Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
I.1. Identitas Pasien
Nama
: Ny. W
Umur
: 67 tahun
: Pasaleman
Agama
: Islam
No RM
: 751312
: Sakit Sedang
: Komposmentis
:
Tanggal
Hemoglobin
Lekosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Basofil
Eosinofil
Neutrofil Batang
Neutrofil
21-08-15
8,8
18,7
3,5
28
322
79
25
32
0
0
0
87
23-08-15
8,4
20,8
3,10
28
200
81,3
27,3
33,3
0
0
1
83
24-08-15
11
24,3
4,05
33
281
80,2
27,2
33,8
0
0
0
84
31-08-15
9,4
26.9
3,51
28
310
78,3
26,8
34,2
0
0
0
90
01-09-15
8,8
27
3,31
26
288
78,5
20
34,2
0
1
0
89
Segmen
Limfosit
Monosit
GDS
LED
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Albumin
Na
K
Cl
7
8
308
140
13,3
9,3
86,9
1,71
2,91
134
4,40
102
8
8
167
-
9
7
251
-
5
9
215
99
50
20,4
36,5
1,15
2,06
128
3,12
92
5
5
2,13
-
Thorax: Kesan:
Cor membesar belum tampak bendungan paru-paru
Pulmo: Bronkiektaksis dengan infeksi sekunder e.c KP duplex aktif
Cruris:
Besar dan bentuk tibia dan fibula normal
Struktur trabekula tulang tampak kasar
Tidak tampak spur, lesi osteolitik, dan lesi sklerotik
Tidak tampak garis diskontinuitas tulang
Ruang sendi normal
Tampak cellulitis pada soft tissue
Kesan: tidak tampak fraktur, cellulitis (+)
I.5. Diagnosis
Diabetik Foot at regio ankle sinistra Wagner IV e.c DM tipe 2
I.6. Penatalaksanaan
Non Operatif
Infus NaCl 0,9% /12 jam
Metrodinazole 3x500mg
Operatif: Amputasi
: dubia ad Bonam
Sanationam
: dubia ad Malam
Fuctionam
: dubia ad Malam
Resume
Pasien perempuan 67 tahun, MRS dengan keluhan luka dikaki kiri diregio
ankle dialami sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya berupa gelembung berisi cairan
dan berwarna kemerahan kemudian pecah dan tidak kunjung sembuh. Nyeri (-),
pus (+), eritema (+), ganggren (+).
Riwayat DM 5 tahun yang lalu berobat rutin ke poliklinik penyakit dalam.
Pasien pernah MRS 3 tahun lalu untuk menjalani amputasi pada digiti II pedis
dextra
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kesan sakit sedang
dengan kesadaran CM, tanda vital TD: 130/80 mmHg, Nadi:110 x/meni, Suhu:360
C, Frekuensi Nafas: 22x/menit. Di regio ankle sinistra terdapat ulkus diameter 45cm. Ulkus dalam hingga otot, pus (+),edema (+), kulit sekitar tampak kering,
pulsasi a.dorsalis pedis sinistra (-),a.tibialis posterior sinistra (-), NT (-), pitting
edema(+), ROM terbatas
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan lekosit tandatanda infeksi. Selain itu terjadi penurunan hemoglobin yang menandakan pasien
anemia meskipun secara pemeriksaan fisik tidak didapatkan anemis. LED ikut
meningkat menggambarkan adanya proses inflamasi. Selain itu didapatkan juga
peningkatan GDS.
Pada foto thorax didapatkan Cor membesar dan pulmo Bronkiektaksis
dengan infeksi sekunder e.c KP duplex aktif. Pada foto cruris sinistra didapatkan
kesan tidak tampak fraktur, cellulitis (+).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien di diagnosis Diabetik foot at regio ankle sinistra Wagner IV.e.c DM
tipe 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik
yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi
komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi
komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik,
nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular
(stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain
dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya
terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian
dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik. 1
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan
oleh
diabetes
mellitus.
Faktor
utama
yang
mempengaruhi
Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).
Faktor presipitasi
Perlukaan di kulit (jamur).
Trauma.
Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
II.4. Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetik. 1
1. Vaskulopati
a) Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang
menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat
akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler.
Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan
perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan
menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada
mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya
trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian
berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren. 2
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan: 2
(1)
Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
(2)
Terjadi
disolusi,
fragmentasi,
dan
fraktur
pada
persendian
tarsometatarsal.
(3)
(4)
b) Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang
proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki.
Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk
meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang
menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di
sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui saraf motorik. 2
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya
tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien. 2
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti: 2
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus).
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
tonus vasomotor, dan lain-lain. 2
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering,
dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul
Hypesthesia
Hyperesthesia
Paraesthesia
Dysesthesia
Radicular pain
Anhydrosis
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi
bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
tendon lengthening, dan partial calcanectomy). 1
2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat.
Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba
pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa
perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement
non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan
nekrotik luka, seperti preparat enzim. 1
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik. 1
3. Microbiological control (infection control)
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan
hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004
di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram
positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1
4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui
berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta
pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas
mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif
maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa:
Modifikasi Faktor Risiko 1
Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)
Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada
kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti
aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat
pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum
ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM. 1
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio
intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan
gambaran pembuluh darah yang lebih jelas. 1
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada
keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. 1
itu,
terapi
hiperbarik
dilaporkan
juga
bermanfaat
untuk
DAFTAR PUSTAKA