Vous êtes sur la page 1sur 20

PENGERTIAN

Anafilaksis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti
menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa
sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan
reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah
tersensitisasi.
ETIOLOGI
1.

Alergi obat

2.

Alergi makanan

3.

Gigitan/sengatan serangga
TANDA dan GEJALA

1.

Batuk

2.

Gatal di seluruh tubuh

3.

Kesulitan dalam bernafas

4.

Penurunan tekanan darah

5.

Pusing, berbicara tidak jelas

6.

Mual, muntah dan kulit kemerahan

7.

Jantung berdebar debar (palpitasi)

8.

Kulit kebiruan (sianosis), juga bibir dan kuku


PATOFISIOLOGI
Sistem kekebalan melepaskan antibodi. Jaringan melepaskan histamin dan zat lainnya. Hal
ini menyebabkan penyempitan saluran udara, sehingga terdengar bunyi mengi gangguan
pernapasan dan timbul gejala gejala saluran pencernaan berupa nyeri perut, kram, muntah dan
diare. Histamin menyebabkan pelebaran pembuluh darah (menyebabkan penurunan tekanan
darah) dan perembesan cairan dari pembuluh darah ke dalam jaringan (menyebabkan penurunan
volume darah), sehingga terjadi syok. Cairan bisa merembes ke dalam kantung udara di paru
paru dan menyebabkan edema pulmoner. Seringkali terjadi urtikaria dan angioedema.
Angioedema bisa cukup berat sehingga menyebabkan penyumbatan saluran pernafasan.
KOMPLIKASI

1.

Henti jantung (cardiac arrest)

2.

Relaps jantung dan pembuluh darah

3.

Kerusakan otak permanen akibat syok

4.

Oedema Larynx (dapat mengakibatkan kematian)

5.

Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan


PEMERIKSAAN DIAGNOTIK

1.

Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit yaitu dengan uji cukit, uji gores dan uji intrakutan
atau intradermal yang tunggal atau berseri.

2.

Analisa gas darah, elektrolit dan gula darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, EKG serta rontgen
thorak.
MANAGEMENT PENATALAKSANAAN

1.

Hentikan antigen penyebab, beri antihistamin

2.

Baringkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala

3.

Pemberian adrenalin 1:1000 ( 1 mg/ml)

4.

Pasang infus untuk mengatasi hipovolemia dan tanda kolaps vaskuler

5.

Bebaskan jalan nafas kalau perlu pasang intubasi endotrakeal

6.

Pemberian oksigen 5 10 L/mnt, bila perlu bantuan pernafasan

Patofisiologi dan Penatalaksanaan Syok Anafilaktik


Pendahuluan.
Reaksi anafilaksis merupakan sindrom klinis akibat reaksi imunologis (reaksi alergi) yang
bersifat sistemik, cepat dan hebat yang dapat menyebabkan gangguan respirasi, sirkulasi,
pencernaan dan kulit. Jika reaksi tersebut cukup hebat sehingga menimbulkan syok disebut
sebagaisyokanafilaktikyangdapatberakibatfatal.Olehkarenaitusyokanafilaktikadalahsuatu
tragedi dalam dunia kedokteran, yang membutuhkan pertolongan cepat dan tepat. Tanpa
pertolonganyangcepatdantepat,keadaaninidapatmenimbulkanmalapetakayangberakibat
ganda.Disatupihakpenderitadapatmeninggalseketika,dilainpihakdokternyadapatdikenai
sanksihukumyangdigolongkansebagaikelalaianataumalpratice.Testkulityangmerupakan
salahsatuupayagunamenghindarikejadianinitidakdapatdiandalkan,sebabternyatadengan
testkulityangnegatiftidakmenjamin100%untuktidaktimbulnyareaksianafilaktikdengan
pemberiandosispenuh.Selainitu,testkulitsendiridapatmenimbulkansyokanafilaktikpada
penderita yang amat sensitif. Olehnya itu upaya menghindari timbulnya syok anafilaktik ini
hampirtertutupbagiprofesidokteryangselaluberhadapandengansuntikan.Satusatunyajalan
yang dapat menolong kita dari malapetaka ini bukan menghindari penyuntikan, karena itu
merupakansenjataampuhbuatkita,tapibagaimanakitamemberipertolongansecaralegeartis
bila kejadian itu menimpa kita. Untuk itu diperlukan pengetahuan serta keterampilan dalam
pengelolaan syok anafilaktik. Makalah ini akan memberi petunjuk sederhana tentang usaha
usahayangharusdilakukandalammengelolasyokanafilaktik.
Insidens
Insidenssyokanafilaktik4060persenadalahakibatgigitanserangga,2040persenakibatzat

