Vous êtes sur la page 1sur 17

1.

3 Asuhan keperawatan fraktur ekstremitas atas


Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian,
diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no.register, tanggal MRS, diagnose medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
(1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menususk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukann untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga

nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana
yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
member petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang
menyebabkan fraktur patalogis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetic (Ignatavicius, Donna D,
1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat menggangu metabolism kalsium, pengkonsumsian alcohol yang
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya

untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola


nutrisi

klien

bisa

membantu

menentukan

penyebab

masalah

musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak


adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah musculoskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.
Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi
Anna, 1991)
(4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat menggangu pola dan gerak, sehingga hal ini dapat
menggangu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,
dan kesulitan tidur serta penggunaan obatt tidur. (Doengos. Marilynn
E, 1999)
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur disbanding pekerjaan yang
lain. (Ignativicius, Donna D, 1995)
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap. (Ignatavicius, Donna D,
1995)
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image). (Ignatavicius, Donna D, 1995)
(8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbbul gangguan, begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,
timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignitavicius, Donna D, 1995).
(9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktura yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan
gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji
status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
(Ignitavicius, Donna D, 1995)
(10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme

koping

yang

ditempuh

klien

bisa

tidak

efektif

(Ignitavicius, Donna D, 1995).


(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignitavicius,
Donna D, 1995).
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan :

(1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti :
a. Kesadaran penderita : apatis, spoor, koma, gelisah, komposmentid
tergantung pada keadaan klien.
b. Kesakitan, keadaan penyakit ; akut, kronik, ringan, sedang berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a. System Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
b. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalic, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
d. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
f. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
g. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j. Paru
1.) Inspeksi
Pernafasan meningkat, regular atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan paru.
2.) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

3.) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
4.) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
k. Jantung
1.) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung
2.) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba
3.) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l. Abdomen
1.) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidakada hernia.
2.) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
3.) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4.) Auskultasi
Peristaltic usus normal 20 kali / menit.
m. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak adapembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada system musculoskeletal
adalah :
(1) Look (inspksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain :
a. Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
b.
c.
d.
e.

bekas operasi).
Cape au lait spot (birth bark).
Fistulae.
Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang

tidak biasa (abnormal).


f. Posisi dan bentuk dari ektrimitas (deformitas).
g. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa).
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari poisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan

pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa


maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah :
a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1 / 3
proksimal, tengahh atau distal).
Otot :tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatn lingkup gerak inii perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atauu dalam ukuran metric. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak .
pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a.) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan
menggunakan sinar rontgen (x ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan xray harus atas dasr indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya
dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray :

a. Bayangan jaringan lunak.


b. Tipis tablnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknyaarsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray mungkin perlu tehnik khususnya
seperti :
a. Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b. Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
c. Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
d. Computed Tomografi Scanning : menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
b.) Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan

Fosfor

Serum

meningkat

pada

tahap

penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim Otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Tranferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c.) Pemeriksaan Lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsy tulang dan otot : pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.

d. Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena


trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
f. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignitavicius, Donna D, 1995)
b. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianasia untuk
menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi
dua data yaitu, data sujektif dan objektif, dan kemudian ditentukan masalah
keperawatan yang timbul.
2. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik akyual maupun
potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi,
menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung
jawab.
3. Perencanaan
Dx
1

Intervensi
Kaji lokasi, intensitas dan tipe

nyeri
Imobilisasi bagian yang sakit
Tingikan dan dukung ekstremitas

yang terkena
Dorong menggunakan teknik

manajemen relaksasi
Berikan obat analgetik sesuai

indikasi
Kaji derajat imobilisasi yang

dihasilkan oleh cedera


Dorong partisipasi pada aktivitas
terapeutik
Bantu dalam rentang gerak

pasif/aktif yang sesuai


Ubah posisi secara periodik
Kolaborasi dengan ahli

Rasional
Untuk menentukan tindakan

keperawatan yang tepat


Untuk mempertahankan posisi

fungsional tulang
Untuk memperlancar arus balik vena
Agar klien rileks
Untuk mengurangi nyeri

Untuk menentukan tindakan

keperawatan yang tepat


Melatih kekuatan otot klien
Melatih rentang gerak aktif/pasif klie

secara bertahap
Untuk mencegah terjadinya dekubitus
Melatih rentang gerak aktif/pasif klien
secara bertahap

terapis/okupasi dan atau


3

rehabilitasi medic
Kaji kulit untuk luka terbuka

Memberikan informasi mengenai

keadaan kulit klien saat ini


Menurunkan tekanan pada area yang

peka dan berisiko rusak.


