Vous êtes sur la page 1sur 26

Laporan Kasus

Penyakit Ginjal Kronik

OLEH
SUCI ARYANTI
1508434461

Pembimbing :
dr. WR. BUTAR-BUTAR, SpPD., FINASIM

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2015
PENDAHULUAN
I.

Latar belakang

Ginjal merupakan organ vital yang berfungsi untuk mengatur volume dan
komposisi kimia darah dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara
selektif. Fungsi vital ginjal dilakukan oleh glomerulus dengan memfiltrasi plasma
darah dan diikuti dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah
yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal, selanjutnya zat terlarut dan air yang
berlebih diekskresikan dari tubuh dalam urin, melalui sistem pengumpul urin.1
Penyakit ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan
suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal
ginjal.2Penyakit ini telah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
serius, karena tidak hanya berpengaruh terhadap progresivitas kerusakan ginjal,
namun juga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.3,4Berdasarkan data dari
World Health Organization (WHO) tahun 2002 diketahui bahwa penyakit ginjal
dan saluran kemih telah menyebabkan kematian sekitar 850.000 orang setiap
tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke 12
tertinggi angka kematian atau peringkat tertinggi ke 17 angka kecacatan. 5Angka
kejadian gagal ginjal di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru pertahunnya. Pada negara-negara berkembang lainnya, insiden
ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.2
Terapi awal yang efektif dapat diberikan setelah mengidentifikasi penyakit
ginjal kronis berdasarkan definisi dan kalsifikasinya. Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (KDOQI) mendefinisikan penyakit ginjal kronis sebagai
abnormalitas fungsi maupun struktur ginjal (abnormalitas urinalisis, pencitraan
atau histologi) yang menetap sekurang-kurangnya selama 3 bulan dengan atau
tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yaitu kecil dari 60
ml/menit/1,73m2.3,4

TINJAUAN PUSTAKA
I.

Definisi
Penyakit ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD)adalah suatu

proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan


fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Kriteria penyakit ginjal kronis adalah:2-3
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG), dengan manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal , termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan.
2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
II.

Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu atas dasar

derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault sebagai berikut:2,4
LFG( ml/ menit / 1,73 m)=

(140umur ) x berat badan

72 x kreatinin plasma(mg / dl )

*) pada perempuan dikalikan 0,85 dan laki-laki dikalikan 1

Klasifikasi atas dasar LFG tampak pada tabel 1.2


Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit
Derajat
1

Penjelasan
Kerusakan ginjal dengan LFG normal

LFG(ml/mnt/1,73m)
90

atau
2

Kerusakan ginjal dengan LFG ringan

60-89

Kerusakan ginjal dengan LFG sedang

30-59

Kerusakan ginjal dengan LFG berat

15- 29

Gagal ginjal

< 15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 2.2


Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi
Penyakit
Penyakit ginjal diabetes
Penyakit ginjal non diabetes

Tipe mayor (contoh)


Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit glomerular (penyakit otoimun,infeksi
sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah
besar, hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit

tubulointerstitial

(pielonefritis

kronik,batu, obstruksi, keracunan obat)


Penyakit pada transplantasi

Penyakit kistik (ginjal polikistik)


Rejeksi kronik
Keracunanobat(siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

III.

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyebab

utama morbiditas dan mortalitas. Lebih dari 82.000 penderita gagal ginjal kronik
meninggal setiap tahunnya sehingga menjadi penyebab kematian ke-9. Dengan
angka insidensi 1 dari 9 orang dewasa menderita penyakit ini dan meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan
terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang
lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.2

IV.

Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan

negara lain. Penyebab utama dan insiden penyakit ginjal kronik di Amerika
Serikat dari tahun 1995-1999 adalah:2,8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Diabetes Melitus (44%) terdiri dari; DM tipe 1 (7%) dan DM tipe 2 (37%)
Hipertensi dan Penyakit Pembuluh Darah Besar (27%)
Glomerulonefritis (10%)
Nefritis Interstitialis (4%)
Kista dan Penyakit Bawaan Lain (3%)
Penyakit Sistemik Misal;Lupus dan Vaskulitis (2%)
Neoplasma (2%)
Tidak Diketahui (4%)
Penyakit Lain (4%)
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2000

mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia yaitu:2,8


1. Glomerulonefritis (46,39%)
2. Diabetes Melitus (18,65%)
3. Obstruksi dan Infeksi (12,85%)
4. Hipertensi (8,46%)
5. Penyakit yang tidak diketahui (13,65%).
V.

Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang


terjadi kurang lebih sama.2 Terdapat dua pendekatan teroritis untuk menjelaskan
mekanisme kerusakan nefron ginjal lebih lanjut sehingga menjadi gagal ginjal
kronik yaitu:9

1. Teori lama atau tradisi


Teori ini menjelaskan bahwa semua unit nefron telah terserang
penyakit,namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian-bagian
spesifik dari nefronyang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benarbenar rusak atau terganggu strukturnya. Misalnya lesi organik pada medula

ginjal akan merusak susunan anatomis dari ansa henle atau pompa klorida
pars ascenden ansa henle.
2. Hipotesis Briker atau nefron yang utuh.
Hipotesis ini menjelaskan bahwa bila satu nefron terserang penyakit maka
keseluruh unit dari nefron tersebut akan hancur. Akibatnya nefron-nefron
yang masih normal akan bekerja ekstra keras untuk mengkompensasi
nefron-nefron yang rusak agar ginjal tetap bekerja optimal. Kerja ekstra
dari ginjal ini yang mengakibatkan peningkatan jumlah nefron yang rusak
dan berkembang menjadi gagal ginjal kronik.
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum
merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan
tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.2
VI.

Pendekatan diagnostik

Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada pasien yang mengalami penyakit ginjal kronik
adalah:2,6,10

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi


saluran kemih, batu saluran kemih, hipertensi, hiperurikemi, Lupus
Eritomatosus Sistemik (LES).
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, klorida).
Gejala lain yang dapat muncul, terutama ketika fungsi ginjal telah
memburuk adalah kulit gelap, nyeri tulang, otak dan gejala sistem saraf
(mengantuk dan kebingungan, gangguan berkonsentrasi atau berfikir, mati rasa di
tangan, kaki, atau daerah lain, kedutan otot atau kram), nafas bau, mudah memar,
perdarahan, atau darah dalam tinja, haus berlebihan, sering cegukan, impotensi,
periode menstruasi berhenti (amenore), masalah tidur, seperti insomnia, sindrom
kaki gelisah, pembengkakan kaki dan tangan (edema), serta muntah yang biasanya
pagi hari.11
Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium pada pasien yang mengalami penyakit ginjal
kronik adalah:2
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan
untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia dan asidosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria

Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis pada pasien yang mengalami penyakit ginjal
kronik adalah : 2,3,7,8
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi
e. Pemeriksaan pemindahan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada
indikasi.
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih
mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa ditegakkan.
Adapun tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui etiologi,
menetapkan terapi, prognosis dan untuk mengevaluasi hasil terapi yang telah
diberikan. Biopsi ginjal kontraindikasi dilakukan pada keadaan dimana ukuran
ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,
infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.2
VII.
Penatalaksanaan
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Bila
LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit
dasarnya sudah tidak banyak bermanfaat.2
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Faktor-faktor komorbid antara lain: gangguan keseimbangan cairan,
hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus
7

urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas


penyakit dasarnya.2
3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus adalah pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis.
Pembatasan protein mulai dilakukan pada LFG 60ml/mnt, sedangkan diatas
nilai tersebut pembatasan protein tidak dianjurkan. Protein diberikan 0,60,8/kgBB/hari, yang 0,35-0,5 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi
tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Pembatasan
asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Asupan
protein yang berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa
peningkatan aliran darah dan tekanan glomerulus yang akan meningkatkan
progresifitas perburukan fungsi ginjal. Pembatasan protein juga berkaitan dengan
pembatasan fosfat karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang
sama.2
Terapi farmakalogis yang digunakan adalah obat antihipertensi yang
bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular dan memperlambat
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus. Penghambat ACE dapat menurunkan tekanan darah sistemik, obat ini
secara langsung menurunkan tekanan intraglomerular dengan mendilatasi secara
selektif pada arteriol aferen.2

