Vous êtes sur la page 1sur 76

ep

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

PUTUSAN
Nomor 73 P/HUM/2013

ng

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA


MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa dan mengadili perkara permohonan keberatan hak uji materiil terhadap

gu

Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo

Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1)

Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c;

ub
lik

ah

Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat
(7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6)

am

huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37, pada tingkat pertama dan terakhir telah memutuskan
sebagai berikut, dalam perkara:

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA (KADIN INDONESIA),

ah
k

ep

berkedudukan di Menara Kadin Indonesia Lt. 29, Jl. H. R. Rasuna Said Kav. 2-3,
Jakarta, dalam hal ini diwakili oleh Suryo B. Sulistio dan Hariyadi Sukamdani,

In
do
ne
si

kewarganegaraan Indonesia, beralamat di Menara Kadin Indonesia Lt. 29, Jl. H.


R. Rasuna Said Kav. 2-3, Jakarta, masing-masing selaku Ketua Umum Kamar

A
gu
ng

Dagang dan Industri Indonesia dan Wakil Ketua Umum Bidang Kebijaksanaan
Moneter, Fiskal dan Publik Kamar Dagang dan Industri Indonesia;
Selanjutnya disebut sebagai Pemohon;
melawan:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, tempat kedudukan Jalan Medan


Merdeka Utara, Jakarta Pusat:

Dr. Amir Syamsudin, S.H., M.H., Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.
1

ub

I., memberi kuasa substitusi kepada:

ka

lik

memberi kuasa kepada:

ah

Selanjutnya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Tanggal 11 Desember 2013

Dr. Wahiduddin Adams, S.H., M.A., Direktur Jenderal Peraturan

ep

Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R. I ;


Dr. Mualimin Abdi, S.H., M.H., Kepala Badan Penelitian dan

ng

berdasarkan Surat Kuasa

Substistusi Nomor M.HH.PP.04.03-54 tanggal 23

on

Halaman 1 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

Desember 2013;

es

Manusia R. I ;

ah

Pengembangan Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan Asasi

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 1

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Dr. Muhamad Chatib Basri., Menteri Keuangan R. I ;

Basrief Arief, S.H., M.H., Jaksa Agung R. I., memberi kuasa substitusi

ng

kepada:

Nofarida, S.H., M.H., Jaksa Pengacara Negara;

Budiyahningsih, S.H., Jaksa Pengacara Negara;

Henny Rosana, S.H., Jaksa Pengacara Negara;

B. Maria Erna E, S.H., M.H., Jaksa Pengacara Negara;

Arie Eko Yuliearti, S.H., M.H., Jaksa Pengacara Negara;

Mirna Eka Mariska, S.H., Jaksa Pengacara Negara;

Alheri, S.H., Jaksa Pengacara Negara;

ub
lik

ah

gu

berdasarkan Surat Kuasa Substitusi Nomor: SK-118/A/JA/12/2013 tanggal

am

17 Desember 2013;

Selanjutnya disebut sebagai Termohon;


Mahkamah Agung tersebut;

ah
k

ep

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

DUDUK PERKARA

In
do
ne
si

Menimbang, bahwa Pemohon dengan surat permohonannya tertanggal 14


November 2013 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Agung pada Tanggal 20

A
gu
ng

November 2013 dan diregister dengan Nomor 73 P/HUM/2013 telah mengajukan


permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban

Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat

(1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan
ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2)

dalil-dalil yang pada pokoknya sebagai berikut:


Dasar Hukum
1

Kewenangan Mahkamah Agung Republik Indonesia


1

Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (Vide bukti: P5)

ep

ka

ub

lik

41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37, dengan

ah

dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal

mengatur sebagai berikut:

ah

Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung RI

on
In
d

gu

ng

Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer,

es

dan Badan Peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan Peradilan

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 2

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah


Konstitusi

Pasal 24 A ayat (1) mengatur sebagai berikut:

ng

Mahkamah Agung RI berwenang mengadili pada Tingkat Kasasi,

gu

menguji Peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang

dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UndangUndang

Pasal 31 Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua

atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung


Ayat (1) Mahkamah

ub
lik

ah

(Vide bukti: P6) mengatur sebagai berikut:


Agung

mempunyai

wewenang/menguji

am

peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang


terhadap Undang-Undang

Ayat (2) Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan

ah
k

ep

perundang-undangan di bawah Undang-Undang atas alasan


bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

In
do
ne
si

lebih tinggi atau pembentukkannya tidak memenuhi


ketentuan yang berlaku

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.

A
gu
ng

01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil (Vide bukti P7)


menyebutkan sebagai berikut:

Hak Uji Materiil adalah hak Mahkamah Agung RI untuk menilai

materi muatan Peraturan Perundang-undangan di bawah UndangUndang terhadap peraturan Perundang-undangan tingkat lebih tinggi

Bahwa sesuai dengan considerans (menimbang) pada Peraturan

lik

ah

Mahkaman Agung Republik Indonesia No. 01 Tahun 2011, huruf a,

ub

b, dan c a quo pada dasarnya telah ditegaskan bahwa pengajuan


keberatan Hak Uji Materiil bagi suatu aturan yang bersifat umum

ep

ka

(Regelend) tidak dibatasi waktu, sehingga batas waktu 180 (seratus


delapan puluh) hari seperti disebut pada Pasal 2 ayat (4) Peraturan

ah

Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 01 Tahun 2004 tentang

Bahwa berdasarkan dasar hukum yang kami uraikan tersebut diatas,

on

Halaman 3 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

Mahkamah Agung Republik Indonesia berwenang untuk memeriksa,

es

Hak Uji Materiil sudah dicabut.

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 3

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

mengadili dan memutuskan permohonan keberatan KADIN yang meminta

Hak Uji Materiil terhadap beberapa pasal dari Peraturan Pemerintah No. 74

ng

Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan yang akan kami sampaikan dan uraikan berikut ini.

Kedudukan Hukum (Legal Standing) atau Hak Gugat Pemohon

gu

Pasal 31A Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah


Agung, mengatur sebagai berikut:
1

Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di

bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang diajukan

ub
lik

ah

langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung


dan dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

am

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya


dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan
a

Perorangan warga negara Indonesia

Kesatuan masyarakat Hukum Adat sepanjang masih hidup dan

ep

ah
k

oleh berlakunya peraturan perundang-undangan yaitu:

In
do
ne
si

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara


Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-

A
gu
ng

Undang atau

Badan hukum publik atau badan hukum privat

Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:

Nama dan alamat pemohon

Uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan


menguraikan dengan jelas bahwa:
1

Materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan

lik

ah

perundang-undangan di bawah Undang-Undang dianggap


bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
2

Pembuatan

ub

lebih tinggi dan/atau

peraturan

perundang-undangan

tidak

ah

2.2.

ep

ka

memenuhi ketentuan yang berlaku; dan


Hal-hal yang diminta untuk dihapus

Bahwa pemohon adalah Kamar Dagang dan Industri (KADIN)


Keberadaan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) diatur dengan

on
In
d

gu

ng

Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan

es

Indonesia dengan penjelasan sebagai berikut:

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 4

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 8,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 3346) jo Keputusan Presiden

ng

Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tanggal 23 Agustus 2010


tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri.

gu

Kamar Dagang dan Industri adalah satu wadah bagi pengusaha

Indonesia dan merupakan Induk Organisasi dari Organisasi

Perusahaan dan Organisasi Pengusaha yang berperan aktif sebagai


mitra Pemerintah dalam bidang perekonomian.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan

ub
lik

ah

Industri menetapkan bahwa seluruh pengusaha Indonesia di bidang

am

usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta secara bersama-sama


membentuk organisasi Kamar Dagang dan Industri sebagai wadah
dan wahana pembinaan,

komunikasi, informasi, representasi,

ah
k

ep

konsultasi, fasilitasi dan advokasi pengusaha Indonesia, dalam rangka


mewujudkan dunia usaha Indonesia yang kuat dan berdaya saing

In
do
ne
si

tinggi yang bertumpu pada keunggulan nyata sumber daya nasional,


yang memadukan secara seimbang keterkaitan antar potensi ekonomi

A
gu
ng

nasional, yakni antar sektor, antar usaha dan antar daerah, dalam
dimensi tertib hukum, etika bisnis, kemanusiaan, dan kelestarian
lingkungan dalam suatu tatanan ekonomi pasar dalam percaturan

perekonomian global dengan berbasis pada kekuatan daerah, sektor


usaha dan hubungan luar negeri.

Bahwa fungsi terpenting dari pajak adalah fungsi budgetair yaitu

mengumpulkan penerimaan negara. Bahwa penerimaan negara dari


dalam APBN maupun APBD.

Bahwa KADIN dan dunia usaha telah dan akan selalu mendukung

ub

lik

ah

sektor pajak memberikan kontribusi yang sangat significant baik

dan berkontribusi dalam pengamanan penerimaan negara melalui

ep

ka

pembayaran pajak yang dikenakan pada para pengusaha yang


bernaung dalam wadah KADIN. Bahwa namun demikian KADIN

ah

juga mempunyai kepentingan untuk mengadvokasi para pengusaha

on

Halaman 5 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat dunia usaha sehingga

es

agar Pemerintah benar-benar meningkatkan pelayanan, meningkatkan

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 5

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

pengenaan pajak tidak mendistorsi dan mengganggu iklim usaha


maupun daya saing dunia usaha.

Bahwa sehubungan dengan itu, sesuai dengan Undang-Undang No. 1

ng

Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri jo Pasal 9 dan Pasal

gu

10 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010

tentang Persetujuan dan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran


Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri, dapat disimpulkan
bahwa KADIN adalah mitra pemerintah dalam kaitan dengan dunia

usaha dan karenanya untuk dan atas nama pengusaha secara sah dan

ub
lik

ah

meyakinkan nyata-nyata memang mempunyai kepentingan terhadap

Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011, sehingga pemohon jelas

am

mempunyai Legal Standing (Hak Gugat) sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 31A ayat(2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang

ah
k

ep

Mahkamah Agung, karena KADIN merasa haknya dirugikan oleh


berlakunya Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 a quo.

In
do
ne
si

II Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 yang


diajukan keberatan untuk dimohon Hak Uji Materiil adalah sebagai berikut:
Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1); dan ayat (2);

A
gu
ng

Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 15, Pasal 18 ayat (1) huruf a; Pasal 19;
Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 21;
Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d;
Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3);
Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3);

Pasal 43 ayat (6) huruf c;

Pasal 29 ayat (3)

Pasal 37;

lik

ub

ah

Pasal 48 ayat (3); ayat (4); ayat (7); ayat (8), ayat (9) dan ayat (10);

III Alasan dan Pertimbangan hukum pemohon

ep

ka

III a. Pertimbangan Umum

Sebelum menguraikan permohonan keberatan atas Peraturan Pemerintah No. 74

ah

Tahun 2011 a quo dan karena itu mengajukan permohonan Hak Uji Materiil,
Bahwa KADIN adalah mitra Pemerintah dalam kaitan dengan dunia usaha

on
In
d

gu

ng

dalam rangka mengembangkan perekonomian dan pembangunan demi

es

perlu Pemohon sampaikan hal-hal sebagai berikut:

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 6

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

tercapainya salah satu cita-cita Pemerintah Negara Indonesia yaitu


meningkatkan kesejahteraan umum

Bahwa tanpa meninggalkan sikap kritis untuk hal-hal yang akan merugikan

ng

perekonomian maupun hak-hak para pengusaha, KADIN akan selalu


mendukung

upaya-upaya

Pemerintah,

termasuk

peningkatan

dan

gu

pengamanan penerimaan negara dari sektor perpajakan

Bahwa sehubungan dengan itu, KADIN menyambut baik perubahan dan


penyempurnaan regulasi-regulasi di bidang perpajakan

Bahwa namun demikian, KADIN perlu menyampaikan bahwa terdapat

ub
lik

ah

ketentuan-ketentuan dalam PP No. 74 Tahun 2011 a quo yang bisa


menyebabkan kontra produktif bagi dunia usaha karena bertentangan dengan

am

Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dan karena tidak sesuai


dengan asas keadilan dan asas kepastian hukum yang menjadi pilar atau
filosofi Undang-Undang Perpajakan di Indonesia, sehingga bisa mengganggu
5

ep

ah
k

perekonomian dan penerimaan pajak itu sendiri

Bahwa karena KADIN adalah mitra Pemerintah maka KADIN terlebih

In
do
ne
si

dahulu menempuh upaya executive review yaitu dengan menemui dan


menyampaikan permasalahan a quo kepada Direktur Jenderal Pajak disertai

A
gu
ng

dengan Surat KADIN No. 1440/DP/VIII/2012 tertanggal 18 Juli 2012 (Vide


Bukti: P8) untuk mohon agar keluhan dan masukan KADIN dipertimbangkan
untuk merubah/menyempurnakan PP No. 74 Tahun 2011

Bahwa karena sampai saat ini surat a quo yang berisi masukkan yang bersifat
kritis dan konstruktif tersebut tidak mendapat tanggapan dari Direktur

Jenderal Pajak, maka mengingat bahwa Indonesia adalah negara hukum yang
demoktratis dengan dilandasi itikad yang baik KADIN terpaksa menempuh

lik

ah

upaya dengan menggunakan Hak Uji Materiil yang kami mohon dibawah ini:
III b. Uraian Kerugian Kadin / Pengusaha (WP)

ub

Bahwa secara umum ketentuan dalam PP 74 Tahun 2011 yang kami ajukan
keberatan kami anggap merugikan kepentingan Kadin / Pengusaha (WP)
1

Di berikannya kewenangan baru kepada Dirjen Pajak yaitu untuk


melakukan

ah

ep

ka

karena antara lain:


verifikasi

bisa

menimbulkan

ketidak

pastian,

es

penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan ketidak adilan dan

on

Halaman 7 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

kerugian bagi pengusaha yang mencari keadilan

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 7

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Adanya ketidakpastian hukum dalam penyelesaian permohonan

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

keberatan pajak karena PP 74 tahun 2011 telah memberi kewenangan

ng

kepada Dirjen Pajak untuk menerbitkan kembali keputusan keberatan


yang oleh pengadilan pajak sudah dinyatakan cacat hukum dan

gu

dibatalkan dengan batas waktu 12 bulan sejak putusan pengadilan


terkait

(seperti

menghabiskan

proses
banyak

penyelesaian
tenaga

dan

keberatan
biaya

WP.

Fungsi

Hak WP/Pengusaha untuk memperoleh imbalan bunga apabila

ub
lik

ah

bagi

pengayoman dari pengadilan pajak menjadi tidak berarti bagi para


pencari keadilan.

baru),sungguh

putusan banding menyebabkan kelebihan pembayaran pajak oleh PP

am

74 tahun 2011 ditunda apabila Dirjen Pajak menggunakan haknya


untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah
Agung, Hal ini tidak saja bertentangan dengan UU KUP tetapi juga

ep

ah
k

bertentangan dengan UU Pengadilan Pajak di samping sangat


merugikan hak WP.

Ketentuan dalam PP 74 tahun 2011 yang membatasi hak mengajukan

In
do
ne
si

keberatan dan hak mengajukan gugatan jelas bertentangan dengan

A
gu
ng

UU KUP dan UU Pengadilan Pajak sehingga merugikan pengusaha


(WP) yang mencari keadilan.

IV Dalil dalil pemohon:

IV. 1. Pasal 1 angka 4 dan 5 Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun


selanjutnya disingkat menjadi PP No. 74 Tahun 2011.
Pokok masalah adalah mengenai Verifikasi

Bunyi Pasal 1 angka 4 PP No. 74 Tahun 2011 adalah sebagai berikut:

lik

Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pemenuhan kewajiban


subyektif dan obyektif atau penghitungan dan pembayaran pajak,

ub

ah

IV.1.1 Uraian

2011,

berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan


Pajak,

dalam

ep

ka

informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal


rangka

menerbitkan

Surat

Ketetapan

Pajak,

ah

menerbitkan/menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau

Bunyi Pasal 1 angka 5 PP No. 74 Tahun 2011 adalah sebagai

on
In
d

gu

ng

berikut:

es

mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 8

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Pembahasan akhir Hasil Verifikasi adalah pembahasan antara


Wajib Pajak dan petugas Verifikasi atas hasil Verifikasi yang

ng

dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi

yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, dan berisi koreksi baik
yang disetujui maupun yang tidak disetujui.

Bahwa Verifikasi sebagaimana tersebut diatas ternyata merupakan bentuk

gu

kewenangan baru yang diberikan oleh PP No. 74 Tahun 2011 kepada Dirjen

Pajak yang hasil akhir atau tujuannya adalah untuk menerbitkan Surat

Ketetapan Pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak

ub
lik

ah

(NPWP), dan atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena


Pajak

am

Bahwa kewenangan Dirjen Pajak yang disebut Verifikasi a quo tidak


dikenal dalam UU No. 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor

5 Tahun 2008 Tentang

ah
k

ep

Perubahan Keempat atas Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan


menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU KUP) (Vide bukti P9),
a quo.

