Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8
1. DELCIA OKTORA
2. FEBRINA PRIMA PUTRI
3. NIA CRISTY BR P.
4. SITI AMINAH
5. VINI DESTRIYANI
6. YULLY
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
2014
KATA PENGANTAR
Kelompok 8
A.
PENDAHULUAN
Audit pada saat ini telah menjadi bagian penting dalam dunia akuntansi, khususnya aspekaspek yang terkait dengan proses pengambilan keputusan dan aktivitas-aktivitas auditor
dalam mempertimbangkan sesuatu sebelum mengambil keputusan. Terdapat banyak hal yang
dapat dipertimbangkan sebagai data pendukung dalam pengambilan keputusan yang
mengarah pada aspek keperilakuan auditor.
Salah satu karakteristik yang membedakan akuntan publik dengan auditor internal berkaitan
dengan keterikatan secara pribadi. Akuntan publik terikat dengan catatan-catatan suatu
organisasi dan prinsip-prinsip akuntansi yang dibangun oleh badan profesi akuntansi.
Sebaliknya, auditor internal terkait dengan aktivitas-aktivitas manajemen dan orang-orang
yang menjalankan operasi organisasi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa audit internal mengevaluasi aktivitas yang
dilakukan oleh orang-orang sehingga terdapat hubungan pribadi antara orang yang dievaluasi
dengan orang yang mengevaluasi dengan para auditor.
B.
Sebagaimana diketahui, motivasi merupakan alat bantu keperilakuan terbesar bagi audit
internal. Dua dari kebutuhan pokok Maslow adalah kebutuhan untuk menjadi bagian dari
organisasi dan kebutuhan untuk diterima dan dikenal, sehingga dapat melayani auditor
internal secara baik.
1. Kebutuhan menjadi bagian dari organisasi. Bagian audit merupakan bagian dari
keseluruhan organisasi yang berdedikasi untuk memperbaiki operasi organisasi tersebut.
Pihak yang diaudit dapat dijanjikan bahwa pendapat mereka akan diterima dan
dipertimbangkan untuk dimasukan dalam pertimbangan keseluruhan manajemen guna
memperbaiki kondisi operasi organisasi. Para auditor diminta untuk mendekati pihak yang
diaudit dengan bahasa yang memperkuat kebutuhan ini dan potensi penyelesaian serta dengan
mempercayai pihak yang diaudit untuk membantu atau mengambil bagian atas pencapaian
tujuan dari pekerjaan audit sekarang. Hal ini harus dicapai melalui jaminan dari pihak yang
diaudit bahwa sikap positif mereka akan dicerminkan secara langsung ataupun tidak langsung
dalam laporan audit.
2. Menghormati diri sendiri dan orang lain. Kebutuhan akan rasa dihormati ini dapat
dikaitkan dengan keyakinan pihak yang diaudit untuk bertindak langsung dalam kerja sama
dengan staf audit untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang bermasalah, membantu dalam
mengidentifikasi kinerja, serta mengembangkan tindakan-tindakan korektif. Aspek terpenting
disini adalah auditor mengidentifikasikan tindakan tindakan pihak yang diaudit secara
langsung sebagai bagian dari usaha audit. Pihak yang diaudit biasanya akan menerima rasa
hormat dan respons manajemen melalui penerapan audit yang merupakan bagian dari
manajemen yang berpengaruh dalam melakukan perbaikan operasional manajemen.
C.
Terdapat empat gaya manajemen (kepemimpinan) secara umum. Empat gaya tersebut
meliputi :
Gaya mengarahkan
Gaya melatih
Gaya melatih berarti pemimpin tidak hanya memberikan pengarahan dan mengawasi
penyelesaian tugas dari dekat, tetapi juga menjelaskan keputusan, menawarkan saran, dan
mendukung kemajuan bawahannya.
Gaya mendukung
Gaya mendukung berarti pemimpin memudahkan dan mendukung upaya bawahan untuk
penyelesaian tugas serta berbagi tanggung jawab dalam pembuatan keputusan dengan
bawahan.
Gaya mendelegasikan
Bila audit dilakukan menggunakan pendekatan audit tradisional, maka auditor akan
mempercayai atau mau membantu audit tersebut secara penuh. Auditor sebaiknya memilih
pendekatan yang membuatnya dapat berhubungan dengan kelompok pihak yang diaudit.