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular


40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit
kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia,
hiperfosfatemia dan terapi kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Modifikasi gaya hidup dapat memperbaiki tekanan darah yang tinggi

dan dapat meningkatkan efisiensi terapi hipertensi. Pengurangan intake natrium,


meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi berat badan, pembatasan intake alcohol
dan pemberhentian merokok adalah strategi yang direkomendasikan.2
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Penyakit ginjal kronis mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi. Pada
LFG 60-89 ml/mnt, tekanan darah mulai meningkat. LFG 30-60 ml/mnt,
komplikasi yang terjadi hiperfosfatemia, hipokalemia, anemia, hiperparatiroid,
hipertensi, dan hiperhomosistemia. LFG 15-29 dapat terjadi malnutrisi, asidosis
metabolik, hiperkalemia, dislipidemia. Saat LFG <15 terjadilah gagal jantung dan
uremia.2
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat hemoglobin 10 g% atau
hematokrit 30%, meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber
perdarahan, morfologi eritrosit, dan lain sebagainya. Pemberian eritropeitin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronis
berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat.2
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronis yang
sering terjadi. Penatalaksanaannya dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan
pemberian kalsitriol. Penatalaksanaan hiperfosfatemia dengan cara membatasi
asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorbsi
fosfat di saluran cerna.2

6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.2
1. Hemodialisa

Terapi Hemodialisa tidak boleh terlambat dengan tujuan untuk


mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis
tidak boleh terlalu cepat pada pasien gagal ginjal kronis (GGK) yang
belum tahap akhir, karena dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi
terapi ini terdiri dari indikasi absolut dan indikasi elektif. Adapun yang
termasuk dalam indikasi absolut adalah perikarditis, enselopati/neuropati
azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif
adalah LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m2, mual, anoreksia, muntah dan
astenia berat.11
Negara Indonesia mulai menerapkan tindakan hemodialisa pada tahun
1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit
rujukan. Pada umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen
darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre
kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang
mahal.12
2. Dialisis peritoneal (DP)
Tindakan ini populer dengan sebutan Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan Indonesia.
Indikasi tindakan CAPD yaitu: pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan
bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien
dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin
masih cukup dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan comortality. Indikasi non-medik adalah keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri) dan di daerah yang
jauh dari pusat ginjal.1
3. Transplantasi ginjal

10

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan


faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:1
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 7080% faal ginjal alamiaj
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

11

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Ny. R

Umur

: 28 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu runah tangga

Status

: Menikah

Alamat

: Jl. Suka Indah, RT 04, RW 07, Kecamatan


Rumbai Pesisir - Pekanbaru

Masuk RS

: 7 Oktober 2015

Rekam Medis

: 90 09 60

ANAMNESIS
Auto dan alloanamnesis (alloanamnesis dari suami pasien)
KELUHAN UTAMA
Wajah dirasa membengkak sejak 1,5 bulanSMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Sejak 1,5 bulan SMRS, pasien mengeluh wajahnya membengkak,


bengkak terutama di sekitar mata, dirasakan paling bengkak pada pagi
hari, dan berkurang saat pasien beraktivitas sehari-hari. Pasien juga
mengaku kedua kaki dirasakan membengkak sejak 1 bulan SMRS,
bengkak setinggi mata kaki, sama kanan dan kiri, bengkak memberat pada

pagi hari dan berkurang dengan beraktivitas seperti membersihkan rumah.


Pasien juga mengeluhkan sejak 6 bulan SMRS tubuhnya dirasa lemas,
mudah lelah ketika bekerja dan nafsu makan berkurang. Mual (-), muntah
(-), demam (-), BAK (+) tidak ada keluhan, tidak pernah kencing berdarah,
keluar batu (-), BAK berpasir (-), BAK keruh (-). BAB (+) tidak ada
keluhan, BAB disertai darah (-), BAB hitam berwarna seperti aspal (-).

