Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ATRESIA DUODENUM
Pembimbing:
dr. Erjan Fikri, Sp.B, Sp.BA
Disusun oleh:
Sylvia Cahyadi
100100093
Edric Chandra
100100095
Monika Ayuningrum100100239
William Purba
100100354
Dinda Hanifah
100100182
Sucianty
100100005
Shecia Vinka
100100088
Tomy Kesuma Putra
100100248
Eka Putra Pratama
100100368
Lee Mun Kiat
100100266
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI...................................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................
1.1.
Latar Belakang.................................................................................1
1.2.
Tujuan Penulisan..............................................................................2
Definisi.............................................................................................3
2.2.
Etiologi.............................................................................................3
2.3.
Embriologi Duodenum.....................................................................3
2.4.
2.5.
Faktor Risiko..................................................................................12
2.6.
Klasifikasi.......................................................................................13
2.7.
Patogenesis.....................................................................................14
2.8.
Diagnosis........................................................................................16
2.8.1 Gejala Klinis.......................................................................16
2.8.2. Pemeriksaan Penunjang.....................................................17
2.9.
Penatalaksanaan..............................................................................18
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan berkatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan
Kasus yang berjudul Atresia Duodenum ini.
Adapun tujuan penulisan Makalah Ilmiah ini adalah untuk memenuhi
tugas kepaniteraan klinik senior pada Departemen Ilmu Bedah Umum, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Erjan Fikri, Sp.B, Sp.BA atas kesediaan beliau
sebagai pembimbing dalam penulisan makalah ini. Selain itu, penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Sampe Tua atas
bimbingannya dalam proses penyempurnaan makalah ini. Besar harapan, melalui
makalah ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai Atresia Duodenum
semakin bertambah.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Laporan
Kasus ini baik dari segi isi maupun sistematika penulisan karena keterbatasan
kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak untuk menyempurnakan Laporan Kasus ini. Semoga
Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Usus manusia secara umum terdiri atas usus besar dan usus halus. Segmen
pada usus halus terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum merupakan
bagian pertama dari usus setelah lambung. Duodenum akan diikuti oleh bagian
usus yang panjang yang disebut jejunum. Jejunum diikuti oleh ileum yang
merupakan bagian akhir dari usus halus yang akan menghubungkan usus halus
dengan usus besar. Apabila bagian dari usus ini gagal untuk berkembang pada
fetus akan mengakibatkan terjadinya sumbatan pada usus. Kondisi ini disebut
dengan atresia intestinal.1, 2
Atresia intestinal merupakan obstruksi yang sering terjadi pada neonates
yang baru lahir. Dari 100% kejadian atresia intestinal 50% merupakan atresia
duodenum, 36% atresia jejunum dan 14% atresia ileum.Atresia intestinal dapat
terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran. Atresia intestinal dapat terjadi pada berbagai
tempat pada usus halus. 50% kasus atresia intestinal terjadi pada duodenum
dengan 57% perempuan dan 43% laki-laki. 46% kasus terjadi pada jejunoileal
dengan 61% laki-laki dan 39% perempuan.3, 4
Insiden atresia duodenum adalah 1 per 5000-10.000 kelahiran Obstruksi
duodenum congenital intrinsic merupakan dua pertiga dari keseluruhan obstruksi
duodenal congenital (atresia duodenal 40-60%, duodenal web 35-45%, pancreas
anular 10-30%, stenosis duodenum 7-20%). Tidak dapat predileksi rasial dan
gender pada penyakit ini. Sekitar setngah dari bayi lahir dengan obstruksi
duodenum mempunyai kelainan kingenital dari sistem organ lain.5
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang
baik. Duodenal atresia terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran. Beberapa penelitian
juga menyebutkan insiden dari duodenal atresia mencapai 1 dari 2000 kelahiran
sampai 1 dari 40.000 kelahiran. Di afrika, insiden dari duodenal atresia terjadi
1.2.
Tujuan Penulisan
1. Memahami tentang atresia duodenum dan penanganannya dari sisi ilmu
bedah.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah di bidang
kedokteran.
