Vous êtes sur la page 1sur 20

ASKEP TRAUMA PSIKOLOGI PADA ANAK

A. Definisi Trauma Psikologi


Trauma psikologis adalah jenis kerusakan jiwa yang terjadi sebagai akibat dari peristiwa
traumatik.Ketika trauma yang mengarah pada gangguan stres pasca trauma, kerusakan mungkin
melibatkan perubahan fisik di dalam otak dan kimia otak, yang merusak kemampuan seseorang
untuk memadai mengatasi stres. (Wikan Susanti ; 2011)
Trauma psikologis anak didefinisikan sebagai ancaman fisik atau psikologis atau
penyerangan kepada fisik anak, integritas, rasa diri, keselamatan atau kelangsungan hidup atau
untuk keselamatan fisik orang lain signifikan terhadap anak. (Herman ; 1992)
Trauma emosional dan psikologis adalah hasil dari peristiwa luar biasa stres yang
menghancurkan rasa aman, membuat anak merasa tidak berdaya dan rentan di dunia yang
berbahaya.(Gina Ross ; 2010)
B. Sebab dari Gangguan Psikiatri pada Anak
Menurut Rosa, 1996, sebab dari gangguan psikiatri pada anak :
1.

Herediter
Bakat genetik dapat menetukan reaksi seorang indidu terhadap situasi.Dapat juga mempengaruhi
keadaan fisik dan mental tertentu.Fenilketonuria misalnya merupakan kondisi bawaan (genetik)
yang dapat juga dianggap bahwa potensi intelektual anak dibatasi oleh jenis otak yang
merupakan bakat, tetapi mengenai apakah anak mencapai potensi ini tidak ditetukan sebelumnya
dan tergantung pada faktor lain, misalnya lingkungan.Dalam teori, juga mungkin untuk
menjelaskan kepekaan sebagai predisposisi herediter.Walaupun demikian, hal ini juga harus
dipandang dalam arti perkembangan (baik perinatal dan pascanatal). Terdapat masa kritis
dimana janin dan bayi peka, misalnya susunan saraf pusat peka terhadap kekurangan oksigen dan
obat yang diberikan selama trimester pertama kehamilan dapaat mengganggu diferensiasi sel,
menyebabkan kelainan. Karena itu penyakit mental dapat disebabkan sebab lain selain herediter.

2.

Lingkungan
Jika kita mempertimbangkan kepribadian secara total dan pola yang timbul, maka penting untuk
mengenali bagian yang dimainkan oleh lingkungan.
Lingkungan dipengaruhi 3 faktor :

a.

Lingkungan anak dipengaruhi oleh setiap gangguan (terutama setiap gangguan neurologis) yang
diwariskan secara genetik (ditransmisikan).

b. Faktor sosial
Terdapat hubungan erat antara ganguan emosional serta kehilangan sosial dan budaya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status sosial
keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga banyak
berperan dalam terjadinya gangguan psikologis pada anak.
1) Lingkungan keluarga
Pertengkaran orang tua atau perceraian dapat menyebabkan ketakutan pada anak. Hal ini wajar,
karena seorang anak sangat mendambakan kasih sayang orang di sekelilingnya, terutama orang
tuanya untuk membuatnya merasa aman dan terlindung.
2) Pola asuh orang tua
Secara umum, pola asuh orang tua terdiri dari 3 macam. Pertama, authoritarian di mana orang tua
bersikap otoriter, tidak memberi anak kebebasan dan memaksa anak agar memenuhi tuntutan
orang tua bahkan menganiaya anaknya. Kedua, permissive yaitu orang tua sangat membebaskan
anaknya walaupun seorang anak belum dapat membuat keputusan dengan tepat dan membiarkan
kesalahan anak. Ketiga, authoritative yaitu orang tua menentukan dengan jelas konsekuensi dari
setiap tindakan yang diambil, mereka tidak mengekang anak secara berlebihan juga tidak
membebaskannya, tetapi terus memberi perhatian pada anak dan berusaha membentuk anak yang
mandiri. Pola authoritative ini yang paling baik untuk membentu kepribadian anak. Stres dapat
terjadi pada anak apabila dia merasa tidak dapat memenuhi tuntutan orang tuanya ataupun karena
dia harus mengalami konsekuensi buruk akibat kesalahan keputusan yang diambilnya.
3) Tekanan dari teman
Dalam pergaulannya, seorang anak tidak ingin berbeda dari anak-anak lain dari kelompoknya.
Perbedaan seorang anak, mungkin karena fisik atau sifatnya dapat memancing ejekan dari
teman-temannya. Ini pula yang dapat menyebabkan seorang anak merasa stres karena merasa
tidak dapat diterima oleh teman-temannya
c.