12

1 bulan yang lalu pasien sudah pernah berobat ke dokter dan dinyatakan
adanya gangguan pada ginjal, serta dianjurkan untuk dirawat, namun
pasien menolak karena belum mengurus BPJS.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien tidak pernah mengeluhkan hal yang sama sebelumnya


Riwayat hipertensi (+), diketahui sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol
Riwayat diabetes melitus (-)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama.


Ayah dan ibu pasien juga menderita penyakit darah tinggiyang tidak

terkontrol.
Riwayat diabetes melitus (-)

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI & KEBIASAAN

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga


Riwayat merokok (-)
Riwayat minum alkohol (-)
Riwayat minum jamu (-)

PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan umum
Kesadaran
Berat badan
Tinggi badan
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernapasan

: tampak sakit sedang, pucat


: komposmentis
: 56 kg
: 154 cm
: 160/100 mmHg
: 86 kali/menit
: 37,0C
: 20 kali/menit

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala

Mata

Hidung

: konjungtiva anemis (+/+),udem palpebra (+/+), sklera


ikterik (-/-), pupil bulatisokor 2 mm / 2 mm,
reflek cahaya (+/+)
: napas cuping hidung (-/-), keluar cairan/ lendir/ epistaksis

13

(-/-)
Telinga: deformitas (-/-), sekret (-/-), gangguang pendengaran (-/-)
Mulut
: Bibir pucat (+), sianosis (-), mukosa kering (-),
stomatitis (-)

Leher

JVP 5-0 cm H2O


Pembesaran KGB (-)
Pembesaran tiroid (-)
Deviasi trakea (-)

Thoraks
Paru

Inspeksi

Palpasi

Perkusi
Auskultasi

: statis

: bentuk dinding dada simetris kanan dan


kiri, skar (-)
dinamis
: pengembangan dinding dada simetris
kanandan kiri, tidak tampak adanya
penggunaan otot nafastambahan
: statis
: massa (-), nyeri tekan (-)
dinamis
: vokal fremitus simetris kanan dan kiri
: sonor di seluruh lapangan paru
: vesikuler (+/+), ronkhi basah (-/-), ronkhi kering (-/-),
wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi
Palpasi

Perkusi

: iktus kordis tidak terlihat


:iktus kordis teraba di ruang interkostaV,1 jari
mediallinea midklavikularis sinistra.
: Batas kanan : linea sternalis dekstra, ruang interkosta V.
Batas kiri : 1 jarimedial linea midklavikularissinistra,
ruang interkosta V.
Pinggang jantung : Linea parasternalis sinistra, ruang

Auskultasi

interkosta III.
: Bunyi jantung S1 dan S2 reguler dalam batas normal,
gallop (-),murmur (-)

Abdomen

Inspeksi

Auskultasi
Perkusi

: perut tampak membuncit, simetris kanandan kiri,


venektasi (-), skar (-)
: Bising usus (+) 7 x/ menit,
:shifting dullness (+), nyeri ketok pada CVA (-)

14

Palpasi

: supel, nyeri tekan pada 4 regio (-), hepar dan lien tidak
teraba, undulasi (-)

Ekstremitas

Udema tungkai (+) pada kedua tungkai, udem hingga mata kaki,

simetris kanan dan kiri, pitting udema (+/+)


Kuku pucat (+)
Akral hangat
CRT< 2 detik
Sianosis (-), ikterik (-)
Palmar eritema (-)

Pemeriksaan Refleks Fisiologis

Refleks Biceps (+/+)


Refleks Triceps (+/+)
Refleks Patela (+/+)
Refleks Achilles (+/+)

Pemeriksaan Refleks Patologis

Refleks Babinski (-/-)


Reflek Chaddok (-/-)
Refleks Oppenheim (-/-)
Refleks Gordon (-/-)
Refleks Schaeffer (-/-)
Refleks Rossolimo (-/-)
Refleks Mendel-Beckhterew (-/-)

Gambaran Klinis Pasien:

