Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A; Latar Belakang
Tengkorak merupakan jaringan tulang yang berfungsi sebagai pelindung
jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi trauma bila dipukul
atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik akan
terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat
menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan otak atau kulit seperti
kontusio atau memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang
bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.
Trauma kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan percepatan, serta
rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan.
Side effect dari kontusio akibat trauma kepala tergantung dari bagian
mana yang mengalami trauma dan sejauh mana luas kontusio dan perdarahan
yang meluas atau tidak.
B; Tujuan
Tujuan dari laporan pendahuluan ini adalah :
1; Mampu melakukan pengkajian yaitu mengumpulkan data subyektif dan
data obyektif pada pasien dengan contusion cerebri
2; Mampu menganalisa data yang diperoleh
3; Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan contusio
cerebri
4; Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan
contusio cerebri
5; Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang
ditentukan.
6; Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
C; Pengertian
Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi
otak akibat adanya kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara
makroskopis
tidak
mengganggu
jaringan.
Kontosio
sendiri
biasanya
otak., secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama
lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelainan neurologis akibat kerusakan
jaringan otak. Pada pemerikasaan CT Scan didaptkan daerah hiperdens di
jaringan otak, sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa terjadi
robekan membran pia-arachnoid pada daerah yang mengalami contusio serebri
yang gambaran pada CT Scan disebut Pulp brain.
Kontusio cerebri erat kaitannya dengan trauma kepala berikut beberapa
prinsip pada trauma kepala :
a; Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya
elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
b; Bila daya / toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur
c; Berat / ringannya cedera tergantung pada :
1; Lokasi yang terpengaruh :
Cedera kulit.
utama
adalah
terjadinya
peningkatan
tekanan
intrakranial (PTIK)
b; TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
2; Klasifikasi
Trauma kepala atau cedera kepala meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam yaitu :
a; Cidera otak primer
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
b; Cidera otak sekunder
Adalah
kelainan
patologi
otak
disebabkan
kelainan
biokimia,
Deskripsi
GCS 13 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30 menit. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada
kontusia cerebral, hematoma
Sedang
GCS 9 12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
Berat
GCS 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24
jam. Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau
hematoma intrakranial
Terhadap nyeri
Tidak ada
Respon Verbal
Orientasi baik
Orientasi terganggu
Respon Motorik
Mampu bergerak
Melokalisasi nyeri
Fleksi menarik
Fleksi abnormal
Ekstensi
Total
3 - 15
Annegers et al (1998) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar
Perdarahan epidural
Perdarahan Subdural
Perdarahan subarahnoid
sejalan
dengan meningkatnya
penggunaan
CT scan dalam
pemeriksaan cedera kepala. Kontusio serebri sangat sering terjadi difrontal dan
labus temporal, walaupun dapat terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk
batang otak dan serebelum. Batas perbedaan antara kontusio dan perdarahan intra
serebral traumatika memang tidak jelas. Kontusio serebri dapat saja dalam waktu
beberapa jam atau hari mengalami evolusi membentuk pedarahan intra serebral.
D; Etiologi
Kecelakaan
Jatuh
Trauma
E; Patofisiologi
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di
dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun
neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus.
terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga
menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang
destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena
itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade
reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak
tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade
reversible berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah coup, contrecoup, dan intermediate
menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang
positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si penderita
biasanya menunjukkan organic brain syndrome.
Pernafsan dangkal
Hemiparese/Plegi
G; Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi
dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
H; Pathway
Kecelakaan
Jatuh
Trauma persalinan
Cidera kepala
Respon biologi
TIK - oedem
- hematom
Hypoxemia
Kelainan metabolisme
Cidera otak sekunder
Nyeri akut
Kerusakan cel otak
Gangguan autoregulasi
rangsangan simpatis
tahanan vaskuler
Sistemik & TD
katekolamin
sekresi asam lambung
O2 ggg metabolisme
tek. Pemb.darah
Pulmonal
Mual, muntah
Asam laktat
tek. Hidrostatik
Oedem otak
Perfusi jaringan
cerebral tidak efektif
Stress
Ketidakseimbangan
nutrisi:kurang
dari kebutuhan tubuh
oedema paru cardiac out put
Difusi O2 terhambat
2; Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit dahulu
3; Pemeriksaan Fisik
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15,
disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif,
perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi
dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya
hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus
rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan
ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat
kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana
pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertahankana
keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang
otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I
(Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan
anosmia
bilateral.