Faktor psikologis
Ini berhubungan dengan pengalaman yang dialami anak dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang
menjadi subyek peristiwa seperti pada kasus kejadian yang menimpa seorang bocah usia SD di
Bekasi yang kerap disetrika, dipukul dengan tangan bahkan kayu bahkan direndam dalam bak

mandi hanya karena lalai dalam mengasuh adik-adiknya oleh ibu kandungnya ketika ditinggal
kerja oleh ibunya. (Liputan Trans 7, tayang pukul 06.30. tanggal 23 April 2010) dan pengalaman
yang mengganggudalam kehidupan sehari-hari, akan merasa lebih sukar untuk menyesuaikan
denga peristiwa traumatik.Anak mempunyai ikatan emosional yang kuat dengan orang tuanya
akan mampu mengatasi setiap perubahan mendadak dalam rutinitas harian.
C. Jenis Gangguan Kondisi Psikiatrik
Menurut Rosa, 1996, jenis gangguan kondisi psikiatri meliputi :
1. Reaksi stress
Anak memperlihatkan stress dibawah kondisi yang berbeda. Misalnya, bayi dapat menangis
dengan mudah dan memperlihatkan gangguan tidur ketika merasa tidak nyaman. Bayi yang besar
dan anak yang mulai berjalan akan memperlihatkan tanda ansietas apabila terdapat perubahan
dalam rutinitas harian seperti perpisahan dengan orang tua. Jika anak merasa tidak mampu
memenuhi kebutuhan ini maka reaksi stress yang diperlihatkan individu dapat bervariasi. (Rosa,
1996)
Reaksi stress menurut Ni Made Dwiyathi Utami (2011) :
a. Pada anak yang berumur di bawah 5 tahun umumnya sulit untuk mengekspresikan secara verbal
apa yang membuat mereka menjadi stres atau mengatakan mereka sedang stres, namun terdapat
beberapa perilaku yang mencerminkan si anak dalam keadaan stres seperti tidak mau berpisah
dengan orangtuanya, lekat terus menerus dan banyak menangis dibanding biasanya, terdapat
perilaku ''regresif'' seperti menghisap jempol, mengompol dan ketakutan akan gelap yang
berlebihan, menunjukkan perilaku agresif seperti menggigit, banyak menangis tanpa sebab yang
jelas dan sering terbangun malam hari tanpa sebab yang jelas.
b. Anak yang berada pada rentang usia 6 - 11 tahun umumnya sudah memiliki kemampuan verbal
yang cukup baik sehingga mereka mampu mengekpresikan perasaan dan pikirannya melalui
kata-kata. Anak di usia sekolah dasar jika terjadi stress akan mengalami susah tidur, penurunan
nafsu makan atau makan yang berlebihan, mereka juga sering berbohong dan menunjukkan
prestasi akademik yang buruk.
c. Pada usia remaja rentang usia 12 - 18 tahun sudah mampu untuk berkomunikasi secara verbal
dengan baik, namun mereka seringkali menjadi tidak komunikatif karena periode remaja
merupakan periode kritis, mereka cenderung ingin bebas dari orang tua dan menyangkal jika

mengalami stres. Stres pada usia ini seringkali bermanifestasi dalam bentuk lari dari tanggung
jawab dan tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Remaja yang mengalami stres juga
cenderung untuk melakukan berbagai perilaku beresiko tinggi yang mungkin saja
membahayakan jiwa mereka. Tidak jarang kasusnya remaja yang mengalami stres juga
melakukan tindakan bunuh diri.
2. Neurosis
Neurosis kadang-kadang disebut psikoneurosis dan gangguan jiwa (untuk membedakannya
dengan psikosis atau penyakit jiwa). Neurosis adalah gangguan yang terjadi hanya pada sebagian
dari kepribadian, sehingga orang yang mengalaminya masih bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan
biasa sehari-hari atau masih bisa belajar, dan jarang memerlukan perawatan khusus di rumah
sakit. (Menurut Singgih Dirgagunarsa, 1978)
Macam-macam neurosis
Jenis-jenis neurosis menurut W.F. Maramis, 1980 sebagai berikut :
a.

Neurosis cemas (anxiety neurosis atau anxiety state)


Gejala-gejala neurosis cemas, tidak ada rangsang yang spesifik yang menyebabkan kecemasan,
tetapi bersifat mengambang bebas, apa saja dapat menyebabkan gejala tersebut. Bila kecemasan
yang dialami sangat hebat maka terjadi kepanikan.

1)

Gejala somatis dapat berupa sesak nafas, dada tertekan, kepala ringan seperti mengambang,
lekas lelah, keringat dingan, dst.

2) Gejala psikologis berupa kecemasan, ketegangan, panik, depresi, perasaan tidak mampu, dst.
b. Histeria
Histeria merupakan neurosis yang ditandai dengan reaksi-reaksi emosional yang tidak terkendali
sebagai cara untuk mempertahankan diri dari kepekaannya terhadap rangsang-rangsang
emosional. Pada neurosis jenis ini fungsi mental dan jasmaniah dapat hilang tanpa dikehendaki
oleh penderita.Gejala-gejala sering timbul dan hilang secara tiba-tiba, terutama bila penderita
menghadapi situasi yang menimbulkan reaksi emosional yang hebat.
c.