(a) Edema Palpebra

15

Maleolus
medial tidak
tampak

(b) Udem pada tungkai

Perut
tampak
membunci
t

(c) Asites

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin(tgl 8 Oktober 2015)
16

Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC

: 3,46 mg/dl
: 10,43%
: 4.330 /uL
: 174.500 /uL
: 1.406.000 /uL
: 74,17 fl
: 24,6 pg
: 33,1 g/dl

Kimia darah(tgl 8 Oktober 2015)

Ureum
Creatinin serum
Glukosa
Albumin

: 164mg/dl(10 50 mg/dl)
: 11,72 mg/dl(0.50 1.50 mg/dl)
: 74 mg/dl
(80 100 mg/dl)
: 3,02 g/dl (3,50 - 5,00g/dl)

Pemeriksaan Imunoserologi (tanggal 8 Oktober 2015)

HbsAg

: Non reaktif

Pemeriksaan Radiologi

USG Abdomen (tanggal 10 Oktober 2015)


Renal dex et sin : ukuran kecil dari normal, struktur echoic parenkim
lebih hyper echoic, badan korteks dan medula tidak tegas, batu (-)
Tampak cairan bebas pada cavum abdomen
Kesan: Chronic Kidney Disease bilateral dan asites.

RESUME:
Ny. R, perempuan, 28 tahun, datang dengan keluhan wajah membengkak
terutama sekitar mata sejak 1 bulan yang lalu, bengkak di pagi hari dan akan
berkurang di siang hari saat beraktivitas, serta kaki bengkak sejak 1 bulan
SMRS dan sejak 6 bulan SMRS badan dirasa lemas, mudah lelah, nafsu makan
berkurang. Telah berobat dan dianjurkan untuk dirawat, tapi pasien menolak.
Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol. Orang tua juga punya
riwayat hipertensi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100
mmHg, konjungtiva palpebra anemis, udem palpebra, bibir pucat, pada abdomen
shifting dullness (+) dan, pitting udem pada kedua tungkai dan kuku pucat. Pada

17

pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 3,46 mg/dl, ureum 164 mg/dl, kreatinin


11,72 mg/dl, albumin 3,02 g/dl dan pada USG Abdomen didapatkan kesan
chronic kidney disease bilateral dan asites.
Daftar masalah
1. Chronic Kidney Disease Stage V
Pada anamnesis ditemukan keluhan pasien berupa wajah yang
membengkak terutama di sekitar mata, bengkak dirasakan pada pagi hari
Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema palpebra (+/+), konjungtiva
palpebra anemis (+/+), tekanan darah 160/100 mgHg
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan Hb 3,46 g/dl, dengan MCV 74,17
fl, MCH 24,6 pg dan MCHC 33,1 g/dl.
LFG yang didapatkan berasal dari BB 56 kg, creatinin serum pasien 11,72
mg/dl. Pasien digolongkan ke dalam penyakit ginjal kronik derajat 5.
LFG=[(140-umur) x berat badan / (72 x creatinin serum)] x 0,85
= [(140-28) x 56 / (72 x 11,72)] x 0,85
= 6,31 ml/menit/1,73m2
2. Anemia Mikrositer Hipokrom
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan lemas dan mudah lelah, sering
merasa pusing.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebra anemis (+/+),
bibir pucat (+), ujung jari kuku pucat (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 3,46 g/dl, MCV 74,17 fl,
MCH 24,6 pg dan MCHC 33,1 g/dl.
3. Hipertensi grade II
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi
dejak 5 tahun yang lalu dan tidak terkontrol. Orang tua pasien juga
memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien 160/100 mmHg.
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non farmakologi

Tirah baring

Diet rendah protein

Farmakologi
18

IVFD RL 17 tpm

Inf.Eas Pfrimmer 2x1 (500 cc/24 jam)

Inj. Furosemid 2x1ampul

Asam folat 3x1

Tranfusi PRC 6 kantong

FOLLOW UP PASIEN
8 Oktober 2015
S : bengkak pada wajah terutama disekitar mata dan bengkak pada kedua kaki
BAK sering, badan masih lemas. Pasien mengaku telah diberi tranfusi 1
kantong
O: kesadaran komposmentis
TD

