Vous êtes sur la page 1sur 11

Diagnostik Postmortem Menggunakan MSCT dan MRI dari Infeksi

Letal Streptokokus Grup A pada Bayi: Sebuah laporan kasus


Christian Jackowski a,*, Stephan Dirnhofer b, Michael Thali a, Emin Aghayeva,
Richard Dirnhofer a, Martin Sonnenschein c
a

Institut Kedokteran Forensik, Universitas Bern, IRM Buehlstrasse 20, CH-3012 Bern, Switzerland
b

Institut Patologi, Universitas Basel, Switzerland

Institut Radiologi Diagnostik, Inselspital, Bern, Switzerland


Diterima 7 September 2004; Diakui 24 Januari 2005
Tersedia online 20 Maret 2005

Abtrak
Pencitraan cross-sectional postmortem menggunakan multislice computed tomography
(MSCT) dan magnetic resonance imaging (MRI) dianggap sebagai dasar pemeriksaan
postmortem invasif minimal pada kedokteran forensik seperti dalam pendekatan virtopsi. Kami
menyajikan sebuah kasus seorang gadis 3 tahun dengan infeksi letal streptokokus grup A dan
temuan pencitraan postmortem yang mati alami dalam jenis ini. Postmortem MSCT dan MRI
mengungkapkan oklusi edema laring pada tingkat pita suara, pneumonia berat dengan atelektasis
bagian dari kedua lobus atas dan atelektasis lengkap dari kedua lobus bawah, bronkus kanan
berpurulen, pembesaran kelenjar getah bening servikal dan tonsil faring, dan tambahan, sisa kista
glossopharingeus disertai ureter fissus dari ginjal kanan. Semua temuan otopsi yang relevan
dapat diperoleh dan divisualisasikan oleh pencitraan postmortem dan dikonfirmasikan oleh
pemeriksaan histologis dan mikrobiologis mendukung gagasan teknik otopsi invasif minimal.

Kata kunci: Ilmu forensik; Radiologi forensik; Virtopsy; Otopsi virtual; Otopsi non-invasif;
Gambaran postmortem; Computed tomography; Magnetic resonance imaging; Gambaran otopsi,
Pneumonia; Streptokokus

1. Kata Pengantar
Aplikasi postmortem dari teknik modern cross-section seperti multislice computed
tomography (MSCT) dan magnetic resonance imaging (MRI) menjadi semakin penting untuk
menilai penyebab kematian dengan cara invasif minimal [1-12]. Hal ini diduga menjadi alternatif
untuk otopsi tradisional pada kasus tertentu ketika otopsi tradisional masih menjadi standar emas
penyelidikan postmortem yang keberatan dari perbedaan alasan. Keuntungan akan menjadi
objektif, pengamat dokumentasi independen dari temuan, diikuti dengan kemungkinan
penyimpanan data permanen dan pertukaran data telemedical. Dengan demikian, pertanyaan
yang baru muncul dapat terjawab bahkan bertahun-tahun kemudian. Kami menyajikan sebuah
kasus pneumonia strepkokus grup A pada bayi dalam proyek virtopsy. Temuan cross-section
postmortem menunjukkan kelayakan saat pencitraan postmortem.

2. Bahan dan Metode


2.1.
Laporan kasus
Seorang anak peremuan 3 tahun dibawa ke ruang gawat darurat dengan batuk dan dispnea
bertambah berat pada malam hari dan didiagnosis croup faringitis. Setelah terapi oral dengan
betamethason (Betnesol) dan boleh pulang dengan orang tua memantau anaknya. Pada sore hari
berikutnya, anak itu tiba-tiba menunjukkan insufisiensi respirasi cepat diikuti oleh henti napas.
Resusitasi oleh orang tua dan kemudian oleh dokter darurat tidak sukses, dan setelah
menunjukkan tanda-tanda kematian otak selama beberapa jam diputuskan untuk menghentikan
terapi.

2.2.

Gambaran
Mayat yang dibungkus dalam dua kantong (Rudolph Egli AG, Bern, Swiss) menjalani

gabungan pemeriksaan MSCT dan MRI dalam waktu 20 jam setelah kematian sebelum otopsi
tradisional. Pemeriksaan MSCT dilakukan pada scanner empat baris (Lightspeed QX/I, General
Electric Co, Milwaukee, WI). Seluruh mayat dipindai dengan collimation 4 mm x 1,25 mm.
Aksial cross-section dihitung dari data volume. Data waktu akuisisi sebesar 15 menit.