Menggunakan suatu pendekatan audit yang konflik dengan filosofi manajemen dari
manajemen pihak yang diaudit akan menyebabkan audit kesulitan dalam perolehan bantuan
serta kerja sama secara sukarela.
Dari empat gaya tersebut, gaya pertama dan gaya keempat merupakan gaya yang terpenting.
Pada gaya pertama, auditor seharusnya mencoba untuk bekerja sama dengan seluruh
manajemen dalam proses audit sehingga dapat meyakinkan pihak manajeman bahwa auditor
berada di pihak mereka dan mempunyai tujuan untuk mengembangkan desain guna
membantu memperbaiki operasi.
Pada gaya keempat, auditor seharusnya mengambil pendekatan bahwa mereka merupakan
bagian dari tim manajemen dan bertindak sebagai rekan kerja atau konsultan.
D.
PENGELOLAAN KONFLIK
Konflik adalah suatu karakteristik yang kerap kali terjadi pada proses audit (Chambers at al.,
1987). Konflik sering kali membantu pencapaian tujuan audit, tetapi jika tidak ditangani lebih
awal, maka konflik akan menjadi lebih tajam dan luas. Konflik dapat terjadi dalam hal hal
seperti berikut:
a. Lingkup seperti terhadap manajemen.
bidang
akuntansi,
mempertahankan
konflik
profesionalismenya
dapat
terjadi
antara
dan
pihak
yang
auditor
diaudit
yang
cenderung
yang
cenderung
Konflik yang terjadi pada organisasi profesi akuntan lebih tinggi dibandingkan dengan
konflik yang terjadi pada akuntan yang bekerja dilingkungan organisasi bisnis bukan profesi.
2)
Dalam organisasi professional, tingkat konflik yang diterima berbanding terbalik dengan
Persepsi konflik berhubungan secara negative dengan kepuasan kerja dan berhubungan
2) Mediasi: Metode terbaik lainnya yaitu mediasi. Mediasi merupakan jenis metode
kompromi dengan pengecualian bahwa mediasi yang menggunakan sseorang juri cenderung
memegang teguh kepentingan kepentingan organisasi.
3) Kompromi: Metode yang terbaik dan paling sering digunakan dalam pendekatan
keperilakuan adalah metode kompromi, jika perbedaan masih dapat di kompromikan.
4) Langsung
E.
MASALAH-MASALAH HUBUNGAN
Brink dan Witt (1982) mempunyai daftar konsep yang akan membantu untuk memperlakukan
orang dengan lebih baik. Konsep-konsep tersebut adalah:
1. Terdapat variasi umum dalam kemampuan dan sifat-sifat dasar individu, oleh sebab itu
auditor seharusnya mempertimbangkannya dalam kaitannya dengan karyawan pihak yang
diaudit.
2. Keberagaman perasaan-perasaan dan emosi, sehingga auditor seharusnya mengidentifikasi
keberagaman perasaan dan mencoba menangani hal tersebut secara efektif.
3. Keberagaman persepsi. Staf pihak yang diaudit tidak memandang dengan cara yang sama
seperti yang dilakukan oleh staf audit.
4. Ukuran kelompok pihak yang diaudit dapat berpengaruh pada hubungan. Auditor
diharuskan untuk memodifikasi pendekatan secara teknis ketika menghadapi kelompok yang
lebih luas.
5. Pengaruh dari berbagi situasi operasi sebagai suatu variasi akhir. Setiap perubahan situasi
mempengaruhi perasaan dan tindakan seseorang, auditor seharusnya memasuki variasi ini ke
dalam pertimbangannya pada hubungan interpersonal.
F.
Brink dan Witt (1982) juga telah membuat suatudaftar mengenai karakteristik kelompok
individu dari orang-orang yang berada dalam berbagai tingkatan. Auditor seharusnya
mempertimbangkan hal tersebut karena hal ituberpengaruh terhadap kepribadian, sikap, dan
aktivitas. Pengetahuan dan pertimbangan atas perbedaan ini dapat membantu untuk
memastikan hubungan yang lebih harmonis.
