Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH KELOMPOK 2
Eky Sulistyaningsih
Eliana
Elinda Safitri
Eni Windarti
Eva Muzdalifah
Ferdy Anggiawan
M. Pandu Wiguna
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT karena atas izin dan ridho
Nya maka Asuhan Keperawatan pada intraoperasi ini bisa terselesaikan dengan baik.
Makalah ini di buat untuk kalangan internal mahasiswa Fakultas Kedokteran Program Study
Ilmu Keperawatan Universitas Malahayati Bandar Lampung, guna membantu untuk
mempermudah materi yang di ajarkan. Oleh karena itu kritik dan saran untuk perbaikan
pembuatan makalah ini sangat kami harapkan.
Semoga bantuan dan dorongan yang telah di berikan kepada kami mendapatkan balasan dari
Allah SWT, dan makalah ini bias bermanfaat bagi kita semua, Amiin.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
Definisi
Peran Perawat Pada Fase Intra Operatif
Prinsip-Prinsip Operatif
Protokol
Peraturan Dasar Asepsis Bedah
Posisi Pasien Di Meja Operasi
Tim Operasi
Diagnosa Keperawatan
Proses Keperawatan Dalam Fase Intra Operatif
Komplikasi
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif. Aktivitas
yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di
ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani
prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang
mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik
fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya
berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus
berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan
menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang
kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum
anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli
anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan
pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan
scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being)
pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan
pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran lain perawat di
ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini
sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian
praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai RNFA
diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi,
penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai
pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter
bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di
unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan,
permasalahan cairan dan elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan
dan dikomunikasikan dengan staff PACU.
BAB II
ISI
A. DEFINISI
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir
saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.
Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai perawat
scrub, atau membantu mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsipprinsip dasar kesimetrisan tubuh.
B. PERAN PERAWAT PADA FASE INTRA OPERATIF
1.
Pemeliharaan Keselamatan
a.
1)
2)
3)
b.
c.
d.
2.
Pematauan Fisiologis
a. Memperhitungkan efek dari hilangnya atau masuknya cairan secara berlebihan pada
pasien
b. Membedakan data kardiopumonal yang normal dengan yang abnormal
c. Melaporkan perubahan-perubahan pada nadi, pernafasan, suhu tubuh dan tekanan
darah pasien.
3.
Penatalaksanaan Keperawatan
a. Memberikan keselamatan untuk pasien
b. Mempertahankan lingkungan aseptik dan terkontrol
c. Secara efektif mengelola sumber daya manusia.
C. PRINSIP-PRINSIP OPERATIF
1. Prinsip kesehatan dan baju operasi
a. Kesehatan yang baik sangat penting untuk setiap orang dalam ruang operasi.
Sehingga keadaan pilek, sakit tenggorok, infeksi kulit, merupakan sumber organisme
patogenik yang harus dilaporkan;
b. Hanya baju ruang operasi yang bersih dan dibenarkan oleh institusi yang
diperbolehkan, tidak dapat dipakai di luar ruang operasi;
c. Masker dipakai sepanjang waktu di ruang operasi yang meminimalkan kontaminasi
melalui udara, menutup seluruh hidung dan mulut, tetapi tidak mengganggu
pernafasan, bicara atau penglihatan, menyatu dan nyaman;
d. Tutup kepala secara menyeluruh menutup rambut (kepala dan garis leher termasuk
cambang) sehingga helai rambut, jepitan rambut, penjepit, ketombe dan debu tidak
jatuh ke dalam daerah steril;
e. Sepatu sebaiknya nyaman dan menyangga. Bakiak, sepatu tenis, sandal dan bot tidak
diperbolehkan sebab tidak aman dan sulit dibersihkan. Sepatu dibungkus dengan
penutup sepatu sekali pakai atau kanvas;
f. Bahaya kesehatan dikontrol dengan pemantauan internal dari ruang operasi meliputi
analisis sampel dari sapuan terhadap agens infeksius dan toksik. Selain itu, kebijakan
dan prosedur keselamatan untuk laser dan radiasi di ruang operasi telah ditegakkan.
