2.1 Investment Casting
Investment casting adalah suatu proses pengecoran yang menggunakan cetakan yang
dihasilkan melalui cara melapisi suatu pola lilin dengan lumpur keramik (ceramic slurry). Pola
lilin atau pola plastik dilelehkan dengan cara dibakar, yang akhirnya setelah lilin/plastik meleleh
akan terbentuk rongga yang siap untuk dituang logam cair.
Investment casting merupakan salah satu jenis proses pengecoran yang dapat menghasilkan
produk coran dengan spesifikasi geometri yang hampir mencapai final, sehingga investment
casting ini lebih banyak dipilih dibandingkan proses-proses pengecoran lainnya. Pada proses
investment casting ini, pola sekali pakai (expendable pattern/disposable pattern), biasanya wax,
dicelupkan ke dalam ceramic slurry dan dibiarkan sampai mengeras untuk membuat cetakan
coran sekali pakai (expendable mold/disposable mold). Maksud dari sekali pakai ini adalah
bahwa pola tersebut dihancurkan ketika akan mengambil cetakan, dan cetakan tersebut juga
dihancurkan ketika akan mengambil produk coran.

Gambar 3.14 Proses Investment Casting


Urutan dari tahap investment casting tersebut adalah sebagai berikut:
1. Proses dimulai dengan pembuatan pola. Material pola (wax) diinjeksikan ke dalam cetakan.
2. Setelah mengeras, pola wax bisa dikeluarkan dari cetakan.
3. Bila produk yang dicor berukuran relatif kecil maka pola-pola tersebut dapat dirangkai, sehingga
dalam sekali pengecoran akan didapatkan beberapa produk. Namun jika produknya besar, maka
sekali pengecoran biasanya hanya menghasilkan satu produk saja.
4. Selanjutnya pola tersebut dicelupkan ke dalam ceramic slurry.
5. Lalu pola tersebut di-stucco, yaitu diberi taburan partikel-partikel keramik kasar, bisa dicelup,
dispray, atau dimasukkan ke dalam fluidized bed.
6. Ditunggu sampai mengeras hingga terbentuklah mold keramik (ceramic mold).
7. Setelah mengeras, ceramic mold tersebut dipanaskan untuk membuang lilin di dalamnya.
8. Lalu ceramic mold tersebut dibakar untuk mengurangi kelembabannya.
9. Setelah itu ceramic mold tersebut diisi logam cair dan ditunggu sampai logam mengeras.
10. Setelah itu, ceramic mold dipecahkan untuk mengambil produk coran di dalamnya. Produk coran
tersebut selanjutnya di-finishing (misalnya digerinda) bila perlu.
11. Dan terakhir, produk-produk tersebut diinspeksi. Dapat dilihat hasil dari pengecoran sangat
menyerupai pola awalnya.

Tahap-tahap di atas secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian yaitu pembuatan pola,
pembuatan mold dan pengecoran logam.
3.2.2 Pembuatan Pola (Wax Pattern) pada Investment Casting
3.2.2.1 Pembuatan Cetakan untuk Wax Pattern
Seperti telah disebutkan sebelumnya, wax pattern dibentuk dengan cara menginjeksikan
material wax ke dalam cetakan logam yang telah dibentuk sebelumnya. Material logam yang
dapat dipakai untuk membuat wax pattern ini sangat bervariasi. Hal ini dikarenakan sifat dari
wax yang memiliki titik lebur yang rendah, fluiditas yang baik, dan sifat abrasif yang rendah.