Neurosis fobik

Neurosis fobik merupakan gangguan jiwa dengan gejala utamanya fobia, yaitu rasa takut yang
hebat yang bersifat irasional, terhadap suatu benda atau keadaan. Fobia dapat menyebabkan
timbulnya perasaan seperti akan pingsan, rasa lelah, mual, panik, berkeringat, dst.
d. Neurosis obsesif-kompulsif
Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide yang mendesak ke dalam pikiran atau menguasai
kesadaran dan istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan
untuk tidak dilakukan, meskipun sebenarnya perbuatan tersebut tidak perlu dilakukan.

e.

Neurosis depresif
Neurosis depresif merupakan neurosis dengan gangguan utama pada perasaan dengan ciri-ciri :
kurang atau tidak bersemangat, rasa harga diri rendah, dan cenderung menyalahkan diri sendiri.

f.

Neurasthenia
Neurasthenia disebutjuga penyakit payah.Gejala utama gangguan ini adalah tidak bersemangat,
cepat lelah meskipun hanya mengeluarkan tenaga yang sedikit, emosi labil, dan kemampuan
berpikir menurun.

3. Ekspresi ansietas
Menurut Rosa, 1996, ekspresi ansietas merupakan Anak yang merasa dan tampak cemas. Anak
akan memperlihatkan tanda fisik seperti sering berkemih, mual, muntah, nyeri kepala dan tidak
dapat tidur. Bentuk perilaku lain termasuk regresi atau agresi yang diarahkan kepada objek yang
menyebabkan ansietas seperti :
a) Enuresis (mengompol), mengompol dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu primer (menetap)
dan tipe regresif ( sekunder )
b)

Gangguan psikosomatik yang merupakan adanya kelainan tertentu dari fungsi fisiologis dan
struktur organik.

D. Langkah-langkah Pencegahan Gangguan Psikologis pada Anak

Menurut Defli (2009) ada beberapa langkah untuk mencegah gangguan psikologis pada anak :
1. Menekankan pengaruh pendidikan terhadap jiwa
Pendidikan dan bimbingan anak diberikan sedini mungkin, terutama pendidikan waktu kecil,
karena pendidikan itulah yang banyak menentukan masa depan seseorang. Melalui pendidikan
dapat tertanam dihati anak sikap-sikap yang baik seperti sopan santun, budi pekerti yang baik,
tata tertib, agama dan sebagainya.
2. Memberikan pendidikan dalam rumah tangga
Dalam memberikan pendidikan serta bimbingan kepada anak, suasana keluarga yang harmonis
hendaknya tercipta, karena dengan adanya kedamaian dalam rumah tangga itu akan
menimbulkan ketentraman hati anak. Unsur kasih sayang dan perhatian harus diberikan kepada
anak, sehingga anak yang sedang tumbuh dan berkembang dapat berjalan normal.Anak harus
diberikan kepercayaan dalam berbuat dan bersikap, tentunya perbuatan dan sikap tersebut harus
dilandasi norma-norma dan agama.Orang tua selalu memberikan contoh perilaku yang baik
misalnya saling menyayangi, saling mencintai, perhatian terhadap anggota keluarga, memberikan
kesempatan kepada anak yang sedang tumbuh remaja untuk bertukar pikiran/pendapat tentang
masalah-masalah apapun kepada ibu dan bapaknya.
3.

Mengembangkan pendidikan anak di sekolah


Sekolah yang disebut juga sebagai lingkungan kedua bagi anak dalam mengembangkan
kemampuannya, maka sekolah sangat membantu didalam pembinaan dan pembimbingan
anak.Hal lain adalah sekolah juga membina kepribadian anak sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan harapan orang tua, sekolah dan masyarakat, melalui pengembangan
pendidikan di sekolah diharapkan anak atau remaja dapat menyalurkan serta mengembangkan
minat, bakat dan kemampuannya. Anak yang sedang tumbuh, disamping mendapatkan kasih
sayang serta perhatian yang cukup perlu adanya kegiatan-kegiatan yang menyibukkan untuk
mengarahkan minat, bakat dan kemampuannya. Hal ini agar mereka terhindar dari perilaku yang
iseng dan pikiran-pikiran serta kahayalan yang tidak menentu, dengan langkah-langkah
pencegahan yang telah disebutkan maka diharapkan anak yang sedang mengalami pertumbuhan
dan perkembangan akan terhindar oleh gangguan atau masalah psikologis yang pada umumnya
dialami oleh para anak.

E. Dampak Kekerasan Terhadap Anak

Menurut Defli (2009) berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap
anak antara lain:
1. Dampak kekerasan fisik
Anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah
menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anakanak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif.
Lawson (dalam Sitohang, 2004) menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental ada
hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil.
2. Dampak kekerasan psikis.
Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan
penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa
(memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk),
kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki dorongan bunuh diri. Jenis kekerasan ini
meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti
kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri
dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.
3.

