Vous êtes sur la page 1sur 20

BAB I

LAPORAN KASUS
I.1. Identitas Pasien
Nama

: Ny. W

Umur

: 67 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat

: Pasaleman

Agama

: Islam

No RM

: 751312

Tanggal MRS : 21-08-2015


I.2. Anamnesis
a. Keluhan Utama

: Luka dikaki kiri

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD pada tanggal 21 Agustus 2015 karena luka dikaki
tidak kunjung sembuh dan berbau busuk. Luka pada kaki kiri awalnya berupa
gelembung berisi cairan dan berwarna kemerahan kemudian pecah dengan
sendirinya. Luka terjadi kurang lebih sejak 2 minggu SMRS, 1 minggu setelah
gelembung itu pecah pasien masuk RS dan dilakukan debridement.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah MRS 3 tahun lalu untuk menjalani amputasi pada digiti II
pedis dextra karena terdapat luka yang sukar sembuh.
Pasien memiliki riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mengaku
berobat rutin ke poliklinik penyakit dalam RSUD Waled.
Pasien tidak mempunyai riwayat batuk lama, pengobatan OAT (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM tipe 2 pada orang tua pasien tidak diketahui

I.3. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda Vital

: Sakit Sedang
: Komposmentis
:

- Tekanan Darah : 130/80 mmHg


- Nadi
: 110 x/menit
- Suhu
: 360 C
- Frekuensi Nafas : 22x/menit
Kepala : Normocephal
Mata: CA -/-, SI -/-, Refleks Cahaya -/Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thorax : I: bentuk thorax normochest, simetris ka=ki
P: NT (-), fokal fremitus ka=ki
P: Sonor ka=ki
A: Rh -/-, Wh -/Abdomen : I: Datar
A: Peristaltik (+) kesan normal
P: Timpani
P: NT(-), hepar dan lien tidak teraba
Ektremitas: Akral Hangat, edema di pedis sinistra
Status Lokalis At Regio Ankle sinistra
Look : Ulkus diameter 4-5cm. Ulkus dalam hingga otot, pus (+),edema
(+), kulit sekitar tampak kering dan berwarna kebiruan
Feel : Pulsasi a.dorsalis pedis sinistra (-),a.tibialis posterior sinistra (-),
a. Poplitea (+), NT (-), pitting edema(+)
Move : ROM terbatas karena terdapat luka

I.4 Pemeriksaan Penunjang

Tanggal
Hemoglobin
Lekosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Basofil
Eosinofil
Neutrofil Batang
Neutrofil

21-08-15
8,8
18,7
3,5
28
322
79
25
32
0
0
0
87

23-08-15
8,4
20,8
3,10
28
200
81,3
27,3
33,3
0
0
1
83

24-08-15
11
24,3
4,05
33
281
80,2
27,2
33,8
0
0
0
84

31-08-15
9,4
26.9
3,51
28
310
78,3
26,8
34,2
0
0
0
90

01-09-15
8,8
27
3,31
26
288
78,5
20
34,2
0
1
0
89

Segmen
Limfosit
Monosit
GDS
LED
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Albumin
Na
K
Cl

7
8
308
140
13,3
9,3
86,9
1,71
2,91
134
4,40
102

8
8
167
-

9
7
251
-

5
9
215
99
50
20,4
36,5
1,15
2,06
128
3,12
92

5
5
2,13
-

X-Ray Thorax dan Cruris Sinistra

Thorax: Kesan:
Cor membesar belum tampak bendungan paru-paru
Pulmo: Bronkiektaksis dengan infeksi sekunder e.c KP duplex aktif
Cruris:
Besar dan bentuk tibia dan fibula normal
Struktur trabekula tulang tampak kasar
Tidak tampak spur, lesi osteolitik, dan lesi sklerotik
Tidak tampak garis diskontinuitas tulang
Ruang sendi normal
Tampak cellulitis pada soft tissue
Kesan: tidak tampak fraktur, cellulitis (+)
I.5. Diagnosis
Diabetik Foot at regio ankle sinistra Wagner IV e.c DM tipe 2
I.6. Penatalaksanaan
Non Operatif
Infus NaCl 0,9% /12 jam
Metrodinazole 3x500mg

