Vous êtes sur la page 1sur 11

PENGERTIAN

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai
serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala gejala atau tanda tanda akibat fungsi jantung yang
abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung,
atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan
jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart
failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. (Hanafi, 1996).
PENYEBAB/FACTOR PREDISPOSISI : (1) Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada
(kardiomiopati). (2) Sindroma koroner akut. (3) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan
iskemia yang bertambah luas dan disfungsi sistemik. (4) Komplikasi kronik IMA. (5) Infark ventrikel
kanan. (6) Krisis Hipertensi.(7) Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial,
takikardia supraventrikuler, dll). (8) Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae,
perburukan regurgitasi katup yang sudah ada. (9) Stenosis katup aorta berat. (10) Tamponade jantung.
(11) Diseksi aorta. (12) Kardiomiopati pasca melahirkan
PATOFISIOLOGI
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik asimptomatik yang
mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal
jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler.
Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada
jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau
kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan
preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. B ila curah jantung menurun, maka
tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah
jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan menempatkannya
pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama
ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh.
Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi
sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF.
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak
efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya
terjadi penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi
infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan
karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena).
Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru paru. B endungan ini akan
menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru.
Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi
melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah jantung ke arah
normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah

jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran
darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi
ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan
akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema
perifer (Price, 1994).
NURSING PATHWAY : Klik Disini
TANDA DAN GEJALA : (1) Sesak nafas (dyspnea) Muncul saat istirahat atau saat beraktivitas
(dyspnea on effort). (2) Orthopnea. (3) Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur
setengah duduk dengan menggunakan bantal lebih dari satu. (4) Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND
) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari disertai batuk- batuk. (5) Takikardi dan berdebar- debar yaitu
peningkatan denyut jantung akibat peningkatan tonus simpatik. (6) Batuk- batuk terjadi akibat oedema
pada bronchus dan penekanan bronchus oleh atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang
basah dan berbusa, kadang disertai bercak darah. (7) Mudah lelah (fatigue) terjadi akibat curah jantung
yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas
dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan dan batuk. (8) Adanya suara jantung P2 , S3, S4
menunjukkan insufisiensi mitral akibat dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris. Oedema
(biasanya pitting edema ) yang dimulai pada kaki dan tumit dan secara bertahap bertambah keatas
disertai penambahan berat badan. (9) Pembesaran hepar terjadi akibat pembesaran vena di hepar. (10)
Ascites. (11) Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen. (12) Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari)
terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat.(13) Peningkatan tekanan
vena jugularis (JVP)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : (1) Hematologi : Hb, Ht, Leukosit. (2) Elektrolit : K, Na, Cl, Mg. (3) Enzim Jantung
(CK-MB , Troponin, LDH). (3) Gangguan fungsi ginjal dan hati : B UN, Creatinin, Urine Lengkap,
SGOT, SGPT. (4) Gula darah. (5) Kolesterol, trigliserida. (6) Analisa Gas Darah
Elektrokardiografi, untuk melihat adanya : (1) Penyakit jantung koroner : iskemik, infark. (2)
Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hypertrophy). (3) Aritmia. (4) Perikarditis.
Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya : (1) Edema alveolar. (2) Edema interstitials. (3) Efusi
pleura. (4) Pelebaran vena pulmonalis. (5) Pembesaran jantung. (6) Echocardiogram menggambarkan
ruang ruang dan katup jantung. (7) Radionuklir. (8)Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri. (9)
Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen) bertujuan untuk : (1)
Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru. (2) Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang
jantung. (3) Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung. (4) Meneliti elektrofisiologis pada
aritmia ventrikel berat recurrent. (5) Mengetahui beratnya lesi katup jantung. (6) Mengidentifikasi
penyempitan arteri koroner. (7) Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel,
fungsi ventrikel kiri).(8) Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)
PENATALAKSANAAN

Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah : (1) Mendukung istirahat untuk
mengurangi beban kerja jantung. (2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan
bahan- bahan farmakologis. (3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretik , diet dan istirahat. (4) Menghilangkan faktor pencetus (anemia, aritmia, atau masalah medis
lainnya). (4) Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut : (1) FC I : Non farmakologi.
(2) FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik, digitalis. (3) FC IV :
Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
Terapi non farmakologis meliputi : (1) Diet rendah garam ( pembatasan natrium ). (2) Pembatasan
cairan. (3) Mengurangi berat badan. (4) Menghindari alcohol. (5) Manajemen stress. (6) Pengaturan
aktivitas fisik
Terapi farmakologis meliputi : (1) Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin. (2) Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air
melalui ginjal serta mengurangi edema paru. Misal : furosemide (lasix). (3) Vasodilator, untuk
mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Misal : natrium
nitropusida, nitrogliserin. (4) Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor) adalah agen
yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah. Obat ini juga
menurunkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload). Misal : captopril, quinapril, ramipril,
enalapril, fosinopril,dll. (5) Inotropik (Dopamin dan Dobutamin).
Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan produksi urine pada syok
kardiogenik. Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan kontraktilitas
dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Dopamin dan
dobutamin sering digunakan bersamaan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL : (1) Kerusakan pertukaran gas b/d
perubahan membran kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu. (2) Intoleransi aktivitas b/d
ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d pasien mengatakan letih terus
menerus sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktivitas. (3) Kelebihan
volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal
jantung b/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels, wheezing. (4)
Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah di daerah perifer sekunder terhadap
penurunan curah jantung b/d pengisian kapiler lambat, warna kuku pucat atau sianosis. (5) Nyeri b/d
iskemia jaringan b/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah,
tampak meringis, takikardia. (6) Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan
bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut, khawatir, stress
yang berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah tersinggung. (7) Perubahan pola tidur b/d
sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan (sesak, batuk) b/d letargi, sulit tidur, sesak
nafas dan batuk saat tidur. (8) PK : syok kardiogenik b/d kerusakan ventrikel yang luas. (9) PK : Gagal
ginjal b/d penurunan suplai darah ke ginjal dalam waktu lama,sekunder terhadap penurunan curah
jantung.
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Diagnosa I : Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d dispneu,
ortopneu. Kriteria tujuan : Pertukaran gas lebih efektif ditunjukkan hasil AGD dalam batas normal dan
pasien bebas dari distress pernafasan.
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
1.

Auskultasi bunyi nafas, krekels, wheezing.

1.

Memantau adanya kongesti paru untuk intervensi lanjut.

2.

Anjurkan pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam.

2.

Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

3.

Menurunkan konsumsi oksigen dan memaksimalkan pegembangan paru.

3.

Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler.

4.

Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.

4.

Kolaborasi untuk memantau analisa gas darah & nadi oksimetri.

5.

Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar untuk memperbaiki hipoksemia jaringan.

5.

Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi.

6. Diuretik dapat menurunkan kongesti alveolar dan meningkatkan pertukaran gas. B roncodilator
untuk dilatasi jalan nafas.
6.

Kolaborasi untuk pemberian diuretik dan bronkodilator

Diagnosa II : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan


d/d pasien mengatakan letih terus menerus sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital
berubah saat beraktifitas. Kriteria tujuan : aktivitas mencapai batas optimal , yang ditunjukkan dengan
pasien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dan mampu memenuhi kebutuhan perawatan
sendiri.
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
1.

Periksa tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas.

1. Hipotensi ortostatik dapt terjadi dengan aktivitas karena efek obat, perpindahan cairan, pengaruh
fungsi jantung.
2.

Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, takikardi, disritmia, dispneu, berkeringat, pucat.

2. Ketidakmampuan miokardium meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat


meningkatkan frekuensi jantung, kebutuhan oksigendan peningkatan kelelahan.
3. Berikan bantuan dalamaktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selingi periode aktivitas dengan
periode istirahat.
3. Pemenuhan kebutuhan perawatan diri tanpa mempengaruhi stres miokard/kebutuhan oksigen
berlebihan.
4.

Kolaborasi untuk mengimplementasikan program rehabilitasi jantung

4.

Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung dan konsumsi oksigen berlebihan

Diagnosa III : Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung
sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas
krekels,wheezing. Kriteria tujuan : Kelebihan volume cairan dapat dikurangi dengan kriteria : (a)
Keseimbangan intake dan output. (b) Bunyi nafas bersih/jelas. (c) Tanda vital dalam batas normal. (d)
Berat badan stabil. (e) Tidak ada edema
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
1.

Pantau haluaran urine, warna, jumlah.

3.

Memantau penurunan perfusi ginjal.

2.

Pantau intake dan output selama 24 jam.

4.

Terapi diuretic dapat menyebabkan kehilangan cairan tiba-tiba meskipun udema masih ada.

3.