3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan Profesi
Dokter (P3D) di Departeman Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang
dengan baik dan merupakan obstruksi yang sering terjadi pada neonatus yang baru
lahir.1
2.2.
Etiologi
Walaupun
tidak
diketahui
penyebab
dari
atresia
duodenum,
patofisiologinya sudah sangat jelas. Hubungan erat antara atresia atau stenosis
duodenum dengan malformasi neonatus lainnya menguatkan bahwa anomali
disebabkan oleh adanya gangguan perkembangan pada tahap awal dari
kehamilan.6 Atresia duodenum berbeda dengan atresia lainnya dari usus besar dan
kecil, dimana anomali tunggal yang disebabkan oleh gangguan vascular
messentrik selama tahap akhir dari perkembangan. Tidak terdapat faktor risiko
maternal yang diketahui. Walaupun sepertiga dari pasien dengan atresia memiliki
Down syndrome (trisomi 21), Down syndrome bukan merupakan faktor risiko
dalam perkembangan atresia duodenum.7
2.3.
Embriologi Duodenum
Sistem pencernaan berdasarkan embriologinya dibagi menjadi foregut,
midgut dan hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian
bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta
pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik
kolon asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari
midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka
dan ektoderm dari protoderm. Usus terbentuk mulai minggu keempat yaitu mulai
dari pembentukan organ esophagus. Bagian akhir usus depan (foregut) dan bagian
sefalik usus tengah (midgut) membentuk duodenum. Kedua bagian ini terletak
tepat dari distal dari asal tunas hati. Sewaktu lambung berputar, duodenum
mengambil bentuk lengkung C dan berputar ke kanan. Pada perputaran ini,
bersama dengan pertumbuhan pesat ke kaput pankreas, menggeser duodenum dari
posisinya yang semula di garis tengah menjadi ke sisi kiri rongga abdomen.
Duodenum dan kaput pankreas menekan dinding tubuh dorsal, dan permukaan
kanan mesoduodenum dorsal menyatu dengan peritoneum di dekatnya. Kedua
lapisan kemudian lenyap, dan duodenum dan kaput pankreas terfiksasi dalam
posisi retroperitonium. Karena itu, seluruh pankreas terletak retroperitonium.
Mesoduodenum dorsal lenyap seluruhnya kecuali region pylorus lambung, tempat
sebagian kecil duodenum (duodenal cap) mempertahankan mesentriumnya dan
terletak intraperitonium.2
Selama bulan kedua, lumen duodenum mengalami obliterasi akibat poliferasi selsel dindingnya. Namun, setelah itu lumen segera mengalami rekanalisasi, karena usus
depan mendapatkan vaskularisasi dari arteri celiac dan usus tengah mendapatkan
vaskularisasi dari arteri mesentrika superior sehingga duodemum mendapatkan
vaskularisasi dari cabang-cabang kedua arteri tersebut. 2
2.4.
Panjang dari duodenum 25-30 cm, dimulai dari akhir pylorus lambung,
disebelah kanan tulang belakang pada vertebra lumbal 1, kemudian membentuk
C-shaped curve mengelilingi kaput pankreas dan akhirnya berhubungan
dengan yeyunum disebelah kiri vertebra lumbal 2. Duodenum merupakan bagian
paling proksimal, paling lebar, paling pendek, dan paling sedikit pergerakannya
dari bagian usus halus lainnya. Duodenum dibagi menjadi 4 bagian:
caput
pankreas.
Piloroplasti dan
reseksi gastroduodenal
melalui
peritoneum
dapat
mencapai
retroduodenal
dan
saluran
empedu
ketiga
dan
masuk
kedalam
radiks
mesenterii.
Arteri
dariarah
kiri
atau
kanan
dari krus
diafragma.