Sifat yang muncul pada berbagai tingkatan dalam setiap individu dari pihak yang diaudit,
meliputi:
1. Menjadi produktif, sibuk pada pekerjaan-pekerjaan yang bermakna.
2. Mempunyai dorongan ke arah dedikasi terhadap suatu usaha yang dianggap penting.
3. Mempunyai keinginan untuk melayani dan memberikan bantuan kepada individu lain.
4. Bebas untuk memilih guna mendapatkan independensi dan kebebasan pilihan.
5. Memiliki sifat yang adil dan jujur.
6. Memiliki bias pada diri sendiri, tercermin pada sikap yang lebih suka dipuji dibandingkan
dengan dikritik.
7. Mencari kepuasan diri sendiri.
8. Memiliki nilai untuk mendapatkan imbalan atas usaha-usahanya.
9. Bersikap seperti orang-orang yang patuh dan dapat beradaptasi secara baik.
10.Menjadi bagian dari tim yang sukses.
11.Memiliki rasa haru atas bencana yang menimpa orang lain.
12.Memiliki keterkaitan pada pemaksimalan kepuasan diri sendiri.
13.Lebih cenderung untuk sensitif dibandingkan dengan membantu orang.
G.
Dalam suatu situasi dimana banyak hubungan interpersonal, hal terpenting adalah untuk
menyadari dan memegang teguh keseimbangan serta untuk memandang diri sendiri
sebagaimana orang lain memandangnya (Ratcliff et al., 1988). Elemen-elemen utama tersebut
adalah:
1. Adanya pengetahuan terhadap kekuatan dan kelemahan orang lain dalam hubungan secara
mental, fisik, emosional, dan karakteristik pribadi.
2. Rasa memiliki terhadap produktivitas dan kepuasan kelompok kerja.
3. Kesadaran terhadap perintah dasar dalam lingkungan relatif yang dimiliki seseorang,
dimana orang tersebut harus menyesuaikan diri dengan kelompok organisasi yang luas.
4. Suatu keinginan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan orang lain.
5. Suatu perasaan memiliki atas produktivitas yang didasarkan pada ego seseorang.
6. Suatu perasaan keterpaduan yang berasal dari kepercayaan bahwa seseorang berpartisipasi
dalam suatu lingkungan secara etis.
H.
Komunikasi terdiri atas wawancara, musyawarah, laporan lisan, dan laporan tertulis. Bahasa
yang menggunakan aksioma (pernyataan) seharusnya jelas, ringkas, bebas akronim
(singkatan), dalam struktur gramatikal yang baik, dan mengungkapkan isi dalam aturan
sederhana yang logis.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kominikasi yang efektif adalah:
1. Jangan bicara atau menulis dalam bentuk langsung sebab auditor bukanlah bagian dari
manajemen.
2. Jangan menggunakan istilah-istilah yang berimplikasi pada kesalahn-kesalahan kerja dari
pihak yang diaudit.
3. Jangan menjadikan pihak yang diaudit sebagai pokok bahasan, baik secara verbal atau
tertulis.
4. Pertimbangkan sifat ego pihak yang diaudit ketika memberi saran.
5. Menjaga laporan dan memberikan keadilan.
6. Jangan berargunen mengenai moralitas.
7. Mengaitkan dengan kondisi lingkungan ketika mencari penyebab dari temuanya.
I.
J.
Audit Partisipatif, yaitu proses yang melibatkan bantuan klien dalam mengumpulkan data,
mengevaluasi operasi, dan mengoreksi masalah. Jadi audit ini merupakan kemitraan untuk
menyelesaikan masalah, sehingga terkadang disebut audit kemitraan.
Selain masalah perilaku pihak yang diaudit, auditor internal juga perlu memahami budaya
organisasi. Porter et al. (1985) mengatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi sikap
dan perilaku auditor.
Elemen-elemen keperilakuan dalan audit partisipasi:
1. Pada awal audit, tanyakan pada pihak yang diaudit bidang mana yang akan diaudit.
2. Bangun suatu pendekatan kerja sama dengan staf pihak yang diaudit dalam menilai
pemrograman dan pelaksanaan audit.
3. Peroleh persetujuan dan rekomendasi untuk tindakan koreksi.
K.
KASUS
Manipulasi yang dilakukan Enron selama bertahun-tahun ini mulai terungkap ketika Sherron
Watskin, salah satu eksekutif Enron mulai melaporkan praktek tidak terpuji ini. Pada bulan
September 2001, pemerintah mulai mencium adanya ketidakberesan dalam laporan
pembukuan Enron. Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian sebesar
$US618 miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun dolar AS. Pada laporan
keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu melebihlebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai anjlok
dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001,
harga saham Enron hanya 26 sen.