Bahwa kewenangan Dirjen Pajak dalam konteks untuk menerbitkan Surat

A
gu
ng

In
do
ne
si

sehingga perlu dikaji lebih mendalam melalui permohonan Hak Uji Materiil

Ketetapan Pajak, menerbitkan/menghapus NPWP, dan atau mengukuhkan/


mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 (UU KUP) adalah Kewenangan untuk


melakukan Pemeriksaan yang diatur dalam Pasal 12 ayat (3) jo Pasal 29
ayat (1) jo Pasal 1 angka 25 dan 27 UU KUP

Pada prinsipnya, pengenaan pajak di Indonesia menganut sistim self-

lik

ah

assessment, sebagaimana diatur dalam Pasal 12, UU KUP yang bunyinya


sebagai berikut:

Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang

ub

sesuai dengan ketetapan peraturan perundang-undangan

ep

ka

perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat


Ketetapan Pajak.

ah

Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan

terutang

sesuai

dengan

peraturan

perundang-undangan

on

Halaman 9 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

perpajakan.

es

yang dilaporkan oleh Wajib Pajak adalah jumlah Pajak yang

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 9

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

pajak

yang

terutang

menurut

Surat

Pemberitahuan

ng

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur


Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.

gu

Bahwa bunyi Penjelasan Pasal 12 ayat (3) adalah sebagai berikut:

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak


yang di hitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang
bersangkutan tidak benar, misal pembebanan biaya ternyata
melebihi yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak menetapkan

ub
lik

ah

besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

am

Bahwa sehubungan dengan ketentuan pada Pasal 12 tersebut diatas, Dirjen


Pajak diberi kewenangan untuk menetapkan Pajak sebagaimana diatur dalam
Pasal 13 ayat (1) UU KUP yang mengatur sebagai berikut:

ah
k

ep

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak


atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak,
Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:

apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang

A
gu
ng

tidak atau kurang dibayar;

In
do
ne
si

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak

apabila

Surat

Pemberitahuan

tidak

disampaikan

dalam

jangka

waktu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis
tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;

apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak

lik

seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai


tarif 0% (nol persen);
d

apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak

ub

ah

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak

dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau

ep

ka

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana


Bahwa untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan untuk menguji

kepatuhan pemeriksaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sebagaimana

on
In
d

gu

ng

dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) UU KUP tersebut diatas, Dirjen Pajak

es

ah

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 10

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak


sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU KUP, sebagai berikut:

ng

Pasal 29
1

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji


kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain

gu

dalam

rangka

melaksanakan

ketentuan

peraturan

perpajakan.

perundang-undangan

Bahwa Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Kurang Bayar (SKPKB)

dan Surat Keterangan Kurang Bayar Pajak Tambahan (SKPKBT) yang

ub
lik

ah

diterbitkan sebagai hasil dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 29 UU KUP adalah merupakan dasar penagihan pajak yang selanjutnya

am

dapat ditagih dengan Surat Paksa, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU


KUP sebagai berikut:
Pasal 18

Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat

ep

ah
k

Ketetapan Pajak kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan,

In
do
ne
si

Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan


Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar

A
gu
ng

bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.

Bahwa dalam konteks untuk menghapus NPWP atau pencabutan pengukuhan


Pengusaha Kena Pajak, dalam UU KUP diatur sebagai berikut:
Pasal 2 ayat (7)

: Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan


pemeriksaan harus memberikan keputusan

atas permohonan penghapusan Nomor

Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6

lik

ah

(enam) bulan untuk Wajib Pajak Orang


Pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk
Pajak

ub

Wajib

Badan,

sejak

tanggal

permohonan diterima secara lengkap.


: Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan

ep

ka

Pasal 2 ayat (9)

pemeriksaan harus memberikan keputusan

waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal

on

permohonan diterima secara lengkap.

es

Pengusaha Kena Pajak dalam jangka

Halaman 11 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

ah

atas permohonan pencabutan pengukuhan

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 11

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Bahwa menurut Pemohon Hak Uji Materiil, jenis kewenangan Dirjen Pajak

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

yang disebut Pemeriksaan tersebut adalah sudah tepat dan memang harus

ng

diatur dengan Undang-Undang, dalam hal ini UU KUP sebagai Hukum

Acara Perpajakan (Hukum Formal) mengingat perhitungan pajak yang

dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU

gu

KUP (self-assessment) adalah dianggap benar dan telah sesuai dengan


Undang-Undang sepanjang belum dibuktikan sebaliknya oleh Direktur

Jenderal Pajak, sehingga oleh karena itulah UU KUP memberikan


kewenangan untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal

ub
lik

ah

12 ayat (3) jo Pasal 29 UU KUP sehingga dapat melakukan pengawasan,


koreksi dan penegakan hukum apabila terbukti perhitungan pajak yang

am

dilaporkan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) oleh Wajib Pajak ternyata


tidak benar. Dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dapat diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak, penghapusan NPWP dan pencabutan atas pengukuhan
3

ep

ah
k

Pengusaha Kena Pajak.

Bahwa tiba-tiba saja dengan PP No. 74 Tahun 2011, Dirjen Pajak

In
do
ne
si

diberikan kewenangan baru yang disebut dengan Verifikasi yang pada


dasarnya diberi kekuatan hukum yang dapat dikatakan sama dengan

A
gu
ng

Pemeriksaan yang sudah diatur dengan UU KUP, sehingga Pemohon

menilai dan karenanya harus berpendapat bahwa telah terjadi Penambahan


Kewenangan secara tidak sah pada Dirjen Pajak yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan yang derajat atau tingkatannya dibawah
Undang-Undang (dalam hal ini UU KUP). Bahwa menurut Pemohon :
12.1

Penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana


tersebut dalam Pasal 1 angka 4 dan angka 5 serta

lik

ah

kaitannya yaitu Pasal 13 ayat (1); Pasal 14 ayat (1) dan


ayat (3), Pasal 15, Pasal 18 ayat (1) huruf a Pasal 19;

ub

Pasal 20 ayat (1) dan (2), Pasal 30 ayat (2) huruf c, Pasal
35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3); Pasal

ep

ka

48 ayat (3), ayat (4); ayat (7); ayat (8); ayat (9) dan ayat
(10), sepanjang yang menyangkut Verifikasi adalah:
tidak sesuai dengan asas kelembagaan(Pejabat

Pembentuk

Peraturan

Perundang-undangan

yang

No.

12

Tahun

2011

tentang

on

Undang-Undang

In
d

gu

ng

tepat) sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf b

es

ah

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 12

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

ng

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Vide


bukti:

P10).

Karena

seharusnya

kewenangan

Verifikasi yang sangat penting dan mempunyai akibat

hukum yang luas tersebut diatur/dimuat di UU KUP

sehingga DPR sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) jo Pasal

gu

20 ayat (1) UUD 1945 bisa ikut menyetujui adanya


penambahan kewenangan Dirjen Pajak a quo.

b.

tidak

sesuai

dengan

asas

Kesesuaian,

sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf c UU No.

ub
lik

ah

12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan, karena dalam pembentukan

am

peraturan perundang-undangan seharusnya benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat


sesuai dengan jenis dan hierarkinya, karena itu

ah
k

ep

seharusnya kewenangan Verifikasi diatur dalam


Undang-Undang

bukan

dengan

Peraturan

c.

In
do
ne
si

Pemerintah

tidak sesuai dengan asas kejelasan rumusan

A
gu
ng

sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf f UU No.


12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundangan-undangan karena rumusannya sama

atau tumpang tindih dengan kewenangan untuk


melakukan

pemeriksaan.

Sedang

produk

hukumnya yang dihasilkan dari Verifikasi juga

sama dengan Pemeriksaan dan bisa membebani

lik

ah

serta mempunyai implikasi hukum yang luas


termasuk bisa ditagih dengan Surat Paksa, padahal
KUP.

Bahwa Pemohon juga berpendapat sesuai dengan jiwa

ep

ka

12.2

ub

kewenangan Verifikasi tidak dikenal dalam UU

UU No. 12 Tahun 2011 a quo dan sesuai dengan prinsip

ah

lex superiori derogat lex inferiori seharusnya PP No. 74

KUP tidak boleh menciptakan kewenangan baru yang

on

Halaman 13 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

memperluas ketentuan yang ada dalam UU KUP.

es

Tahun 2011 yang merupakan aturan pelaksanaan dari UU

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 13

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Bahwa menurut Ajaran Teori Norma Hukum Berjenjang

12.3

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

yang antara lain diintrodusir oleh Hans Kelsen yang

ng

dikenal dengan nama Stufenbau des Recht, antara lain


dapat dikatakan bahwa Norma Hukum yang lebih rendah

memperoleh kekuatan dan keabsahaan hukum dari

gu

Norma Hukum yang lebih tinggi. Itu sebabnya Peraturan

Perundang-Undangan yang lebih rendah seperti Peraturan

Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan UndangUndang

Bahwa Pasal 7 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang

ub
lik

ah

12.4

Pembentukan

Peraturan

Perundang-Undangan

am

menyatakan sebagai berikut:

Kekuatan hukum Peraturan Perundang-Undangan adalah


sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat

ah
k

ep

(1)

Dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut:

In
do
ne
si

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan hierarki

A
gu
ng

adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-

12.5

Undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan

Perundang-Undangan yang lebih rendah tidak boleh


bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan
yang lebih tinggi

Bahwa Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur
sebagai berikut:

lik

ah

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan


terdiri atas:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

ub

a
b

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

ep

ka

1945;

Peraturan Pemerintah;

Peraturan Presiden;

Peraturan Daerah Provinsi; dan

es

on
In
d

gu

ng

ah

Undang;

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 14

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Dengan kata lain, Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011

ng

tersebut memang dijiwai oleh asas lex superiori derogat

lex inferiori. Bahwa dengan demikian jika PP No. 74


Tahun 2011 kedudukannya lebih rendah dari UU KUP.

gu

12.6

Bahwa menurut Pemohon, ketentuan PP No. 74 Tahun

2011 mengenai Verifikasi tersebut juga rawan terhadap

penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dan tidak

sesuai dengan asas kepastian hukum yang menjadi

ub
lik

ah

landasan dari kebijakan pokok tentang arah dan tujuan

perubahan UU KUP menjadi UU No. 28 tahun 2007

am

sebagaimana tersebut dalam angka 4 dari Penjelasan


Umum UU KUP yang pada akhirnya bisa merugikan
keadilan bagi Wajib Pajak.
Bahwa

mengenai

ep

ah
k

12.7

munculnya/diintrodusirnya

kewenangan baru yang disebut Verifikasi sebagaimana

In
do
ne
si

dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 dan 5 PP No. 74 Tahun

A
gu
ng

2011 sebenarnya bukan didasarkan pada kewenangan


atributif. Tidak ada amanat dari UU KUP agar
Pemerintah

membuat

peraturan

pelaksanaan

yang

memberi kewenangan baru pada Dirjen Pak berupa

Verifikasi a quo. Dengan demikian sesuai dengan


Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi

Pemerintahan) ketentuan a quo dibuat berdasarkan

prinsip Freis Emersen atau kebebasan bertindak dari

lik

ah

Pemerintah karena menghadapi kerancuan aturan atau


karena aturan-aturannya tidak lengkap. Namun demikian

ub

menurut Pemohon pembentukan aturan pelaksanaan yang


tidak diamanatkan oleh Undang-Undangnya seperti

ep

ka

halnya kewenangan Verifikasi a quo seharusnya


didasarkan pada dolmatigheid yang jelas yang sangat

ah

diperlukan dan harus juga didasarkan pada asas umum

rinci tentang kewenangan Pemeriksaan tidak ada lagi

on

Halaman 15 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

perlunya mengatur kewenangan lain (verifikasi) yang

es

pemerintahan yang baik. UU KUP sudah mengatur secara

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 15

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

pada dasarnya sama persis dengan Pemeriksaan yang


justru menimbulkan multi tafsir yang dapat menyebabkan

gu

ng

abuse of power dari Dirjen Pajak dan bisa menyebabkan


komplikasi adminstrasi perpajakan yang pada akhirnya

merugikan Wajib Pajak, sehingga kurang sesuai dengan


asas keadilan dan kepastian hukum

IV.1.2 Kesimpulan

Bahwa sehubungan dengan uraian tersebut diatas, menurut Pemohon


dapat disimpulkan secara sah dan meyakinkan ketentuan mengenai

ub
lik

ah

Verifikasi sebagaimana tersebut pada Pasal 1 angka 4 dan Pasal 5 PP


No. 74 Tahun 2011 telah terbukti ;

am

Bertentangan atau setidak-tidaknya tidak sesuai dengan Pasal 12


ayat (3) jo Pasal 29 UU KUP yang mengatur mengenai
pemeriksaan.

Pembentukan peraturan/ketentuan mengenai Verifikasi a quo

ep

ah
k

tidak memenuhi ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur

In
do
ne
si

dalam Pasal 5 dan 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan.

A
gu
ng

Bahwa oleh karenanya, mohon kepada Majelis Hakim Agung Yang

Mulia yang memeriksa dan mengadili perkara Hak Uji Materiil a quo
untuk memutuskan tidak sah

serta tidak mengikat dan karenanya

mencabut Pasal 1 angka 4 dan 5 PP NO. 74 Tahun 2011 dari PP No. 74

Tahun 2011 dan dengan menggunakan alasan, dalil atau pertimbangan


hukum yang sama (mutatis mutandis) juga menyatakan karenanya tidak

sah dan tidak berlaku sepanjang mengenai Verifikasi yang diatur

lik

ah

dalam pasal-pasal terkait PP No 74 tahun 2011, yaitu:


Pasal 13 ayat (1)

Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan

ub

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf


Undang-Undang

ep

ka

Ketetapan

Pajak

dapat

yang

membatalkan

diterbitkan

Surat

berdasarkan

ah

Pemeriksaan atau Verifikasi yang dilaksanakan tanpa


penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau Surat

on
In
d

gu

ng

Pemberitahuan Hasil Verifikasi, dan/atau

es

melalui prosedur:

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 16

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Hasil Verifikasi.

Surat Ketetapan Pajak yang dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ng

proses Pemeriksaan atau Verifikasi dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur


yang belum dilaksanakan, berupa:

penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau Surat

gu

Pemberitahuan Hasil Verifikasi; dan/atau

Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir


Hasil Verifikasi.
1

ub
lik

ah

Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3)

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya

am

pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau


Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal terdapat pajak yang

ep

ah
k

tidak atau kurang dibayar berdasarkan:


a

hasil Verifikasi terhadap keterangan lain sebagaimana dimaksud

hasil Pemeriksaan dan seterusnya.....

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang

A
gu
ng

In
do
ne
si

dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang;

Bayar berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Verifikasi terhadap Putusan


Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak
yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau

tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan


negara.

Pasal 15

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan

lik

ah

Pajak Kurang Bayar Tambahan berdasarkan:

hasil Pemeriksaan atau Pemeriksaan ulang terhadap data

ub

baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang


b

ep

ka

terutang, termasuk data yang semula belum terungkap;


hasil Verifikasi, Pemeriksaan atau atau Pemeriksaan ulang

ah

atas data baru berupa Putusan Pengadilan yang telah

on

Halaman 17 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang

es

mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 17

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


atau

tindak

pidana

perpajakan

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

lainnya

yang

dapat

menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;

hasil Verifikasi atas data baru berupa hasil klarifikasi/

14 ayat (2) huruf a, yang mengakibatkan penambahan


jumlah pajak yang terutang; atau

atas kehendak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal


15 ayat (3) Undang-Undang.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan berdasarkan hasil Pemeriksaan

ub
lik

ah

konfirmasi Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

hasil Verifikasi atas keterangan tertulis dari Wajib Pajak

gu

ng

atau Pemeriksaan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan

am

dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
3

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan berdasarkan hasil Verifikasi,

ah
k

ep

Pemeriksaan atau Pemeriksaan ulang terhadap Putusan Pengadilan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun

In
do
ne
si

setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan berdasarkan hasil Verifikasi,

A
gu
ng

Pemeriksaan atau Pemeriksaan ulang terhadap Putusan Pengadilan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b tetap dapat diterbitkan setelah jangka waktu 5

(lima) tahun terlampaui sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.

Jumlah pajak yang kurang dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

lik

kehendak sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d harus sesuai
dengan jumlah kekurangan bayar berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib
Pajak.

ub

ah

Tambahan hasil Verifikasi atas keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas

Pasal 18

ep

ka

(1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak


Lebih Bayar berdasarkan:

ah

hasil Verifikasi terhadap kebenaran pembayaran pajak atas

Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang terdapat kelebihan

on
In
d

gu

ng

pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;

es

permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 18

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pasal 19

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Penerbitan surat ketetapan pajak berdasarkan hasil Verifikasi harus

ng

dilakukan melalui Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, kecuali


penerbitan:

gu

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan berdasarkan hasil

Verifikasi atas keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak

sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf d;


dan

b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar berdasarkan hasil Verifikasi

ub
lik

ah

terhadap kebenaran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a.

am

Pasal 20
(1) Hasil

Verifikasi,

Pemeriksaan,

Pemeriksaan

ulang,

atau

Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud dalam

ah
k

ep

Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, dan Pasal 18, dituangkan dalam
laporan hasil Verifikasi, laporan hasil Pemeriksaan, laporan hasil

In
do
ne
si

Pemeriksaan ulang atau laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.