Nervus
II
(Optikus),
pada
trauma
frontalis
ketidakseimbangan
cairan
dan
elektrolit,
dimana
terdapat
pasien
karena
mengalami
kecemasan
sehubungan
dengan
penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses
keperawatan), Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih
bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Corwin, 2000, Hand Book Of Pathofisiologi, EGC, Jakarta.
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan
Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien,
Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. 1999, Penatalaksanaan Pada
Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah,
Tidak dipublikasikan.
Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Kperawatan), Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Bandung.
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta.
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi,
By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing
Philadelphia, USA
Reksoprodjo, S. dkk, 1995,
Jakarta.
Diagnosis:
Definitions
and
classification,
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications,
Philadelphia, USA
Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC, EGC, Jakarta.
K;
Rencana Keperawatan
No
Diagnosis
NOC
Nyeri akut (nyeri kepala, pusing) 1; Tingkat kenyamanan
berhubungan dengan agen injuri 2; Kontrol nyeri
fisik, biologis, psikologis
3; Nyeri : efek yang merusak
4; Tingkat nyeri
.1
NIC
Pain Management :
1; Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik serta onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas /
beratnya, nyeri dan faktor-faktor presipitasi.
2; Observasi isyarat-isyarat non verbal dan ketidaknyamanan,
khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
efektif.
3; Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri
4; Kaji latarbelakang budaya pasien
5; Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan nyeri
kronis
6; Evaluasi tentang keefektifan dan tindakan mengontrol nyeri yang
telah digunakan
7; Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
8; Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan
9; Beri informasi tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi
dan tindkaan pencegahan
10; Anjutkan pasien untuk memonitor sendiri nyerinya
11; Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologis (relaksasi, guided
imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase,
TENS, hipnotis, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresure)
12; Berikan analgetik sesuai anjuran
13; Evaluasi ketidakefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
14; Modifikasi tindakan nyeri berdasarkan respon pasien
3.
1; Respiratory status :
ventilation
2; Respiratory status : airway
potency
3; Aspiration control
mengharuskan makan.
5; Monitor interaksi anak dengan orang tua selama makan.
6; Monitor lingkungan selama makan.
7; Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam makan.
8; Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
9; Monitor turgor kulit
10; Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah.
11; Monitor adanya bengkak pada alat pengunyah, peningkatan
perdarahan, dll.
12; Monitor mual dan muntah
13; Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar Ht.
14; Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
15; Monitor makanan kesukaan.
16; Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
17; Monitor kadar energi, kelelahan, kelemahan.
18; Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan pada jaringan
konjungtiva.
19; Monitor kalori dan intake nutrisi.
20; Catat adanya edema, hiperemia, hipertropik papila lidah dan
cavitas oral.
21; Catat jika lidah berwarna merah keunguan.
Respirasory monitoring
1; Monitor frekuensi, ritme dan kedalaman pernafasan
2; Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot nafas
tambahan dan retraksi otot intracostal
3; Monitor pernafasan hidung
4; Palpasi ekspansi paru
5; Auskultasi bunyi nafas
4.
Airway management
1; Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2; Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3; Berikan bronkodilator bila perlu
4; Berikan pelembab udara kasa basah NaCl lembab
5; Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
6; Monitor respirasi dan status O2
Oxygen therapi
1; Bersihkan mulut, hidung sampai trakea bila perlu
2; Pertahankan jalan nafas yang paten
3; Atur peralatan oksigenasi
4; Monitor aliran oksigen
5; Pertahankan posisi pasien
6; Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
7; Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign monitoring
1; Monitor TD, nadi, suhu dan RR
2; Monitor VS saat pasien berbaring, duduk atau berdiri
3; Monitor frekuensi dan irama pernafasan
4; Monitor suara paru
5; Monitor pola pernafasan abnormal
6; Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
7; Monitor sianosis perifer
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)
1; Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
2; Monitor adanya paretese