2. Prinsip Asepsis Perioperatif
a. Pencegahan komplikasi pasien, termasuk melindungi pasien dari operasi;
b. Ruang operasi terletak di bagian rumah sakit yang bebas dari bahay seperti partikel,
debu, polutan lain yang mengkontaminasi, radiasi, dan kebisingan;
c. Bahaya listrik, alat konduktifitas, pintu keluar darurat yang bebas hambatan, dan
gudang peralatan dan gas-gas anesthesia diperiksa secara periodik.
D. PROTOKOL
1. Pra operatif
a. Semua material bedah harus disterilkan
b. Ahli bedah, asisten bedah, dan perawat mempersiapkan diri dengan scrub tangan dan
lengan dengan sabun dan air, lengan panjang dan sarung tangan steril
c. Penggunaan topi dan masker
d. Pembersihan kulit pasien dengan agens antiseptik
e. Tubuh pasien ditutup dengan kain steril.
2. Intra operatif
Hanya personel yang telah melakukan scrub dan memakai pakaian operasi yang boleh
menyentuh benda-benda steril.
3. Pasca operatif
a. Luka dibersihkan dengan normal saline dan antiseptik
b. Luka dilindungi dengan balutan steril
c. Bila terjadi infeksi, kolaboratif untuk pemberian antimikroba spesifik
d. Teknik aseptik yang ketat harus dipatuhi selama pembedahan.
4.
Kontrol lingkungan
a. Lantai dan permukaan horisontal dibersihkan secara teratur dengan sabun dan air atau
deterjen germisida
b. Peralatan disteril diinspeksi secara teratur untuk memastikan pengoperasian dan
performa yang optimal
c. Sebelum dipaket, linen, kain dan larutan yang dgunakan disteril, instrumen yang
digunakan dibersihkan dan disterilkan di unit dekat ruang operasi
d. Material-material steril yang dibungkus sendiri-sendiri digunakan bila diperlukan
material individual tambahan
e. Sistem aliran udara laminar yang menyaring bakteri dan debu dengan presentasi
tinggi.
E. PERATURAN DASAR ASEPSIS BEDAH
1. Umum
a. Permukaan atau benda steril dapat bersentuhan dengan permukaan atau benda lain
yang steril dan tetap steril; kontak dengan benda tidak steril pada beberapa titik
membuat area steril terkontaminasi
b. Jika terdapat keraguan tentang sterilitas pada perlengkapan atau area, maka dianggap
tidak steril atau terkontaminasi
c. Apapun yang steril untuk satu pasien hanya dapat digunakan untuk pasien ini.
Perlengkapan steril yang tidak digunakan harus dibuang atau disterilkan kembali jika
akan digunakan kembali.
2. Personal
a. Personel yang scrub tetap dalam area prosedur bedah, jika personel scrub
meninggalkan ruang operasi, status sterilnya hilang. Untuk kembali kepada
pembedahan, orang ini harus mengikuti lagi prosedur scrub, pemakaian gown dan
sarung tangan
b. Hanya sebagian kecil dari tubuh individu scrub dianggap steril; dari bagian depan
pinggang sampai daerah bahu, lengan bawah dan sarung tangan (tangan harus berada
di depan antara bahu dan garis pinggang
c. Suatu pelindung khusus yang menutupi gaun dipakai, yang memperluas area steril
d. Perawat instrumentasi dan semua personel yang tidak scrub tetap berada pada jarak
aman untuk menghindari kontaminasi di area steril
3. Penutup/Draping
a. Selama menutup meja atau pasien, penutup steril dipegang dengan baik di atas
permukaan yang akan ditutup dan diposisikan dari depan ke belakang
b. Hanya bagian atas dari pasien atau meja yang ditutupi dianggap steril; penutup yang
menggantung melewati pinggir meja adalah tidak steril
c. Penutup steril tetap dijaga dalam posisinya dengan menggunakan penjepit atau
perekat agar tidak berubah selama prosedur bedah
d. Robekan atau bolongan akan memberikan akses ke permukaan yang tidak steril di
bawahnya, menjadikan area ini tidak steril. Penutup yang demikian harus diganti.