(2) Berdasarkan laporan hasil Verifikasi, laporan hasil Pemeriksaan,

A
gu
ng

laporan hasil Pemeriksaan ulang atau laporan Pemeriksaan Bukti

Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat nota


penghitungan.

Pasal 21

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Verifikasi diatur dengan


atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 30 ayat (2)huruf c

Wajib Pajak yang mengajukan keberatan sebagaimana

lik

ah

dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan permohonan:

ub

c. pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan atau


Verifikasi yang dilaksanakan tanpa:
penyampaian surat pemberitahuan hasil Pemeriksaan atau

ep

ka

surat pemberitahuan hasil Verifikasi; atau

ah

Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan

es

Akhir Hasil Verifikasi dengan Wajib Pajak.

on

Halaman 19 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

Pasal 35 ayat (1) huruf d

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 19

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan


Wajib Pajak dapat:
mengurangkan dan seterusnya.....

ng

a.

gu

d.

membatalkan Surat Ketetapan Pajak dari hasil Pemeriksaan


atau Verifikasi, yang dilaksanakan tanpa:

1) penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan


atau surat pemberitahuan Hasil Verifikasi; atau

2) Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan


Akhir Hasil Verifikasi dengan Wajib Pajak.

ub
lik

ah

Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3)

(2) Surat Ketetapan Pajak yang penerbitannya tidak sesuai dengan

am

prosedur atau tata cara penerbitan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) meliputi surat ketetapan pajak yang penerbitannya tidak
hasil Verifikasi;

b.

hasil Pemeriksaan;

c.

hasil Pemeriksaan ulang; atau

In
do
ne
si

d.

ep

a.

ah
k

didasarkan pada:

hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dengan Surat

A
gu
ng

Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13A Undang-Undang.

(3) Termasuk dalam pengertian Surat Ketetapan Pajak yang

penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara


penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Surat
Ketetapan Pajak yang menetapkan Masa Pajak, Bagian Tahun

Pajak atau Tahun Pajak tidak sesuai dengan Masa Pajak, Bagian

lik

ah

Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang dilakukan Verifikasi,


Pemeriksaan, Pemeriksaan ulang, atau Pemeriksaan Bukti

ub

Permulaan.

Pasal 48 ayat (3); (4); (7); (8) ;(9) dan ayat (10)
masih

ep

ka

(4) Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang
harus

dibayar

dalam

Pembahasan

Akhir

Hasil

ah

Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan

on
In
d

gu

ng

lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan

es

atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dilakukan paling

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 20

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) UndangUndang.

ng

(5) Dalam hal Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah
tertentu menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus

dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau

gu

Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, pelunasan atas jumlah pajak


yang masih harus dibayar dilakukan paling lama 2 (dua) bulan

sejak tanggal penerbitan surat Ketetapan Pajak sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3a) Undang-Undang.

ub
lik

ah

(6) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh
jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan

am

Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil


Verifikasi dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan, Surat
Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan

ah
k

ep

setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan


keberatan.

In
do
ne
si

(7) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh
jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan

A
gu
ng

Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil


Verifikasi dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan
banding atas keputusan keberatan, Surat Teguran sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak


saat jatuh tempo pengajuan permohonan banding.

(8) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh
jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Pembahasan

lik

ah

Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil


Verifikasi dan Wajib Pajak mengajukan permohonan banding

ub

atas keputusan keberatan, Surat Teguran sebagaimana dimaksud


pada ayat (5) disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh

ep

ka

tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan


Putusan Banding.

ah

(9) Apabila sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak

yang pajak terutangnya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam

on

Halaman 21 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir

es

dikenakan sebagai akibat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak,

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 21

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Hasil Verifikasi dan atas Surat Ketetapan Pajak diajukan


keberatan dan/atau banding, tindakan penagihan atas Surat

ng

Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan sampai dengan surat


Ketetapan Pajak tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap.

IV. 2. Pasal 41 PP No. 74 Tahun 2011

gu

IV.2.1. Uraian
1

1Bahwa Pasal 41 PP No. 74 Tahun 2011, mengatur sebagai berikut:

Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan Gugatan atas Surat
Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau

ub
lik

ah

tata cara penerbitan, Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti Putusan


Gugatan tersebut dengan menerbitkan kembali Surat Keputusan Keberatan

am

sesuai dengan prosedur atau tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (2).
2

Dalam hal badan Peradilan Pajak mengabulkan gugatan Wajib Pajak atas

ah
k

ep

surat dari Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib
Pajak tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

In
do
ne
si

ayat (4) Undang-Undang, Direktur jenderal Pajak menyelesaikan keberatan


yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua

A
gu
ng

belas) bulan.

Jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dihitung sejak Putusan Gugatan diterima oleh Direktur Jenderal
Pajak.

Bahwa sehubungan dengan itu, Pemohon berpendapat


bahwa upaya hukum pengajuan keberatan

adalah

merupakan salah satu hak yang sifatnya sangat mendasar

lik

ah

sebagai implementasi dari asas kepastian hukum dan asas


keadilan yang menjadi salah satu pilar UU KUP mengingat

ub

atau sebagai konsekuensi dari sifat memaksa dari pajak


sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU KUP sebagai

ep

ka

berikut:

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

ah

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-

on
In
d

gu

ng

besarnya kemakmuran rakyat.

es

Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 22

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Bahwa sehubungan dengan Permohonan Keberatan Wajib

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Pajak, Pasal 26 ayat (1) UU KUP mengatur sebagai berikut:

ng

Direktur Jenderal pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua

belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus


memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

gu

Bahwa penjelasan dari Pasal 26 ayat (1) adalah sebagai berikut:

Terhadap Surat Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak,

kewenangan penyelesaian dalam tingkat pertama diberikan


kepada Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan batasan waktu

ub
lik

ah

penyelesaian keputusan atas keberatan Wajib Pajak ditetapkan

paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan

am

diterima.

Dengan ditentukannya batas waktu penyelesaian keputusan atas


keberatan tersebut, berarti akan diperoleh suatu kepastian hukum

ah
k

ep

bagi Wajib Pajak selain terlaksananya administrasi perpajakan

In
do
ne
si

Bahwa menurut Pasal 26 ayat (5) UU KUP diatur sebagai berikut:


Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

A
gu
ng

sudah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi

Surat Keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap


dikabulkan

Bahwa menurut Pemohon, Pasal 41 PP No. 74 Tahun 2011

tersebut nyata-nyata bertentangan dengan Pasal 26 UU


KUP, mengingat:

4.1

Bahwa secara tersirat maupun tersurat ketentuan Pasal 41


sederhana sebagai berikut:

Wajib Pajak dapat mengajukan gugatan terhadap Keputusan

ub

lik

ah

PP No. 74 Tahun 2011 a quo dapat dipahami secara

Keberatan yang penerbitannya dianggap tidak sesuai dengan


b

ep

ka

prosedur ke Pengadilan Pajak.

Apabila gugatan dikabulkan, Direktur Jenderal Pajak akan

prosedur.

Batas waktu penyelesaian keberatan yang menurut Pasal 26 ayat

on

Halaman 23 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

(1) jo (5) diatur dengan jelas selama 12 (dua belas) bulan

es

ah

memproses kembali Surat Keberatan dimaksud sesuai dengan

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 23

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

terhitung sejak Surat Keberatan diterima ditafsirkan atau tepatnya

diatur lagi tanpa menghiraukan UU KUP menjadi 12 (dua belas)

ng

bulan terhitung sejak Putusan Gugatan diterima oleh Direktur


Jenderal Pajak.
4.2

Bahwa ketentuan tersebut pada Pasal 41 ayat (2) dan (3)

gu

secara substansial nyata-nyata melanggar asas kepastian

hukum yang menjadi landasan UU KUP, karena

penyelesaian keberatan menjadi berlarut-larut atau tidak


menentu sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib

ub
lik

ah

Pajak. Masalahnya menjadi lebih kompleks dan tidak pasti


sekiranya gugatan Wajib Pajak ditolak, tetapi ditingkat

am

Peninjauan Kembali, MA memenangkan Wajib Pajak,


Bagaimana solusinya? Tidak jelas dan sangat tidak adil
dan pasti akan merugikan hak Wajib Pajak tersebut.
Bahwa dalam konsiderans Undang-Undang No. 28 Tahun

ep

ah
k

4.3

2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No.

In
do
ne
si

6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara


Perpajakan yang sekarang telah diubah lagi dengan

A
gu
ng

Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 5

Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-

Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan


Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang, disebutkan
sebagai berikut:

bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan

lik

ah

Menimbang:

meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk lebih


kepastian

hukum

ub

memberikan

serta

mengantisipasi

perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan

ep

ka

yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan materiil di bidang


perpajakan perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-

ah

Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

es

Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah

on
In
d

gu

ng

terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000;

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 24

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Bahwa landasan dasar teori atau grand theory tentang asas

4.4

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

keadilan dan kepastian hukum dalam pengenaan pajak,

ng

dapat kiranya dirujuk pada :

Pasal 23A UU D 1945 yang mengatur sebagai berikut:

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk


keperluan negara diatur dengan Undang-Undang

Pasal 1 angka 1 UU KUP yang mengatur sebagai berikut:

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

gu

terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

ub
lik

ah

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak


mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

am

untuk

keperluan

negara

bagi

sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.
c

Penjelasan Umum UU KUP sebagaimana tersebut pada nomor 1

ah
k

ep

dan nomor 4 yang berbunyi sebagai berikut:

Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata

In
do
ne
si

A
gu
ng

c.1. Penjelasan Umum UU KUP , pada Nomor 1 ;


Cara Perpajakan dilandasi falsafah Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945 yang didalamnya


tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak
warga negara dan menempatkan kewajiban

perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan


seterusnya...........

c.2. Penjelasan Umum UU KUP pada No. 4 ;

Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian

lik

ah

hukum, keadilan dan kesederhanaan, arah dan


tujuan perubahan... dan seterusnya.
Tax Payers basic rights yang pada umumnya merupakan best

ub

practice dan dirujuk sebagai international accepted concept/

ep

ka

theory mengajarkan bahwa Wajib Pajak mempunyai hak-hak


dasar sebagai berikut:

ah

d.1. The right to be informed, assisted and heard (Hak


dan

hak

untuk

didengar/memberi

on

keterangan)
Halaman 25 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

bantuan

es

untuk memperoleh informasi dan memperoleh

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 25

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

d.2. The right to appeal (Hak untuk mengajukan


keberatan/banding/menggugat)

ng

d.3. The right to pay no more than the correct amount

of tax (Hak untuk membayar pajak dengan


jumlah yang tidak melebihi ketentuan Undang-

gu

Undang)
d.4. The

right to certainty (Hak mendapatkan

kepastian hukum)

d.5. The right to privacy (Hak untuk mendapatkan

ub
lik

ah

privasi)

d.6. The right to confidentiality and secrecy (Hak

am

mendapat

perlindungan

atas

kerahasiaan

terhadap data / informasi tentang WP yang


bersangkutan)

Bahwa hak appeal (mengajukan keberatan/ banding/

ep

ah
k

4.5

menggugat) tersebut juga diakomodir menjadi salah satu

In
do
ne
si

hak mendasar dalam UU KUP antara lain sebagaimana

A
gu
ng

diatur dalam Pasal 25 ayat (1) yang mengatur sebagai

berikut:

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

Surat Ketetapan Pajak Nihil

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar ; atau

Pemotongan atas pemungutan pajak oleh pihak ketiga


berdasarkan

perpajakan
4.6

ketentuan

lik

peraturan

perundang-undangan

ub

ah

Direktorat Jenderal Pajak atas suatu:

Bahwa sebagai implementasi dari asas kepastian hukum

ep

ka

bagi Wajib Pajak selain terlaksananya administrasi


perpajakan, maka penyelesaian Surat Keberatan Pajak

ah

oleh Direktorat Jenderal Pajak dibatasi oleh waktu

es

sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) UU KUP yang

on
In
d

gu

ng

kutipannya telah disampaikan tersebut diatas.

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 26

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Bahwa ketentuan tersebut, pada Pasal 41 PP No. 74 Tahun

4.7

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

2011 nyata-nyata telah menyebabkan timbulnya keragu-

ng

raguan

dan

menimbulkan

multi

pelaksanaannya mengingat:

tafsir

dalam

Apakah apabila setelah putusan gugatan dikabulkan dan diproses ulang

gu

dan kemudian diputus oleh Dirjen Pajak, upaya hukum bandingnya ke


Pengadilan Pajak dipastikan tidak menghadapi prinsip nebis in idem

sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002


tentang Pengadilan Pajak yang mengatur sebagai berikut:

ub
lik

Putusan Pengadilan dapat berupa:


a

Menolak;

Mengabulkan sebagian atau seluruhnya

Menambah pajak yang harus dibayar

Tidak dapat diterima

Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan

ah
k

ep

am

ah

hitung; dan/atau
membatalkan

A
gu
ng

In
do
ne
si

Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) tidak dapat lagi diajukan gugatan, banding atau


kasasi

Sehingga apabila setelah diproses kembali dan

terhadap Keputusan Keberatan a quo diajukan lagi


banding ke Pengadilan Pajak maka kemungkinan

bisa saja akan dinyatakan tidak dapat diterima (Niet


on vankelijk) oleh Pengadilan Pajak berdasarkan
Pajak.

Selanjutnya

ketentuan

pertanyaan,

ub

menimbulkan

lik

ah

Pasal 80 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan


a

quo

bagaimana

juga
jika

Pengadilan Pajak yang merupakan judex factie dan

ep

ka

judex juris pada waktu mengadili perkara gugatan


sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 PP No. 74

ah

Tahun 2011 sekaligus memeriksa materi yang

on

tentang Pengadilan Pajak yang melarang untuk itu.


Halaman 27 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

ketentuan atau pasal di UU no. 14 Tahun 2002

es

disengketakan oleh Wajib Pajak karena tidak ada

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 27

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Ketentuan

tersebut

akan

sangat

rawan

terhadap

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

kemungkinan

penyalahgunaan wewenang abuse of power oleh Pejabat yang memutus

ng

Surat Keberatan, yang bisa dengan mudah menyatakan bahwa keberatan


tidak memenuhi syarat formal karena tidak ada akibatnya bila nantinya
digugat di Pengadilan Pajak dan tinggal tunggu saja putusan Pengadilan

gu

Pajak kemudian proses dilanjutkan kembali sesuai dengan batas waktu 12


(dua belas) bulan terhitung sejak putusan gugatan dimaksud, apabila

gugatan dimenangkan Wajib Pajak tanpa harus khawatir dengan batas

waktu 12 bulan a quo (semacam pembantaran penyelesaian Surat

ub
lik

ah

Keberatan), padahal batas waktu tersebut sudah diatur dalam Pasal 26


ayat (1) UU KUP demi kepastian hukum.

Bahwa ketentuan seperti ini nyata-nyata tidak sesuai

am

4.8

dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik karena


kesalahan atau kekhilafan Direktur Jenderal Pajak dalam

ah
k

ep

memutus surat Keberatan dikesampingkan oleh PP No. 74


tahun 2011 dan bahkan secara hukum kesalahan a quo

A
gu
ng

memenangkan
keberatan

gugatan

tetap

tetapi

dilanjutkan

In
do
ne
si

dialihkan menjadi beban Wajib Pajak yang meskipun


proses

kembali

pemeriksaan

seperti

Surat

Keberatan baru sehingga Wajib Pajak yang dihadapkan


pada proses berlarut-larut dalam mencari keadilan dan

memakan waktu serta biaya yang tambah besar. Sungguh


tidak adil.