Komentar:
Dalam kasus ini terjadi penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan pihak perusahaan
(Enron) dan pihak auditor. Besarnya jumlah consulting fees yang diterima Arthur Andersen
menyebabkan KAP tersebut bersedia kompromi terhadap temuan auditnya dengan pihak
Enron. Keduanya telah bekerja sama dalam memanipulasi laporan keuangan sehingga
merugikan berbagai pihak baik pihak eksternal seperti para pemegang saham dan pihak
internal yang berasal dari dalam perusahaan Enron. Kecurangan yang dilakukan oleh Arthur
Andersen telah banyak melanggar prinsip etika profesi akuntan diantaranya yaitu melanggar
prinsip integritas dan perilaku profesional. KAP Arthur Andersen tidak dapat memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik sebagai KAP yang masuk kategori The Big Five dan tidak
berperilaku profesional serta konsisten dengan reputasi profesi dalam mengaudit laporan
keuangan dengan melakukan penyamaran data. Kasus ini memberi gambaran bagaimana
sebuah pelanggaran etika dalam bisnis dan profesi seseorang dapat berakibat besar bagi
kelangsungan hidup perusahaan serta berbagai pihak yang terkait.
telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT.
KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksaan
Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT. KAI untuk disetujui sebelum
disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT. KAI yaitu Hekinus
Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT. KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh
akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan
dari laporan keuangan PT. KAI tahun 2005.
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu
dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT. KAI untuk
membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2
Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam
laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya
menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga
yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT. KAI ada kekeliruan
direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai
kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo
penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang
seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif
sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen
PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan
tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai
bagian dari modal perseroan.
Manajemen PT. KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak
tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat
jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik
terjadi karena PT. KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola
yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT. KAI baru bisa dibuka akses
terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah
mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan
Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau
pencabutan izin praktek.
a. Pembahasan Kasus
Tujuan dibuatnya laporan keuangan adalah selain untuk alat pertanggungjawaban manajemen
juga sebagai bahan pertimbangan yang mendukung dalam pengambilan keputusan, tetapi
dalam kasus ini manajemen telah memanipulasi laporan keuangan, sehingga laporan
keuangan yang dihasilkan tidak menunjukkan kinerja perusahaan yang sesungguhnya.
Dalam kasus di atas, terdapat banyak kejanggalan yang ada pada laporan keuangan yang
menjadi hasil pekerjaan akuntan public tersebut. Kasus PT. KAI bermuara pada perbedaan
pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya Komisaris yang merangkap sebagai
Ketua Komite Audit dimana Komisaris tersebut menolak menyetujui dan menandatangani
laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Dan komisaris meminta untuk
dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai
dengan fakta yang ada.
Dari kasus diatas, jika dikaitkan dengan teori etika ada beberapaa teori yang sudah dilanggar
yaitu:
1. Egoisme etis. Manajemen melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan perusahaan
demi memajukan dirinya sendiri agar dilihat bahwa dia telah sukses mengatur perusahaan.
Manajemen telah menyalah gunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Tindakannya
tersebut tidak hanya merugikan dirinya sendiri yang mungkin saja ia akan dipecat dari
perusahaan tapi juga bagi perusahaan dan orang lain. Bagi perusahaan berdampak pada
menurunnya kepercayaan para investor dan calon investor serta merusak citra perusahaan.
Sehingga akibatnya perusahaan kekurangan modal karena menurunnya jumlah invetor yang
mau menanamkan modal ke perusahaan tersebut.
2. Utilitarianisme. Tujuan dari laporan keuangan tidak hanya sebagai alat pertanggung
jawaban manajemen tapi juga sebagai alat untuk pengambilan keputusan. Dengan
dimanipulasinya laporan keuangan oleh manajemen maka keputusan yang diambil pun akan
tidak tepat dan bisa merugikan orang banyak (orang yang berkepentingan).
Di dalam standar kode etik Akuntan Manajemen, ada beberapa yang dilanggar oleh
manajemen yakni:
1. Competensi. Akuntan manajemen tidak kompetensi karena tidak memelihara pengetahuan
dan keahlian yang dimilikinya dengan sepantasnya, selain itu tidak mengikuti hukum,
peraturan dan standar teknis, dan tidak membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan
informasi yang dapat dipercaya dan relevan melainkan dengan memanipulasi data.