Pemeriksaan MRI dilakukan pada 1,5-Tesla Signa Echospeed Horizon unit (versi 5.8, General
Medical Systems Listrik, Milwaukee, WI). Terutama gambar T2-weighted yang berbeda (TE, 8598 ms; TR, 4000-4200 ms) diperoleh di aksial, koronal dan sagital. Setelah otopsi MSCT scan
dan MRI scan menggunakan gulungan pergelangan konvensional dari potongan laring yang telah
dilakukan. Pengolahan data MSCT dan MRI yang diperoleh dilakukan di workstation
(Advantage Windows 4.1, General Electric Co, Milwaukee, WI). Interpretasi gambar dilakukan
oleh dewan ahli radiologi yang tersertifikasi dan otopsi tradisional dilakukan oleh dewan
patologi forensik yang tersertifikasi.

Gambar. 1. Rekonstruksi struktur udara dari data MSCT kepala dan leher (a) menunjukkan laring tersumbat di
tingkat pita suara (panah). Virtual endoskopi (tampilan dari trakea ke laring) mengungkapkan diagnosis yang sama
(b). Gambar kecil (e) menunjukkan contoh dari temuan laring normal postmortem pada endoskopi virtual. Aksial
T2-weighted (TE-98 ms / ms TR-4000) (c) dan pasca otopsi koronal T2-weighted (TE-85 ms / TR4000 ms)
gambaran laring (d) dapat memvisualisasi oklusi yang menyebabkan edema dalam mukosa (panah). Pemeriksaan

mikroskopis menunjukkan nekrosis, laringitis pseudomembraneous dengan eksudat fibrinoid pada lapisan luar.
Catatan jumlah besar leukosit polimorfonuklear dan edema prominen pada mukosa dan submukosa, masing-masing
(f + g) (pewarnaan HE; 100x dan 400x). Sebagai tambahan temuan sebuah saluran kista tiroglosus terlihat (panah
putus-putus) dan diformalinkan otopsinya (h).

Gambar. 2. Rekonstruksi struktur udara dari data MSCT struktur intratoraks (a) dan gambar MR T2-weighted (TE98 ms / ms TR-4000) (c) dan kedua berkorelasi dengan tampilan belakang otopsi dari trakea dan bronkus yang
terbuka (b). MSCT jelas menunjukkan bahwa bronkus kanan tidak mengandung udara dan MRI mengungkapkan
bronkus kanan berpurulen sepenuhnya benar. Penugasan intensitas sinyal dari cairan di dalam bronkus dan
perbandingan dengan intensitas sinyal cairan yang transparan seperti misalnya ascites antara hati dan diafragma
pada hal ini dalam gambar MR T2-weighted memungkinkan kesimpulan, bahwa cairan dalam bronkus mengandung
air lebih sedikit tetapi lebih banyak komponen seluler (atau lebih) dan karena itu terlihat kuning-berlumpur pada
otopsi (b). Histologi (d) menunjukkan bronkitis purulen. Lumen bronkus benar-benar diisi dengan purulent eksudat
yang menghancurkan epitel pernapasan dan menyerang jaringan alveolar yang berdekatan (HE, 100x).

3. Hasil
3.1.
Gambaran
Kedua MSCT dan MRI mengungkapkan oklusi saluran pernapasan pada tingkat pita suara.
Mukosa laring bengkak dan edema (Gambar 1). Bronkus kanan diisi dengan cairan yang
menunjukkan penurunan intensitas sinyal dibandingkan dengan ascites atau serum dalam gambar
MR T2-weighted yang sama (Gambar 2c). Hanya bagian dari paru-paru yang berventilasi seperti
lobus tengah dan bagian apikal lobus kanan atas dan bagian ventral dari lobus kiri atas. Bagian
dorsal dari lobus atas dan lobus bawah yang terisi cairan dan atelektasis (Gambar 3). Distensi
pembesaran kelenjar getah bening serviks / paratrakeal dan pembesaran tonsil faring terlihat pada
MRI postmortem (Gambar 4). Temuan aksesori adalah sisa kista glossopharingeus (Gambar 1d)
dan ureter fissus dari ginjal kanan (tidak ditampilkan). Distensi pembekuan postmortem terlihat
di semua bagian pembuluh darah besar dan rongga jantung (Gambar 5).
3.2.