Ditinjau

dari

legal

drafting

(pembentukan

peraturan perundang-undangan) sebagaimana diatur dalam

lik

ah

UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan, pembentukan Pasal 41 dimaksud,

ub

menurut Pemohon adalah:


1

Melanggar asas kelembagaan sebagaimana diatur

ep

ka

dalam Pasal 5 huruf b UU No. 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan karena

ah

seharusnya ketentuan tersebut yang substansinya

on
In
d

gu

ng

dan bisa menimbulkan akibat hukum yang sifatnya

es

memberikan kewenangan publik yang bersifat mutlak

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 28

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

memaksa seharusnya dimuat dalam UU KUP bukan di

gu

ng

PP No. 74 Tahun 2011

Melanggar asas kejelasan rumusan sebagaimana


diatur dalam Pasal 5 huruf f UU No. 12 Tahun 2011 a

quo karena menimbulkan multi tafsir dan keraguan


sehingga menghambat upaya mencari keadilan di
masyarakat Indonesia, khususnya Wajib Pajak

Mengabaikan asas pengayoman sebagaimana diatur


dalam Pasal 6 huruf a UU No. 12 Tahun 2011 karena

ub
lik

am

ah

ketentuan tersebut yang seharusnya memberikan


perlindungan/

pengayoman

ketentraman

justru

dan

sebaliknya

menciptakan
menimbulkan

ketidakpastian hukum tentang penyelesaian sengketa


keberatan pajak a quo

Mengabaikan asas keadilan dan kepastian hukum

ep

ah
k

sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf i UU No. 12


2011

karena

nyata-nyata

menyebabkan

In
do
ne
si

Tahun

A
gu
ng

ketidakpastian dalam proses penyelesaian hukum

yang pada akhirnya merugikan Wajib Pajak

Memperluas kewenangan Direktorat Jenderal Pajak


dalam pemutusan keberatan yang sudah diatur dalam
Pasal 26 ayat (1) dan (5) UU KUP sehingga tidak bisa
ditolerir berdasarkan hal-hal sebagai berikut:

Prinsip hukum lex superiori derogat lex inferiori (Peraturan

ah

Perundang-Undangan

yang

lebih

tinggi

mengesampingkan

lik

(dalam hal ini penyelesaian sengketa keberatan pajak)

Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah tingkatannya)


Ajaran Teori Norma Hukum Berjenjang yang antara lain

ub

diintrodusir oleh Hans Kelsen yang dikenal dengan nama

ep

ka

Stufenbau des Recht, antara lain dapat dikatakan bahwa Norma


Hukum yang lebih rendah memperoleh kekuatan dan keabsahaan

ah

hukum dari Norma Hukum yang lebih tinggi. Itu sebabnya

Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan Undang-

on

Halaman 29 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

Undang

es

Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah seperti

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 29

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Pasal 7 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Pembentukan

Peraturan

Perundang-Undangan

ng

sebagai berikut:
Kekuatan
Undangan

hukum
adalah

menyatakan

Peraturan
sesuai

Perundang-

dengan

hierarki

gu

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


Dalam

penjelasannya

berikut:

disebutkan

sebagai

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan


adalah

penjenjangan

ub
lik

ah

hierarki

setiap

jenis

Peraturan Perundang-Undangan yang didasarkan

am

pada

asas

bahwa

Peraturan

Perundang-

Undangan yang lebih rendah tidak boleh


bertentangan

dengan

Peraturan

Perundang-

ep

ah
k

Undangan yang lebih tinggi

Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


dan

hierarki

In
do
ne
si

Jenis

Peraturan

Undangan terdiri atas:

Perundang-

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

Peraturan Pemerintah;

Peraturan Presiden;

Peraturan Daerah Provinsi; dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

lik

Dengan kata lain, Pasal 7 UU No. 12 Tahun

ub

2011 tersebut sesuai serta dijiwai oleh asas lex


superiori derogat lex inferiori

ep

IV.2.2 Kesimpulan

Bahwa berdasarkan alasan dan pertimbangan hukum diatas menurut Pemohon


nyata- nyata sudah dapat disimpulkan dan terbukti sebagai berikut:
Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 telah bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Pasal 26 ayat

on
In
d

gu

ng

(1) dan ayat (5) jo Pasal 25 UU KUP

es

1.

ah

ka

ah

A
gu
ng

Peraturan Perundang-Undangan mengatur sebagai berikut:

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 30

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Pembentukan Peraturan Pasal 41 ayat (2) dan (3) tersebut tidak memenuhi

2.

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam

ng

Pasal 5 dan 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan.

3.

Pelaksanaan dan ketentuan tersebut sangat rawan terhadap penyalahgunaan

gu

wewenang (abuse of power) dan tidak sesuai dengan asas-asas umum


Pemerintahan yang baik.

Bahwa sehubungan itu, dengan hormat mohon kepada Majelis Hakim Agung
Yang Mulia yang mengadili perkara permohonan Hak Uji Materiil a quo agar

ub
lik

ah

berkenan menyatakan tidak sah serta tidak mengikat dan karenanya mencabut
Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011.

am

IV. 3. Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011


IV.3.1 Uraian
1.

Bahwa Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011, mengatur

ah
k

ep

ketentuan sebagai berikut:

Pelaksanaan pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat

In
do
ne
si

(1) dan ayat (2) berlaku ketentuan sebagai berikut:


Dalam hal...... dst

Dalam hal......dst

Dalam hal atas Putusan Banding diajukan permohonan Peninjauan

A
gu
ng

Kembali, imbalan bunga diberikan apabila Putusan Peninjauan


Kembali telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak dari Mahkamah
Agung.

2.

Bahwa Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) mengatur sebagai berikut:

Apabila

pengajuan

keberatan,

permohonan

banding,

atau

permohonan

lik

ah

Peninjauan Kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang


masih harus dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat
Pajak

Kurang

Bayar

Tambahan

ub

Ketetapan

yang

telah

dibayar

menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

ep

ka

27A Undang-Undang, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan


ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24
Apabila

pengajuan

keberatan,

permohonan

banding,

atau

permohonan

Peninjauan Kembali sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat

on

Halaman 31 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

Ketetapan Pajak Lebih Bayar dikabulkan sebagian atau seluruhnya dan

es

ah

(dua puluh empat) bulan

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 31

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

27A Undang-Undang, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan

ng

ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24
(dua puluh empat) bulan.
3.

Bahwa Pasal 27A UU KUP, yang dirujuk oleh Pasal 43 ayat (1) dan (2)

gu

PP No. 74 Tahun 2011 sebagai dasar hukum pemberian bunga, pada

dasarnya formulanya/ungkapannya adalah persis sama dengan Pasal 27A

ayat (1) dimaksud, yakni sebagai berikut:

Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan

ub
lik

ah

peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak


yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan

am

Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,


Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan

ah
k

ep

pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga


sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh

In
do
ne
si

empat) bulan dengan ketentuan sebagai berikut:


Menurut pendapat Pemohon , ketentuan pada Pasal 27 ayat (1) UU KUP

A
gu
ng

a quo adalah merupakan ungkapan dari asas keseimbangan antara hak


dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sebagaimana dituangkan dalam
penjelasan umum No. 4 huruf d UU KUP.

4.

Bahwa memang benar menurut ayat (3) dari Pasal 27A a quo: Tata
cara penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan
pemberian imbalan bunga diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

5.

lik

berjalan tertib dan sesuai prosedur.

Bahwa ternyata yang muncul bukan peraturan pelaksanaan seperti yang


diamanatkan pada ayat (3) Pasal 27A tersebut diatas (yang berisi tata cara

ub

ah

Menteri Keuangan agar pemanfaatan hak untuk meminta bunga tersebut

perhitungan pengembalian), tetapi justru Pengaturan lain dalam bentuk

ep

ka

Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 yang pada Pasal 43 ayat (6) a
quo jelas mengatur bahwa Dirjen Pajak akan menunda pembayaran

ah

bunga dimaksud sampai dengan diterimanya putusan tentang Peninjauan

merupakan perluasan kewenangan Dirjen yang mestinya tidak perlu dan

on
In
d

gu

ng

tidak boleh diatur karena tidak diamanatkan dalam Pasal 27A UU KUP

es

Kembali dari Mahkamah Agung, yang menurut Pemohon, hal itu jelas

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 32

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

yang sekaligus berarti mengurangi hak Wajib Pajak yang sebenarnya

telah dijamin dalam Pasal 27A UU KUP, sehingga ketentuan tersebut

ng

melanggar asas keadilan yang merupakan salah satu landasan norma


dalam UU KUP.

6.

Bahwa Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 tersebut juga

gu

mencederai asas keseimbangan hak dan kewajiban perpajakan yang juga

menjiwai UU KUP, sehingga dalam penerapannya akan melanggar asas-

asas umum pemerintahan yang baik karena dalam hal Wajib Pajak

dikenai sanksi administratif berupa denda atau bunga misalnya, Wajib

ub
lik

ah

Pajak tidak mendapatkan hak penundaan pembayaran yang sama seperti


Direktur Jenderal Pajak.

am

7.

Bahwa ketentuan Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 a quo
juga bertentangan dengan atau setidak-tidaknya tidak selaras dengan
7.1.

Pasal 89 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan

ep

ah
k

Pajak (Vide Bukti: P11) yang mengatur sebagai berikut:


1

Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan

In
do
ne
si

7.2.

pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak


Pasal 86 UU No 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang

A
gu
ng

mengatur bahwa:

Putusan Pengadilan langsung dapat dilaksanakan dengan tidak


memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali
peraturan perundang-undangannya mengatur lain

7.3.

Pasal 88 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan


Pajak yang mengatur sebagai berikut:

lik

yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari


terhitung sejak tanggal diterima putusan
8.

Bahwa ditinjau dari UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

ub

ah

(2) Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat

Peraturan Perundang-undangan, ketentuan Pasal 43 ayat (6) huruf c PP

ep

ka

No. 74 Tahun 2011 tersebut melanggar asas lex superiori derogat lex
inferiori, mengingat Pasal 7 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 a quo yang

ah

mengatur sebagai berikut:

es

Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan

on

Halaman 33 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 33

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Dalam penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU NO. 12 Tahun 2011 a quo


menyatakan sebagai berikut:

ng

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan hierarki adalah


penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan

pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak

gu

boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih

tinggi.

9.

Bahwa menurut Pemohon, Pasal 43 ayat (6) huruf c tersebut juga


menyimpang dari syarat-syarat/landasan peraturan perundang-undangan

ub
lik

ah

yang baik (good legislation) yaitu salah satunya landasan yuridis


(juridische gronslag)yang mengajarkan bahwa peraturan perundang-

am

undangan diharuskan mempunyai dasar hukum atau legalitas terutama


dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan karenanya tidak
boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dengan kata lain

ah
k

ep

sesuai ajaran Stufenbau Theory (teori Norma Hukum Berjenjang)


norma yang lebih rendah memperoleh kekuatan, keabsahan atau validitas

In
do
ne
si

dari norma yang derajatnya lebih tinggi (ada keselarasan vertical).


10. Bahwa dilihat dari ajaran Norma Hukum Berjenjang tersebut, Pasal

A
gu
ng

43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 juga nyata-nyata melanggar


prinsip keselarasan apabila dilihat dari sudut Ketatanegaraan karena

bertentangan dengan Pasal 89 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang


Pengadilan Pajak mengingat dinyatakan secara jelas bahwa Pengajuan
Permohonan Peninjauan Kembali tidak menunda pelaksanaan putusan

Pengadilan Pajak. Hal ini logis dan tepat karena putusan Pengadilan

Pajak sesuai dengan Pasal 77 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2002 langsung
pertama dan sekaligus terakhir.

lik

ah

mempunyai kekuatan hukum tetap karena merupakan putusan tingkat

ub

Dengan demikian Pasal 43 ayat (6) huruf c Peraturan Pemerintah No. 74


Tahun 2011 yang pada dasarnya ada pada ranah eksekutif jelas

ep

ka

melanggar/bertentangan dengan peraturan perundangan di bidang


kekuasaan kehakiman (kekuasaan yudikatif) yaitu UU No. 14 Tahun

ah

2002 tentang Pengadilan Pajak, padahal sebagai pemerintah yang baik,

es
on
In
d

gu

ng

yudikatif.

Dirjen Pajak seharusnya patuh pada UU termasuk UU dalam ranah

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 34

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

11. Bahwa sehubungan dengan itu, UU No. 14 Tahun 2002 tentang


Pengadilan Pajak pada Pasal 87 telah mengatur sebagai berikut:

ng

Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh

Banding, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah


imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24

gu

(dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan


yang berlaku

Bahwa peraturan perpajakan yang berlaku a quo adalah Pasal 27A UU


KUP yang sudah dikutip tersebut di atas.

ub
lik

ah

12. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak yang sudah mempunyai kekuatan

hukum tetap (in kracht van gewijsde) sesuai dengan Pasal 77 UU No. 14

am

Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak seharusnya dilaksanakan secara


utuh oleh Direktorat Jenderal Pajak dan tidak boleh ditunda sesuai
dengan Pasal 89 ayat (2) UU Pengadilan Pajak a quo. Dengan demikian

ah
k

ep

Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 nyata-nyata telah


bertentangan dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak a quo.

In
do
ne
si

13. Bahwa pembentukan Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011
ditinjau dari substansinya kurang sesuai dengan asas kelembagaan

A
gu
ng

sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011


tentang

Pembentukan

Peraturan

Perundang-undangan

karena

substansinya seharusnya dimuat dalam UU KUP, dan juga tidak sesuai

dengan asas keadilan (karena menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib

Pajak), asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara Dirjen


Pajak dan Wajib Pajak, dan asas ketertiban dan kepastian hukum (karena

lik

14. Bahwa Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 tersebut juga
bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
1

ub

Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur sebagai berikut:

ah

menimbulkan ketidak tertiban dan ketidakpastian).

Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

ep

ka

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan


Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan

ah

peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

es

peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata

on

Halaman 35 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 35

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

diatur dalam Undang-Undang

ng

15. Bahwa sehubungan dengan itu, Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Vide Bukti : P12) mengatur


sebagai berikut:

gu

Pengadilan Khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan

peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan


Undang-Undang

16. Bahwa disamping itu, Pasal 9A Undang-Undang No. 9 Tahun 2004

ub
lik

ah

tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang


Peradilan Tata Usaha Negara (Vide Bukti: P13) mengatur sebagai

am

berikut:

Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat diadakan


pengkhususan yang diatur dengan Undang-Undang

ah
k

ep

Dalam penjelasan Pasal 9A a quo ditegaskan:

Yang dimaksud dengan pengkhususan adalah diferensiasi atau

In
do
ne
si

spesialisasi di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, misalnya


Pengadilan Pajak

A
gu
ng

17. Bahwa dengan demikian Pengadilan Pajak yang diatur dengan UndangUndang No. 14 Tahun 2002 adalah Pengadilan sebagai pelaksana dari

Kekuasaan Kehakiman di bawah Mahkamah Agung yang sah, sehingga

karena itu Pengadilan Pajak melaksanakan kekuasaan kehakiman yang

merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan dalam menyelesaikan

sengketa pajak, yang merupakan pengadilan khusus dan berada dalam

lik

18. Bahwa karena itu Pengadilan Pajak tidak boleh diintervensi baik dalam
menjatuhkan putusan maupun dalam kaitan dengan regulasinya sehingga
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (6) huruf c nyata-nyata

ub

ah

lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

telah mengintervensi Pasal 89 ayat (2) jo Pasal 77 ayat (1) Undangdikutip di atas.

ep

ka

Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak sebagaimana telah

ah

19. Bahwa Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 menurut

prinsip Freis emersen yaitu prinsip kebebasan bertindak yang diberikan

on
In
d

gu

ng

kepada Pemerintah mengingat:

es

Pemohon tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk pelaksanaan dari

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 36

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Bahwa prinsip

tersebut

seharusnya digunakan ketika dalam

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tersebut dihadapkan pada tidak

ng

adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara rinci


b

Bahwa, ketentuan mengenai pemberian bunga a quo sudah diatur secara


rinci sehingga yang seharusnya diterbitkan adalah peraturan yang bersifat

gu

administratif yang diamanatkan oleh Pasal 27A ayat (3) yang mengatur
sebagai berikut:

Tata Cara penghitungan pengembalian kelebihan pembayaran


pajak dan pemberian imbalan bunga diatur dengan atau berdasarkan

ub
lik

ah

Peraturan Menteri Keuangan

Bahwa yang diterbitkan ternyata dalam bentuk Peraturan Pemerintah,

am

bukan Peraturan Menteri Keuangan dan secara substansial bertentangan


dengan asas keadilan dan asas kepastian hukum dari UU KUP dan juga
bertentangan dengan UU Pengadilan Pajak

ep

ah
k

IV.3.2. Kesimpulan

Bahwa berdasarkan uraian, alasan dan pertimbangan hukum tersebut diatas

Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 secara substantif

A
gu
ng

1.

In
do
ne
si

secara sah dan meyakinkan telah terbukti dan dapat disimpulkan sebagai berikut:

bertentangan dan tidak sejalan dengan Pasal 27A ayat (a) dan ayat (3) UU
KUP dan juga bertentangan dengan Pasal 89 ayat (2) jo Pasal 77 ayat (1)

UU jo Pasal 86 dan Pasal 88 ayat (2) No. 14 tahun 2002 tentang


Pengadilan Pajak.

2.

Pembentukan ketentuan hukum Pasal 43 ayat (6) huruf c a quo nyatanyata tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan

lik

ah

yang berlaku yang diatur dalam Pasal 5, dan 7 UU No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

ub

Mulia yang memeriksa dan mengadili perkara permohonan Hak Uji Materiil ini

ep

agar berkenan menyatakan tidak sah serta tidak mengikat dan karenanya
mencabut Pasal 43 ayat (6) huruf c a quo dari PP No. 74 Tahun 2011.
IV . 4. Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011

es
on

gu

ng

Bahwa Pasal 29 PP No. 74 Tahun 2011 menyatakan sebagai berikut:

Halaman 37 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

IV. 4.1 Uraian

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

ik

ah

ka

Bahwa sehubungan dengan itu, mohon kepada Majelis Hakim Agung Yang

Halaman 37

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat

(1)

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya

ng

tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang


isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada

gu

pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan

(2)

tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak.

Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melunasi


kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi

administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari

ub
lik

ah

jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

am

(3)

Terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud


a.

keberatan;

b.

pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi; dan

c.

pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak

Bahwa Pasal 13A UU KUP mengatur sebagai berikut:

In
do
ne
si

benar.

ep

ah
k

pada ayat (2), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan:

A
gu
ng

Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat

Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak


benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,tidak
dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh

Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan


pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa

lik

ah

kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang
dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang

ub

Bayar.