4. Pelayanan Peralatan Steril
a. Pak peralatan dibungkus atau dikemas sedemikian rupa sehingga mudah untuk dibuka
tanpa resiko mengkontaminasi lainnya
b. Peralatan steril, termasuk larutan, disorongkan ke bidang steril atau diberikan ke
orang yang berscrub sedemikian rupa sehingga kesterilan benda atau cairan tetap
terjaga
c. Tepian pembungkus yang membungkus peralatan steril atau bagian bibir botol terluar
yang mengandung larutan tidak dianggap steril
d. Lengan tidak steril perawatan instrumentasi tidak boleh menjulur di atas area steril.
Artikel steril akan dijatuhkan ke atas bidang steril, dengan jarak yang wajar dari
pinggir area steril.
5. Larutan
Larutan steril dituangkan dari tempat yang cukup tinggi untuk mencegah sentuhan yang tidak
disengaja pada basin atau mangkuk wadah steril, tetapi tidak terlalu tinggi sehingga
menyebabkan cipratan (bila permukaan steril menjadi basah, maka dianggap terkontaminasi).
Non Steril :
a. Ahli anastesi
b. Perawat anastesi
c. Circulating nurse
d. Teknisi (operator alat, ahli patologi dll.)
Surgical Team
Perawat steril bertugas :
a.
b.
c.
Mengkaji,
merencanakan,
mengimplementasikan
dan
mengevaluasi
aktivitas
c.
d.
e.
a. PENGKAJIAN
Gunakan data dari pasien dan catatan pasien untuk mengidentifikasi variabel yang dapat
mempengaruhi perawatan dan yang berguna sebagai pedoman untuk mengembangkan rencana
perawatan pasien individual;
a. Identifikasi pasien
b. Validasi data yang dibutuhkan dengan pasien
c. Telaah catatan pasien terhadap adanya :
b. PERENCANAAN
1. Menginterpretasi variabel-variabel umum dan menggabungkan variabel tersebut ke dalam
rencana asuhan;
a. Usia, ukuran, jenis kelamin, prosedur bedah, tipe anesthesia, yang direncanakan, ahli
bedah, ahli anesthesia, dan anggota tim
b. Ketersediaan peralatan spesifik yang dibutuhkan untuk prosedur dan ahli bedah
c. Kebutuhan medikasi non rutin, komponen darah, instrumen, dll
d. Kesiapan ruangan untuk pasien, kelengkapan pengaturan fisik, kelengkapan
instrumen, peralatan jahit, dan pengadaan balutan.
2. Mengidentifikasi aspek-aspek leingkungan ruang operasi yang dapat secara negatif
memperngaruhi pasien;
a. Fisik
gown
Membuka dan menutup sarung tangan
Menghitung : kasa, instrumen, jarum, khusus
Teknik aseptik
Penatalaksanaan kateter urine
Penatalaksanaan drainage/balutan
a. Komunikasikan situasi yang merugikan pada ahli bedah, ahli anesthesia,
atau perawat yang bertanggung jawab, atau bertindak yang tepat untuk
mengontrol atau menangani situasi
b. Gunakan peralatan secara bijaksana untuk menghemat biaya
c. Bantu ahli bedah dan ahli anesthesi untuk menerapkan rencana perawatan
mereka.
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka mortalitasnya sangat
tinggi lebih dari 50%. Sehingga diperlukan penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malignan
terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi
inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi
malignan. Ketika diinduksi agen anastetik, kalsium di dalam kantong sarkoplasma akan
dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi.? Secara normal,
tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembalikan kalsium ke dalam kantong
sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi. Namun pada orang dengan hipertermi
malignan, mekanisme ini tidak terjadi sehingga otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan
mengalami hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan sistem
saraf pusat. Untuk menghindari mortalitas, maka segera diberikan oksigen 100%, natrium
dantrolen, natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. lakukan juga monitoring terhadap kondisi
pasien meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas darah.
BAB III
KESIMPULAN
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir
saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti, 2005, Kiat Sukses menghadapi Operasi,
Sahabat Setia, Yogyakarta.
2. Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong, 1998, Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi, EGC,
Jakarta
3. Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah: Brunner Suddarth, Vol. 1, EGC, Jakarta
4. file:///H:/Askep%20Intra-operatif%20%C2%AB%20Nurseview.htm