2. Creative Accounting. Akuntan manajemen telah menyimpang dari praktek akuntansi yang
mengikuti peraturan dan undang-undang. Manajemen perusahaan melakukan banyak
maanipulasi dalam menyajikan laporan keuangan.
3. Fraud. Manajemen telah sengaja melakukan kecurangan dengan menyajikan laporan
keuangan tidak dengan data yang sebenarnya.
Jika dikaitkan dengan earning management dan agency theory timbulnya kasus tersebut
karena:
1. Adanya campur tangan manajemen dengan menggunakan judgement dalam proses
penyusunan dan pelaporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri.
2. Dalam kasus manipulasi laporan keuangan oleh PT KAI, telah terjadi earning management
dengan pola Income Maximization yaitu dengan tujuan untuk melaporkan net income yang
tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Dengan perencanaan bonus yang didasarkan pada
data akuntansi mendorong manajer untuk memanipulasi data akuntansi tersebut guna
menaikkan laba untuk meningkatkan pembayaran bonus tahunan.
Adanya konflik antara kepentingan manajemen (Agent) dan pihak komite audit (principal)
yang timbul karena setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat
kemakmuran yang dikehendakinya.
3. Dalam agency theory diasumsikan bahwa masing-masing individu semata-mata
termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan
antara principal dan agent. Dari kasus ini pihak manajemen (agent) mempunyai lebih banyak
informasi baik
laporan keuangan yang dihasilkannya, dan konflik kepentingan semakin meningkat terutama
karena principal tidak dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan
bahwa manajemen bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham.
Dalam hal kecurangan yang dilakukan oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan
perusahaan ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pada
hasil laporan keuangan PT. KAI yaitu pada saat proses lelang, Komite Audit seharusnya ikut
untuk melihat apakah auditor eksternal layak dipilih dan melihat keadilan proses pemilihan.
Pada kenyataannya, komite audit tidak ikut dalam proses penunjukan auditor sehingga tidak
terlibat dalam proses audit. Kesalahan tersebut mengakibatkan terjadinya kesalahan yang
lain, yaitu tidak adanya atau sangat minimnya komunikasi antara pihak Komite Audit dengan
Auditor Eksternal (akuntan publik). Karena Komite Audit tidak menunjuk auditor yang akan
diberi penugasan, maka komunikasi yang terjadi antara komite audit dengan auditor bisa
diperkirakan sangat sedikit bahkan tidak efektif.
Akibat komunikasi yang kurang intens, maka tugas komite audit untuk melaksanakan
kewajibannya untuk mengajak auditor untuk mendiskusikan masalah audit saat audit
berlangsung tidak dipenuhi dengan baik. Kesalahan ini menimbulkan kesalahan berikutnya,
yaitu Komite Audit tidak mereview laporan keuangan dan laporan auditor dengan auditor
eksternal menjelang selesainya penugasan audit. Dalam kasus ini, Komite Audit justru tidak
mau menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit, setelah laporan audit diterbitkan.
Padahal seharusnya Komite Audit melakukan review bersama dengan auditor eksternal
menjelang selesainya penugasan audit, yang artinya sebelum laporan auditor diterbitkan,
sehingga laporan keuangan tersebutlangsung bisa dilakukan audit investigasi dan koreksi
apabila terjadi kesalahan pencatatan. Komite Audit juga tidak perlu berbicara kepada publik.
Karena komunikasi yang buruk antara Komite Audit dengan auditor, maka hal seperti itu bisa
terjadi.
Selain auditor eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal pencatatan
laporan keuangan, akuntan internal (manajemen) di PT. KAI juga belum sepenuhnya
menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu tanggung jawab
profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional,
kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang
dilanggar antara lain:
1. Tanggung jawab profesi, dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara
professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang
bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan
memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan
keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2. Kepentingan Publik, dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka
yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus
ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja
memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian
namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja
sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar
namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3. Integritas, dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus
ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi
laporan keuangan.
4. Objektivitas, dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak
memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga
telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu
yang berada di PT. KAI.
5. Kompetensi dan kehati-hatian professional, akuntan dituntut harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat
yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian
profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang
seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan.
6. Perilaku profesional, akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku
konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku
profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatan laporan keuangan,
dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
7. Standar teknis: akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan
mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.
Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan
laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta
Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan
keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan
standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
Auditor eksternal yang dipercayai harus benar-benar memiliki integritas serta prosesnya
harus terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya. Selain itu, sebagai
auditor eksternal wajib melakukan komunikasi secara baik dan benar dengan komite audit
yang ada pada PT Kereta Api Indonesia untuk membangun kesepahaman (understanding)
diantara seluruh unsur lembaga. Kemudian, hubungan antar lembaga diharapkan tercipta
dengan baik, sehingga mempermudah penerapan sistem pengendalian manajemen yang ada
di dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini menunjang perwujudan tanggung jawab sosial
perusahaan kepada masyarakat luas sebagai salah satu pengampu kepentingan.
Berdasarkan kaitannya dengan kasus manipulasi laporangan keuangan PT KAI auditor
eksternal dinyatakan ada mempunyai hubungan dengan kasus manipulasi tersebut. Menteri
Keuangan terhitung sejak tanggal 6 juli 2007, membekukan izin Akuntan Publik (AP ) Drs.
Salam Manao, yang merupakan pemimpin rekan pada Kantor Akuntan Publik (KAP ) S.
Manao, Sofwan, Adnan dan Rekan yang merupakan pemimpin rekan pada Kantor Akuntan
Publik (KAP ) S. Manao, Sofwan, Adnan dan Rekan Pembekuan izin yang berlaku selama
sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor 500/KM.1/2007 Pembekuan
izin yang berlaku selama sepuluh bulan itu dituangkan melalui Keputusan Menkeu Nomor
500/KM.1/2007.
Perlu diketahui juga akan pentingnya kejujuran dalam membuat laporan keuangan. Hal
tersebut bukan hanya penting sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap publik maupun
investor. Akan tetapi hal tersebut juga penting bagi perusahaan sendiri karena dari laporan
keuangan biasanya perusahaan menganalisis bagaimana perkiraan tahun mendatang dan
menjadi dasar pengambilan keputusan. Apabila laporan keuangan yang menjadi dasar hal
tersebut sudah tidak layak, tentu hasil akan jauh dari yang diharapkan dan bahkan bisa
berimbas pada perusahaan.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan agar kecurangan seperti ini bisa
diantisipasi yakni:
1. Menerapkan Good Corporate goernance (GCG). Dalam Surat Keputusan Menteri BUMN
No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002. Pada surat tersebut BUMN dituntut
untuk menerapkan GCG tujuannya untuk mendorog pengelolaan BUMN secara profesional,
efisien dan efektif. Selain itu juga mendorong agar perusahaan menjalankan tindakan dengan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan patuh terhadap peraturan dan perundang-undangan.
Dengan diterapkannya GCG maka para pelaku dunia usaha dituntut untuk bertanggung
jawab, akuntabilitas, adil dan transparan.
2. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang
salah tidak boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun
sebelumnya sehingga terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau dikoreksi. Keputusan
mengenai opsi yang dipilih sepenuhnya tergantung dari Badan Peradilan Profesi Akuntan
Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api sedang diproses disana.
3. Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ
Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada
Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun
Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada
laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.
4. Komite Audit berperan aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing,
mulai dari penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi
kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi.
5. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure.
6. Memperbaiki komunikasi antara auditor dengan pihak-pihak yang berinteraksi, yaitu
manajemen, Komite Audit, dan auditor intern. Dengan komunikasi yang efektif, maka data
dan bukti yang terkumpul akan semakin akurat dan memadai, juga menghindari perselisihan
dengan Komite Audit.
7. Membangun pengawasan yang efektif di tubuh perusahaan.
8. Perbaikan sistem akuntansi dan konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku
Umum di perusahaan.
9. Memilih auditor yang benar-benar kompeten dan profesional.
L.
M.
KESIMPULAN
Audit merupakan salah satu bidang kajian akuntansi. Dalam audit tidak hanya dibicarakan
tentang teknik teknik audit tetapi juga bagaimana auditor mengambil kebijakan untuk
menentukan suatu fakta. Sering kali, pertimbangan pertimbangan yang diambil oleh auditor
menjadi penentu dalam memutuskan suatu masalah, terutama dalam hal menetapkan
pendapat. Untuk itu, sikap, persepsi, dan perilaku menjadi acuan dalam pembahasan
mengenai pertimbangan seorang auditor, baik auditor internal maupun eksternal.
DAFTAR PUSTAKA