Fleksura
obstruksi di daerah usus halus dan menentukan bagian atas dari yeyunum
untuk dilakukan gastro yeyunostomi. Saat laparotomi, ligamentum ini
dapat ditemukan dengan cara menekan daerah dibawah mesokolon
tranversal ke arah belakang sampai ke dinding abdomen bagian belakang
sementara tangan yang satu mempalpasi kearah atas melalui tepi kiri dari
pada tulang belakang sampai fleksura ini ditemukan dengan tanda
adanya perabaan yang keras pada tempat fiksasinya. Gabungan antara
peritoneum visceral dari pankreatikoduodenal dengan peritoneum parietal
posterior yang tersisa akan menutupi semuaduodenum kecuali sebagian
dari bagian pertama duodenum. Variasi gabungan tadi ke dinding abdomen
bagian belakang akan menentukan variasi dari mobilitas duodenum.
Fleksura kolonkanan, bagian dari mesokolon tranversalis yang terfiksir,
hubungan antara ampulla dan pembuluh darah dari duodenum dapat dilihat
dengan jelas. Pada posisi yang cukup dalam ini menunjukkan bahwa
duodenum cukup terproteksi dengan baik dari adanya trauma, tapi kadangkadang dapat hancur dan bahkan terputus karena adanya penekanan
dengan landasan pada tulang belakang dari adanya trauma tumpul
abdomen yang berat, dan juga karena tidak ditutupi oleh peritoneum.
Vaskularisasi
Vaskularisasi
duodenum
berasal
dari
cabang arteri
superior.
Arteri
ini
membagi
aliran
darahnya
ke
Arteri
pankreatikoduodenal
superior
adalah
cabang
dari
10
arteri
hepatika
sering
salah
di
identifikasi
dengan
arteri
yang
memperdarahi
separuh
bagian
atas
oleh
arteri
pancreatikoduodenalis
inferior
yang
11
superior
sekitar
pangkal
arteri
mesenterika
superior.
12
1. Motilitas.
Pengatur pemacu potensial berasal dari dalam duodenum, mengawali
kontraksi,
danmendorong
makanan
sepanjang
usus
kecil
melalui
makanan). Kolinergik
vagal
bersifat
eksitasi.
Peptidergik
13
melalui
pelepasan
lokal
(parakrin)
atau
sebagai
neurotransmiter.
h. Sekretin
Suatu asam amino 27 peptida dilepaskan oleh mukosa usus kecil
melalui asidifikasi atau lemak. Merangsang pelepasan bikarbonat yang
menetralkan asam lambung, rangsang aliran empedu dan hambat
pelepasan gastrin, asam lambung dan motilitas.
i. Kolesistokinin
Dilepaskan oleh mukosa sebagai respons terhadap asam amino dan
asam lemak kontraksi kandung empedu dengan relaksasi sfingter Oddi
dan sekresi enzim pankreas. Bersifat trofik bagi mukosa usus dan
pankreas, merangsang motilitas, melepaskan insulin.
j. Fungsi Imun
Mukosa mencegah masuknya patogen. Sumber
utama
dari
Faktor Risiko8
1.
Faktor genetik
Defek ini berhubungan dengan delesi kromosom 2q11 dan 12q4.3 yang
diyakini sebagai kromosom untuk pembentukan sistem pencernaan.
2.
14
2.6.
Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan morfologi:9
1. Tipe I atresia (23%)
Septum transluminal dengan dilatasi usus proksimal dengan usus bagian
distal kolaps. Panjang usus biasanya normal
2. Tipe II atresia (10%)
Melibatkan dua ujung atresia yang dipisahkan oleh fibrous cord sepanjang
tepi mesenterium dengan mesenterium intak.
3. Tipe IIIa atresia (15%)
Serupa dengan tipe II atresia tetapi ada defek pada mesenteric dan panjang
usus bisa sedikit memendek.
4. Tipe IIIb atresia (19%) Apple peel or Christmas tree deformity
Terdiri dari atresia pada jejunum proksimal, sering disertai malrotasi
dengan tidak adanya sebagian besar mesenterium dan panjang ileum yang
bertahan pada perfusi dari aliran retrograde sepanjang arteri tunggal
bervariasi.
5. Tipe IV atresia
Merupakan beberapa atresia tipe I, II, dan III, seperti sosis. Panjang usus
selalu berkurang.
15
2.7.
Patogenesis
Ada faktor ekstrinsik serta ekstrinsik yang diduga menyebabkan terjadinya
16
2.8.