Untuk mencegah terjadinya dekubitus
Mengurangi kontaminasi dengan agen

luar
Untuk mengurangi resiko gangguan

terhadap benda asing, kemerahan,


-

perdarahan, perubahan warna


Massage kulit, pertahankan
tempat tidur kering dan bebas
kerutan

Ubah posisi dengan sering


Bersihkan kulit dengan air

hangat/NaCl
Lakukan perawatan luka secara

steril
Kaji tingkat kecemasan klien

Untuk mengetahui tingkat kecemasaan

(ringan, sedang, berat, panik)


Dampingi klien
Beri support system dan motivasi

klien
Agar klien merasa aman dan nyaman
Meningkatkan pola koping yang

klien
Beri dorongan spiritual
Jelaskan jenis prosedur dan

efektif
Agar klien dapat menerima kondisinya

tindakan pengobatan

saat ini
Informasi dapat menurunkan ansietas

Rasional
Untuk menentukan tindakan

keperawatan yang tepat


Untuk mempertahankan posisi

fungsional tulang
Untuk memperlancar arus balik vena
Agar klien rileks
Untuk mengurangi nyeri

Untuk menentukan tindakan

keperawatan yang tepat


Melatih kekuatan otot klien
Melatih rentang gerak aktif/pasif klie

secara bertahap
Untuk mencegah terjadinya dekubitus
Melatih rentang gerak aktif/pasif klien

integritas kulit

4. Pelaksanaan
Dx
1

Intervensi
Kaji lokasi, intensitas dan tipe

nyeri
Imobilisasi bagian yang sakit
Tingikan dan dukung ekstremitas

yang terkena
Dorong menggunakan teknik

manajemen relaksasi
Berikan obat analgetik sesuai

indikasi
Kaji derajat imobilisasi yang

dihasilkan oleh cedera


Dorong partisipasi pada aktivitas
terapeutik
Bantu dalam rentang gerak
pasif/aktif yang sesuai

Ubah posisi secara periodik


Kolaborasi dengan ahli

secara bertahap

terapis/okupasi dan atau


3

rehabilitasi medic
Kaji kulit untuk luka terbuka

Memberikan informasi mengenai

keadaan kulit klien saat ini


Menurunkan tekanan pada area yang

peka dan berisiko rusak.


Untuk mencegah terjadinya dekubitus
Mengurangi kontaminasi dengan agen

luar
Untuk mengurangi resiko gangguan

terhadap benda asing, kemerahan,


-

perdarahan, perubahan warna


Massage kulit, pertahankan
tempat tidur kering dan bebas
kerutan

Ubah posisi dengan sering


Bersihkan kulit dengan air

hangat/NaCl
Lakukan perawatan luka secara

steril
Kaji tingkat kecemasan klien

Untuk mengetahui tingkat kecemasaan

(ringan, sedang, berat, panik)