Gambar 3.15 Contoh cetakan wax pattern


Metode-metode yang dapat dipakai dalam pembuatan cetakan untuk wax pattern ini adalah:
Machined tooling
Metode ini membuat bentuk negatif (cavity) dari produk yang akan dibuat, sehingga penggunaan
CAD (computer aided design), mesin EDM (electric discharge machining) dan mesin NC
(numerical control) yang terkomputerisasi, sudah tidak terelakkan lagi. Material dari cetakan ini
umumnya aluminium, dengan pertimbangan bahwa aluminium merupakan bahan yang ekonomis
untuk dimesin, memiliki konduktivitas termal yang baik, dan beratnya cukup ringan.
Tooling made against a positive model
Metode ini dimulai dengan cara membuat model positif, yaitu model dengan bentuk final yang
diinginkan dari proses investment casting ini, akan tetapi model ini dimesin dengan ukuran yang
lebih besar untuk mempertimbangkan factor penyusutan (shrinkage). Lalu dari model positif ini
dibuat dies-nya.
3.2.2.2 Injeksi Wax Pattern
Material dasar yang digunakan untuk pembuatan pola (pattern) investment casting adalah
wax. Wax yang paling umum digunakan untuk pembuatan pola adalah paraffin dan wax
microcrystalline. Kedua jenis wax ini sering digunakan secara kombinasi karena sifat-sifatnya
yang saling melengkapi.

Wax biasanya diinjeksi pada cetakan pada temperatur dan tekanan yang rendah dengan
menggunakan peralatan yang sudah didesain untuk tujuan ini. Wax ini dapat diinjeksikan dalam
bentuk liquid, slushy, pastelike atau solid. Temperatur kerja biasanya berkisar antara 43-77 0C
(110-170 0F) dan tekanan kerjanya berkisar antara 275 kPa sampai dengan 10,3 MPa (40-1500
psi). Wax cair diinjeksikan pada temperatur yang lebih tinggi dan tekanan yang lebih rendah,
sedangkan wax padat diekstrusikan pada temperatur yang lebih rendah dan tekanan yang lebih
tinggi.

Gambar 3.16 Proses penginjeksian wax


3.2.2.3 Pattern Assembly (Pattern Cluster)
Pola investment casting yang berukuran besar diproses secara individual, tetapi untuk pola
yang berukuran kecil sampai sedang, pola-pola tersebut dirangkai menjadi ikatan (cluster) untuk
alasan ekonomis dalam pemrosesannya.

Gambar 3.17 Pembuatan Pattern Cluster


3.2.2 Keunggulan Investment Casting
Investment casting merupakan proses pengecoran yang masih dalam tahap pengembangan.
Target akhirnya bertujuan agar penggunaan investment casting ini semakin mampu dan fleksibel
dalam memproses produk-produk dan bisa memberikan keefektifan biaya. Beberapa keunggulan
utama dari investment casting adalah:

Kompleksitas: investment casting dapat membuat produk yang kompleks dan rumit,
termasuk kerumitan pada bagian rongga produk sekalipun.

Kebebasan dalam pilihan paduan logam yang dicor: investment casting dapat mengecor
semua jenis paduan logam yang dapat dicor, termasuk logam yang sulit untuk di-forging
atau dilakukan proses pemesinan.

Toleransi dimensi yang sempit: tidak adanya parting line dan tidak adanya kegiatan
pemesinan akan menghasilkan bentuk produk yang sangat mendekati ukuran akhir.

Reliability: penggunaan investment casting untuk membuat mesin-mesin pesawat terbang


yang sangat menuntut kesempurnaan telah membuktikan investment casting mampu
memproduksi produk dengan standar yang tinggi.

Aplikasi yang sangat luas: investment casting bisa memproduksi produk yang kompleks, produk
yang menuntut proses manufaktur yang rumit, dan bisa juga memproduksi produk-produk
sederhana dengan harga yang sangat murah, dan mampu membuat produk dari berat beberapa
gram sampai lebih dari 300 kg (660lb).