Diagnosis
2.8.1
Gejala Klinis
Extrinsic Lesion
Annular Pancreas
Malrotation
Peritoneal bands
Anterior Portal Vein
Muntah yang terus menerus merupakan gejala yang paling sering terjadi
pada atresia duodenal. Muntah yang terus-menerus ditemukan pada 85% pasien..
Muntah akan berwarna kehijauan karena muntah mengandung cairan empedu
(biliosa). Akan tetapi pada 15% kasus, muntah yang timbul yaitu non-biliosa
apabila atresia terjadi pada proksimal dari ampula veteri. Apabila anak terus
menerus muntah pada hari pertama kelahiran ketika diberikan susu dalam jumlah
17
18
19
terjadinya
metabolik
alkalosis
dengan
hipokalemia
atau
Penatalaksanaan
20
meliputi
side-to-side
duodenoduodenostomi,
diamnond
shape
Saat ini, prosedur yang banyak dipakai yakni laparoskopi maupun open
duodenoduodenostomi. Teknik untuk anastomosisnya dilakukan pada bagian
proksimal secara melintang ke bagian distal secara longitudinal atau diamond
shape. Dilakukan anastomosis diamond-shape pada bagian proksimal secara
tranversal dan distal secara longitudinal. Melalui teknik ini akan didapatkan
diamater anatomosis yang lebih besar, dimana kondisi ini lebih baik untuk
mengosongkan
duodenum
bagian
atas.
Pada
beberapa
kasus,
21
tengah dan meluas kurang lebih 5 cm ke kuadran kanan atas. Setelah kita
menggeser kolon ascending dan tranversum ke kiri, kemudian kita akan melihat
duodenal yang mengalami obstruksi. Disamping mengevaluasi duodenal stresia,
dapat dievaluasi adanya malrotasi karena 30% obstruksi duodenal kongenital
dihubungkan dengan adanya malrotasi. Kemudian dilakukan duodenotomi secara
tranversal pada dinding anterior bagian distal dari duodenum proksimal yang
terdilatasi serta duodenostomi yang sama panjangnya dibuat secara vertikal pada
batas antimesenterik pada duodenum distal. Kemudian akan dilakukan anstomosis
dengan menyatukan akhir dari tiap insisi dengan bagian insisi yang lain.10, 11, 12
Gambar 2. Diamond-shaped duodenoduodenostomy
dengan
menggunakan
nitinol
U-clips
untuk
membuat
duodenoduodenostomi tanpa adanya kebocoran dan bayi akan lebih untuk dapat
22
segera
menyusui
dibandingkan
open
duodenoduodenostomi
secara
konvensional.12
Untuk duodenal obstruksi yang disebabkan annular pankreas, maka dilakukan
duodenoduodenostomi antara segmen duodenum diatas dan dibawah area cincin
pankreas. Operator tidak boleh melakukan pembedahan pada pancreas karena
akan menyebabkan pankreatik fistula, kondisi demikian menyebabkan stenosis
atau atresia duodenum akan menetap.12
Gambar 3. Foto intraoperatif atresia duodenum (kanan) dan setelah
duodenoduodenostomy (kiri)
Prognosis
23
Angka harapan hidup untuk bayi dengan duodenal atresia yakni 90-95%.
Mortalitas yang tinggi disebabkan karena prematuritas serta abnormalitas
kongenital yang multiple. Komplikasi post operatif dilaporkan pada 14-18%
pasien, dan beberapa pasien memerlukan operasi kembali. Beberapa kondisi yang
sering terjadi dan menyebabkan pasien perlu dioperasi kembali, yakni kebocoran
anstomosis, obstruksi fungsional duodenal, serta adanya adhesi.12
24
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: ZR
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
Pekerjaan
:-
RM
: 00.64.31.07
Tanggal masuk
: 22 Mei 2015
II. ANAMNESIS
Pasien konsul dari Bagian Departemen anak ke Bedah anak tanggal 4 Juni 2015
Keluhan utama: Muntah
Telaah: - Hal ini dialami sejak pasien berusia 1 hari, frekuensi 3 kali sehari
dengan volume kurang lebih 20cc. Muntah setiap kali pasien diberi susu,
berwarna kuning. Kesan tidak menyemprot.