kontrasradiografi,dan1020persenakibatpemberianobatpenicillin.Sangatkurangdatayang
akuratdalaminsidendanprevalensiterjadinyasyokanafilaktik.Anafilaksisyangfatalhanya
kirakira 4 kasus kematian dari 10 juta masyarakat pertahun.
DiAmerikaSerikatinsisidensreaksialergidananafilaksisyangdicatatdaribagiangawatdarurat
rumahsakitdidapatkanbahwa0,5persen(5per1000)dan0,02persen(2per10.000)kejadian.
Sebagianbesarkasusyangseriusanafilaktikadalahakibatpemberianantibiotiksepertipenicillin
danbahanzatradiologis.Penicillinmerupakanpenyebabkematian100dari500kematianakibat
reaksianafilaksis.Secaraumuminsidensreaksianafilakis0,01%eksposuediAmerika.Gigitan
seranggahymenopteramerupakanpenyebabyangterbanyakdarisyokanafilaktik.

Patofisiologi
ReaksianafilaksistimbulbilasebelumnyatelahterbentukIgEspesifikterhadapalergentertentu.
Alergenyangmasukkedalamtubuhlewatkulit,mukosa,sistempernafasanmaupunmakanan,
terpaparpadaselplasmadanmenyebabkanpembentukanIgEspesifikterhadapalergentertentu.
IgEspesifikinikemudianterikatpadareseptorpermukaanmastositdanbasofil.Padapaparan
berikutnya,alergenakanterikatpadaIgespesifikdanmemicuterjadinyareaksiantigenantibodi
yangmenyebabkanterlepasnyamediatoryakniantaralainhistamindarigranulayangterdapat
dalamsel.IkatanantigenantibodiinijugamemicusintesisSRSA(Slowreactingsubstanceof
Anaphylaxis ) dan degradasi dari asam arachidonik pada membrane sel, yang menghasilkan
leukotrine dan prostaglandin. Reaksi ini segera mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek
histamin, leukotrine (SRSA) dan prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos
bronkusmenyebabkantimbulnyagejalapernafasandansyok.
Efek biologis histamin terutama melalui reseptor H1 dan H2 yang berada pada permukaan
saluransirkulasidanrespirasi.StimulasireseptorH1menyebabkanpeningkatanpermeabilitas
pembuluh darah, spasme bronkus dan spasme pembuluh darah koroner sedangkan stimulasi
reseptorH2menyebabkandilatasibronkusdanpeningkatanmukusdijalannafas.RasioH1H2
pada

jaringan

menentukan

efek

akhirnya.

(2,3)
AktivasimastositdanbasofilmenyebabkanjugaresponbifasikdaricAMPintraselluler.Terjadi
kenaikancAMPkemudianpenurunandrastis sejalandenganpelepasanmediatordangranula
kedalam cairan ekstraselluler. Sebaliknya penurunan cGMP justru menghambat pelepasan
mediator. Obatobatan yang mencegah penurunan cAMP intraselluler ternyata dapat
menghilangkangejalaanafilaksis.Obatobataniniantaralainadalahkatekolamin(meningktakan
sintesiscAMP)danmethylxanthinemisalnyaaminofilin(menghambatdegradasicAMP).Pada
tahap selanjutnya mediatormediator ini menyebabkan pula rangkaian reaksi maupun sekresi
mediator sekunder dari netrofil,eosinofil dan trombosit,mediator primer dan sekunder
menimbulkanberbagaiperubahanpatologispadavaskulerdanhemostasis,sebaliknyaobatobat
yang dapat meningkatkan cGMP (misalnya obat cholinergik) dapat memperburuk keadaan
karena

dapat

merangsang

terlepasnya

mediator.(2,3,4)

Reaksi Anafilaktoid
Reaksianafilaktoidadalahreaksiyangmenyebabkantimbulnyagejaladankeluhanyangsama
dengan reaksi anafilaksis tetapi tanpa adanya mekanisme ikatan antigen antibodi. Pelepasan
mediatorbiokimiawidarimastositmelewatimekanismenonimunologikinibelumseluruhnya
dapat diterangkan. Zatzat yang sering menimbulkan reaksi anafilaktoid adalah kontras

radiografi(idionated),opiate,tubocurarine,dextranmaupunmannitol.Selainituaspirinmaupun
NSAID lainnya juga sering menimbulkan reaksi anafilaktoid yang diduga sebagai akibat
terhambatnya

enzim

siklooksgenase.

