Vous êtes sur la page 1sur 12

1. Apa etiologi kesulitan bernafas pada kasus?

- Menelan benda asing


- Asma akut
- Reaksi alergi pada sesuatu
- Reaksi anafilaksis
- Infeksi saluran pernafasan atas: croup, epiglottitis, abses retrofaringeal
- Penyakit saluran pernafasan bawah: bronkiolitis, pneumonia, acute respiratory
-

distress syndrome
Laringomalasia

2. Bagaimana etiologi panas tidak tinggi dan batuk pilek?


Etiologi
:
panas tidak tinggi dan batuk pilek: infeksi virus, inflamasi lokal akibat iritan
Mekanisme:
Demam :
Mikroorganisme masuk kedalam tubuh mengeluarkan pirogen eksogen, tubuh juga
memiliki pirogen endogen yang dihasilkan dari makrofag seperti limfosit, basofil dan
neutrofil. Tujuannya adalah untuk memfagosit dan melisis mikroorganisme dan toksin
yang masuk kedalam tubuh.Saat fagositosis ada reaksi kimia yang terjadi, yang akan
memicu Interleukin (IL), dan interferon. Yang paling banyak adalah IL-1.IL-1 memicu
hipotalamus untuk meningkatkan suhu dan memicu keluarnya fosfolipase yang akan
mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat yang akan memicu keluarnya Prostaglandin
(PG). Efek keluarnya prostaglandin akan mempengaruhi kerja thermostat di hipotalamus.
Hal ini akan menyebabkan kerja thermostat naik yang menyebabkan kenaikan suhu.
Disinilah terjadinya demam. Apabila reaksi ini tidak begitu berlebih maka suhu yang
dihasilkan akan lebih rendah. Biasanya terjadi akibat infeksi virus.
Batuk :
Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana terdapat jaringan epitel
yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di jaringan epitel tersebut terdapat reseptor
batuk yang peka terhadap rangsangan. Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan,
akan menempel di mucus saluran pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor
batuk, sehingga terjadi aktifasi pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi.Reseptor batuk dan
medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen non myelin. Medula Spinalis akan
memberikan perintah balik berupa kontraksi otot abductor, kontraksi pada kartilago di
laring seperti kartilago aritenoidea yang akan menyebabkan kontraksi diafragma sehingga

terjadi kontraksi dan relaksasi intercosta pada abdominal.Hal ini akan menyebabkan
glottis terbuka karena medulla spinalis juga merespon terjadinya inspirasi sehingga akan
terjadi inspirasi yang cepat dan dalam. Fase ini disebut fase Inspirasi.Saat bernafas paru
memiliki daya kembang paru yang akan menyebabkan glottis menutup selama 0,2 detik.
Saat glottis menutup tekanan intratorak naik sampai 300cmH20.Fase ini disebut fase
kompresi.
Pilek :
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lainlain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC).
Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen
dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan
sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B
diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.IgE yang
terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada
dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya
memiliki reseptor untuk IgE.Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor
untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar
kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat
oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan
menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan
kadar cAMP. Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah
terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat
biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil
Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator
tersebut ialah obstruksi oleh
histamin.Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler & permeabilitas,
sekresi mukus.Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek
3. Bagaimana hubungan panas tidak tinggi dan batuk pilek dengan kesulitan
bernafas?