-
25
RPT
:-
RPO : -
: Hb
: 13.8,5 g/dL
26
Ht
: 45.30 %
Albumin
: 77.10 mg/dl
Trigliserida
: 523 mg/dl
Na/K/Cl
: 130/3.9/100
(40 200)
27
Foto BNO/Abdomen
28
29
V. DIAGNOSIS
Suspek Atresia duodenum dd Hyperthropic Stenosis Pyloric
VI. TATALAKSANA
-
= 166cc/hari 6.9
cc/jam
o Ivelip 20% 3g/kgbb/hari = 7.5g/hari = 37.5 cc/hari -> 1.5 cc/jam
-
30
VII. FOLLOW UP
5/6/2015
6/6/2015
s/d
8/6/2015
31
32
PT/aPTT/TT/INR : 13.2/24.6/15.3/0.98
AST/ALT/Albumin : 18/15/2.4
KGD : 83.60
Na/K/Cl/Mg : 133/3/100/2.27
Procalcitonin : 119.90
10/6/201
5
33
12/6/201
5
s/d
14/6/201
5
15/6/201
5
s/d
17/6/201
34
18/6/201
5
P : soepel
A : Atresia Duodenum
P : - perbaikan KU
- Koreksi trombosit sesuai TS pediatric
- Rawat Inkubator dengan target suhu kulit : 36.5 37.5
- Terpasang Nasal Kanul
- Kebutuhan parentral 290cc/hari
IVFD D5% NaCl 0.225%(430cc) + D40% (10cc) +
KCl 10meq + Ca Glukonas 10cc 7cc/jam
Aminofusin 5.3cc/jam
Ivelip 20% 28cc/jam
- Diet Tropic Feeding 2cc/2jam/OGT dengan Pregistimil
- InjAmikacin 19mg/8jam/iv
- Inj Metronidazole MD 15mg/12jam
- Inj Phenobarbital MD 5mg/12jam/iv
- Inj Ranitidine 2mg/12jam/iv
- Popok basah segera ganti
- Transfusi trombosit 45cc/kgBB =30cc/12jam sebanyak 3x
pemberian
- Transfusi PRC = 20cc
Hasil Laboratorium darah tgl 16/6/2015:
Hb/leu/Ht/Plt : 11.9/9.61/34.7/57
KGD : 59.70
Na/K/Cl : 136/4.2/98
Pasien dilakukan tindakan laparatomi duodenum
S = lemah, POD 1
O : sens CM ; T: 37oC
Abdomen : I : distensi (-)
A : peristaltik : (-)
P : tympani
P : soepel
A : post kimura procedure d/t atresia duodenum
P : - Puasa
- Diet TPN sesuai Departemen pediatric
- Cek Lab RL, Elektrolit, RFT, Albumin post op
Hb/Leu/Ht/Plt/ : 7.6/11.89/21.90/26
PT/aPTT/TT/INR : 13.9/29.7/13.8/1.01
Albumin : 3.4
KGD ad Random : 202.20
Kolestrol total/TG/HDL/LDL : 166/66/24/111
35
36
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dalla Vecchia L.K., Grosfeld J.L., West K.W., Rescorla F.J., Scherer L.,
Engum S.A. Intestinal atresia and stenosis: a 25-year experience with 277
cases. Archives of Surgery. 2007;133(5):490-497.
2.
Sekmenli T., Koplay M., Alabalik U., Kivrak A.S. Duodenal Atresia and
Hirschsprung Disease in a Patient with Down Syndrome. Eur J Gen Med.
2011;8(2):157-159.
3.
4.
Sundari T.A., Retayasa W., Kardana M., Sukarena N., Sudira N. Duodenal
Atresia in a Newborn Baby. Journal of the Indonesian Medical
Association. 2011;58(11).
5.
Merkel
M.
Postoperative
outcome
after
Small
Bowel
Atresia:
7.
8.
9.
10.
37
11.
12.
13.
14.
15.
16.