Manifestasi klinik
Walaupungambaranataugejalakliniksuatureaksianafilakisberbedabedagradasinyasesuai
beratringannyareaksiantigenantibodiatautingkatsensitivitasseseorang,namunpadatingkat
yang berat barupa syok anafilaktik gejala yang menonjol adalah gangguan sirkulasi dan
gangguan respirasi. Kedua gangguan tersebut dapat timbul bersamaan atau berurutan yang
kronologisnyasangatbervariasidaribeberapadetiksampaibeberapajam.Padadasarnyamakin
cepat reaksi timbul makin berat keadaan penderita.(4,5,6,7)

Sistem pernafasan
Gangguan respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang
kemudian segera diikuti dengan udema laring dan bronkospasme. Kedua gejala terakhir ini
menyebabkanpenderitanampakdispnuesampaihipoksiayangpadagilirannyamenimbulkan
gangguan sirkulasi, demikian pula sebaliknya, tiap gangguan sirkulasi pada gilirannya
menimbulkan gangguan respirasi. Umumnya gangguan respirasi berupa udema laring dan
bronkospasme merupakan pembunuh utama pada syok anafilaktik.

Sistem sirkulasi
Biasanyagangguansirkulasimerupakanefeksekunderdarigangguanrespirasi,tapibisajuga
berdirisendiri,artinyaterjadigangguansirkulasitanpadidahuluiolehgangguanrespirasi.Gejala
hipotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok anafilaktik. Hipotensi terjadi sebagai
akibatdariduafaktor,pertamaakibatterjadinyavasodilatasipembuluhdarahperiferdankedua
akibatmeningkatnyapermeabilitasdindingkapilersehinggaselainresistensipembuluhdarah
menurun,jugabanyakcairanintravaskuleryangkeluarkeruanginterstitiel(terjadihipovolume
relatif).Gejalahipotensiinidapatterjadidengandrastissehinggatanpapertolonganyangcepat
segera dapat berkembang menjadi gagal sirkulasi atau henti jantung.

Gangguan kulit.
Merupakangejalaklinikyangpalingseringditemukanpadareaksianafilaktik.Walaupungejala
ini tidak mematikan namun gejala ini amat penting untuk diperhatikan sebab ini mungkin
merupakangejalaprodromaluntuktimbulnyagejalayanglebihberatberupagangguannafasdan
gangguansirkulasi.Olehkarenaitusetiapgangguankulitberupaurtikaria,eritema,ataupruritus
harusdiwaspadaiuntukkemungkinantimbulnyagejalayanglebihberat.Dengankatalainsetiap
keluhan kecil yang timbul sesaat sesudah penyuntikan obat,harus diantisipasi untuk dapat

berkembang

kearah

yang

lebih

berat.

Gangguan gastrointestinal
Perut kram,mual,muntah sampai diare merupakan manifestasi dari gangguan gastrointestinal
yang juga dapat merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala gangguan nafas dan
sirkulasi.
Skema

perubahan

patofisiologi

pada

syok

anafilaktik

Skemaperubahanpatofisiologipadasyokanafilaktik

Pengelolaan Anafilaksis dan syok Anafilaksis


Secaraumumterapianafilaksisbertujuan:
1.Mencegahefekmediator

Menghambatsintesisdanpelepasanmediator

Blokadereseptor

2. Mengembalikan fungsi organ dari perubahan patofisiologik akibat efek mediator.

Titiktangkapterapiberdasarkanperubahanpatofisiologi


Penanganan syok anafilaktik
I.
Terapi medikamentosa (7,8,9)
Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnose dan
pengelolaannya.
1.Adrenalinmerupakandrugofchoicedarisyokanafilaktik.Halinidisebabkan3
faktoryaitu:

Adrenalin merupakan bronkodilator yang kuat , sehingga penderita dengan cepat


terhindardarihipoksiayangmerupakanpembunuhutama.