Otopsi
Otopsi menunjukkan edema mukosa pita suara. Oklusi bisa dengan mudah dibuka oleh

sedikit melebarkan laring. Dalam bronkus kanan terdapat cairan berlumpur dan purulen (Gambar
2) dan mukosa trakea dan bronkus sedikit memerah. Kedua bagian bawah dan dorsal lobus atas
telah atelektasis dan terisi cairan (Gambar 3). Tonsiil faring dan serviks / kelenjar getah bening
paratrakeal telah membesar (Gambar 4). Kista glossopharingeus juga bisa ditampilkan di otopsi
(Gambar 1h). Pemeriksaan mikroskopis (pewarnaan Gram) dari cairan dalam bronkus kanan
menunjukkan limpahan kokobasilus. Histologi menunjukkan nekrosis akut, laringitis
pseudomembraneous dengan edema prominen dalam mukosa yang berdekatan dengan saluran
pernapasan termasuk pita suara (Gamba. 1). Pemeriksaan mikrobiologi dari cairan purulen dan
eksudat intra-alveolar mengungkapkan infeksi berat dengan beta-hemolitik strepkokus grup A

Gambar. 3. Paru yang terisolasi di otopsi (a) berkorelasi dengan gambar MR T2-weighted koronal toraks (TE-98
ms / TR-4000 ms) (b) dan rekonstruksi struktur udara dari data MSCT torak mengungkapkan hanya lobus tengah
dan bagian apikal lobus kanan atas dan bagian ventral dari kiri atas yang berventilasi. Korelasi mengungkapkan
bagian yang tidak berventilasi dari paru-paru sebagai besar terisi cairan (karena tampak cerah pada gambar MR T2weighted dan menghilang dalam rekontruksi struktur udara MSCT. Histologi (d) dari jaringan paru-paru ini
menunjukkan edema di semua alveoli (HE , 200x).

Gambar. 4. Gambaran MR urutan inversi pemulihan axial pendek (stir) (TE-15 ms / TI-120 ms / TR-4000 ms) (a, b)
menunjukkan pembesaran tonsil faring dan kelenjar getah bening servikal (c, d). Hiperplasia folikel (e) dari kelenjar
getah bening servikal, khas untuk infeksi bakteri (HE, 200x). Perhatikan '' raspberry tounge '' di (c) (panah putusputus).

4. Diskusi
Kami menyajikan temuan radiologi infeksi berat streptokokus grup A pada seorang anak
perempuan berumur 3 tahun dalam laporan kasus ini. Seperti yang telah ditunjukkan rekonstruksi
struktur udara dapat sangat baik memvisualisasikan temuan patomorfologikal udara / gas yang
mengisi organ [12]. Disajikan oklusi laring postmortem disebabkan oleh edema mukosa yang
dibuktikan oleh peningkatan sinyal dalam gambar MR. Hal ini masih diperdebatkan apakah
oklusi itu sebelum intubasi, yang menyebabkan prosedur intubasi menjadi rumit seperti yang
dijelaskan oleh dokter yang menangani atau laring hanya menyempit dan intubasi sendiri
meningkatkan iritasi mukosa dan edema pita suara menyumbat laring setelah ekstubasi
postmortem. Pada otopsi oklusi bisa dengan mudah dibuka dengan melebarkan laring.
Cairan purulen dalam bronkus terdeteksi dalam pencitraan postmortem dan kami menyelidiki
kelayakan radiologi dari isi diferensiasinya. Dibandingkan dengan ascites serosa antara hati dan