Dampak kekerasan seksual


Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara korban yang masih merasa dendam terhadap
pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini
mereka sudah dewasa atau bahkan sudah menikah.Bahkan eksploitasi seksual yang dialami
semasa masih anak-anak banyak ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam prostitusi.

4.

Dampak penelantaran anak.


Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih
sayang orang tua terhadap anak, Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari
orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku
akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.

F. Bentuk Terapi Psikiatri


Menurut Rosa, 1996, bentuk terapi psikiatri dibagi menjadi :
1.

Terapi perilaku atau pembentukan perilaku

Teknik ini didasarkan pada prinsip teori belajar, tujuannya adalah membiarkan anak tidak belajar
dan mempelajari, menggunakan hadiah dan hukuman.Anak dapat diberi ganjaran jika melakukan
respon yang baik dan diinginkan, tidak diberikan hadiah jika tidak timbul respon yang
diinginkan.
2.

Psikoterapi
Ini didasarkan pada wawancara, tujuannya adalah untuk menemukan sebab atau pengobatan
anak.Anak diberi dorongan untuk berbicara dan mengekspresikan perasaannya.Pada tingkat yang
perfisial terapist mendengarkan dan mengarahkan setiap kesulitan yang dihadapi anak kedalam
saluran yang lebih positif.Orang tua juga terlibat, mereka diwawancarai bersama dengan anak
dan juga sendiri secara terpisah.

3.

Terapi bermain
Merupakan metode yang baik bagi anak.Mereka seringkali sukar untuk manyatakan ketakutan
dan kecemasannya dalam kata-kata terapi dapat menyatakan melalui bermain.Anak dibiarkan
bermain bebas tanpa diarahkan sementara terapist melakukan observasi. Jika diperlukan maka
terapist dapat membantu anak melakukan verbalisasi perasaan dan emosi, sehingga anak dapat
belajar untuk menangani masalahnya dengan cara adaptasi yang rasional.

4.

Terapi kelompok
Hal ini lebih cocok untuk anak yang lebih besar dan remaja, tujuannya adalah belajar untuk
menghubungkan dengan orang lain dalam kelompok, merasakan masalah mereka dan belajar
tidak saja dari terapist tetapi juga dari anggota kelompok lainnya. Metode kelompok bervariasi
dari pendekatan yang sangat terarah dari terapist, sampai pendekatan hampir tak terarah.

Saraf Mata

Saraf pada mata memegang peranan penting dalam sistem penglihatan


manusia. Semua organ tubuh, termasuk mata, digerakkan dan difungsikan oleh sarafsaraf tertentu yang bertanggungjawab terhadap organ tersebut.
Saraf yang bertangungjawab terhadap mata manusia adalah saraf optikus
(Nervus II). Saraf optikus adalah kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan
visual dari retina ke otak. Dengan adanya saraf optikus ini, maka rangsangan berupa
cahaya bisa di interpretasikan di otak melalui saraf optikus. Tentunya bahwa, saraf
optikus mengubah cahaya menjadi stuktur kimia/listrik agar bisa dihantarkan ke sistem
saraf pusat (otak).
Bagian mata yang mengandung saraf optikus adalah retina. Retina mengandung
saraf-saraf cahaya dan pembuluh darah. Bagian retina yang paling sensitif adalah
makula, yang memiliki ratusan ujung saraf. Banyaknya ujung saraf ini menyebabkan
gambaran visuil yang tajam. Retina mengubah gambaran tersebut menjadi gelombang
listrik

yang

oleh

saraf

optikus

dibawa

ke

otak.

Saraf optikus menghubungkan retina dengan cara membelah jalurnya. Sebagian


serat saraf menyilang ke sisi yang berlawanan pada kiasma optikus (suatu daerah yang
berada tepat di bawah otak bagian depan). Kemudian sebelum sampai ke otak bagian
belakang,

berkas

Sedangkan

saraf

saraf

tersebut

akan

yang

menggerakkan

otot

bergabung

bola

mata

kembali.

adalah

saraf

okulomotoris (Nervus III), saraf ini bertanggungjawab terhadap pergerakan bola mata,
membuka kelopak mata, dan mengatur konstraksi pupil mata. Saraf okulomotoris ini

lebih banyak berperan untuk mendukung proses penglihatan yang sempurna. Misalnya,
jika jumlah cahaya yang masuk kemata, maka saraf optikus akan menggerakkan iris
untuk mengecilkan pupil. Kelainan pada saraf okulomotoris ini, akan menyebabkan
kelainan

pada

pergerakan

bola

mata

seperti

mata

juling

dan

lain-lain.

Saraf lainnya yang mempengaruhi fungsi mata adalah saraf lakrimalis yang
merangsang dalam pembentukan air mata oleh kelenjar air mata. Kelenjar Lakrimalis
terletak di puncak tepi luar dari mata kiri dan kanan dan menghasilkan air mata yang
encer. Air mata mengalir dari mata ke dalam hidung melalui 2 duktus lakrimalis; setiap
duktus memiliki lubang di ujung kelopak mata atas dan bawah, di dekat hidung. Air
mata berfungsi menjaga kelembaban dan kesehatan mata, juga menjerat dan
membuang partikel-partikel kecil yang masuk ke mata. Selain itu, air mata kaya akan
antibodi yang membantu mencegah terjadinya infeksi. Kelenjar lakrimalis juga akan
mengeluarkan air mata jika seseorang dalam keadaan sedih, yang biasa disebut
dengan menangis.