Operatif: Amputasi

Inj Ketorolac 3x10mg


Inj Cefotaxime 2x1gr
I.7. Prognosis
Vitam

: dubia ad Bonam

Sanationam

: dubia ad Malam

Fuctionam

: dubia ad Malam

Resume
Pasien perempuan 67 tahun, MRS dengan keluhan luka dikaki kiri diregio
ankle dialami sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya berupa gelembung berisi cairan
dan berwarna kemerahan kemudian pecah dan tidak kunjung sembuh. Nyeri (-),
pus (+), eritema (+), ganggren (+).
Riwayat DM 5 tahun yang lalu berobat rutin ke poliklinik penyakit dalam.
Pasien pernah MRS 3 tahun lalu untuk menjalani amputasi pada digiti II pedis
dextra
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kesan sakit sedang
dengan kesadaran CM, tanda vital TD: 130/80 mmHg, Nadi:110 x/meni, Suhu:360
C, Frekuensi Nafas: 22x/menit. Di regio ankle sinistra terdapat ulkus diameter 45cm. Ulkus dalam hingga otot, pus (+),edema (+), kulit sekitar tampak kering,
pulsasi a.dorsalis pedis sinistra (-),a.tibialis posterior sinistra (-), NT (-), pitting
edema(+), ROM terbatas
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan lekosit tandatanda infeksi. Selain itu terjadi penurunan hemoglobin yang menandakan pasien
anemia meskipun secara pemeriksaan fisik tidak didapatkan anemis. LED ikut
meningkat menggambarkan adanya proses inflamasi. Selain itu didapatkan juga
peningkatan GDS.
Pada foto thorax didapatkan Cor membesar dan pulmo Bronkiektaksis
dengan infeksi sekunder e.c KP duplex aktif. Pada foto cruris sinistra didapatkan
kesan tidak tampak fraktur, cellulitis (+).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien di diagnosis Diabetik foot at regio ankle sinistra Wagner IV.e.c DM
tipe 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik
yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi
insulin, defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi
komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi
komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (retinopati diabetik,
nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular
(stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain
dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya

terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian
dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik. 1
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan

oleh

diabetes

mellitus.

Faktor

utama

yang

mempengaruhi

terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati


somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita. 2
II.2. Epidemiologi
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling
ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter
pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik
berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki
diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan
maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami masalah kaki diabetik,
ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat menyolok.
Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak terjangkau
oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah kaki diabetik. 1
Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetik masih
merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu
menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih sangat
besar, masing-masing 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para
penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan
meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3
tahun pasca amputasi. 1
II.3. Etiologi
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik.
Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi: 2

Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).

Faktor presipitasi
Perlukaan di kulit (jamur).
Trauma.
Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.

Faktor yang memperlambat penyembuhan luka


Derajat luka.
Perawatan luka.
Pengendalian kadar gula darah.

II.4. Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetik. 1
1. Vaskulopati

Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan


permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen
yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak cukup, akan
terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. 2
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama
sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang
paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat
diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri
poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal
dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat
berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang
memerlukan amputasi. 2
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana
basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet
aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan
mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau
jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya. 2
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara
kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi
stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten, III. resting
pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren. 2
2. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan
patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf
halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back,
di mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin
rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata
ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena. 2
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan

mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran


darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan
bahkan gangren. 2
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa
sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan
mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya
akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan
neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan
proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf
perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf
otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,
keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,
dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark
miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin
terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia. 4

a) Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang
menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat
akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler.
Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan
perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan
menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada
mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya
trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian
berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren. 2
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan: 2
(1)

Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.

(2)

Terjadi

disolusi,

fragmentasi,

dan

fraktur

pada

persendian

tarsometatarsal.
(3)

Terjadi fraktur dan kolaps persendian.

(4)

Timbul ulserasi plantaris pedis.

b) Neuropati sensorik
Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang
proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki.
Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk
meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang
menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di
sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui saraf motorik. 2
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya
tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien. 2
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti: 2
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus).
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
tonus vasomotor, dan lain-lain. 2
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering,
dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul

selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga


menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan
nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat
viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun
dengan akibat mudah terjadi ulkus. 2
3. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik
pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik
biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di
atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam
dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan
kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu
gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi. 2
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk
gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu,
50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. 2
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius.
Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin
(seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang
menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga
menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.
Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan
energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan
insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai
sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang
mengalami kekurangan insulin. 2
II.5. Klasifikasi
A. Klasifikasi Edmonds (Kings College Hospital, London, 2004-2005) 1