diafragma, itu menunjukkan penurunan sinyal (547 <649) yang diukur dalam gambar T2weighted lemak jenuh dan yang menunjukkan penurunan rata-rata fraksi air. Setelah peningkatan
fraksi dari komponen seluler ini atau lebih dapat diasumsikan. Dalam MSCT tambahannya
menunjukkan peningkatan densitas foto rontgen dibandingkan dengan ascites (50 HU> 23 HU
[Air 0 HU], tidak ditampilkan). Densitas ini sebanding dengan densitas darah vital [13] atau
nanah dan menunjukkan jumlah yang sebanding komponen seluler dalam cairan. Yang membuat
hitungan besar streptokokus dengan diikuiti leukositosis dalam caian seperti yang dibuktikan
oleh pemeriksaan mikrobiologi dan histologis berasumsi menyebabkan peningkatan densitas.
Sebaliknya, kita mempertimbangkan penurunan sinyal urutan T2-weighted di samping
peningkatan densitas di MSCT sebagai petunjuk radiologi untuk cairan menjadi purulen, ketika
alasan lebih lanjut untuk peningkatan densitas seperti aspirasi atau perdarahan dapat
dikecualikan.
Pencitraan postmortem dapat akurat menunjukkan lobus paru yang berventilasi dan
pemeriksaan histologis terbukti tidak adanya alveoli yang berventilasi dalam lobus ini (Gambar.
3). Menyesuaikan dengan peningkatan intensitas sinyal struktur paru terventilasi di gambar MR
menunjukkan fraksi tinggi dari air yang menunjukkan edema intra-alveolar (Gambar 3) dalam
pemeriksaan histologis. Temuan kami mengkonfirmasikan hasil Shiotani dll. [14] yang
menggambarkan diffuse ground glass di pemeriksaan MSCT postmortem dari kasus serupa dari
bayi pneumonia. Kami menilai daerah massif mengurangi ventilasi area alveolar dalam
kombinasi dengan edema laring yang bertanggung jawab untuk letal insufisiensi respirasi
sebagai penyebab kematian pada kasus ini.
Selanjutnya dalam tanda-tanda peradangan seperti pembesaran kelenjar getah bening servikal
dan tonsil faring dapat dideteksi dan dinilai dengan menggunakan pencitraan postmortem dan
morfologi dapat mendukung diagnosis infeksi berat streptokokus
Semua temuan otopsi aksesori seperti sisa kista glossopharingeus dan ureter fissus bisa
dideteksi menggunakan pencitraan postmortem bahkan tanpa penerapan agen kontras. Distensi
pembekuan postmortem di semua pembuluh besar dan rongga jantung sebagai petunjuk untuk
resusitasi berkepanjangan dalam kasus ini yang juga terdeteksi.

Otopsi tidak mengungkapkan lebih jauh perubahan morfologi yang terkait tetapi masih
memberikan satu-satunya cara untuk memperoleh jaringan dan spesimen cairan tubuh untuk
histologis dan toksikologi atau seperti dalam kasus ini, pemeriksaan mikrobiologi sampai teknik
biopsi gambar terpandu diimplementasikan.
Selain itu, pengalaman otopsi tradisional diperlukan untuk mengecualikan patologi organ
lanjut yang lebih luas daripada menggunakan pencitraan postmortem sampai sekarang. Tapi serta
disajikan satu setiap kasus virtopsy lanjut akan memberikan lebih banyak dan lebih pengalaman.
Sebuah teknik otopsi invasif minimal mungkin berlaku sehubungan dengan tanggungan dalam
pemilihan kasus-kasus forensik ketika teknik angiografi invasive minimal postmortem dan teknik
biopsy gambar terpandu telah dilaksanakan untuk mengatasi keterbatasan saat ini dan masih
meningkatkan biaya untuk pencitraan seluruh mayat postmortem lebih jauh menurun karena
perbaikan teknis.

Gambar. 5. Gambar MR T2-weighted koronal (TE-98 ms / TR-4000 ms) menunjukkan distensi pembekuan
postmortem dalam atrium kanan / vena cava dan traktus ventrikel kiri / aorta dan arteri pulmonalis (panah putusputus).

5. Kesimpulan
Dalam kasus ini semua perubahan patologi dan makromorfologi yang relevan dari pnemonia
berat yang menyebabkan kematian sudah dapat didiagnosis dengan menggunakan pencitraan
postmortem. Pemeriksaan histologi dan mikrobiologi lebih lanjut menegaskan bahwa adanya
infeksi streptokokus grup A. Dalam kasus tunggal dan sebanding, pencitraan postmortem
termasuk teknik otopsi invasif minimal dapat berfungsi sebagai alternatif dalam pemeriksaan
postmortem di masa mendatang setelah keterbatasan pemeriksaan ini sudah teratasi

Ucapan Terima Kasih


Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada tim MTRA ini (Karin Zwygart, Verena
Beutler, Elke Spielvogel, Christoph Laeser, Carolina Dobrowolska) untuk bantuan mereka yang
sangat baik dalam memperoleh pindaian dalam proyek virtopsy serta Urs Konigsdorfer dan
Roland Dorn untuk pengalaman asistensi mereka di otopsi dan Therese Perinat untuk pewarnaan
histologis yang akurat.