Penjelasan Pasal 13A adalah sebagai berikut:

ep

ka

Pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan


kepatuhan Wajib Pajak. Namun, bagi Wajib Pajak yang melanggar pertama
dikenai sanksi administrasi

Oleh karena itu, Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan

on
In
d

gu

ng

Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya

es

pidana, tetapi

ah

kali ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak dikenai sanksi

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 38

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara

ng

tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan

Wajib Pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak tersebut wajib melunasi

kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi

gu

administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah

pajak yang kurang dibayar.

Bahwa Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011, substansinya bertentangan


dengan:
1

ub
lik

ah

3.1 Pasal 25 ayat (1) UU KUP yang mengatur sebagai berikut:

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;

Surat Ketetapan Pajak Nihil ;

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau

Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga


berdasarkan

ketentuan

peraturan

A
gu
ng

perpajakan

In
do
ne
si

ep

ah
k

am

Direktur Jenderal Pajak atas suatu:

perundang-undangan

Pasal 36 ayat (1) UU KUP yang mengatur sebagai berikut:

Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib


Pajak dapat:

mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan


kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

lik

bukan karena kesalahannya;

mengurangkan atau membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar;

mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau

membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau Surat Ketetapan Pajak dari hasil

ep

ub

penyampaian surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; atau

pembahasan hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

Bahwa Pajak adalah pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana diatur

on

Halaman 39 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

dalam Pasal 1 angka 1 UU KUP yang menyatakan sebagai berikut:

es

pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:

ah

ka

ah

perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 39

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

ng

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,


dengan

tidak

mendapatkan

imbalan

secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara

gu
A

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Bahwa oleh karena sifat pajak yang dapat dipaksakan secara yuridis tersebut,

agar pengenaan pajak tidak semena-mena maka asas-asas terpenting dari

ub
lik

ah

pajak sebagaimana diatur dalam konsiderans UU KUP adalah asas keadilan


dan asas kepastian hukum.

am

Bahwa sehubungan dengan kedua asas tersebut, UU KUP memberikan hak


yang sifatnya sangat mendasar kepada Wajib Pajak yaitu antara lain:

Hak mengajukan keberatan apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan

ep

ah
k

perhitungan pajak dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana telah


disampaikan melalui kutipan Pasal 25 ayat (1) tersebut di atas.
Hak untuk mengajukan permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat

In
do
ne
si

(1) dengan penjelasan sebagai berikut:

A
gu
ng

Penjelasan Pasal 36 ayat (1):

Dalam praktik dapat ditemukan sanksi administrasi yang dikenakan kepada


Wajib Pajak tidak tepat karena ketidaktelitian petugas pajak yang dapat
membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami

peraturan perpajakan. Dalam hal demikian, sanksi administrasi berupa


bunga, denda, dan kenaikan yang telah ditetapkan dapat dihapuskan atau
dikurangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

lik

ah

Selain itu, Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan
Wajib Pajak dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau

ub

membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar, misalnya Wajib Pajak
yang ditolak pengajuan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan

ep

ka

formal (memasukkan surat keberatan tidak pada waktunya) meskipun


persyaratan

material

terpenuhi.

ah

Demikian juga, atas Surat Tagihan Pajak yang tidak benar dapat dilakukan

es

pengurangan atau pembatalan oleh Direktur Jenderal Pajak karena

on
In
d

gu

ng

jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak.

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 40

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Dalam rangka memberikan keadilan dan melindungi hak Wajib Pajak,


Direktur Jenderal Pajak atas kewenangannya atau atas permohonan Wajib

ng

Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak yang dilaksanakan tanpa


penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau tanpa dilakukan

pembahasan akhir atas hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Namun,

gu

dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir hasil

pemeriksaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan


Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan.

7.

Bahwa dalam pasal-pasal yang mengatur hak dasar dari Wajib Pajak

ub
lik

ah

sebagaimana diatur dalam Pasal 25 maupun Pasal 36 sama sekali tidak

ditemukan adanya pengecualian atau larangan bagi Wajib Pajak untuk

am

menggunakan Pasal 25 maupun Pasal 36 UU KUP. Oleh karenanya


ketentuan yang diatur dalam Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 jelas
bertentangan dengan Pasal 25 dan 36 UU KUP

Bahwa secara filosofi, hakikat dari Pasal 29 ayat (3) PP 74 Tahun 2011

ep

ah
k

8.

nyata-nyata tidak selaras dengan asas keadilan dan asas kepastian hukum

In
do
ne
si

9.

yang menjadi salah satu landasan filosofi dari UU KUP.


Bahwa lebih dari itu, sebenarnya hak untuk mencari keadilan dijamin dalam

A
gu
ng

Pasal 28D UUD 45 yang mengatur sebagai berikut:


1

Setiap

orang

berhak

atas

pengakuan,

jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta


perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Sehingga dengan demikian pembatasan/larangan untuk mengajukan

keberatan pajak dan mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi

administratif dan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang

lik

45 dimaksud dan sulit untuk mengelak dari kesan adanya arogansi


kekuasaan yang tentunya tidak sesuai dengan Asas-Asas Umum

ub

ah

tidak benar sungguh tidak selaras dengan hak asasi yang diatur dalam UUD

Pemerintahan Yang Baik.

ep

ka

10. Bahwa Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 juga telah nyata-nyata
mengurangi hak Wajib Pajak yang dijamin dengan UU KUP.

ah

11. Bahwa ditinjau dari sudut pembentukan peraturan perundang-undangan

es
on

Halaman 41 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

dengan:

(legal drafting) Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 juga tidak sesuai

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 41

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Ajaran teori Norma Hukum Berjenjang (Stufenbau theorie des

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

recht) di Indonesia sebagaimana tercermin dalam Pasal 7 ayat (2) UU No.

ng

12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan


yang mengatur sebagai berikut:

gu

Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai


dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Penjelasan dari Pasal 7 ayat (2) tersebut adalah sebagai berikut:

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan hierarki adalah


perjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang

ub
lik

ah

didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang

lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-

am

undangan yang lebih tinggi


b

Bahwa Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur sebagai berikut:
Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri

ep

ah
k

atas:

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

In
do
ne
si

A
gu
ng

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat


Undang

Peraturan Pemerintah

Peraturan Presiden

Peraturan Daerah Provinsi dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Bahwa oleh karena itu PP No. 74 Tahun 2011 yang kedudukannya

lik

ah

dibawah Undang-Undang seharusnya tidak boleh bertentangan dan


juga tidak boleh mengurangi/menambah ketentuan yang diatur dalam
c

ub

UU KUP.

Bahwa dilihat dari asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-

ep

ka

undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun


2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka Pasal

ah

29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 juga tidak mengindahkan:

(3) tersebut diatur oleh Pemerintah bersama DPR dalam bentuk

on
In
d

gu

ng

Undang-Undang (artinya UU KUP harus diamandemen),

es

c.1. asas kelembagaan, karena seharusnya substansi Pasal 29 ayat

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 42

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


ditentukan

sendiri

oleh

Pemerintah

bukan

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

mengingat

substansinya yang mengurangi hak Wajib Pajak yang dijamin

ng

dalam Pasal 25 ayat (1) UU KUP

c.2. asas dapat dilaksanakan, karena ketentuan Pasal 29 ayat (3)

gu

PP No. 74 Tahun 2011 tersebut akan sulit diterapkan mengingat


akan selalu terjadi benturan antara kepentingan Wajib Pajak
dengan Pemerintah, dengan kata lain tidak efektif.

c.3. asas kejelasan rumusan, karena rumusan Pasal 29 ayat (3) PP


No. 74 Tahun 2011 bersifat multitafsir mengingat jelas

ub
lik

ah

bertentangan dengan UU KUP sehingga juga akan menyulitkan

Pengadilan Pajak dalam mengadili sengketa pajak sesuai dengan

am

fungsinya untuk memberikan keadilan sesuai dengan kebenaran


materiil.

c.4. asas kesesuaian, karena rumusan Pasal 29 ayat (3) PP No. 74

ah
k

ep

Tahun 2011 a quo tidak memperhatikan materi muatan yang


tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan PerundangBahwa

apabila

ditinjau

dari

materi

muatan

In
do
ne
si

undangan.

atau

substansinya

A
gu
ng

sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maka Pasal 29 ayat (3) PP
No. 74 Tahun 2011 tidak mencerminkan:

d.1. keadilan, karena akses terhadap pencarian keadilan oleh Wajib

Pajak ditutup secara tidak sah, sehingga merugikan Wajib


Pajak

d.2. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, karena


Wajib

Pajak

pasti

salah.

lik

ah

seolah-olah pihak Dirjen Pajak pasti benar secara hukum dan


Padahal

fungsi

kekuasaan

ub

kehakimanlah yang bisa memastikan benar atau salahnya suatu


perbuatan menurut hukum.
dan

kepastian

hukum;

karena

pelaksanaan

ep

ka

d.3. Ketertiban

kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak yang seharusnya

ah

apabila mengikuti UU KUP akan tertib dan pasti menjadi

es

terganggu dengan adanya ketentuan pada Pasal 29 ayat (3) PP

on

Halaman 43 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

No. 74 Tahun 2011 a quo.

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 43

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

d.4. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan karena antara


kepentingan Wajib Pajak dan kepentingan Pemerintah (Dirjen

ng

Pajak) nyata-nyata tidak seimbang dan tidak serasi serta selaras


mengingat Wajib Pajak harus mentaati begitu saja atas

tindakan Dirjen Pajak meskipun tindakan tersebut dianggap

gu

salah atau tidak sah

Bahwa Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 sebenarnya tidak

diamanatkan oleh Pasal 13A UU KUP sehingga dapat dikatakan sebagai


unpartialistic atau tidak atas perintah UU dan sekiranya kepentingan

ub
lik

ah

tersebut dianggap bertumpu pada aspek doelmategheid (atau tujuan/


kemanfaatannya)sebagai bentuk dari pelaksanaan prinsip Freis emerssen

am

dalam hukum adminstratif (prinsip kebebasan bertindak yang diberikan


kepada pemerintah), tetapi tindakan pemerintah tersebut tetap tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang dan harus memperhatikan asas-

ep

ah
k

asas umum pemerintahan yang baik serta asas kepatutan yang menurut
Pemohon ternyata semuanya itu dilanggar oleh Pemerintah.

In
do
ne
si

IV.4.2 Kesimpulan

Bahwa dari uraian, alasan dan pertimbangan hukum tersebut diatas telah terbukti

A
gu
ng

dan dapat disimpulkan bahwa Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 telah:
a.

Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,


dalam hal ini Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1) UU KUP; dan atau

b.

Melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang

baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan 7 UU No. 12 Tahun 2011


tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sehingga tidak
memenuhi syarat sesuai Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang

Bahwa sehubungan dengan itu, mohon karenanya agar Majelis Hakim Agung

ub

berkenan menyatakan tidak sah serta tidak mengikat dan karenanya mencabut

ep

Pasal 29 dari PP No. 74 Tahun 2011.


IV . 5. Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011
IV.5.1 Uraian

Bahwa Hukum Pajak pada dasarnya tergolong pada Hukum Publik yang
termasuk dalam rumpun Hukum Administrasi Pemerintahan atau Hukum

on
In
d

gu

ng

Tata Usaha Negara. Bahwa oleh karena itu Pengadilan Pajak yang diatur

es

1.

ka

Yang Mulia yang memeriksa dan mengadili permohonan Hak Uji Materiil a quo

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

ik

ah

lik

ah

berlaku

Halaman 44

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

dengan UU No. 14 Tahun 2002 adalah merupakan Pengadilan Khusus


dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur

ng

dalam Pasal 9A, UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang
mengatur sebagai berikut:

gu

Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat diadakan

pengkhususan yang diatur dengan Undang-Undang


Dalam penjelasan Pasal 9A a quo ditegaskan:

Yang dimaksud dengan pengkhususan adalah diferensiasi atau

ub
lik

ah

spesialisasi di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, misalnya


Pengadilan Pajak

am

2.

Bahwa Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara
adalah Pejabat Tata Usaha Negara yang dalam rangka pengenaan pajak
pada dasarnya mengeluarkan/menerbitkan Ketetapan/Keputusan Pejabat
a

ep

ah
k

Tata Usaha Negara yang terdiri dari:

Ketetapan Pajak yang berisi perhitungan besarnya pajak yang

In
do
ne
si

terutang sesuai dengan hasil pemeriksaan Pajak seperti Surat


Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang

A
gu
ng

Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan


Pajak Lebih Bayar

Keputusan-keputusan lainnya yang berisi tindakan-tindakan

Direktur Jenderal Pajak selain menetapkan Pajak, seperti


penerbitan Surat Paksa, Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pencegahan ke luar negeri,

3.

lik

diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bahwa terhadap tindakan-tindakan Direktur Jenderal Pajak baik berupa


Ketetapan Pajak maupun keputusan lainnya dalam praktek bisa saja

ub

ah

Pemberian/Penolakan atas permohonan fasilitas-fasilitas yang

menimbulkan perselisihan atau persengketaan antara Wajib Pajak dengan

ep

ka

Direktur Jenderal Pajak, sehingga oleh karena itu UU KUP memberikan


upaya-upaya hukum yang pada dasarnya sebagai berikut:

ah

Terhadap Ketetapan Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan

es

Keberatan Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, sebagaimana

on

Halaman 45 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

diatur dalam Pasal 25 ayat (1) UU KUP

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 45

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Terhadap keputusan lainnya yang tidak berisi penetapan pajak,

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

kepada Wajib Pajak diberikan upaya hukum berupa Gugatan

ng

sebagai mana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UU KUP

4.

Bahwa Hak Wajib Pajak untuk mengajukan Keberatan Pajak dan Hak

untuk menggugat itu adalah, hak yang sangat penting dan mendasar (Tax

gu

Payers Basic Rights) bagi Wajib Pajak sebagai implementasi dari asas
keadilan dan asas kepastian hukum yang menjadi pilar dari UU KUP

sebagaimana tercantum dalam konsideransnya mengingat pungutan pajak

adalah bersifat memaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 23A UUD 1945
a

ub
lik

ah

jo Pasal 1 angka 1 UU KUP, sebagai berikut:

Pasal 23 UUD 1945 yang mengatur sebagai

am

berikut:

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan


negara diatur dengan Undang-Undang

Pasal 1 angka 1 UU KUP yang mengatur

ah
k

ep

sebagai berikut:

In
do
ne
si

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

A
gu
ng

Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran


rakyat

5.

Bahwa apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan perhitungan pajak yang
dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai hasil pemeriksaan pajak

makan UU KUP menyediakan upaya hukum sebagaimana diatur dalam


Pasal 25 ayat (1) yang menyatakan sebagai berikut:
Wajib

Pajak

dapat

mengajukan

keberatan

hanya

Direktorat

ub

lik

ah

kepada

Jenderal Pajak atas suatu:

ah

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan


Surat Ketetapan Pajak Nihil
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau

es
on
In
d

gu

ng

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

ep

ka

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 46

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Pemotongan atas pemungutan pajak oleh pihak

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

ng

undangan perpajakan

6.

Bahwa sehubungan dengan Permohonan Keberatan Wajib Pajak, Pasal


26 ayat (1) UU KUP mengatur sebagai berikut:

gu

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan

atas keberatan yang diajukan

Bahwa penjelasan dari Pasal 26 ayat (1) adalah sebagai

ub
lik

ah

berikut:

Terhadap Surat Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak, kewenangan

am

penyelesaian dalam tingkat pertama diberikan kepada Direktur Jenderal


Pajak dengan ketentuan batasan waktu penyelesaian keputusan atas
keberatan Wajib Pajak ditetapkan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak

ah
k

ep

tanggal Surat Keberatan diterima.

Dengan ditentukannya batas waktu penyelesaian keputusan atas

In
do
ne
si

keberatan tersebut, berarti akan diperoleh suatu kepastian hukum bagi


Wajib Pajak selain terlaksananya administrasi perpajakan

Bahwa sehubungan dengan hak Wajib Pajak lainnya untuk menggugat,

A
gu
ng

7.

telah dijamin dan dirumuskan secara luas dalam Pasal 23 ayat (2) UU
KUP yang mengatur sebagai berikut:
1

Dihapus

Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung


Pajak terhadap:

Pelaksanaan

Surat

Paksa,

Surat

Perintah

Lelang;

Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan


pajak;

Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan

ep

ka

ub

lik

ah

Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman

keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan


Penerbitan surat Ketetapan Pajak atau Surat

on

tidak seusai dengan prosedur atau tata cara yang


Halaman 47 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya

es

ah

dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 47

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

telah

diatur

dalam

ketentuan

peraturan

perundang-undangan perpajakan hanya dapat


diajukan kepada badan peradilan pajak

ng

8.

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Bahwa penjelasan dari Pasal 23 ayat (2) UU KUP a quo secara


keseluruhan mulai dari huruf a sampai dengan huruf d menyatakan

gu

cukup jelas dan tidak ada ketentuan dalam UU KUP yang memberi

atribusi untuk mengatur lebih lanjut khususnya terhadap Pasal 23 ayat (2)
a quo.

9.

Bahwa namun demikian ternyata Pemerintah telah mengeluarkan

ub
lik

ah

peraturan pelaksanaan dari Pasal 23A huruf c UU KUP a quo dengan


Pasal 37 dalam PP No. 74 Tahun 2011, yang bunyinya sebagai berikut:

am

Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan


yang diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang meliputi
a

ep

ah
k

keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak selain:


Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai
Surat Keputusan Pembetulan;

Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah


sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan;

Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;

Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi

Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak

Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan

Surat

Keputusan

Pengembalian

Pendahuluan

lik

10.