Stage 1: Normal Foot


Stage 2: High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4: Infected Foot
Stage 5: Necrotic Foot
Stage 6: Unsalvable Foot.
B. Klasifikasi Liverpool 1
Klasifikasi primer:
Vaskular
Neuropati
Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder:
Tukak sederhana, tanpa komplikasi
Tukak dengan komplikasi.
C. Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.
II.6. Diagnosis
Diagnosis kaki diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, perlu
ditanyakan perjalanan timbulnya luka beserta perkembangannya, serta riwayat
penyakit diabetes mellitus. Selain itu perlu juga ditanyakan komplikasikomplikasi DM yang sudah dialami penderita, baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.5
Gejala klinis akibat neuropati perfier
Gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya neuropati perifer antara lain.5
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hypesthesia
Hyperesthesia
Paraesthesia
Dysesthesia
Radicular pain
Anhydrosis

Gejala akibat insufisiensi arteri perifer


Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada
saat istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram arau kelelahan pada otot-otot
besar pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat
berjalan dalam jarak tertentu, yang mengindikasikan adanya klaudikasio
intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas dan membaik dengan
istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi lebih dini
apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman,
kram atau kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki
diabetis, karena cenderung terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otototot betis mungkin juga terjadi. Gejala-gejala yang timbul pada paha,
mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.5
Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada
beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah
terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes dating dengan gangrene
hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi5
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik
serta tes sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis
posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan
prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi),
pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis,
foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran
perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu
dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.5
II.7. Penatalaksanaan
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki
diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.

Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya


dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik
berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 1
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan
dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan
alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik
akan dapat dicegah. 1
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki
yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang
insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai
alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahas
lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder. 1
B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya
harus dikelola bersama.
1. Mechanical control (pressure control)
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area
pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut
akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan
weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total
contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric
carts, maupun cradled insoles. 1

Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi
bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
tendon lengthening, dan partial calcanectomy). 1
2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat.
Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba
pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa
perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement
non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan
nekrotik luka, seperti preparat enzim. 1
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik. 1
3. Microbiological control (infection control)
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan
hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004
di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram
positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1

4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui
berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta
pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas
mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif
maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa:
Modifikasi Faktor Risiko 1
Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)
Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada
kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti
aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat
pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum
ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM. 1
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio
intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan
gambaran pembuluh darah yang lebih jelas. 1
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada
keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. 1

Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat


diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga
kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut
berperan. 1
Selain

itu,

terapi

hiperbarik

dilaporkan

juga

bermanfaat

untuk

memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik


sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk
menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik. 1
5. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa
darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi
harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan
luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar
albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. 1
6. Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai
tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 1
II.8. Prognosis
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada
kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi
jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif.
Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan
bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di
subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi. 2
Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut
berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa
faktor pendidikan, sosioekonomi, dan gizi juga punya andil cukup besar.

Pendidikan dan sosioekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang


kurang mengenai diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya serta
kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan diabetes mellitus yang
dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki keterkaitan dengan rendahnya
respon imun sehingga mempermudah terjadinya infeksi. 2
Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan
penyakit diabetes mellitus secara berkepanjangan antara lain: 6

Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya dapat

dilakukan oleh pasien secara mandiri)


Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4 kali/tahun)
Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun)
Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun)
Pemeriksaan mata (setiap tahun)
Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien sendiri)
Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis setiap tahun)
Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan)
Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun)
Imunisasi influenza/pneumococcus
Pertimbangkan terapi antiplatelet.

DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al


(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007:
h. 1911-4.
2. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran
Andalas Vol. 22 No. 1. Juni 1998, h. 2-10.
3. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007: h. 1894-7.
4. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus.
Dalam: Price SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC, 2006: h. 1259-74.
5. Rowe, W.L. Diabetic ulcers [online].2011, April 01[citied on 2011, April 24].
Available from : http://emedicine.medscape.com/.
6. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrisons Manual of Medicine 17 th
Edition. New York: McGraw-Hill, 2009: h. 942-7.
7. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Dalam: IPDs CIM: Compendium of Indonesian
Medicine, 1st Edition. Jakarta: IDI, 2009: 13-40.

Vous aimerez peut-être aussi