Referensi
1. M.J. Thali, K. Yen, W. Schweitzer, P. Vock, C. Boesch, C. Ozdoba, G. Schroth, M. Ith, M.
Sonnenschein, T. Doernhoefer, E. Scheurer, T. Plattner, R. Dirnhofer, Virtopsy, a new
imaging horizon in forensic pathology: virtual autopsy by postmortem multislice computed
tomography (MSCT) and magnetic resonance imaging (MRI)a feasibility study, J.
Forensic Sci. 48 (2003) 386403.
2. Y. Donchin, A.I. Rivkind, J. Bar-Ziv, J. Hiss, J. Almog, M. Drescher, Utility of postmortem
computed tomography in trauma victims, J. Trauma 37 (1994) 552555.
3. M. Thali, P. Vock, Role of and techniques in forensic imaging, in: J. Payen-James, A.
Busuttil, W. Smock (Eds.), Forensic Medicine: Clinical and Pathological Aspects, Greenwich
Medical Media, London, 2003, pp. 731745.
4. S.K. Wallace, W.A. Cohen, E.J. Stern, D.T. Reay, Judicial hanging: postmortem radiographic,
CT and MR imaging features with autopsy conrmation, Radiology 193 (1994) 263 267.

5. U. Farkash,A. Scope, M. Lynn, C. Kugel, R. Maor, A. Abargel, A. Eldad, Preliminary


experience with postmortem computed tomography in military penetrating trauma, J. Trauma
48 (2000) 303308.
6. L. Patriquin, A. Kassarjian, M. Barish, L. Casserley, M. OBrien, C. Andry, S. Eustace,
Postmortem whole-body magnetic resonance imaging as an adjunct to autopsy: preliminary
clinical experience, J. Magn. Reson. Imag. 13 (2001) 277287.
7. M.J. Thali, K. Yen, P. Vock, C. Ozdoba, B.P. Kneubuehl, M. Sonnenschein, R. Dirnhofer,
Image-guided virtual autopsy ndings of gunshot victims performed with multi-slice
computed tomography and magnetic resonance imaging and subsequent correlation between
radiology and autopsy ndings, Forensic Sci. Int. 138 (2003) 816.
8. R.A. Bisset, N.B. Thomas, I.W. Turnbull, S. Lee, Postmortem examinations using magnetic
resonance imaging: four year review of a working service, BMJ 324 (2002) 1423 1424.
9. R.A. Bisset, Magnetic resonance imaging may be alternativeto necropsy, BMJ 317 (1998)
1450.
10. E. Aghayev, K. Yen, M. Sonnenschein, C. Ozdoba, M. Thali, C. Jackowski, R. Dirnhofer,
Virtopsy postmortem multi-slice computed tomograhy (MSCT) and magnetic resonance
imaging (MRI) demonstrating descending tonsillar herniation: comparison to clinical studies,
Neuroradiology 46 (2004) 559564.
11. C. Jackowski, W. Schweizer, M. Thali, K. Yen, E. Aghayev, M. Sonnenschein, P. Vock, R.
Dirnhofer, Virtopsy: postmortem imaging of the human heart in situ using MSCT and MRI,
Forensic Sci. Int. 149 (2005) 1123.
12. C. Jackowski, M. Thali, M. Sonnenschein, E. Aghayev, K. Yen, R. Dirnhofer, P. Vock,
Visualization and quantication of air embolism structure by processing postmortem MSCT
data, J. Forensic Sci. 49 (2004) 13391342.
13. A.J. Collins, S. Gillespie, B.E. Kelly, Can computed tomography identify patients with
anaemia? Ulster Med. J. 70 (2001) 116118.
14. S. Shiotani, M. Kohno, N. Ohashi, K. Yamazaki, H. Nakayama, K. Watanabe, Y. Oyake, Y.

Itai, Non-traumatic postmortem computed tomographic (PMCT) ndings of the lung,


Forensic Sci. Int. 139 (2004) 3948.

Vous aimerez peut-être aussi