Proses mendengar
1. Bunyi masuk ke liang telinga dan menyebabkan gendang telinga bergetar.
2. Gendang telinga bergetar oleh bunyi.
3. Getaran bunyi bergerak melalui osikula ke rumah siput.
4. Getaran bunyi menyebabkan cairan di dalam rumah siput bergetar.
5. Getaran cairan menyebabkan sel rambut melengkung. Sel rambut menciptakan sinyal
saraf yang kemudian ditangkap oleh saraf auditori. Sel rambut pada salah satu ujung
rumah siput mengirim informasi bunyi nada rendah dan sel rambut pada ujung lain
mengirim informasi bunyi nada tinggi.
6. Saraf auditori mengirim sinyal ke otak di mana sinyal ditafsirkan sebagai bunyi.

Bagaimana Rasa Takut Mempengaruhi Tubuh Manusia?


in Fakta Kesehatan - on 07.11 - 2 comments

Semua orang pasti pernah mengalami yang namanya Ketakutan. Setiap orang
memiliki respon yang berbeda-beda terhadap ketakukan dan ternyata, ketakutan
memiliki efek terhadap tubuh kita. Artikel ini akan mencoba memberikan iformasi
tentang bagaimana tubuh manusia merespon rasa takut.

Bagaimana keadaan tubuh ketika ketakutan? Secara umum hal yang sering terjadi
ketika kita ketakutan adalah jantung berdebar, keringat dingin, mengepalkan
tangan dan merapatkan gigi, perubahan gerakan mata dan ekspresi wajah, dan
pikiran menjadi kacau. Semua efek ini biasanya kita alami ketika kita merasakan
takut atau adanya hal berbahaya. Ketakutan adalah salah satu emosi negatif dan
digambarkan sebagai mekanisme bertahan hidup yang digunakan oleh tubuh ketika
merasakan ancaman. Lalu bagaimana dengan fobia? Fobia berbeda dengan rasa
takut, Fobia adalah rasa takut yang berlebihan dan tidak realistis pada sesuatu.
Menurut penelitian, takut laba-laba, kecoa, ketinggian, air, ruang tertutup, jarum,
terowongan, dan berbicara di depan umum adalah beberapa jenis ketakutan yang
sering umumnya terjadi di masyarakat. Melihat pada Penelitian John B. Watson yaitu
'little Albert experiment, mengungkapkan bahwa ketakutan dapat dikondisikan ke
dalam pikiran seseorang melalui pengeksposan peristiwa yang berulang-ulang. Hal
ini juga dapat terjadi ketika seseorang melihat sesuatu yang berbahaya dari suatu
peristiwa yang terjadi pada orang lain dan mengetahui bahwa ia harus melalui
pengalaman yang serupa. Orang juga akan mengalami ketakutan akan hal tertentu
atau peristiwa. Misalnya, jika seseorang selamat dari jatuh dari pohon, dan terluka
parah, kemungkinan ia akan takut ketinggian di masa depan. Beberapa dari kita
memiliki rasa takut bawaan akan hal-hal tertentu. Tahukah Anda? Ketakutan juga
dikategorikan, kasus ketakutan yang parah menjadi paranoia, yang diklasifikasikan
sebagai gangguan psikologis dan juga dapat mempengaruhi perilaku orang

tersebut. Gejala-gejala paranoia setiap orang berbeda-beda, gejala utama menjadi


delusi.
Otak mengendalikan struktur eksistensi manusia. Amigdala, yang terletak di lobus
temporal otak, adalah elemen penting dari otak yang mengontrol proses emosi
negatif. Perubahan yang cepat dapat diamati dalam struktur ini ketika tubuh merasa
ketakutan. Ada juga struktur otak yang lain yang menunjukkan respon bila terkena
rasa takut. Respons rasa takut yang ditunjukkan oleh tubuh dikendalikan oleh
struktur lain yang disebut sistem saraf otonom. Perubahan-perubahan dalam
amigdala dan struktur otak lainnya berpengaruh pada tubuh melalui tanda-tanda
umum ketakutan, seperti bulu kuduk berdiri, kecepatan denyut jantung meningkat,
berkeringat, tekanan darah tinggi, insomnia, kesulitan dalam pencernaan,
peningkatan frekuensi buang air kecil. Ketakutan dan hidup di bawah stres juga
membuat tubuh lebih gampang diserang penyakit.

Intinya, Ketakutan berpengaruh pada tubuh, Ketakutan harus kita lawan. Ketakutan
memang hal yang wajar, tetapi jangan biarkan itu mempengaruhi pikiran anda.
Cukup sulit untuk mengatasi kasus-kasus ekstrim ketakutan atau yang mengalami
fobia. Tetapi mengatasi fobia bukanlah hal yang mustahil. Menyejukan pikiran,
meditasi dan konseling adalah beberapa cara terbaik untuk mengatasi ketakutan
dan fobia apapun.