In
do
ne
si

Kelebihan Pajak

Bahwa dilihat dari substansinya, Pasal 37 a quo sangat jelas mengurangi

ub

hak Wajib Pajak untuk menggugat yang sudah dijamin dan dirumuskan

ah

A
gu
ng

dengan prosedur atau tata cara penerbitan;

secara luas dan tegas dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a sampai dengan
11.

ep

ka

huruf d UU KUP.

Bahwa sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara, rumusan Pasal 23 ayat

ah

(2) a quo adalah sudah tepat dan lengkap apabila dibaca sekaligus dengan

Direktur Jenderal Pajak yang menerbitkan Keputusan/Ketetapan Pajak

on
In
d

gu

ng

pada dasarnya dapat digugat dan diajukan keberatan sehingga dengan

es

Pasal 25 ayat (1) UU KUP, karena dengan demikian semua tindakan

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 48

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

demikian ketentuan Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 benar-benar tidak


sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) UU KUP dan tidak sesuai dengan hakekat

ng

Hukum Pajak sebagai Hukum Tata Usaha Negara.


12.

Bahwa dilihat dari substansinya, Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 a quo


juga kurang sejalan dan bahkan mengurangi Kompetensi absolut dari

gu

Pengadilan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (3) UU No. 14


Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang mengatur sebagai berikut:

Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan

memeriksa dan memutus sengketa atas


penagihan

Pajak

ub
lik

ah

pelaksanaan

atau

Keputusan pembetulan atau Keputusan

am

lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal


23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

ah
k

ep

Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah


beberapa kali diubah terakhir dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.

A
gu
ng
13.

In
do
ne
si

Undang-Undang Nomo 16 Tahun 2000 dan

Bahwa Pasal 31 ayat (3) UU No. 14 tahun 2002 tersebut menunjuk pada
Pasal 23 ayat (2) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

dengan UU No. 16 Tahun 2000 (UU KUP) yang bunyinya sebagai


berikut:

Dihapus

Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung

lik

ah

Pasal 23

ub

Pajak terhadap:

Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah

ep

ka

Melaksanakan

Penyitaan,

atau

Pengumuman Lelang;
Keputusan

yang

berkaitan

dengan

yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1)

on

dan Pasal 26.

es

pelaksanaan keputusan perpajakan, selain

Halaman 49 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

ah

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 49

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Keputusan

pembetulan

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16 yang berkaitan


dengan Surat Tagihan Pajak;

ng
gu
A

14.

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Keputusan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 36 yang berkaitan dengan Surat


Tagihan Pajak;

hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak


3

Dihapus

Bahwa dalam perubahan ketiga dari UU KUP, dengan UU No. 28 Tahun

ub
lik

ah

2007, yang kemudian diubah lagi untuk keempat kalinya dengan UU No.
16 Tahun 2009, Pasal 23 ayat (2) a quo justru telah diperjelas, diperluas

am

dan dirinci sehingga bunyinya sebagai berikut:


1

Dihapus.

Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:

ep

ah
k

Pasal 23

Pelaksanaan

Paksa,

Penyitaan,

Lelang;

A
gu
ng

atau

Perintah

Pengumuman

Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan


pajak;

Surat

In
do
ne
si

Melaksanakan

Surat

Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan

keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan


dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
d

penerbitan Surat Ketetapan Pajak atau Surat

Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya

lik

ah

tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang


telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

ub

undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada


badan peradilan pajak
15.

Dihapus

ep

ka

Bahwa sehubungan dengan itu, ketentuan Pasal 37 PP No. 74 Tahun

ah

2011 jelas tidak sejalan dengan UU No. 14 Tahun 2002 tentang

Pengadilan Pajak sebagai pelaksana dari Kekuasaan Kehakiman yang

on
In
d

gu

ng

merdeka sebagaimana diatur dengan Pasal 24 UU 1945 untuk

es

Pengadilan Pajak dan dengan demikian juga tidak sejalan dengan fungsi

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 50

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

memberikan kepastian hukum yang adil dalam menyelesaikan sengketa


perpajakan.

Bahwa sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara pada dasarnya semua

ng

16.

Keputusan/Ketetapan Pejabat Tata Usaha Negara yang tertulis, konkrit,


individual dan final seharusnya bisa diajukan gugatan. Sekiranya ada

gu

ketentuan mengenai keputusan/ketetapan yang bukan merupakan objek

gugatan seharusnya pengecualian seperti itu diatur dalam Undang-

Undang. Dengan demikian pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal


37 PP No. 74 Tahun 2011 seharusnya dimuat dalam UU KUP, sehingga:

DPR sebagai wakil rakyat ikut

ub
lik

ah

Ada kepastian hukum

Tidak

bertentangan

A
gu
ng

ah
k

ep

keselarasan

17.

dengan

atau

ada

Undang-

Undang lain terkait seperti UU No.


14 Tahun 2002
Tidak mengganggu hak Wajib Pajak

In
do
ne
si

am

membahas dan menyetujuinya

untuk mencari dan memperoleh


keadilan, mengingat menurut Pasal
28 UU 1945 :

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil


serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Bahwa ditinjau dari sudut pembentukan peraturan perundang-undangan

lik

ah

(Legal Drafting) Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 juga tidak sesuai


dengan:

Ajaran teori norma hukum berjenjang (Stufenbau theorie des recht) di

ub

Indonesia sebagaimana tercermin dalam Pasal 7 ayat (2) UU No. 12

ka

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang

ep

mengatur sebagai berikut:

ah

Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai

dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

es
on

Halaman 51 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

Penjelasan dari Pasal 7 ayat (2) tersebut adalah sebagai berikut:

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 51

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan hierarki adalah


perjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang

ng

didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang

lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi

Bahwa Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan

gu

peraturan perundang-undangan mengatur sebagai berikut:

Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

ub
lik

Peraturan Pemerintah

Peraturan Presiden

Peraturan Daerah Provinsi dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

ep

ah
k

Undang

In
do
ne
si

am

ah

atas:

Bahwa oleh karena itu PP No. 74 Tahun 2011 yang kedudukannya

A
gu
ng

dibawah Undang-Undang seharusnya tidak boleh bertentangan dan

juga tidak boleh mengurangi/menambah ketentuan yang diatur


dalam UU KUP.

Bahwa dilihat dari asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun


2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka Pasal
37 PP No. 74 Tahun 2011 juga tidak mengindahkan:

lik

ah

c.1. asas kelembagaan, karena seharusnya substansi Pasal 37


tersebut diatur oleh Pemerintah bersama DPR dalam bentuk
bukan

ditentukan

ub

Undang-Undang (artinya UU KUP harus diamandemen),


sendiri

oleh

Pemerintah

mengingat

ep

ka

substansinya yang mengurangi hak Wajib Pajak yang dijamin


dalam Pasal 25 ayat (1) UU KUP

ah

c.2. asas dapat dilaksanakan, karena ketentuan Pasal 37 PP No.

selalu terjadi benturan antara kepentingan Wajib Pajak dengan

on
In
d

gu

ng

Pemerintah, dengan kata lain tidak efektif sehingga akan

es

74 Tahun 2011 tersebut akan sulit diterapkan mengingat akan

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 52

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

mengganggu pencarian keadilan dalam penyelesaian sengketa


pajak.

ng

c.3. asas kejelasan rumusan, karena rumusan Pasal 37 PP No. 74

Tahun 2011 bersifat multitafsir mengingat jelas bertentangan


dengan UU KUP sehingga juga akan menyulitkan Pengadilan

gu

Pajak dalam mengadili sengketa pajak sesuai dengan fungsinya


untuk memberikan keadilan sesuai dengan kebenaran materiil

yang pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpastian dan


ketidakadilan bagi Wajib Pajak.

ub
lik

ah

c.4. asas kesesuaian, karena rumusan Pasal 37 PP No. 74 Tahun

2011 a quo tidak memperhatikan materi muatan yang tepat

am

sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan PerundangUndangan.


d

Bahwa

apabila

ditinjau

dari

materi

muatan

atau

substansinya

ah
k

ep

sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maka Pasal 37 PP No. 74

In
do
ne
si

Tahun 2011 tidak mencerminkan:


d.1. keadilan, karena akses terhadap pencarian keadilan oleh Wajib

A
gu
ng

Pajak ditutup secara tidak sah, sehingga merugikan Wajib


Pajak

d.2. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, karena


seolah-olah pihak Dirjen Pajak pasti benar secara hukum dan
Wajib

Pajak

pasti

salah.

Padahal

fungsi

kekuasaan

kehakimanlah yang bisa memastikan benar atau salahnya suatu


perbuatan menurut hukum.
dan

kepastian

hukum;

karena

lik

ah

d.3. Ketertiban

pelaksanaan

kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak yang seharusnya

ub

apabila mengikuti UU KUP akan tertib dan pasti menjadi


terganggu dengan adanya ketentuan pada Pasal 37 PP No. 74

ep

ka

Tahun 2011 a quo.

d.4. Keseimbangan, keserasian dan keselerasan karena antara

ah

kepentingan Wajib Pajak dan kepentingan Pemerintah (Dirjen

on

Halaman 53 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

mengingat Wajib Pajak harus mentaati begitu saja atas

es

Pajak) nyata-nyata tidak seimbang dan tidak serasi serta selaras

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 53

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

tindakan Dirjen Pajak meskipun tindakan tersebut dianggap


salah atau tidak sah.

Bahwa Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 sebenarnya tidak diamanatkan

ng

oleh Pasal 23 ayat (2) UU KUP sehingga dapat dikatakan sebagai

unpartialistic atau tidak atas perintah UU dan sekiranya kepentingan

gu

tersebut dianggap bertumpu pada aspek doelmategheid (atau tujuan/


kemanfaatannya)sebagai bentuk dari pelaksanaan prinsip Freis emerssen

dalam hukum adminstrasi (prinsip kebebasan bertindak yang diberikan

kepada Pemerintah), tetapi tindakan pemerintah tersebut tetap tidak boleh

ub
lik

ah

bertentangan dengan Undang-Undang dan harus memperhatikan AsasAsas Umum Pemerintahan Yang Baik serta asas kepatutan yang menurut

am

Pemohon ternyata semuanya itu dilanggar oleh Pemerintah.


IV. 5.2 kesimpulan

Bahwa dari uraian, alasan dan pertimbangan hukum tersebut diatas dapat

ep

telah terbukti :

Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu

In
do
ne
si

ah
k

disimpulkan secara sah dan meyakinkan bahwa Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011

Pasal 23 ayat (2) UU KUP dan tidak selaras dengan Pasal 31 ayat (3) UU No.

A
gu
ng

14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan

Melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik

sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan 7 Undang-Undang No 12 Tahun 2011


tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sehingga tidak
memenuhi sarat ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Bahwa sehubungan dengan itu, mohon karenanya agar Majelis Hakim Agung

Yang Mulia yang memeriksa dan mengadili permohonan Hak Uji Materiil a quo

lik

37 dari PP No. 74 Tahun 2011.

ub

Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka selanjutnya Pemohon mohon


kepada Ketua Mahkamah Agung berkenan memeriksa permohonan keberatan dan
1

ep

memutuskan sebagai berikut:

Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan (uji materiil) atas pasal:

Pasal 1 angka 2 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14

ah

ka

ah

untuk menyatakan tidak sah dan tidak mengikat serta berkenan mencabut Pasal

on
In
d

gu

ng

19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2);

es

ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 54

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal
48 ayat (3), ayat(4) , ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ;
Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3);

gu

ng

Pasal 43 ayat (6) huruf c;

Pasal 29 ayat (3)

Pasal 37 ;

Menyatakan bahwa:

2.1 . Pasal 1 angka 2 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan
ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan

ub
lik

ah

ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2); Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat
(2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) , ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan

am

ayat (10) ; adalah PP No 74 Tahun 2011 itu cacat hukum karena bertentangan
dengan Pasal 12 ayat (3) jo Pasal 29 UU KUP dan karena juga bertentangan

ep

dengan Pasal 5 jo Pasal 7 UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

ah
k

Peraturan Perundang-undangan.
2

Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); PP No 74 Tahun 2011 bertentangan

In
do
ne
si

dengan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (5) UU KUP dan juga

bertentangan dengan Pasal 5 jo Pasal 7 UU No 12 Tahun 2011

A
gu
ng

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 43 ayat (6) huruf c bertentangan dengan Pasal 27a UU KUP

dan juga bertentangan dengan Pasal 89 ayat (2) jo Pasal 77 ayat (1)

jo Pasal 86 dan Pasal 88 ayat (2) UU No 14 Tahun 2002 tentang


Pengadilan Pajak juga bertentangan dengan Pasal 5 jo Pasal 7 UU
No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

lik

ah

undangan.

Pasal 29 ayat (3) PP No 74 Tahun 2011 itu bertentangan dengan


Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1) UU KUP dan juga

ub

bertentangan dengan Pasal 5 jo Pasal 7 UU No 12 Tahun 2011


5

Pasal 37 PP No 74 Tahun 2011 itu bertentangan dengan Pasal 23

ep

ka

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

ah

ayat (2) UU KUP dan juga bertentangan dengan Pasal 31 ayat (3)
dengan Pasal 5 jo Pasal 7 UU No 12 Tahun 2011 tentang

on

Halaman 55 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

es

UU 14 Tahun 2002 tentang PengadilanPajak serta bertentangan

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 55

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Menyatakan bahwa semua pasal-pasal yang kami ajukan keberatan

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

sebagaimana tersebut pada angka 2 diatas tidak sah dan tidak mempunyai

ng

kekuatan hukum yang mengikat dan karena itu memerintahkan agar pasal-

pasal di maksud : Pasal 1 angka 2 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2);
Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal

gu

19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2); Pasal 35
ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,

ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ;Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3);Pasal
43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 ; untuk dicabut dari Peraturan

ub
lik

ah

Pemerintah No 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan


Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

am

Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik


Indonesia sebagaimana mestinya.

Atau apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep

ah
k

berpendapat lain, mohon kiranya agar diberikan putusan seadil-adilnya (ex aequo et
boro).

telah mengajukan surat-surat bukti berupa:

Fotokopi Susunan dan Komposisi Personalia Pengurus Harian pada Dewan

A
gu
ng

In
do
ne
si

Menimbang, bahwa untuk mendukung dalil-dalil permohonannya, Pemohon

Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia masa bakti 2010-2015 (Bukti
P-1);

Fotokopi keputusan Presiden RI No 17 Tahun 2010 tentang Persetujuan


Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kamar Dagang dan
Fotokopi UU No. 1 Tahun 1987 tentang KADIN (Bukti P-3);

Fotokopi Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara

lik

Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Bukti P-4);


5

Fotokopi Undang-Undang Dasar 1945 (Bukti P-5);

Fotokopi UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang

ub

ah

Industri (Bukti P-2);

ep

Fotokopi Perma No. 7 tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil (Bukti P-7);

Fotokopi Surat KADIN kepada Direktorat Jenderal Pajak No. 1440/DP/VII/

es
on
In
d

gu

ng

2012 (Bukti P-8);

ah

ka

No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Bukti P-6);

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 56

Fotokopi UU No. 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peratura Pemerintah

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Pengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas

ng

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) (Bukti P-9);

10 Fotokopi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan (Bukti P-10);

gu

11 Fotokopi UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Bukti P-11);

12 Fotokopi UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Bukti P-12);

13 Fotokopi UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5


Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Bukti P-13);

ub
lik

ah

Menimbang, bahwa permohonan keberatan hak uji materiil tersebut telah


disampaikan kepada Termohon pada Tanggal 26 November 2013 berdasarkan Surat

am

Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor 73/PER-PSG/XI/73 P/


HUM/TH.2013, Tanggal 26 November 2013;

Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut, Termohon telah

ep

ah
k

mengajukan jawaban namun tenggang pengajuan jawaban telah terlewati, sebagaimana

In
do
ne
si

A
gu
ng

tentang Hak Uji Materiil;

diatur dalam Pasal 3 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan keberatan hak uji materiil

dari Pemohon adalah sebagaimana tersebut di atas;

Menimbang, bahwa yang menjadi obyek permohonan keberatan hak uji

materiil Pemohon adalah Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun

lik

Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ;
Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21;

ub

Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal
48 ayat (3), ayat (4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat
(3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37, vide bukti nomor P-4;

ep

ka

ah

2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu:

Menimbang, bahwa sebelum Mahkamah Agung mempertimbangkan tentang


substansi permohonan yang diajukan Pemohon, maka terlebih dahulu akan

ng

Pemohon mempunyai kepentingan untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji

on

Halaman 57 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

materiil, sehingga pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) dalam

es

dipertimbangkan apakah permohonan a quo memenuhi persyaratan formal, yaitu apakah

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

ah

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Halaman 57

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

permohonan a quo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 A ayat (2) Undang-Undang


Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun

ng

1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 2 ayat (4) Peraturan
Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil;

Menimbang, bahwa objek permohonan keberatan hak uji materiil berupa Pasal-

gu

Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo

Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1)

Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c;

ub
lik

ah

Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat
(7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6)

am

huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 merupakan peraturan perundang-undangan di bawah


undang-undang, sehingga Mahkamah Agung berwenang untuk mengujinya;
Menimbang, bahwa

Pemohon adalah Suryo B. Sulisto dan Hariyadi

ah
k

ep

Sukamdani, dalam kapasitas jabatan berturut-turut selaku Ketua Umum Kamar Dagang
dan Industri Indonesia (KADIN INDONESIA) dan Wakil Ketua Umum Bidang

In
do
ne
si

Kebijaksanaan Moneter, Fiskal dan Publik KADIN INDONESIA, sesuai dengan


Keputusan Dewan Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia Nomor: SKEP/001/

A
gu
ng

DP/I/2013 tentang penyempurnaan Susunan dan Komposisi Personalia Pengurus Harian

pada Dewan Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia masa bakti 20102015 jo
keputusan Presiden RI No 17 Tahun 2010 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran

Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri, jo Undang-Undang

No 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, oleh karenanya bertindak untuk
dan atas nama organisasi;

lik

Pemohon mempunyai kepentingan dengan alasan sebagai berikut:

Bahwa Keberadaan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) diatur


dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang

ub

ah

Menimbang, bahwa dalam permohonannya, Pemohon telah mendalilkan bahwa

dan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987

ep

ka

Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3346) jo Keputusan


Presiden Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2010 tanggal 23

ah

Agustus 2010 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar dan


Bahwa Kamar Dagang dan Industri adalah satu wadah bagi

on
In
d

gu

ng

pengusaha Indonesia dan merupakan Induk Organisasi dari

es

Anggaran Rumah Tangga Kamar Dagang dan Industri.