Adrenalinmerupakanvasokonstriktorpembuluhdarahdaninotropikyangkuatsehingga
tekanandarahdengancepatnaikkembali.

Adrenalin merupakan histamin bloker, melalui peningkatan produksi cyclic AMP


sehinggaproduksidanpelepasanchemicalmediatordapatberkurangatauberhenti.

Dosisdancarapemberiannya.
0,30,5mladrenalindarilarutan1:1000diberikansecaraintramuskuleryangdapatdiulangi5
10menit.Dosisulanganumumnyadiperlukan,mengingatlamakerjaadrenalincukupsingkat.
Jika respon pemberian secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara intravenous
setelah0,10,2mladrenalindilarutkandalamspoit10mldenganNaClfisiologis,diberikan
perlahanlahan.Pemberiansubkutan,sebaiknyadihindaripadasyokanafilaktikkarenaefeknya
lambatbahkanmungkintidakadaakibatvasokonstriksipadakulit,sehinggaabsorbsiobattidak
terjadi.
2.Aminofilin
Dapatdiberikandengansangathatihatiapabilabronkospasmebelumhilangdenganpemberian
adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahanlahan selama 10 menit intravena. Dapat
dilanjutkan250mglagimelaluidripsinfusbiladianggapperlu.

3.Antihistamindankortikosteroid.
Merupakanpilihankeduasetelahadrenalin.Keduaobattersebutkurangmanfaatnyapadatingkat
syokanafilaktik,sebabkeduanyahanyamampumenetralkanchemicalmediatorsyanglepasdan
tidak menghentikan produksinya. Dapat diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna
mencegahkomplikasiselanjutnyaberupaserumsicknessatauprolongedeffect.Antihistamin
yangbiasadigunakanadalahdifenhidraminHCl520mgIVdanuntukgolongankortikosteroid
dapatdigunakandeksametason510mgIVatauhidrocortison100250mgIV.
Obat obat yang dibutuhkan :

Adrenalin

Aminofilin

Antihistamin

Kortikosteroid

2.1 Definisi rhinitis alergi


Rhinitis alergik merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan dan
diperkirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat (hipersensitive I). Rhinitis adalah suatu
inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ). Rhinitis adalah
peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
Sedangkan menurut WHO ARIA 2001adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersinbersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantari oleh IgE.
2.2 Etiologi
2.2.1

Rinitis Alergi
Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara

genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting.
Pada 20 30 % semua populasi dan pada 10 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang
tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan
dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan
merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi.

Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara
pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari, dan
lain-lain.
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang
diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam
setelahnya Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam
dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
a. Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau,

serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur


Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat,

ikan dan udang


Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan

lebah
Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya

bahan kosmetik atau perhiasan


b. Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap
besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
2.

Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral, system
selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil dihilangkan
maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system
tersebut maka berlanjut ke respon tersier

3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak meguntungkan


c. Sedangkan klasifikasi yang lebih baru menurut guideline dari ARIA, 2001 (Allergic Rhinitis
and its Impact on Asthma) disdasarkan pada waktu terjadinya gejala dan keparahannya
adalah:
Berdasarkan lamanya terjadi gejala

Klasifikasi
Intermitten

Gejala dialami selama


Kurang dari 4 hari seminggu, atau kurang dari 4

Persisten

minggu setiap saat kambuh.


Lebih dari 4 hari seminggu, atau lebih dari

Ringan

4 minggu setiap saat kambuh.


Berdasarkan keparahan dan kualitas hidup
Tidak mengganggu tidur, aktivitas harian,
olahraga, sekolah atau pekerjaan. Tidak ada

Sedang sampai berat

gejala yang mengganggu.