: 150/100 mmHg

: 76 kali/menit

RR

: 17 kali/menit

: 36,30C

Konjungtiva palpebra anemis (+/+), edema palpebra (+/+), edema hingga


mata kaki simetris kanan dan kiri.
Telah diberi PRC 1 kantong.
A : CKD + Anemia + Hipertensi
P:

IVFD RL 17 tpm

Inf. Eas Pfrimmer 2x1 (500 cc/24 jam)

Inj. Furosemid 2x1ampul

TranfusiPRC1 kantong

9 Oktober 2015
S : masih terdapat bengkak pada wajah sekitar kelopak mata, BAK sering, sering
pusing, bengkak pada kaki sudah berkurang.
19

O: kesadaran komposmentis
TD

: 160/100 mmHg

: 80 kali/menit

RR

: 18 kali/menit

: 36,50C

Konjungtiva palpebra anemis (+/+), edema palpebra (+/+), edema pada


punggung kaki simetris kanan dan kiri.
A : CKD + Anemia + Hipertensi
P:

IVFD RL 17 tpm

Inf. Eas Pfrimmer 2x1 (500 cc/24 jam)

Inj. Furosemid 2x1ampul

Asam folat 3x1

TranfusiPRC1 kantong

10 Oktober 2015
S : bengkak pada wajah terutama pada sekitar kelopak mata sudah berkurang,
bengkakpada kaki sudah tidak ada, BAK masih sering, pusing sudah
berkurang, lemas sudah sedikit berkurang.
O: kesadaran komposmentis
TD

: 160/110 mmHg

: 80 kali/menit

RR

: 18 kali/menit

: 36,30C

Konjungtiva palpebra anemis (+/+), edema palpebra (+/+),


edem tungkai (-).
A : CKD + Anemia + Hipertensi
P:

IVFD RL tpm 17

Inj. Furosemid 2x1ampul

Asam folat 3x1

TranfusiPRC2 kantong
20

11 Oktober 2015
S : bengkak pada wajah terutama pada sekitar kelopak mata sudah berkurang,
BAK masih sering, pusing sudah tidak ada, lemas sudah berkurang.
O: kesadaran komposmentis
TD

: 160/100 mmHg

: 72 kali/menit

RR

: 18 kali/menit

: 36,50C

Konjungtiva palpebra sedikit anemis (+/+), edema palpebra (+/+)


berkurang, edem tungkai (-).
A : CKD + Anemia + Hipertensi
P:

IVFD RL 17 tpm

Inj. Furosemid 2x1ampul

Tranfusi PRC1 kantong

21

PEMBAHASAN

Pasien R, perempuan, 28 tahun, datang ke IGD RSUD Arifin Ahmad


Pekanbaru dengan keluhan wajah membengkak terutama sekitar kelopak mata,
kaki bengkak, badan dirasa lemas, mudah lelah dan nafsu makan berkurang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, konjungtiva
palpebra anemis, udem palpebra, bibir pucat, shifting dullness (+), pitting udem
pada kedua tungkai dan kuku pucat. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb
3,46 mg/dl, ureum 164 mg/dl, kreatinin 11,72 mg/dl, albumin 3,02 g/dl, LFG 6,31
ml/menit/1,73m2 dan pada USG Abdomen didapatkan kesan chronic kidney
disease bilateral dan asites.
Ginjal juga memainkan peran utama dalam mengatur tingkat berbagai
mineral seperti natrium dan kalium dalam darah. Selain itu, ginjal juga
memproduksi hormon tertentu yaitu bentuk aktif vitamin D (kalsitriol atau 1,25
dihidroksi-vitamin D), yang mengatur penyerapan kalsium dan fosfor dari
makanan dan mempromosikan pembentukan tulang yang kuat, erythropoietin
(EPO) yang merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah dan
renin yang mengatur volume darah dan tekanan darah.
Pada penyakit ginjal kronis fungsi renal menurun, produk akhir
metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun
dalam darah, terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Penurunan
jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang seharus dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulus filtrasi rate
(GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus
yang menyebabkan anoreksia, nausea maupun vomitus yang menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Berdasarkan LFG, pasien
dikategorikan CKD stage 5. Komplikasi yang terjadi pada stage 5 adalah gagal
jantung dan uremia.