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 58

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Organisasi Perusahaan dan Organisasi Pengusaha yang berperan aktif


sebagai mitra Pemerintah dalam bidang perekonomian.

Bahwa Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang

ng

dan Industri menetapkan bahwa seluruh pengusaha Indonesia di

gu

bidang usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta secara


bersama-sama membentuk organisasi Kamar Dagang dan Industri

sebagai wadah dan wahana pembinaan, komunikasi, informasi,

representasi, konsultasi, fasilitasi dan advokasi pengusaha Indonesia,

dalam rangka mewujudkan dunia usaha Indonesia yang kuat dan

ub
lik

ah

berdaya saing tinggi yang bertumpu pada keunggulan nyata sumber

daya nasional, yang memadukan secara seimbang keterkaitan antar

am

potensi ekonomi nasional, yakni antar sektor, antar usaha dan antar
daerah, dalam dimensi tertib hukum, etika bisnis, kemanusiaan, dan
kelestarian lingkungan dalam suatu tatanan ekonomi pasar dalam

ep

ah
k

percaturan perekonomian global dengan berbasis pada kekuatan


daerah, sektor usaha dan hubungan luar negeri.
Bahwa fungsi terpenting dari pajak adalah fungsi budgetair yaitu

In
do
ne
si

mengumpulkan penerimaan negara. Bahwa penerimaan negara dari

A
gu
ng

sektor pajak memberikan kontribusi yang sangat significant baik


dalam APBN maupun APBD.

Bahwa KADIN dan dunia usaha telah dan akan selalu mendukung

dan berkontribusi dalam pengamanan penerimaan negara melalui


pembayaran pajak yang dikenakan pada para pengusaha yang

bernaung dalam wadah KADIN. Bahwa namun demikian KADIN


juga mempunyai kepentingan untuk mengadvokasi para pengusaha

agar Pemerintah benar-benar meningkatkan pelayanan, meningkatkan

lik

ah

kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat dunia usaha sehingga

ub

pengenaan pajak tidak mendistorsi dan mengganggu iklim usaha


maupun daya saing dunia usaha.

sehingga Pemohon mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil kepada

ep

m
ka

Mahkamah Agung agar Peraturan Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74


Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
(3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ;

on

Halaman 59 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar

es

yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

ah

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 59

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

(3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat
(2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 yang menjadi

ng

obyek permohonan a quo dinyatakan bertentangan dengan perundang-undangan yang


lebih tinggi yaitu UndangUndang No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dan

ditambah terakhir dengan UndangUndang No 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan

gu

Umum Dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang No 14 Tahun 2002 Tentang

Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa obyek permohonan a quo merupakan Peraturan

Pemerintah yang memuat norma-norma yang bersifat mengatur (regulasi), sehingga

ub
lik

ah

Mahkamah Agung berwenang untuk melakukan pengujian atas obyek permohonan a

quo sesuai pasal 31 A ayat 1 UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas

am

UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, bahwa Pemohon mempunyai


Legal Standing untuk mengajukan permohonan Hak Uji Materiil a quo karena Pemohon
adalah Ketua dan wakil ketua KADIN yang berdasarka Kepres No 17 Th 2010 para

ah
k

ep

Pemohon dapat melakukan Advokasi sehubungan terbentuknya KADIN, bahwa para


Pemohon berkepentingan terhadap berlakunya pbjek permohonan Hak Uji Materiil

In
do
ne
si

dimaksud berkaitan berlakunya PP No 74 Th 2011 yang menurut Para Pemohon


merugikan kepentingan KADIN/ Pengusaha ( WP ) karena diberikan kewenangan baru

A
gu
ng

kepada DIRJEN Pajak untuk melakukan Verifikasi kepada WP yang menimbulkan


ketidak pastian hukum ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas terbukti

Pemohon mempunyai kepentingan dan oleh karenanya memiliki legal standing dalam
mengajukan permohonan a quo karena haknya dirugikan atas berlakunya Peraturan

Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara

lik

Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1)
Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c;

ub

Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat
(7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6)
huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 yang menjadi obyek permohonan keberatan hak uji

ep

ka

ah

Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo

materiil, oleh karena itu secara yuridis Pemohon mempunyai legal standing untuk
mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil atas Pasal-Pasal dalam Peraturan
Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2);

on
In
d

gu

ng

Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20

es

Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

ah

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 60

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d;

Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan

ng

ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3);
Pasal 37, sehingga memenuhi syarat formal yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (4)

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 dan Pasal 31 A ayat (2) Undang-

gu

Undang Nomor 3 Tahun 2009;

Menimbang, bahwa karena permohonan terhadap obyek hak uji materiil

diajukan oleh Pemohon yang mempunyai legal standing maka permohonan a quo
secara formal dapat diterima;

ub
lik

ah

Menimbang, bahwa selanjutnya Mahkamah Agung mempertimbangkan


substansi obyek permohonan keberatan hak uji materiil apakah peraturan Pasal-Pasal

am

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak
dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1)
dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal

ah
k

ep

19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1)
huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat

In
do
ne
si

(9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat
(3); Pasal 37 bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang lebih

A
gu
ng

tinggi yaitu UndangUndang No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dan ditambah
terakhir dengan UndangUndang No 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan

Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang No 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan


Pajak;

Menimbang, bahwa dalam permohonannya Pemohon telah mendalilkan hal-hal

sebagai berikut:

Bahwa kewenangan Dirjen Pajak dalam konteks untuk menerbitkan Surat

lik

ah

Ketetapan Pajak, menerbitkan/menghapus NPWP, dan atau mengukuhkan/


mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana diatur dalam

ub

Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 (UU KUP) adalah Kewenangan untuk


melakukan Pemeriksaan yang diatur dalam Pasal 12 ayat (3) jo Pasal 29 ayat

ep

ka

(1) jo Pasal 1 angka 25 dan 27 UU KUP

Bahwa sehubungan dengan ketentuan pada Pasal 12 tersebut diatas, Dirjen Pajak

es
on

Halaman 61 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

ayat (1) UU KUP;

ah

diberi kewenangan untuk menetapkan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 61

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Bahwa untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak dan untuk menguji

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

kepatuhan pemeriksaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sebagaimana

ng

dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) UU KUP tersebut diatas, Dirjen Pajak diberi
kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana
diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU KUP;

Bahwa Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Kurang Bayar (SKPKB) dan

gu

Surat Keterangan Kurang Bayar Pajak Tambahan (SKPKBT) yang diterbitkan

sebagai hasil dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU KUP


adalah merupakan dasar penagihan pajak yang selanjutnya dapat ditagih dengan

ub
lik

ah

Surat Paksa;

Bahwa menurut Pemohon Hak Uji Materiil, jenis kewenangan Dirjen Pajak yang

am

disebut Pemeriksaan tersebut adalah sudah tepat dan memang harus diatur
dengan Undang-Undang, dalam hal ini UU KUP sebagai Hukum Acara

ep

Perpajakan (Hukum Formal) mengingat perhitungan pajak yang dilakukan

ah
k

sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU KUP (selfassessment) adalah dianggap benar dan telah sesuai dengan Undang-Undang

In
do
ne
si

sepanjang belum dibuktikan sebaliknya oleh Direktur Jenderal Pajak, sehingga


oleh karena itulah UU KUP memberikan kewenangan untuk melakukan

A
gu
ng

pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (3) jo Pasal 29 UU KUP


sehingga dapat melakukan pengawasan, koreksi dan penegakan hukum apabila
terbukti perhitungan pajak yang dilaporkan melalui Surat Pemberitahuan (SPT)

oleh Wajib Pajak ternyata tidak benar. Dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian
dapat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, penghapusan NPWP dan pencabutan
atas pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Bahwa tiba-tiba saja dengan PP No. 74 Tahun 2011, Dirjen Pajak diberikan

lik

ah

kewenangan baru yang disebut dengan Verifikasi yang pada dasarnya diberi
kekuatan hukum yang dapat dikatakan sama dengan Pemeriksaan yang

ub

sudah diatur dengan UU KUP, sehingga Pemohon menilai dan karenanya harus

ka

berpendapat bahwa telah terjadi Penambahan Kewenangan secara tidak sah

ep

pada Dirjen Pajak yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang


Bahwa menurut Pemohon, ketentuan PP No. 74 Tahun 2011 mengenai Verifikasi

tersebut juga rawan terhadap penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dan

on
In
d

gu

ng

tidak sesuai dengan asas kepastian hukum yang menjadi landasan dari kebijakan

es

ah

derajat atau tingkatannya dibawah Undang-Undang (dalam hal ini UU KUP).

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 62

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

pokok tentang arah dan tujuan perubahan UU KUP menjadi UU No. 28 tahun

2007 sebagaimana tersebut dalam angka 4 dari Penjelasan Umum UU KUP yang

ng

pada akhirnya bisa merugikan keadilan bagi Wajib Pajak.

Bahwa mengenai munculnya/diintrodusirnya kewenangan baru yang disebut

Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 dan 5 PP No. 74

gu

Tahun 2011 sebenarnya bukan didasarkan pada kewenangan atributif. Tidak ada
amanat dari UU KUP agar Pemerintah membuat peraturan pelaksanaan yang

memberi kewenangan baru pada Dirjen Pak berupa Verifikasi a quo. Dengan

demikian sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi

ub
lik

ah

Pemerintahan) ketentuan a quo dibuat berdasarkan prinsip Freis Emersen atau


kebebasan bertindak dari Pemerintah karena menghadapi kerancuan aturan atau

am

karena aturan-aturannya tidak lengkap. Namun demikian menurut Pemohon


pembentukan aturan pelaksanaan yang tidak diamanatkan oleh UndangUndangnya seperti halnya kewenangan Verifikasi a quo seharusnya didasarkan

ah
k

ep

pada dolmatigheid yang jelas yang sangat diperlukan dan harus juga didasarkan
pada asas umum pemerintahan yang baik. UU KUP sudah mengatur secara rinci

In
do
ne
si

tentang kewenangan Pemeriksaan tidak ada lagi perlunya mengatur


kewenangan lain (verifikasi) yang pada dasarnya sama persis dengan

A
gu
ng

Pemeriksaan yang justru menimbulkan multi tafsir yang dapat menyebabkan


abuse of power dari Dirjen Pajak dan bisa menyebabkan komplikasi adminstrasi

perpajakan yang pada akhirnya merugikan Wajib Pajak, sehingga kurang sesuai
dengan asas keadilan dan kepastian hukum;

Bahwa Pemohon berpendapat bahwa upaya hukum pengajuan keberatan


adalah merupakan salah satu hak yang sifatnya sangat mendasar sebagai

lik

satu pilar UU KUP mengingat atau sebagai konsekuensi dari sifat memaksa dari
pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU KUP;

Bahwa sebagai implementasi dari asas kepastian hukum bagi Wajib Pajak selain

ub

ah

implementasi dari asas kepastian hukum dan asas keadilan yang menjadi salah

ka

terlaksananya administrasi perpajakan, maka penyelesaian Surat Keberatan Pajak


Pasal 26 ayat (1) UU KUP;

Halaman 63 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

pelaksanaannya;

on

menyebabkan timbulnya keragu-raguan dan menimbulkan multi tafsir dalam

es

Bahwa ketentuan pada Pasal 41 PP No. 74 Tahun 2011 nyata-nyata telah

ah

ep

oleh Direktorat Jenderal Pajak dibatasi oleh waktu sebagaimana diatur dalam

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 63

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


Bahwa Pasal 27A UU KUP, yang dirujuk oleh Pasal 43 ayat (1) dan (2) PP No.

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

74 Tahun 2011 sebagai dasar hukum pemberian bunga, pada dasarnya

ng

formulanya/ungkapannya adalah persis sama dengan Pasal 27A ayat (1)


dimaksud;

Bahwa menurut pendapat Pemohon, ketentuan pada Pasal 27 ayat (1) UU KUP

gu

a quo adalah merupakan ungkapan dari asas keseimbangan antara hak dan

kewajiban perpajakan Wajib Pajak sebagaimana dituangkan dalam penjelasan


umum No. 4 huruf d UU KUP.

Bahwa Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 juga mencederai asas

ub
lik

ah

keseimbangan hak dan kewajiban perpajakan yang juga menjiwai UU KUP,


sehingga dalam penerapannya akan melanggar asas-asas umum pemerintahan

am

yang baik karena dalam hal Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa
denda atau bunga misalnya, Wajib Pajak tidak mendapatkan hak penundaan

ah
k

ep

pembayaran yang sama seperti Direktur Jenderal Pajak.

Bahwa ditinjau dari UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Bahwa dilihat dari ajaran Norma Hukum Berjenjang , Pasal 43 ayat (6) huruf

A
gu
ng

tersebut melanggar asas lex superiori derogat lex inferiori;

In
do
ne
si

Perundang-undangan, ketentuan Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011

c PP No. 74 Tahun 2011 juga nyata-nyata melanggar prinsip keselarasan apabila

dilihat dari sudut Ketatanegaraan karena bertentangan dengan Pasal 89 ayat (2)

UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mengingat dinyatakan secara


jelas bahwa Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali tidak menunda
pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak. Hal ini logis dan tepat karena putusan

Pengadilan Pajak sesuai dengan Pasal 77 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2002

lik

pertama dan sekaligus terakhir.

Bahwa dengan demikian Pasal 43 ayat (6) huruf c Peraturan Pemerintah No. 74

ub

ah

langsung mempunyai kekuatan hukum tetap karena merupakan putusan tingkat

Tahun 2011 yang pada dasarnya ada pada ranah eksekutif jelas melanggar/

ka

bertentangan dengan peraturan perundangan di bidang kekuasaan kehakiman

ep

(kekuasaan yudikatif) yaitu UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,

ah

padahal sebagai pemerintah yang baik, Dirjen Pajak seharusnya patuh pada UU

Bahwa pembentukan Pasal 43 ayat (6) huruf c PP No. 74 Tahun 2011 ditinjau

on
In
d

gu

ng

dari substansinya kurang sesuai dengan asas kelembagaan sebagaimana diatur

es

termasuk UU dalam ranah yudikatif.

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 64

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

dalam Pasal 5 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan karena substansinya seharusnya dimuat dalam UU KUP,

ng

dan juga tidak sesuai dengan asas keadilan (karena menimbulkan ketidakadilan
bagi Wajib Pajak), asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara Dirjen

Pajak dan Wajib Pajak, dan asas ketertiban dan kepastian hukum (karena

gu

menimbulkan ketidak tertiban dan ketidakpastian).

Bahwa dalam pasal-pasal yang mengatur hak dasar dari Wajib Pajak

sebagaimana diatur dalam Pasal 25 maupun Pasal 36 sama sekali tidak


ditemukan adanya pengecualian atau larangan bagi Wajib Pajak untuk

ub
lik

ah

menggunakan Pasal 25 maupun Pasal 36 UU KUP. Oleh karenanya ketentuan

yang diatur dalam Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 jelas bertentangan

am

dengan Pasal 25 dan 36 UU KUP

Bahwa secara filosofi, hakikat dari Pasal 29 ayat (3) PP 74 Tahun 2011 nyata-

ep

nyata tidak selaras dengan asas keadilan dan asas kepastian hukum yang menjadi

Bahwa Pasal 29 ayat (3) PP No. 74 Tahun 2011 juga telah nyata-nyata

mengurangi hak Wajib Pajak yang dijamin dengan UU KUP.

In
do
ne
si

ah
k

salah satu landasan filosofi dari UU KUP.