Terjadi satu atau lebih kejadian di bawah ini:
1. Gangguan tidur
2. gangguan aktivitas harian, kesenangan, atau olah
raga
3. gangguan pada sekolah atau pekerjaan
4. gejala yang mengganggu

a. Rinitis Nonalergi
1. Rinitis vasomotor
Keseimbangn vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :
a)

Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti: ergotamin,
klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokontriktor lokal.

b)

Faktor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin, kelembapan udara yang tinggi, dan bau
yang merangsang

c) Faktor endokrin, seperti : kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme


d) Faktor psikis, seperti : cemas dan tegang ( kapita selekta)
2. Rinitis Medikamentosa
Rinitis Medikamentosa merupakan akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes
hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan
sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang
berlebihan (Drug Abuse).
3. Rinitis Atrofi
Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti infeksi oleh kuman
spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang sering Klebsiella ozanae, kemudian stafilokok, sreptokok,

Pseudomonas aeruginosa, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan


hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.
2.3 Klasifikasi rhinitis alergi
2.3.1 Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan
sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai
hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi
tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh
infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
2.3.2 Rhinitis berdasarkan penyebabkannya dibedakan menjadi :
a. Rhinitis alergi
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan
laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan
oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara. Meskipun
bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang serius
karena karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari
yang menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan semakin
mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi kronis. Rhinitis alergi
Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung,
dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.
Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari
luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya,
debu dan polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)

Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa
(tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya
kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
c. Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial,
masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa,
penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.
Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut:
Tipe-tipe rinitis non alergi adalah:
1. Rinitis Infeksiosa
Rinitis infeksiosa biasanya disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan Bagian
atas, baik oleh bakteri maupun virus. Ciri khas dari rinitis infeksiosa adalah lendir hidung yang
bernanah, yang disertai dengan nyeri dan tekanan pada wajah, penurunan fungsi indera
penciuman serta batuk.
2. Rinitis Non-Alergika Dengan Sindroma Eosinofilia
Penyakit ini diduga berhubungan dengan kelainan metabolisme prostaglandin. Pada
hasil pemeriksaan apus hidung penderitanya, ditemukan eosinofil sebanyak 10-20%. Gejalanya
berupa hidung tersumbat, bersin, hidung meler, hidung terasa gatal dan penurunan fungsi
indera penciuman (hiposmia).
3. Rinitis Okupasional
Gejala-gejala rinitis hanya timbul di tempat penderita bekerja. Gejala-gejala rinitis
biasanya terjadi akibat menghirup bahan-bahan iritan (misalnya debu kayu, bahan kimia).
Penderita juga sering mengalami asma karena pekerjaan.
4. Rinitis Hormonal
Beberapa penderita mengalami gejala rinitis pada saat terjadi gangguan keseimbangan
hormon (misalnya selama kehamilan, hipotiroid, pubertas, pemakaian pil KB). Estrogen
diduga menyebabkan peningkatan kadar asam hialuronat di selaput hidung. Gejala rinitis pada
kehamilan biasanya mulai timbul pada bulan kedua, terus berlangsung selama kehamilan
dan akan menghilang pada saat persalinan tiba. Gejala utamanya adalah hidung tersumbat
dan hidung berair.
5. Rinitis Karena Obat-obatan (rinitis medikamentosa)

Obat-obatan yang berhubungan dengan terjadinya rinitis adalah dekongestan topikal,


ACE

inhibitor,

reserpin,

guanetidin,

fentolamin,

metildopa,

beta-bloker,

klorpromazin,gabapentin, penisilamin, aspirin, NSAID, kokain, estrogen eksogen, pil KB.


6. Rinitis Gustatorius
Rinitis gustatorius terjadi setelah mengkonsumsi makanan tertentu, terutama makanan
yang panas dan pedas.
7. Rinitis Vasomotor
Rinitis vasomotor diyakini merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan sistem
parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi pelebaran
dan pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul berupa hidung tersumbat,
bersin-bersin dan hidung berair. Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan
fisiologik

lapisan mukosa hidung

yang

disebabkan

oleh

bertambahnya

aktivitas

parasimpatis. Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai
dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung
apabila terpapar oleh iritan spesifik. Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga
sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis
relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar,
latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan
sebagai gangguan oleh individu tersebut. Merupakan respon non spesifik terhadap
perubahan perubahan lingkungannya, berbeda dengan rinitis alergi yang mana merupakan
respon terhadap protein spesifik pada zat allergennya. Faktor pemicunya antara lain alkohol,
perubahan temperatur / kelembapan, makanan yang panas dan pedas, bau bauan yang
menyengat ( strong odor ), asap rokok atau polusi udara lainnya, faktor faktor psikis seperti :
stress, ansietas, penyakit penyakit endokrin, obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi
oral.