Trauma: Deteksi Dini & Penanganan Awal Di Realitas Sosial


31 Okt

A. Pengantar

Sepanjang sejarah kehidupan umat manusia dipermukaan bumi ini, seiring itu pula keberagaman
persoalan muncul silih berganti seolah tidak pernah habis-habisnya, seperti konflik, kekerasan,
pertumpahan darah, dsb. Itu belum lagi problematika alamiah seperti bencana alam; gempa
bumi, tsunami, meletus gunung api, tanah longsor, banjir, badai topan, dsb. Keberagaman
peristiwa dan pengalaman yang menakutkan tersebut, selain telah memporak-porandakan kondisi
fisik lingkungan hidup, juga merusak ketahanan fungsi mental manusia yang mengalaminya,
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam waktu yang singkat dan jangka panjang.
Gambaran peristiwa dan pengalaman yang demikian dalam telaah psikologi dinamakan dengan
trauma.
Berbedanya gejala trauma dalam realitas yang dihadapi manusia perlu ditangani secara bijak oleh
berbagai pilot project, para ahli atau masyarakat secara utuh. Karena itu dengan terdeteksinya
gejala-gejala awal dari suatu peristiwa trauma, maka akan memudahkan kita dalam upaya
pemberian bantuan (konseling) secara baik dan kontinyu. Dalam melakukan konseling trauma,
keberadaan konsep deteksi awal akan menjadi hal yang penting untuk dipahami dan diperhatikan
oleh pemberi bantuan sehingga tergambar berbagai sifat atau jenis trauma yang diderita korban,
seperti trauma ringan, sedang dan berat. Namun, tidak semua peristiwa atau pengalaman yang
dialami manusia itu bermuara pada trauma. Biasanya kejadian dan pengalaman yang buruk,
mengerikan, menakutkan atau mengancam keberadaan individu yang bersangkutan, maka
kondisi ini akan berisiko memunculkan rasa trauma. Sementara, peristiwa dan pengalaman yang
baik atau menyenangkan, orang tidak menganggap itu suatu kondisi yang trauma.
Kondisi trauma (traumatics) biasanya berawal dari keadaan stres yang mendalam dan berlanjut
yang tidak dapat diatasi sendiri oleh individu yang mengalaminya. Stres adalah suatu
respon/reaksi yang diterima individu dari rangsangan lingkungan sekitar, baik yang berupa
keadaan, peristiwa maupun pengalamanpengalaman, yang menjadi beban pikiran terus menerus
dan pada akhirnya bermuara pada trauma. Untuk menanggulangi keberlanjutan trauma sejak
kanak-kanak hingga dewasa, kiranya perlu segera dilakukan upaya deteksi dini. Sejauh mana
trauma berkembang, bagaimana sifat atau jenisnya. Bila keadaan trauma dalam jangka panjang,

maka itu merupakan suatu akumulasi dari peristiwa atau pengalaman yang buruk dan
memilukan. Dan, konsekuensinya adalah akan menjadi suatu beban psikologis yang amat berat
dan mempersulit proses penyesuaian diri seseorang, akan menghambat perkembangan emosi dan
sosial individu (anak) dalam berbagai aplikasi perilaku dan sikap, seperti dalam hal proses
belajar mengajar (pendidikan) atau pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu (anak) lainnya
secara luas.
Pengetahuan sekilas itu diharapkan akan menjadi rujukan kita untuk melakukan konseling pasca
trauma. Penanganan kasus traumatik sangat berbeda dengan kasus-kasus penyakit fisik biasa atau
soal kesulitan belajar individu (anak). Penanganan kasus traumatik sangat diperlukan sejumlah
profesional (orang) yang berkualifikasi, terlatih, atau berkepribadian yang baik. Demikian juga
dalam hal penerapan metode dan pendekatan, harus berorientasi pada budaya, tradisi, tata nilai
dan moralitas sosial penderita traumatik. Secara ringkas, tulisan ini akan memberi pemahaman
dan gambaran kepada kita tentang belajar dan pembelajaran trauma; mulai dari konsep trauma,
penyebab terjadinya trauma, jenis-jenis trauma hingga deteksi dini persoalan trauma dan metode
penanga-nannya pasca trauma.
B. Pengertian, Penyebab dan Jenis2 Trauma
1. Pengertian Trauma
Dalam realitas kita sering mendengar atau mengucapkan istilah stres dan trauma. Kondisi kedua
konteks ini diucapkan orang bilamana suatu persoalan yang kita hadapi terjadi berulangulang,
beruntun dan membuat kita tidak berdaya dalam menyikapi, menghadapi dan mengatasinya.
Stres secara umum dapat dipahami sebagai suatu reaksi atau tanggapan (fisik atau psikis)
terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar diri manusia (lingkungan). Stres dapat
berlangsung dalam jangka waktu singkat dan panjang. Stres dalam waktu singkat biasanya dapat
diatasi dengan cara beristirahat, rileks, rekreasi atau berolahraga. Stres ini biasanya terjadi akibat
kecapekan atau kelelahan secara fisik. Namun, bila stres itu berkepanjangan dan tidak dapat
dikendalikan, tubuh dan jiwa tidak punya kesempatan untuk beristirahat, ini biasanya
dikategorikan stres yang bersifat psikologis. Sebagai konsekuensinya adalah akan menimbulkan
dampak negatif pada diri individu, seperti depresi, serangan jantung, sesak nafas, dsb. Kondisi
stres yang berakibat fatal bagi individu (merugikan dan menyakiti) disebut distress (stres buruk),
sedangkan stres yang menyenangkan, memotivasi semangat hidup, meningkatkan etos kerja,
meningkatkan gairah, kreativitas dan prestasi belajar/kerja dinamakan eustress (stres baik).
Sedangkan trauma merupakan reaksi fisik dan psikis yang bersifat stress buruk akibat suatu
peristiwa, kejadian atau pengalaman spontanitas/secara mendadak (tiba-tiba), yang membuat
individu mengejutkan, kaget, menakutkan, shock, tidak sadarkan diri, dsb yang tidak mudah
hilang begitu saja dalam ingatan manusia. James Drever (1987) mengatakan trauma adalah
setiap luka, kesakitan atau shock yang terjadi pada fisik dan mental individu yang berakibat