Bahwa sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara, rumusan Pasal 23 ayat (2) a

A
gu
ng

quo adalah sudah tepat dan lengkap apabila dibaca sekaligus dengan Pasal 25
ayat (1) UU KUP, karena dengan demikian semua tindakan Direktur Jenderal

Pajak yang menerbitkan Keputusan/Ketetapan Pajak pada dasarnya dapat digugat

dan diajukan keberatan sehingga dengan demikian ketentuan Pasal 37 PP No. 74


Tahun 2011 benar-benar tidak sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) UU KUP dan
tidak sesuai dengan hakekat Hukum Pajak sebagai Hukum Tata Usaha Negara.

Bahwa ketentuan Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 jelas tidak sejalan dengan UU

lik

ah

No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan dengan demikian juga tidak

sejalan dengan fungsi Pengadilan Pajak sebagai pelaksana dari Kekuasaan

ub

Kehakiman yang merdeka sebagaimana diatur dengan Pasal 24 UU 1945 untuk

ka

memberikan kepastian hukum yang adil dalam menyelesaikan sengketa

ah

ep

perpajakan.

Bahwa sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara pada dasarnya semua

on

Halaman 65 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

individual dan final seharusnya bisa diajukan gugatan. Sekiranya ada ketentuan

es

Keputusan/Ketetapan Pejabat Tata Usaha Negara yang tertulis, konkrit,

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 65

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

mengenai keputusan/ketetapan yang bukan merupakan objek gugatan seharusnya


pengecualian seperti itu diatur dalam Undang-Undang.

Bahwa oleh karena itu PP No. 74 Tahun 2011 yang kedudukannya dibawah

ng

Undang-Undang seharusnya tidak boleh bertentangan dan juga tidak boleh


mengurangi/menambah ketentuan yang diatur dalam UU KUP.

Bahwa Pasal 37 PP No. 74 Tahun 2011 sebenarnya tidak diamanatkan oleh Pasal

gu

23 ayat (2) UU KUP sehingga dapat dikatakan sebagai unpartialistic atau tidak

atas perintah UU dan sekiranya kepentingan tersebut dianggap bertumpu pada

aspek doelmategheid (atau tujuan/kemanfaatannya) sebagai bentuk dari

ub
lik

ah

pelaksanaan prinsip Freis emerssen dalam hukum adminstrasi (prinsip


kebebasan bertindak yang diberikan kepada Pemerintah), tetapi tindakan

am

pemerintah tersebut tetap tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan


harus memperhatikan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik serta asas

ep

kepatutan yang menurut Pemohon ternyata semuanya itu dilanggar oleh

ah
k

Pemerintah.

Menimbang, bahwa dari alasan keberatan Pemohon, dihubungkan dengan bukti-

In
do
ne
si

bukti yang diajukan oleh Pemohon, Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan
keberatan Pemohon dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut :

Bahwa Terdapat pertentangan secara parsialistik terhadap peraturan perundang-

A
gu
ng

undangan yang berlaku di antaranya :


1

Bahwa ketentuan Pasal 48


UU KUP yang dijadikan
dasar dan alasan hukum
perkara

quo

untuk

membuat

aturan

yang

sifatnya

materiil

yang

lik

ah

Pemerintah

ub

seharusnya

merupakan

pembuat (DPR bersama


Pemerintah)
undang

sesuai

bunyinya

Undangdengan
"Untuk

menampung hal-hal yang


belum

cukup

diatur

on

ng
gu
A

hukum

In
d

ah

ep

ka

kewenangan

oleh

es

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 66

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

mengenai tata cara atau

ng

kelengkapan

yang

materinya

sudah

dicantumkan

dalam

Undang-undang ini, diatur

gu

lebih

lanjut

Peraturan

Dengan

dengan

Pemerintah.

demikian

akan

lebih mudah mengadakan


pelaksanaan

ub
lik

ah

penyesuaian

Undang-undang ini dan

am

tata cara yang diperlukan".


Oleh karenanya tidaklah
tepat apabila PP 74 Tahun
memposisikan

dirinya sebagai pelengkap


Undang-Undang

A
gu
ng

KUP,

In
do
ne
si

dari

ah
k

ep

2011

dan

merupakan

tindakan

Pemerintah

tersebut

untuk

meligitimasi hal-hal yang


bersifat

materiil

seharusnya
muatan

menjadi

Undang-undang,

meskipun

dengan

"melengkapi"

dalil

Undang-

lik

ah

yang

undang.

Bahwa Pasal 1 angka 4


dan

5 perkara a quo
Verifikasi,

Termohon

HUM

keliru

telah
dalam

menggunakan

Pasal

UU

Di

KUP.

48

mana

on

ketentuan tersebut telah


Halaman 67 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

ah

ep

ka

tentang

es

ub

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 67

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

mengatur

pelaksanaan

tentang "Keterangan Lain"

ng

sebagaimana

dimaksud

dalam Pasal 13 ayat (1)


UU KUP sedemikian rupa

gu

sehingga

memperluas

yurisdiksi substansi apa

yang

dimaksudkan

pengertian

"Verifikasi"

ub
lik

ah

dalam ketentuan Pasal 13


ayat (1) UU KUP, dengan

am

demikian

tidak

sesuai

dengan makna UU Nomor


12 Tahun 2011 tentang
Peraturan

Perundang-undangan.
pengujian

atas

In
do
ne
si

Apabila

ah
k

ep

Pembentukan

"Verifikasi"

dikabulkan,

A
gu
ng

maka "Keterangan lain"


seharusnya
lanjut

diatur

mengenai

"Pemeriksaan
sehingga

lebih

Pajak"

menjadi

lebih

pasti dan lebih sederhana

dan tidak merugikan upaya

lik

ah

hukum bagi Wajib Pajak.

Bahwa Pasal 29 ayat (3)a

ub

quo

yang

disusun

berdasarkan Pasal 48 UU
nyata-nyata

bertentangan
membatasi

dan
hak

Wajib

keberatan yang selama ini

on

justru telah dijamin oleh

es

Pajak untuk mengajukan

In
d

gu

ng

ah

ep

ka

KUP,

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 68

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

UU KUP, karena nyatanyata juga tidak sesuai

ng

dengan UU Nomor 12
Tahun

2011

tentang

pembentukan

Peraturan

gu

Perundang-undangan.

Oleh karena itu, tindakan


dilakukan

tersebut

melanggas

Asas-Asas

Umum
Yang

am

oleh

Pemerintah

ub
lik

ah

yang

Pemerintahan
Baik

karena

tindakan yang tidak boleh


diuji sampai ke Pengadilan
dengan Konstitusi Negara

In
do
ne
si

Republik Indonesia (UUD

ah
k

ep

Pajak juga tidak sesuai

1945), karenanya dengan

A
gu
ng

dicabutnya Pasal 29 ayat


(3) PP Nomor 74 Tahun
2011
Pajak

maka hak Wajib


untuk

memperjuangkan keadilan
menjadi

terjamin

tanpa

harus merugikan Negara


Asas-Asas

lik

ah

dan

Umum

Pemerintahan yang dapat

ub
4

Bahwa Pasal 37 a quo


dengan

mendalilkan pada Pasal 48


UU

KUP

diterapkan

secara tidak benar karena


membatasi/

mengurangi

ketentuan

on

nyata-nyata

Halaman 69 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

ah

ep

ka

diterapkan

es

ditegakkan.

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 69

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

yang telah diatur dalam


Pasal 23 UU KUP, oleh

ng

karenanya hal ini adalah


bertentangan

dengan

hukum yang memberikan

gu

hak Wajib Pajak dalam

memperoleh perlindungan

hukum melalui mekanisme


Gugatan

ke

Pengadilan

ub
lik

ah

Pajak sebagaimana yang

telah diatur juga dalam

am

Pasal 40 UU Nomor 14
tahun

2002

tentang

Pengadilan Pajak. Dengan


prosedur, kewenangan dan
37

In
do
ne
si

substansi ketentuan Pasal

ah
k

ep

demikian, bahwa secara

perkara

quo

A
gu
ng

bertentangan dengan jiwa


dan

falsafah

Keputusan"
yang

dapat

makna

"

perpajakan

diajukan

keberatannya sebagaimana
diatur Pasal 23A huruf c

UU KUP dan peraturan

lik

ah

perundang-undangan yang
terkait lainnya.
Bahwa dalam hal yang

ub

serupa

pada

ketentuan

dengan mendalilkan pada


Pasal 48 UU KUP agar
cara pelaksanaan Pasal 25,

on

Pasal 26 dan Pasal 26A

es

dapat membuat aturan tata

In
d

gu

ng

ah

ep

ka

Pasal 41 perkara a quo

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 70

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

UU

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

KUP,

diterapkan

ternyata

secara

tidak

ng

benar karena pengaturan

gu

yang

dilakukan

dengan

menambah

keluasan

kewenangan

Direktur

Jenderal

Pajak

yang

menyebabkan

ketidakpastian hukum dan

ub
lik

ah

merugikan

hak

Wajib

Pajak yang telah dijamin

am

dalam

Undang-Undang

KUP. Dengan demikian,


dengan dicabutnya Pasal
kepastian hukum dan tidak
Pajak.

A
gu
ng

hak

Wajib

In
do
ne
si

merugikan

ah
k

ep

41 a quo justru menjamin

Bahwa ketentuan Pasal 43

ayat (6) huruf c bertentang


dengan
yang

norma

terkandung

hukum

dalam

Pasal 27A ayat (a) dan


ayat (3) Undang-Undang
KUP dan Pasal 89 ayat (2)

lik

ah

jo Pasal 77 ayat (1) jo


Pasal 86 dan Pasal 88 ayat

ub

(2)

Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2002


Wajib

kehilangan

Pajak

kesempatan

memperoleh
bunga

imbalan
sebagaimana
dalam

on

diamanatkan

es

karena

Halaman 71 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

ah

ep

ka

tentang Pengadilan Pajak

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 71

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia


ketentuan tersebut, karena
putusan Pengadilan Pajak
merupakan putusan akhir

ng

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

dan bersifat tetap .

Bahwa terlepas dari kewenangan hukum dan otoritas kebijakan fiskal yang

gu

prudent dimiliki oleh Pemerintah dalam bentuk atribusi sebagaimana yang

diamanatkan baik dalam ketentuan Pasal 37 maupun Pasal 48 UU KUP maka

kewenangan tersebut berfungsi mengatur (regulurend) yaitu berupa prosedur dan


kewenangan berikut substansi terhadap pelaksanaan yang berkaitan dengan

ub
lik

ah

implementasi atas pasal-pasal dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (KUP) yang terbangun dalam hukum acara untuk menempatkan

am

sistem self assessment sebagai politik hukum pemungutan pajak, sehingga


penyimpangan hukum acara merupakan beleeidsregels dapat dibenarkan
manakala kaidah kebijaksanaan yang berkonotasi "dalil" atau "hukum" memiliki

ah
k

ep

dasar pijak yang nyata di dalam "teks" Undang-undang yang ditetapkan dalam
tugas pemerintahan, oleh karenanya seyogyanya perkara a quo tidak boleh

In
do
ne
si

bertentangan dan wajib mematuhi norma-norma yang terkandung pada idealistik


hukum apa yang menjadikan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara

A
gu
ng

equelbrium, dengan demikian perkara a quo tidak boleh bertentangan dengan


Undang-undang yang lebih tinggi dalam artian bahwa pada asasnya negara
mempunyai hak mutlak untuk meningkatkan pemungutan pajak karena

kewajiban warga negara (Staatsburgerplicht), tetapi kewajiban itu bukan sematamata tanpa hak, melainkan kewajiban itu timbul justru karena adanya "hak warga

negara" (Staatsburgerrech)nya maka perwujudan penyelesaian pemenuhan dan

lik

bersendikan pada hukum dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik .


Bahwa dalil-dalil perrnohonan Pemohon HUM sangat beralasan karena secara
normative hukum perkara a quo tidak terdapat dan memiliki relevansi idealistik

ub

ah

penunaian hak dan kewajibannya harus mencerminkan keadilan yang

hukum antara ketentuan Pasal 1 angka 4 dan angka 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan

ep

ka

ayat (2), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 18 ayat (1) huruf a; pasal 19; Pasal
20 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1)

ah

huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 48 ayat (3), ayat (4), ayat (7), ayat

c; Pasal 29 ayat (3) dan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011

on
In
d

gu

ng

tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

es

(8), ayat (9) dan ayat (10); Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 72

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang

ng

Pengadilan Pajak khususnya dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undang pada umumnya.
d

Bahwa secara Karakteristik Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang

gu

Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan seharusnya

merupakan penjabaran hukum terhadap Undang-undang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan (KUP) dan Undang-undang Pengadilan Pajak merupakan


implementasi terhadap ketentuan hukum acara perpajakan yang saling mengisi

ub
lik

ah

dan melengkapi atas norma hukum dari system self assessment sebagai politik
hukum pemungutan pajak dan sekaligus merupakan binding by law, di samping

am

withholding tax system (sistem pemotongan dan pemungutan pajak).


Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, permohonan Pemohon HUM sangat
beralasan dan patut untuk dikabulkan, karena selebihnya apabila masih terdapat

ah
k

ep

perselisihan yang mungkin akan timbul dikemudian hari dapat diselesaikan melalui
mekanisme hukum yang ada sebagaimana diatur dalam KUP dan upaya hukum pada

In
do
ne
si

badan peradilan di bidang pajak.

Bahwa Selanjutnya, memerintahkan kepada Pemerintah untuk menyusun

A
gu
ng

kembali Peraturan Pemerintah dalam perkara a quo yang berorientasi pada parsialistik,
normative dan karakterstik serta idealistik hukum yang menjamin kepastian dan

keadilan hukum secara timbal balik terhadap pemenuhan hak dan penenuaian kewajiban
hukum yang bersumber pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,

terbukti bahwa Pasal-Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang

lik

4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal
18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat

ub

(2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3),
ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43
ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 bertentangan dengan peraturan yang lebih

ep

ka

ah

Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yaitu: Pasal 1 angka

tinggi yaitu UndangUndang No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dan ditambah
terakhir dengan UndangUndang No 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan
Pajak (vide Bukti P.9., P.11) sehingga harus dibatalkan,

dan oleh karenanya

on

Halaman 73 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon harus dikabulkan dan peraturan

es

Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang No 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

ah

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 73

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

yang menjadi obyek dalam perkara uji materiil a quo harus dinyatakan tidak sah
sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;

ng

Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya permohonan keberatan hak uji


materiil dari Pemohon, maka Termohon dihukum untuk membayar biaya perkara;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 31 A ayat (8) Undang-Undang

gu

Nomor 3 Tahun 2009 dan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01

Tahun 2011, Panitera Mahkamah Agung mencantumkan petikan putusan ini dalam

Berita Negara;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

ub
lik

ah

Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan

am

perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Peraturan Mahkamah


Agung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil, serta peraturan perundangundangan lain yang terkait;

ah
k

ep

MENGADILI,

Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: KAMAR

In
do
ne
si

DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA (KADIN INDONESIA), tersebut;

A
gu
ng

Menyatakan Pasal 1 angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14
ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15; Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1)

dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30 ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38
ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat (3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat

(10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3); Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan bertentangan dengan

lik

1983 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan UndangUndang No 16


Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang

ub

No 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak dan karenanya tidak sah dan tidak berlaku
umum;

Memerintahkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk mencabut Pasal 1

ep

ka

ah

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu UndangUndang No 6 Tahun

angka 4 dan 5 jo Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) ; Pasal 15;
ayat (2) huruf c; Pasal 35 ayat (1) huruf d; Pasal 38 ayat (2) dan ayar (3) ; Pasal 48 ayat

on
In
d

gu

ng

(3), ayat(4) ,ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) ; Pasal 41 ayat (2) dan ayat (3);

es

Pasal 18 ayat (1) Huruf a ; Pasal 19 ; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) ; Pasal 21; Pasal 30

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

ah

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Halaman 74

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

Pasal 43 ayat (6) huruf c; Pasal 29 ayat (3); Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74

Tahun 2011 Tanggal 29 Desember 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan

ng

Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;

Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan


putusan ini kepada Sekretariat Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara;

gu

Menghukum

Termohon

untuk

membayar

biaya

Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah);

perkara

sebesar

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada

hari Senin, tanggal 30 Juni 2014, oleh Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H., Ketua Muda

ub
lik

ah

Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan

oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H.,

am

M.S., dan Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota
Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua
Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh Jarno

Ketua Majelis,
ttd/.

Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H.,

A
gu
ng

Dr. H. M. Hary Djatmiko, S.H., M.S.,


ttd/.

Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum.,

Panitera Pengganti,
ttd/.
Jarno Budiyono, S.H.,

ah

ep

ub

lik

Rp
6.000,00
Rp
5.000,00
Rp 989.000,00
Rp1.000.000,00

ka

ah

Biaya-biaya
1. Meterai .......
2. Redaksi .....
3. Administrasi .......
Jumlah .

In
do
ne
si

ttd/.

ep

Anggota Majelis:

ah
k

Budiyono, S.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.

es
on

Halaman 75 dari 74 halaman. Putusan Nomor. 73 P/HUM/2013

In
d

gu

ng

Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 75

ep
u

hk
am

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

In
do
ne
si
a

putusan.mahkamahagung.go.id

es
on
In
d

gu

ng

ah

ep

ka

ub

lik

ah

A
gu
ng

In
do
ne
si

ah
k

ep

am

ub
lik

ah

gu

ng

(ASHADI, SH.)
Nip. 220000754.

ik

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318)

Halaman 76

Vous aimerez peut-être aussi