Panas tidak tinggi dan batuk pilek 2 hari sebelumnya dengan kesulitan bernapas
merupakan suatu yang berkesinambungan. Infeksi virus diawali pada rongga hidung
merangsang makrofag (APC: antigen precenting cell)yang kemudian dipresentasikan ke
sell T-helper. T-helper 2 akan melepas IL-2,4,5,6,10. IL-2 merangsang sel B berproliferasi
menjadi sel plasma sehingga terbentuk Ig E. Ig E akan merangsang mediator inflamasi
lain seperti histamine, eosinofil kemotactic factor A, tripase dan kinin, kemudian mediator
tsb merangsang sel mukosa untuk menghasilkan mucus yang bertujuan untuk
mengahambat invasi (masuknya virus lebih dalam ke sal.pernafasan bagian bawah) dan
mengeluarkan virus dari tubuh. Hal iniah yang menyebabkan terjadinya pilek pada kasus.
Apabila virus tidak bisa dikeluarkan, virus lolos masuk ke dalam laring.Didalam laring
terdapat jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet, tempat reseptor batuk
berada. Virus yang menempel di jaringan epitel tersebut akan merangsang reseptor batuk
kemudian reseptor batuk yang akan merangsang serabut saraf afferent selanjutnya
dikirimkan stimulus ke pusat batuk di dorsal medulla oblongata dan kemudian
merangsang serabut saraf motorik dan menghasilkan reflek batuk .
Beririangan dengan itu, infeksi virus akanmerangsang makrofag untuk menghasilkan
pirogen endogen dengan tujuan untuk memfagosit dan melisis mikroorganisme dan
eksogen yang masuk kedalam tubuh. Pada saat fagositosis IL1 dihasilkan kemudian
memicu hypothalamus untuk mengeluarkan fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid
menjadi as.arakidonat yang memicu keluarnya prostaglandin, prostaglandin akan memicu
kenaikan suhu (demam tidak tinggi). Demam bertujuan agar mikroorgsanisme yang
masuk tidak beriplikasi.
Kesulitan bernapas terjdi apabila reaksi inflamasi mencapai laring dan trakea yang
merupakan salah satu saluran napas tersempit terutama di bagain subglotis. Reaksi
inflamasi tersebut akan menyebabkan edem di dinding laring dan trakea sehingga terjadi
penyempitan saluran napas, hal ini akan menyebabkan Alwi kesulitan bernapas seperti
pada kasus.
4. Mengapa bibir dan sekitarnya tampak biru sedangkan kulit tampak merah muda
dan hangat?

Sianosis di bibir dan sekitarnya menunjukkan berkurangnya O2 yang masuk ke


tubuh akibat obstruksi sehingga Awi mengalami hypoxia, tetapi kulit berwarna merah
muda dan hangat menunjukkan aliran darah di tubuh Awi tetap baik.
Mekanisme :
infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi yang bersifat diffuse
(menyebar ke epitellaring dan trakea) inflamasi, eritema, edem di dinding laring dan
trakeapenyempitan saluran nafas atas obstruksi parsial jalan napas saturasi oksigen
menurun penurunan perfusion oksigen ke selaput lendir (penerima darah dalam
jumlah besar) sianosis bibir
5. WD
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi
napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres
pernapasan yang diderita.
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan.
Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/ respiratory
distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.
Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya adalah
Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang digunakan
dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk lima faktor: tingkat
kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk
setiap faktor terdaftar dalam tabel ke kanan, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17.

Skor total 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong karakteristik dan


suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor saat istirahat.

Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croupmoderat. Hal ini menyajikan dengan
mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain. Hal ini juga
menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai dinding dada indrawing.

Sebuah nilai total 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan pernapasan. Batuk
menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi menonjol pada tahap ini.

85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit ringan, batuk parah
sangat jarang (<1%).

Skor Westley: Klasifikasi keparahan batuk


Jumlah poin yang ditugaskan untuk fitur ini
Ciri
0
1
2
3
4
Retraksi Dinding
Tidak ada Ringan
Moderat
Parah
dada
Dengan
Stridor
Tidak ada
Diam
agitasi
Dengan
Sianosis
Tidak ada
agitasi
Tingkatkesadaran
Normal
Menurun
Udara masuk
Normal Penurunan
tajam