timbulnya gangguan serius. Sarwono (1996), melihat trauma sebagai pengalaman yang tibatiba, mengejutkan dan meninggalkan bekas (kesan) yang mendalam pada jiwa seseorang yang
mengalaminya. Dari dua pendapat ini, dapat dianalisis bahwa trauma merupakan suatu kondisi
yang tidak menyenangkan atau buruk yang datang secara spontanitas dan merusak seluruh
sendi/fungsi pertahanan kejiwaan individu, sehingga membuat individu tidak berdaya dalam
mengendalikan dirinya.
2. Penyebab terjadinya Trauma
Secara umum, kondisi trauma yang dialami individu (anak) disebabkan oleh berbagai situasi dan
kondisi, di antaranya:
1. Peristiwa atau kejadian alamiah (bencana alam), seperti gempa bumi,
tsunami, banjir, tanah longsor, angin topan, dsb.
2. Pengalaman dikehidupan sosial ini (psiko-sosial), seperti pola asuh yang
salah, ketidak adilan, penyiksaan (secara fisik atau psikis), teror, kekerasan,
perang, dsb.
3. Pengalaman langsung atau tidak langsung, seperti melihat sendiri,
mengalami sendiri (langsung) dan pengalaman orang lain (tidak langsung),
dsb.

3. Jenis & Sifat Trauma


Dalam kajian psikologi dikenal beberapa jenis trauma sesuai dengan penyebab dan sifat
terjadinya trauma, yaitu trauma psikologis, trauma neurosis, trauma psikosis, dan trauma
diseases.
1. Trauma Psikologis:
Trauma ini adalah akibat dari suatu peristiwa atau pengalaman yang luar biasa, yang terjadi
secara spontan (mendadak) pada diri individu tanpa berkemampuan untuk mengontrolnya (loss
control and loss helpness) dan merusak fungsi ketahanan mental individu secara umum. Ekses
dari jenis trauma ini dapat menyerang individu secara menyeluruh (fisik dan psikis).
2. Trauma Neurosis:
Trauma ini merupakan suatu gangguan yang terjadi pada saraf pusat (otak) individu, akibat
benturan-benturan benda keras atau pemukulan di kepala. Implikasinya, kondisi otak individu
mengalami pendarahan, iritasi, dsb. Penderita trauma ini biasanya saat terjadi tidak sadarkan diri,
hilang kesadaran, dsb. yang sifatnya sementara.