Pertahankan posisi duduk atau semifowler selama masa akut.

5. Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan dieresis.
4.

Timbang berat badan setiap hari.

5.

Kaji distensi leher dan pembuluh perifer, edema pada tubuh.

6.

Memantau respon terapi.

6. Auskultasi bunyi nafas, catat bunyi tambahan mis : krekels, wheezing. Catat adanya peningkatan
dispneu, takipneu, PND, batuk persisten.
7.

Retensi cairan berlebihan dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema.

8.

Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru.

7.

Selidiki keluhan dispneu ekstrem tiba-tiba, sensasim sulit bernafas, rasa panic.

9.

Menunjukkan adanya komplikasi edema paru atau emboli paru.

8.

Pantau tekanan darah dan CVP.

10. Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan volume cairan.


9.

Ukur lingkar abdomen.

10. Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas.
11. Memantau adanya asites

Perluasan jantung menimbulkan kongesti vena sehingga terjadi distensi abdomen, pembesaran
hati dan nyeri.
11. Kolaborasi dalam pemberian obat

Diuretik

Tiazid dengan agen pelawan kalium (mis : spironolakton)

Diuretik meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium dan klorida
pada tubulus ginjal.
12. Kolaborasi untuk mempertahankan cairan /pembatasan natrium sesuai indikasi.
Meningkatkan diuresis tanpa
13. Konsultasi dengan bagian gizi.
kehilangan kalium berlebihan
14. Kolaborasi untuk pemantauan foto thorax
12. Menurunkan air total tubuh/mencegah reakumulasi cairan
13. Memberikan diet yang dapat di teri ma pasien yang memmenuhi kebutuhan kalori dalam
pembatasan natrium.
14. Menunjukkan perubahan indikasif peningkatan / perbaikan paru
Diagnosa 4 : Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah di daerah perifer sekunder
terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna kuku pucat atau sianosis.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan perifer dapat
diperbaiki ( adekuat ) dengan kriteria evaluasi : (a) Kulit hangat dan kering. (b) Nadi kuat, pengisian
kapiler kuat. (c) Tanda vital normal. (d) Tidak sianosis atau pucat

Rencana Tindakan
Rasionalisasi
1. Pantau tanda vital, capillary refill, warna kulit, kelembaban kulit, edema, saturasi O2 di daerah
perifer
1.

Mengetahui keadekuatan perfusi perifer

2.

Pembatasan aktivitas menurunkan kebutuhan oksigen dan nutrisi daerah perifer.

2.

Tingkatkan tirah baring selama fase akut.

3.

Menghindari memberatnya hipoksia di jaringan perifer

3.

Tekankan pentingnya menghindari mengedan khususnya selama defikasi

4. Oksigen meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar sehingga dapat memperbaiki hipoksemia


jaringan Obat inotropik untik meningkatkan kontraktilitas miokardium.
4.

Kolaborasi dalam pemberian oksigen dan obat-obatan

inotropik
Diagnosa 5 : Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit pada
otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan
perawatan selama 3x 24 jam diharapkan nyeri hilang atau berkurang, dengan kriteria evaluasi : (a)
Melaporkan keluhan nyeri berkurang. (b) Pasien tampak tenang dan rileks
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
1.

Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat tentang nyeri.

1.

Perawat dapat mengetahui keluhan nyeri dengan cepat sehingga intervensi bisa segera dilakukan

2.

Pantau karakteristik nyeri

3.

Bantu pasien melaksanakan teknik relaksasi

2.

Memastikan jenis nyeri

3.

Mengurangi nyeri

4.

Menurunkan kebutuhan oksigen

4.

Istirahatkan pasien selama nyeri.

5.

Stres mental/emosi meningkatkan kerja miokard.

5.

Pertahankan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung bila perlu.

6. Morfin sulfat untuk menurunkan faktor preload dan afterload dan juga menurunkan tonus simpatik.
Seri EKG untuk membandingkan pola nyeri.
6.

Kolaborasi untuk pemberian morfin sulfat dan memamntau

perubahan seri EKG


Diagnosa 6 : Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut, khawatir, stress yang
berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah tersinggung Kriteria tujuan : Setelah diberikan
tindakan perawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien tidak merasa cemas dengan kriteria evaluasi:
(a) Pasien mengatakan kecemasan menurun sampai tingkat yang dapat diatasi. (b) Pasien menunjukkan
keteramplan pemecahan masalah dan mengenal perasaannya.
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
1.

Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaannya.

1. Pernyataan masalah dapat menurunkan ketegangan, mengklarifikasikan tingkat koping dan


emudahkan pemahaman perasan.
2.

Dorong teman dan keluarga untuk menganggap pasien seprti sebelumnya.

2.

Meyakinkan pasien bahwa peran dalam keuarga dan kerja tidak berubah.

3. Beritahu pasien program medis yang telah dibuat untk mnurunkan serangan yang akan datang dan
meningkatkan stabilitas jantung.
3. Mendorong pasien untuk mengontrol gejala, meningkatkan kepercayaan pada program medis da
mengintegrasikan kemampuan dalam persesi diri.
4.

Bantu pasien mengatur posisi yang nyaman untuk tidur atau istirahat, batasi pengunjung

4.

Memuat suasana yang memudahkan pasien tidur.

5.

Membantu pasien rileks sampai secara fisik mampu membuat strategi koping yang adekuat.

5.

Kolaborasi untuk pemberian

sedatif dan tranquiliser

Diagnosa 7 : Perubahan pola tidur b/ d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan
( sesak, batuk) d/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur. Kriteria tujuan : Setelah
diberikan tindakan keperawatn selama 3 x 24 jam diharapkan pasien bisa tidur dengan lebih nyaman.
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
1.

Naikkan kepala tempat tidur 20 -30 cm. Sokong lengan bawah dengan bantal.

1. Aliran balik vena ke jantung berkurang, kongesti paru berkurang dan penekanan hepar ke
diafragma menjadi berkurang serta mengurangi kelelahan otot bahu.
2. Pada pasien yang ortopnoe , pasien didudukkan di sisi tempat tidur dengan kedua kaki disokong di
kursi, kepala dan diletakkan di meja tempat tidur dan vertebra lumbosa kra l disokong dengan
2.

Mengurangi kesulitan bernafas dan megurangi aliran balik ke jantung

bantal.
PK : Syok kardiogenik berhubungan dengan kerusakan ventrikel yang luas. Kriteria tujuan : Selama
diberikan asuhan keperawatan diharapkan syok kardiogenik tidak terjadi atau bisa dipantau secara dini.
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
1.

Observasi tanda- tanda syok kardiogenik :

1.

Hipoksia pada jantung, otak dan ginjal adalah tanda klasik syok kardiogenik.

Tekanan darah rendah

Nadi cepat dan lemah

2.

Pasien mengetahui tanda dan gejala yang harus dilaporkan sehingga bias ditangani secara dini

Konfusi dan agitasi

Penurunan haluaran urine

Kulit dingin dan lembab.

2.

Beri penjelasan pada pasien dan keluarga untuk melaporkan segera bila ada

tanda- tanda syok kardiogenik

PK : Gagal ginjal b/d penurunan suplai darah ke ginjal dalam waktu lama sekunder penurunan curah
jantung Kriteria tujuan : Selama diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi komplikasi
gagal Ginjal
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
1.

Obsevasi ketat keseimbangan intake dan output dalam 24 jam.

1.

Menilai kemampuan filtrasi glomerulus.

2.

Oliguri, urine pekat adalah tanda awal gagal ginjal.

2.

Monitor pegeluaran urine catat jumlah, konsentrasi, warna.

3.

Peningkatan kadar ureum, kreatinin, proteinuri adalah tanda gangguan fungsi ginjal

3.

Kolaborasi pemeriksaan

fungsi ginjal (B UN, SC, UL)


DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, Petrus. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Jakarta
Ganong William F.1999.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17.Jakarta: EGC
Guyton.1995.Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.Jakarta: EGC.
Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2001
Harrisom. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyuakit Dalam Volume 3 Edisi 13.Jakarta: EGC
Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To Cclassification Aand Treatment.
[monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine University of
Pennsylvania; 2004 [cited 2011 Apr 10]. Available from www.emcreg.org.
Nasuution SA, Ismail D. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3.Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter
Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994.
Sylvia A, Price, Lorraine M. Wilson.2000.Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-proses Penyakit) Buku
2, Edisi 4. Jakarta: EGC.

Tallaj JA, Bourge RC. The Management of Acute Decompensated Heart Failure. [monograph on the
internet]. Birmingham : University of Alabama; 2003 [cited 2011 Apr 10]. Available from
http://www.fac.org.ar

Vous aimerez peut-être aussi