Diam
Bingung

Pediatric Assessment Triangle


PAT (Pediatric Assessment Triangle) merupakan alat penilaian objektif yang dapat
digunakan untuk menentukan beratnya penyakit anak serta merupakan cara cepat untuk
menentukan stabilitas fisiologis.Komponen yang dinilai pada PAT : Appereance, Work of
Breathing, Circulation.
1. Appearance
Tonus Otot

Element

Yang dinilai
Gerakan ekstremitas bergerak spontan atau tidak,

Interaktivitas

lemah atau tidak


Alertness: apakah anak waspada dan penuh perhatian

Consolability

untuk sekitarnya
Gelisah/agitasi. Apakah pengasuh mengurangi agitasi

Look/gaze

dan menangis
Apakah mata anak mengikuti gerakan Anda dan
menjaga kontak mata dengan benda-benda atau orang,

Speech/cry

atau apakah tatapan matanya kosong


Apakah vokalisasinya kuat atau lemah, sayu atau
serak?

2. Work of breathing
Element
Suara jalan napas abnormal
Abnormal positioning
Retraksi

Yang dinilai
Altered speech, stridor, wheezing atau grunting
Head bobbing, tripoding, sniffing
Retraksi otot dinding dada, supraclavicular,

Flaring

intercostals atau substernal


Nasal flaring (nafas cuping hidung)

3. Circulation
Element
Pallor
Mottling

Yang dinilai
White skin coloration from lack of peripheral blood
Patchy skin discoloration, with patches of cyanosis,

Cyanosis

due to vascular instability


Bluish discoloration of skin and mucus

General Impression

Appearance

Work of
Breathing

Circulation to the skin

Stable

Normal

Normal

Normal

Respiratory Distress

Normal

Abnormal
Nasal flaring
Grunting
Stridor
Wheezing
Retractions

Normal

Respiratory Failure

abnormal

abnormal

Normal/ abnormal

Pada kasus terdapat priority sign berupa distress napas dan emergency sign berupa
central sianosis dan obstructed breathing.
Awi 2 th mengalami distress pernafasan disebabkan obstruksi akut ec severe croup
6. Croup
CROUP (Viral Laryngotracheobronchitis)
Definisi
Croup (laryngotracheobronchitis) adalah penyakit peradangan akut di daerah subglotis laring,
trakea,dan bronkus.Biasanya ditandai dengan suara serak, batuk kering seperti menggonggong,
dan stridor inspirasi
Etiologi
Penyakit ini biasanya menyebar melalui pernafasan dari percikan yang mengandung virus di
udara atau berhubungan langsung dengan penderita yang terjangkit melalui percikan dahak.
A. Virus
Parainfluenza virus tipe I,II,III (50-75% kasus), Virus influenza tipe A dan B, Adenovirus,
Enterovirus, Respiratory syncytial virus (RSV), Measles, Coxsackievirus, Rhinovirus,
Echovirus, Reovirus, Metapneumovirus.