3. Trauma Psychosis:
Trauma psikosis merupakan suatu gangguan yang bersumber dari kondisi atau problema fisik
individu, seperti cacat tubuh, amputasi salah satu anggota tubuh, dsb. yang menimbulkan
shock dan gangguan emosi. Pada saat-saat tertentu gangguan kejiwaan ini biasanya terjadi akibat
bayang-bayang pikiran terhadap pengalaman/ peristiwa yang pernah dialaminya, yang memicu
timbulnya histeris atau fobia.
4. Trauma Diseases:
Gangguan kejiwaan jenis ini oleh para ahli ilmu jiwa dan medis dianggap sebagai suatu penyakit
yang bersumber dari stimulus-stimulus luar yang dialami individu secara spontan atau berulangulang, seperti keracunan, terjadi pemukulan, teror, ancaman, dsb.
Sementara itu, kondisi trauma (traumatic) yang dialami orang (anak, remaja dan dewasa), juga
mempunyai sifatnya masing-masing sesuai dengan pengalaman, peristiwa atau kejadian yang
menyebabkan rasa trauma, yaitu ada trauma yang bersifat ringan, sedang/menengah dan trauma
berat. Kondisi trauma yang ringan, biasanya perkembangannya tidak berlarut-larut, mudah
diatasi dan hanya dalam batas waktu tertentu saja serta penanganannya tidak membutuhkan
waktu lama, demikian pula halnya dengan kondisi trauma yang bersifat sedang atau menengah.
Namun, jika keadaan trauma yang dialami individu bersifat berat, ini biasanya agak sulit
ditangani dan membutuhkan waktu yang lama dalam penyembuhan. Adapun konseling yang
akan diterapkan dalam kasus ini adalah harus dilakukan secara kontinyu, penuh kesabaran, penuh
keikhlasan dan betul-betul ada kesadaran dari para profesional (orang-orang yang terlatih) untuk
menanganinya secara baik.
C. Deteksi Dini & Upaya Penanganannya
Adalah suatu hal penting yang harus diperhatikan secara komprehensif oleh semua pihak yang
terlibat dalam pemberian bantuan pada penderita traumatik bahwa upaya deteksi (teropong,
observasi, analisis dan pemahaman) terhadap kasus, masalah atau penyakit secara mendalam
merupakan kunci utama dari keberhasilan penanganannya (terapi atau konselingnya).
Bagaimana proses awal terjadinya trauma dan sejauh mana kondisi traumatik menyerang
individu? Konteks ini, kiranya akan memudahkan kita dalam hal pencarian solusi akhir untuk
mengembalikan kondisi normal bagi penderita ganguan kejiwaan secara bertahap dan
berkesinambungan.
Berikut ini adalah beberapa cara atau langkah awal yang perlu diperhatikan dalam rangka
diagnosis awal sebagai upaya penanganannya (terapi) selanjutnya:
1. Planning

Konsep ini merupakan pemikiran dasar dalam rangka menjalankan tugas secara menyeluruh.
Tanpa planning yang tepat, kesulitan akan segera menghadang. Dengan adanya planning, maka
segala sesuatu yang dibutuhkan dalam aplikasi kerja akan berjalan dengan baik dan terfokus.
2. Action
Setelah perencanaan yang matang, maka langkah kerja selanjutnya adalah aksinya (perbuatan).
Dalam aksi, segala hal/masalah yang hendak dianalisis atau dikaji akan menjadi terorganisasi,
sistematis dan terintegrasi, sehingga memperjelas metode, pendekatan dan upaya problem
solving (pemecahan masalah).
3. Controlling:
Konsep ini menjadi penting karena apabila terjadi kekeliruan metode, pendekatan dan konsep
sebagaimana yang telah direncanakan dan diaplikasikan dilapangan maka dapat dikontrol, dan
memungkinkan konselor untuk mengubah cara-cara lain yang sesuai dengan bobot masalah
4. Evaluation:
Kegunaan konsep evaluasi adalah untuk melihat sejauhmana proses perkembangan kesembuhan
traumatik yang diderita oleh individu dalam upaya pemberian bantuan, apakah dilanjutkan atau
dihentikan (bila dianggap sudah normal).
Ringkasnya, teknik ini akan memudahkan konselor, guru, dokter, dsb. dalam upaya diagnosis
awal (deteksi dini) dimulai bagi penderita traumatik. Kemudian baru dilanjutkan dengan tahap
penyembuhan (penanganan). Pada tahap penanganan awal terhadap penderita traumatik, ada
beberapa cara yang dapat dilakukan oleh konselor, guru, dokter, ulama, tokoh agama, tokoh adat,
dsb., diantaranya:
1. Direct Techniqe Aplication

Pemberian bantuan langsung; chek kesehatan, materi, dll.

Di sini konselor, guru, dokter, tokoh agama, tokoh adat, dsb. diharapkan
harus terlibat langsung mengadakan penanganan korban trauma.

Bagaimana proses penyesuaian diri, interaksi, komunikasi dan sikap para


petugas akan sangat menentukan berhasil tidaknya pemberian bantuan
penyembuhan. Pola kepribadian petugas adalah kunci utama dalam
penanganan koran trauma.

Dengan teknik langsung ini, metode self help group akan menjadi efektif,
kohesif dan kreatif, dsb.

2. FGD Techniqe Aplication:

Terapi model ini akan menghasilkan suasana kebersamaan, satu rasa dan
satu tujuan kelompok.

Akan terbentuk persepsi diri dan persepsi sosial secara baik bagi penderita
trauma

Akan terbentuk konsep diri secara baik bagi penderita trauma

Dengan teknik ini akan memungkinkan dilakukan usaha kearah


pengembangan dan pemberdayaan ketrampilan dalam berbagai bentuk;
karya wisata, kegiatan perlombaan, life skill, dsb.

Merujuk pada model penanganan tersebut, yang lebih para pemberi bantuan terhadap korban
trauma mampu menjabarkan empati secara proporsional dan profesional, sehingga penanganan
yang dilakukan dapat memberi hasil maksimal.

Vous aimerez peut-être aussi