Dampingi klien
Beri support system dan motivasi

klien
Agar klien merasa aman dan nyaman
Meningkatkan pola koping yang

klien
Beri dorongan spiritual
Jelaskan jenis prosedur dan

efektif
Agar klien dapat menerima kondisinya

tindakan pengobatan

saat ini
Informasi dapat menurunkan ansietas

integritas kulit

BAB III
APLIKASI TEORI

3.1 Kasus Keperawatan


Pasien datang post jatuh waktu bermain bola di sekolah, posisi jatuh tangan
ekstensi menahan beban tubuh. Waktu kejadian sadar, keluhan lengan kiri sakit saat
digerakkan, bentuk lengan bengkok. Diagnosa Medis adalah Fraktur Supra Condiler
sinistra dan dilakukan Pembedahan Orif Plate. Setelah dilakukan Pembedahan keadaan
umum pasien adalah Pusing (-),Mual (-), Muntah (-), BAB (+), Flatus (+), Nyeri jika
lengan kiri digerakkan (+), baal (-), Kesemutan (-)
1.2 Proses Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien
Nama
: An. R
Usia
: 9 tahun
Jenis Kelamin
: Laki Laki
b. Riwayat Penyakit Sekarang
:
keluhan lengan kiri sakit saat digerakkan, bentuk lengan bengkok
c. Riwayat Alergi obat
:d. Pemeriksaan
Pemeriksaan Lokalisasi
: Nyeri pada lengan kiri, deformitas
Pemeriksaan Penunjang
: Elbow AP dan lateral : frkatur
suprakondiler sinistra.
Diagnosis
: Fraktur Supra Condiler sinistra
Planning
: Pembedahan; Orif Plate
e. Riwayat Post Op Orif Plate
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
: bengkak pada tangan kiri (+), Pucat (-)
Palpas
: Akral distal hangat (+), Pulsasi (+), Rabaan (+)
Movement
: Fleksi jari-jari (+), dorso fleksi pergengan tangan (+) tapi
sedikit nyeri, palmar fleksi (+) sedikit nyeri,fleksi dan ekstensi siku (-) Karen
sangat nyeri, tahanan otot (-) Kekuatan Otot Lengan Kiri :2

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko untuk disfungsi Peripheral neurovascular
b. Nyeri Akut
c. Resiko Infeksi
d. Gangguan mobilitas Fisik
3. Intervensi Keperawatan

No.Tujuan & Kriteria


Dx

Intervensi

Hasil

1. Tujuan:
Pasien

Rasional

1. Immobilisasi sendi langsung di 1. Untuk


dapat

mempertahankan
sirkulasi

bawah dan di atas tempat yang

memfasilitasi

dicurigai fraktur.

pemantauan status

pada 2. Kaji

ektremitas setelah

sirkulasi

sebelum

pemasangan gips.

dilakukan tindakan

3. Tinggikan anggota gerak lebih

keperawatan

tinggi dari pada letak jantung

kurang dari 1jam

setelah pembedahan.

Kriteria hasil :

4. Hindari memfleksikan ektremitas

1.Pasien

yang terkena

mempertahankan
sirkulasi

5. Ajarkan pasien, anggota kelurga

pada

tentang posisi yang tepat untuk

ektremitas
2.Pasien

sirkulasi.
2. Untuk

medeteksi

tanda-tanda
gangguan sirkulasi
3. Untuk mengurangi
penekanan
4. Fleksi

dapat

menurunkan
sirkulasi vena

berbaring ditempat tidur dan 5. Untuk menghidari


dapat

merasakan

duduk.

dan

penumpukan darah
dan ulkus tekanan.

menggerakkan
1

masing-masing
kaki

atau

jari

setelah
pemasangan gips.

2. Tujuan :
Nyeri pasien
berkurang

1. Kaji jenis dan tingkat nyeri 1. Untuk memberikan


pasien
2. Minta pasien untuk menjelaskan

penanganan yang

tepat
tingkat nyerinya dengan skala 1- 2. Untuk
10

memfasilitasi

Kriteria Hasil :
1.Pasien

3. Kolaborasi dengan dokter untuk

pengkajian yang

memberian obat nyeri


4. Bant pasien untuk mendapatkan

akurat tingkat

mengungkapnkan

nyerri pasien.
posisi yang nyaman dan gunakan 3. Untuk mengurangi

perasaan nyaman

bantal untuk menyokong daerah

berkurangnya

yang sakit.

rasa nyeri
4. Untuk menurunkan
ketegangan otot

nyeri.

dan
mendistribusikan
kembali tekanan
pada bagian tubuh.

3. Tujuan :

1. Kaji derajat imobilisasi yang


dihasilkan oleh cedera
2. Dorong partisipasi pada aktivitas

Pasien dapat
meningkatkan

terapeutik

kekuatan

Bantu dalam rentang gerak

pasif/aktif yang sesuai


3. Ubah posisi secara periodik
dilakukan tindakan
4. Kolaborasi dengan ahli
keperawatan
terapis/okupasi dan atau
selama
rehabilitasi medic
ektremitas setelah

1. Untuk menentukan
tindakan
keperawatan yang
tepat
2. Melatih kekuatan
otot klien
3. Melatih rentang
gerak aktif/pasif
klie secara
bertahap
4. Untuk mencegah
terjadinya
dekubitus
5. Melatih rentang