B. Bakteri (jika terjadi infeksi sekunder)


Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae,, Moraxella catarrhalis, Mycoplasma pneumoniae.
Epidemiologi
Croup umumnya terjadi pada anak yang berusia diantara 6 bulan sampai 3 tahun, tetapi dapat
juga terjadi pada anak berusia 3 bulan dan sampai 15 tahun. Dilaporkan, sindrom ini jarang
terjadi pada orang dewasa.Insidensinya lebih tinggi 1,5 kali pada anak laki-laki daripada anak
perempuan Dalam penelitian Alberta Medical Association, lebih dari 60% anak yang didiagnosis
menderita croup dengan gejala ringan, sekitar 4% dirawat di rumah sakit, dan kira-kira 1 dari
4.500 anak yang diintubasi (sekitar 1 dari 170 anak yang dirawat di rumah sakit).
Klasifikasi
Klasifikasi Berdasarkan Beratnya Gejala:
Anak-anak yang menderita sindrom croup, secara luas dapat dikategorikan berdasarkan 4 derajat
beratnya gejala:
1) Ringan
Gejala batuk menggonggong yang kadang-kadang, tidak terdengar suara stridor saat istirahat,
dan tidak adanya retraksi sampai adanya retraksi ringan suprastrenal dan/atau interkostal.
2) Sedang
Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, suara stidor saat istirahat yang dapat dengan
mudah didengar, dan retraksi suprasternal dan dinding sternal saat istirahat, tetapi tidak ada atau
sedikit gejala distres pernapasan atau agitasi.
3) Berat
Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, stridor inspirasi yang menonjol dan kadangkadang stidor ekspirasi, retraksi dinding sternal yang jelas, dan adanya gejala distres
pernapasan dan agitasi yang signifikan.
4) Kegagalan pernapasan terjadi segera
Batuk menggonggong (sering tidak menonjol), terdengar stridor saat istirahat (kadang-kadang
sulit di dengar), retraksi dinding sternal (dapat tidak jelas), letargi atau penurunan kesadaran,
dan jika tanpa tambahan oksigen, kulit tampak kegelapan.

Patogenesis / Patofisiologi
Patogenesis
Seperti

infeksi

respiratori

pada

umumnya,

infeksi

virus

pada

laringotrakeitis,

laringotrakeobronkitis, dan laringotrakeobronkopneumonia dimulai pada nasofaring dan


menyebar ke epitelium trakea dan laring. Peradangan difus, eritema, dan edema yang terjadi pada
dinding trakea menyebabkan terganggunya mobilitas pita suara serta area subglotis mengalami
iritasi. Hal ini menyebabkan suara pasien menjadi serak (parau). Aliran udara yang melewati
saluran respiratori atas mengalami turbulensi sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan
retraksi dinding dada (selama inspirasi). Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak
teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan
ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas.
Manifestasi Klinis
Biasanya dimulai dengan gejala pernafasan non spesific seperti :
Demam (biasanya 38-390C)
Batuk
Rhinorhea
sore throat
Dalam 1-2 hari gejalanya berkembang menjadi :
Suara serak
Barking cough
Stridor inspiratory
Gejala-gejala ini akan memburuk pada malam hari. Ketika usaha untuk bernafasnya mulai
meningkat maka anak akan mulai stop untuk makan
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan imaging tidak diperlukan untuk pasien dengan riwayat penyakit yang tipikal
yang berespon terhadap pengobatan, tetapi bagaimanapun juga, foto lateral dan

anteroposterior (AP) dari jaringan lunak leher dapat membantu dalam mengklarifikasi

diagnosis pada anak dengan gejala serupa croup.


Pada foto leher lateral, secara diagnostik dapat membantu, menunjukkan daerah subglotis

yang menyempit serta daerah epiglotis yang normal.


Pemeriksaan saturasi dengan pulse oxymetre diindikasikan untuk anak-anak dengan croup
derajat sedang sampai berat. Terkadang, anak dengan gejala croup bukan derajat beratpun

memiliki saturasi oksigen yang rendah, berhubungan dengan keterlibatan intrapulmoner.


Kultur virus atau pemeriksaan antigen tidak termasuk pemeriksaan rutin, khususnya selama
periode epidemik

Tatalaksana
Terapi suportif
Oleh karena gejala croup sering timbul pada malam hari, banyak orang tua yang merasa
khawatir

dengan

penyakit

ini,

sehingga

meningkatkan

kunjungan

ke

unit

gawat

darurat.Sehingga penting untuk memberikan edukasi kepada orang tua tentang penyakit yang
secara alami dapat sembuh sendiri ini.
Oksigen
Tatalaksana pemberian oksigen dapat dipakai untuk anak dengan hipoksia.
Gabungan Oksigen-Helium
Pemberian gas Helium pada anak dengan croup diusulkan karena potensinya sebagai gas
dengan densitas rendah (dibanding nitrogen) dalam menurunkan turbulensi udara pada
penyempitan saluran pernapasan.
Farmakoterapi
Analgesik/Antipiretik
Walaupun belum ada penelitian khusus tentang manfaat analgesik atau antipiretik pada
anak dengan croup, sangat beralasan memberikan obat ini karena membuat anak lebih nyaman
dengan menurunkan demam dan nyeri.
Antitusif dan Dekongestan
Tidak ada penelitian yang bersifat eksperimental yang potensial dalam menunjukkan
keuntungan pemberian antitusif atau dekongestan pada anak dengan croup.Lagipula, tidak ada