22

Produksi eritropoetin yang menurun menyebabkan terjadinya anemia,


sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan menyebabkan
tubuh tidak toleran terhadap aktivitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui
glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar
serum kalsium.
Berdasarkan perhitungan LFG, pasien dikategorikan pada penyakit ginjal
kronikderajat5. Hipertensi merupakan faktor risiko yang dicurigai sebagai
penyebab gagal ginjal kronik pada pasien ini dan gagal ginjal kronik dapat
memperberat hipertensi.
Pada pasien dianjurkan untuk istirahat, dan diet rendah protein. Mengingat
derajat penyakit pasien telah pada tahap terminal dan pasien dianjurkan untuk
melakukan hemodialisa. Terapi konservatif pada pasien adalah dengan
munurunkan tekanan darahnya menggunakan ACEI yang dikombinasi dengan
furosemid. Tranfusi PRC diberikan untuk mengatasi anemia pada pasien.

23

PENUTUP

Kesimpulan
Pada pasien ini didiagnosis CKD berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan.Pada anamnesis didapatkan
keluhan wajah membengkak terutama sekitar kelopak mata, kaki bengkak, badan
dirasa lemas, mudah lelah dan nafsu makan berkurang. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, konjungtiva palpebra anemis, udem
palpebra, bibir pucat, shifting dullness (+), pitting udem pada kedua tungkai dan
kuku pucat. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 3,46 mg/dl, ureum 164
mg/dl, kreatinin 11,72 mg/dl, albumin 3,02 g/dl, LFG 6,31 ml/menit/1,73m 2 dan
pada USG Abdomen didapatkan kesan chronic kidney disease bilateral dan asites.
Pengobatan pasien dengan non farmakologi berupa istirahat dan diet MB, serta
farmakologi berupa IVFD RL 17 tpm, Inf. Eas Pfrimmer 2x1, Inj. Furosemid 2x1
ampul, Inj. Ozid 2x1 ampul, Asam folat 3x1, Tranfusi PRC 6 kantong
Saran
Pasien harus kontrol terhadap penyakit secara teratur sehingga
progresifitas penyakit dapat diminimalisir.

24

Daftar Pustaka
1. Price SA, Lorraine MW. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2003.
2. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I.
Edisi IV. Jakarta: lImu Penyakit Dalam FKUI; 2007.p.570-3.
3. Gulati S. Chronic kidnet disease. 2010. [3Oktober 2015]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/984358-overview.
4. National kidney foundation. Clinical practice guidelines for chronic kidney
disease: evaluation, classification and stratification. 2002. [5Oktober
2015]. Diunduh dari: http://www.kidney.org/professionals/KDOQI/
guidelines_ckd/toc.htm.
5. World Health Organization (WHO). How can we achieve global equity in
provision of renal replacement therapy. Bulletin. [cited 2015 Oct 10]
Available from: http://www.who.int/bulletin/volumes/86/3/.
6. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic renal failure. In: Kasper DL,
Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson L, editors. Harrisons
principles of internal medicine. 16th edition. New York: McGraw-Hill;
2005.p.1703-10.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).
Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ,
Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, editors. Standar Pelayanan Medik Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 2004. Jakarta: Pengurus Besar PAPDI. 2004. 157-9.
8. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Penyakit Ginjal. Dalam: Kedokteran
Klinis. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. 2007. 228-32.
9. Wilson LM. Gagal ginjal kronik. Dalam: Prince SA, Wilson LM, editors.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6.
Jakarta:EGC; 1995.p.813-43.
10. Wilson LM. Penyakit ginjal stadium akhir: sindrom uremik. Dalam: Prince
SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta:EGC; 1995.p.950-63
11. Patel P. Chronic Kidney Disease. 2009. [Diambil tanggal 5 Oktober 2015]
Diakses pada www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000471.htm.
12. Adamson JW (ed). Harrisons Principles of Internal Medicine 16 th edition
vol.1. McGraw-Hill Companies: 2005.

25

Vous aimerez peut-être aussi