Kriteria Hasil :

gerak aktif/pasif
klien secara
3. Tujuan

bertahap
1. Ajarkan pada pengunjung untuk 1. Untuk mencegah

Paien terbebas dari

mencuci tangan sewaktu masuk

resiko infeksi

dan

Kriteria hasil :

meninggalkan

ruangan

pasien
2. Ajarken pasien teknik mencuci

penularan patogen
2. Agar pasien dapat
berpastisipasi
dalam perawatan
3. Untuk

1. Pasien tetap

tangan yang benar


3. Ajarkan pasien dan keluarganya

terbebas dari

mempertahankan
tingkat kesehatan

tanda/gejala infeksi dan kapan

infeksi

yang optimal
harus melaporkannya
4. Untuk mengurai
4. Berikan terapi antibiotic bila
bakteri pathogen
2 Suhu tetap dalam
diperlukan
5. Dapat merupakan
keadaan normal.
5. Pantau Suhu minimal setiap 4
tanda awitan
jam
adanya infeksi.
4. Tujuan :

1. Kaji derajat imobilisasi yang


dihasilkan oleh cedera
2. Dorong partisipasi pada aktivitas

Pasien dapat
meningkatkan

terapeutik

kekuatan

Bantu dalam rentang gerak

pasif/aktif yang sesuai


3. Ubah posisi secara periodik
dilakukan tindakan
4. Kolaborasi dengan ahli
keperawatan
terapis/okupasi dan atau
selama
rehabilitasi medic
ektremitas setelah

1. Untuk menentukan
tindakan
keperawatan yang
tepat
2. Melatih kekuatan
otot klien
3. Melatih rentang
gerak aktif/pasif
klie secara
bertahap
4. Untuk mencegah
terjadinya
dekubitus
5. Melatih rentang

Kriteria Hasil :

gerak aktif/pasif
klien secara
bertahap
4.Implementasi Keperawatan
Tanggal
Dx

Intervensi

Dan Waktu
9 Mei 2015
Pukul

1 1. Membantu mengimmobilisasi sendi pasien


langsung di bawah dan di atas tempat yang

Paraf &
Nama

08.00 WIB

dicurigai fraktur.
2. Mengkaji sirkulasi sebelum pemasangan
gips.
3. Meninggikan anggota gerak lebih tinggi dari
pada letak jantung setelah pembedahan.
4. Menghindari memfleksikan ektremitas yang
terkena
5. Mengajarkan pasien, anggota kelurga tentang
posisi yang tepat untuk berbaring ditempat
tidur dan duduk.

9 Mei 2015
Pukul
08.00 WIB

2 1. Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien


2. Minta pasien untuk menjelaskan tingkat
nyerinya dengan skala 1-10
3. Kolaborasi dengan dokter untuk memberian
obat nyeri
4. Bant pasien untuk mendapatkan posisi yang
nyaman

9 Mei 2015
Pukul
08.00 WIB

bantal

untuk

menyokong daerah yang sakit.


3 1. Mengajarkan pada pengunjung

untuk

mencuci

dan

gunakan

tangan

sewaktu

masuk

dan

meninggalkan ruangan pasien


2. Mengajarken pasien teknik mencuci tangan
yang benar
3. Mengajarkan
tanda/gejala

pasien
infeksi

dan
dan

keluarganya
kapan

harus

melaporkannya
4. Memberikan terapi antibiotic bila diperlukan
5. Memantau Suhu minimal setiap 4 jam

9 Mei 2015
Pukul

4. 1. Mengkaji derajat imobilisasi yang dihasilkan


oleh cedera
2. Mendorong partisipasi pada aktivitas

08.00 WIB

terapeutik
Bantu dalam rentang gerak pasif/aktif yang
sesuai
3. Mengubah posisi secara periodik
4. Mengkolaborasi dengan ahli terapis/okupasi
dan atau rehabilitasi medic

5. Evaluasi Keperawatan
TGL/JAM

EVALUASI

15/5/201

S : Klien mengatakan nyerinya sudah

berkurang
O : Pasien terlihat tidak menyeringai lagi

Jam
19.00
WIB

A : Masalah Teratasi sebagian


P : Diteruskan Intervensi yaitu dengan
pemasangan gips

PARAF

Vous aimerez peut-être aussi