Latar belakang mesin CNC

Dewasa ini perkembangan dunia manufactur semakin berkembang,salah satunya adalah


penggunaan teknologi komputer ke dalam proses manufactur di dunia industri saat ini.
Penggunaan teknologi komputer yang mengalami kemajuan pesat diantaranya adalah
penggunaan mesin CNC (Computer Numerically Controlled), yang mana cara pengoperasiannya
menggunakan program yang dikontrol langsung oleh komputer dan dengan bantuan operator.
Awal lahirnya mesin CNC ( Computer Numerical Controlled) bermula dari 1952 yang di
kembangkan oleh John Pearseon dari Institut Teknologi Massachusetts, atas nama Angkatan
Udara Amerika Serikat. Semula proyek tersebut di peruntukan untuk membuat benda kerja
khusus yang rumit. Semula perangkat CNC memerlukan biaya yang tinggi dan volume unit
pengendali yang besar.Pada tahun 1973, mesin CNC masih sangat mahal sehingga masih sedikit
perusahaan yang mempunyai keberanian dalam memplopori investasi dalam teknologi ini.Dari
tahun 1975, produksi mesin CNC mulai berkembang pesat. Perkembangan ini di pacu oleh
Microprocessor,sehingga volume unit pengendali dapat lebih ringkas. Dewasa ini penggunaan
mesin CNC hampir terdapat di segala bidang Dari bidang pendidikan dan riset yang
mempergunakan alat-alat demikian dihasilkan berbagai hasil penelitian yang bermanfaat yang
tidak terasa sudah banyak di gunakan dalam kehidupan seharihari di kalangan masyarakat
banyak.

Dalam rangka menerapkan ilmu yang telah diperoleh dari mata kuliah Mesin Perkakas CNC,
bagaimana cara menggunakan mesin bubut TU-2A. Untuk lebih memahami mengenai mesin
bubut CNC maka mahasiswa perlu mengikuti praktikum CNC yang lebih mendalam. Untuk
dapat mengetahui bagian-bagian dari mesin bubut TU-2A, proses yang dapat dilakukan oleh
mesin bubut TU-2A, dan cara pengoperasiannya merupakan bagian dari proses pembelajaran
praktikum CNC.
Dalam praktikum CNC ini Mahasiswa dapat merancang suatu profile yang dapat dikerjakan
dengan bubut TU-2A, yang menjadikan pembelajaran dari teori-teori yang didapat dari mata
kuliah mesin perkakas CNC. Sehingga mahasiswa mampu mengaplikasikan antara teori dengan
praktek di lapangan.

4
Semua hasi
l pengukuran menggunakan satuan
Mikron
(m)
.
3.
Sebelum pengukuran, panjang
alat DBB
harus
diukur
sehingga transformasi koo
rdinat kinematik
antara mesin dan koordinat netral
netral
diketahui.
1.7 Sistematika Penulisan
Bentuk Laporan Tugas Akhir ini secara garis besar
terdiri dari beberapa bab dan subbab dengan rincian sebagai
berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Berisi tentang latar be
lakang, perumusan masalah,
tujuan, batasan masalah, metode perancangan dan

sistematika penulisan.
BAB II
DASAR TEORI
Berisi ten
tang Pengertian Mesin CNC, Jenis Mesin
CNC, Prinsip Mesin CNC dan DBB, Pengujian
Bidang XY secara Garis Besar, dan Contoh
Kesalah
an (Error) Mesin CNC.
BAB III
METODOLOGI
Berisi tentang langkah
langkah yang dilakukan
dalam metode
proses
Pengujian Bidang XY
dari
awal hingga analisa hasil Pengujian.
BAB IV
PENGUJIAN BIDANG XY
Berisi tentang
berlangsungnya proses pengkuran
bidang XY mu
lai persiapan sampai hasil
pengukuran disimpan
BAB V HASIL DAN ANALISA
Berisi tentang hasil pengukuran bidang XY dan hasil
tersebut di analisa guna perbandingan kesalahan
sesuai s
tandart ISO 230.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang hasil dari penguk
uran dan saran

Vous aimerez peut-être aussi