2.4 Patofisiologi

Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa
hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang
kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan
mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta
limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen
hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan
yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan
nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).
2.5 Manifestasi Klinis
1) Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari
6 kali).
2)

Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan atas golongan yang obstruksi dan rinorea.
Pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa hidung,
konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaanya dapat licin atau
berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit, namun pada golongan
rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak.

3)

Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening
dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang
menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.

4) Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
5) Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
6) Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim, udara
lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.
7) Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau (sementara pasien
sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit kepala,
dan hidung tersumbat.
8) Pada penderita THT ditemukan ronnga hidung sangat lapang, kinka inferiordan media hipotrofi
atau atrofi, sekret purulen hijau, dan krusta berwarna hijau
2.6 Insiden Rhinitis Alergi
Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB. Di
daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan

musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar
orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa
terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya. Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah
5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur.
Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika Serikat,
mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan
pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas
hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus,
masalah pada telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma,
rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.
Karena rinitis alergik ditimbulkan oleh tepung sari atau kapang (mold) yang terbawa
angin, keadaan ini dditandai oleh insiden musiman di Negara empat musim :

Awal musim semi- teung sari ( pollen) pohon (oak, elm,poplar)

Awal musim panas (rose fever) tepung sari rerumputan(Timothy, red-top)

Awal musim gugur tepung sari gulma (ragweed)

Setiap tahunya, serangan dimulai dan berakhir pada waktu yang kurang-lebih sama.
Spora kapang yang hangat dan lembab. Meskipun pola musiman yang kaku tidak
terdapat, spora ini muncul pada awal musim semi, bertambah banyak selama musim panas dan
berkurang serta menghilang menjelang turunnya salju yang pertama.

2.7 EVALUASI DIAGNOSIS


2.7.1 Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas
adalah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal,
terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini
merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process).
Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari lima kali setiap serangan, terutama
merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya
histamin. 1
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung
dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Rinitis

alergi sering disertai oleh gejala konjungtivitis alergi. Sering kali gejala yang timbul tidak
lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan
utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. 1 Gejala klinis lainnya dapat berupa
popping of the ears, berdeham, dan batuk-batuk lebih jarang dikeluhkan.4
2.7.2

Pemeriksaan Fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai
adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi.
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala spesifik lain pada anak
adalah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena
sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner.1
Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal, dengan
punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok ini lama
kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsumnasi bagian sepertiga bawah,
yang disebut sebagai allergic crease.1
Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid). Dinding posterior faring
tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal.
Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue). 1

2.7.3

Pemeriksaan Penunjang

a. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE
total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila
tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga
menderita asma bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan
alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih
bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked
Immuno SorbentAssay Test). 1
Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai
pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan,
sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.1

b. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk
alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial
untuk desensitisasi dapat diketahui. 1
Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya
ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test).1
Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge
Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari,
selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari
menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan.
1

2.8 Penatalaksanaan
Hindari kontak & eliminasi, Keduanya merupakan terapi paling ideal. Hindari kontak dengan
alergen penyebab, sedangkan eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan).
Simptomatik : Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid
a. Antihistamin
Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral dibagi
menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai antihistamin sedatif serta
generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai antihistamin nonsedatif.
Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan tidur
karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping yang biasa ditimbulkan oleh obat
golongan antihistamin adalah efek antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil dan
konstipasi. Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami kenaikan
tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.
Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar allergen.
Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai efek sampingnya.
Antihistamin generasi kedua memang memberikan efek sedative yang sangat kecil namun secara
ekonomi lebih mahal.

b. Dekongestan
Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi pada
reseptor adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi. Topikal dekongestan
biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau spray. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya
sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik (Dipiro, 2005). Penggunaan obat ini
dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena
penggunaan obat-obatan). Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan
antara lain rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu penggunaan obat ini
memerlukan konseling bagi pasien.
Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun durasinya biasanya
bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat
menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat walaupun digunakan pada dosis terapinya (Dipiro,
2005). Obat ini harus hati-hati digunakan untuk pasien-pasien tertentu seperti penderita
hipertensi. Saat ini telah ada produk kombinasi antara antihistamin dan dekongestan. Kombinasi
ini rasional karena mekanismenya berbeda.
c.

Nasal Steroid
Merupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk rhinitis
seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit.
Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium
bromida.
Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang mengalami
hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior menggunakan
kauterisasi yang memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
Imunoterapi : Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi
membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung
lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan. Netralisasi tidak membentuk blocking
antibody dan untuk alergi ingestan.
2.9 Komplikasi

Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip
hidung.

Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan
terutama kita temukan pada pasien anak-anak.

Sinusitis kronik

Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan
adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase.

d. Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
- Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi
e. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan nasoendoskopi
Pemeriksaan sitologi hidung
Hitung eosinofil pada darah tepi
Uji kulit allergen penyebab

BAB II
DERMATITIS
A. Definisi
Dermatitis berasal dari kata dermo- (kulit) -itis (radang/inflamasi), sehingga dermatitis dapat
diterjemahkan sebagai suatu keadaan di mana kulit mengalami inflamasi.
Dermatitis

adalah

suatu

peradangan

pada

dermis

dan

epidermis

yang

dalam

perkembangannya memberikan gambaran klinik berupa efloresensi polimorf dan pada umumnya
memberikan gejala subjektif gatal. (Mulyono :1986)
Dermatitis adalah peradangan epidermis dan dermis yang memberikan gejala subjektif gatal
dan dalam perkembangannya memberikan efloresensi yang polimorf. (Junaidi Purnawan : 1982)

B. Etiologi
Berdasarkan etiologinya dermatitis dibagi dalam type :
a) Dermatits kontak
- Dermatitis kontak toksis akut. Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer kuat /
absolut. Contok : H2SO4 , KOH, racun serangga.
- Dermatitis Kontak Toksis Kronik. Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer lemah /
relatif. Contoh : sabun , detergen.
- Dermatitis Kontak Alergi. Suatu dermatitis yang disebabkan oleh alergen . Contoh : logam (Ag,
Hg), karet, plastik, popok atau diaper pada anak-anak, dll.
b)

Dermatitis Atopik. Suatu peradangan menahun pada lapisan epidermis yang disebabkan zat-zat
yang bersifat alergen. Contoh : inhalan (debu, bulu).

c)

Dermatitis Perioral. Suatu penyakit kulit yang ditandai adanya beruntus-beruntus merah
disekitar mulut. Penyebabnya tidak diketahui dan bisa muncul pemakaian salep kortikosteroid
diwajah untuk mengobati suatu penyakit.

d) Dermatitis Statis. Suatu peradangan menahun pada tungkai bawah yang sering meninggalkan
bekas, yang disebabkan penimbunan darah dan cairan dibawah kulit, sehingga cenderung terjadi
varises dan edema.
C. Patofisiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis ataupun epidermis
yang disebabkan oleh beberapa zat alergen ataupun zat iritan.
Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas pada kulit
yang terkena tersebut. Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap suatu
antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48
jam. Bahan iritan ataupun allergen yang masuk ke dalam kulit merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit.
Keadaan ini akan merusak sel dermis maupun sel epidermis sehingga menimbulkan kelainan
kulit atau dermatitis.
Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan dermatitis adalah gesekan,
tekanan, balutan, macerasi, panas dan dingin, tempat dan luas daerah yang terkena dan adanya
penyakit kulit lain.

D. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinis dari dermatitis yaitu secara Subyektif ada tandatanda
radang akut terutama pruritus ( sebagai pengganti dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu
(kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function
laisa). Sedangkan secara Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi
yang dapat timbul secara serentak atau beturut-turut.
a)

Dermatitis Kontak. Gatal-gatal , rasa tidak enak karena kering, kulit berwarna coklat dan
menebal.

b) Dermatitis Atopik. Gatal-gatal , muncul pada beberapa bulan pertama setelah bayi lahir, yang
mengenai wajah, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan dan kaki.
c)

Dermatitis Perioral. Gatal-gatal bahkan menyengat, disekitar bibir tampak beruntus-beruntus


kecil kemerahan.

d) Dermatitis Statis. Awalnya kulit merah dan bersisik, setelah beberapa minggu / bulan , warna
menjadi coklat.
E. Komplikasi
Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah sindrom pernapasan akut,
gangguan ginjal, Infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim dijumpai terutama staphylococcus
aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.
F. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah; Hb, leoukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin.
2) Urin; pemeriksaan Hispatologi
3) Uji kulit, alergen, uji IgE spesifik, pada dermatitis atopic
4)

Pemeriksaan kultur bakteri apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri, pada dermatitis
kontak iritan

Vous aimerez peut-être aussi