dasar yang rasional dalam penggunaannya, dan karena itu tidak diberikan pada anak yang
menderita croup.
Antibiotik
Tidak ada penelitian yang potensial tentang manfaat antibiotik pada anak dengan
croup.Croup sebenarnya selalu berhubungan dengan infeksi virus, sehingga secara empiris
terapi antibiotik tidak rasional.Lagipula, jika terjadi super infeksi paling sering bacterial
tracheitis dan pneumonia- merupakan kejadian yang jarang (kurang dari 1:1.000) sehingga
pemakaian antibiotik untuk profilaksis juga tidak rasional.
Epinephrine
Berdasarkan data terdahulu, penggunaan epinephrine pada anak dengan croup berat,
dapat mengurangi kebutuhan alat bantu pernapasan. Epinephrine dapat mengurangi distres
pernapasan dalam waktu 10 menit dan bertahan dalam waktu 2 jam setelah penggunaan.
Beberapa penelitian retrospektif dan prospektif menyarankan pasien yang mendapat terapi
epinephrine dapat dipulangkan selama gejalanya tidak timbul kembali setidaknya dalam 2-3 jam
setelah terapi.
Bentuk epinephrine tartar yang umum digunakan untuk pasien croup; epinephrin 1:1.000
memiliki efek yang sebanding dan sama amannya dengan bentuk tartar. Dosis tunggal (0,5 ml
epinephrine tartar 2,25% dan 5,0 ml epinephrine 1:1.000) digunakan untuk semua anak tanpa
menghiraukan berat badan.
Anak yang hampir mengalami gagal napas, dapat diberikan epinephrine secara
berulang.Pemberian epinephrine yang kontinyu dilaporkan telah digunakan dibeberapa unit
perawatan intensif anak.
Glucocorticoids
Steroid adalah terapi utama pada croup. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan
kortikosteroid dapat menurunkan jumlah dan durasi pemakaian intubasi, reintubasi, angka dan
durasi dirawat di rumah sakit, dan angka kunjungan berulang ke pelayanan kesehatan, serta
menurunkan durasi gejala pada anak yang menderita gejala derajat ringan, sedang dan berat.
Dexamethasone sama efektifnya jika diberikan per oral atau parenteral. Dexamethasone
dosis 0,6 mg/kg BB merupakan dosis yang umumnya digunakan. Pemberiannya dapat diulang
dalam 6 sampai 24 jam. Terdapat beberapa bukti juga yang mengatakan dexamethasone dosis
rendah 0,15 mg/kg BB juga sama efektifnya. Di sisi lain, penelitian meta-analisis dengan

kontrol, yang memberikan kortikosteroid dosis lebih tinggi, memberikan respon klinis yang
baik pada sebagian besar pasien.
Inhalasi budesonide juga menunjukkan efektivitas yang sama dengan dexamethasone
oral, tetapi cara pemakaiannya lebih traumatik dan lebih mahal sehingga tidak secara rutin
digunakan. Pada pasien dengan gejala gagal napas yang berat, pemberian budesonide dan
epinephrine secara bersamaan adalah logis dan dapat lebih efektiv daripada pemberian
epinephrine saja.Pada pasien dengan gejala muntah-muntah juga merupakan alasan untuk
memberikan inhalasi steroid.

Vous aimerez peut-être aussi