Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antikonvulsi digunakan untuk mencegah dan mengobati serangan epilepsi
(epileptic seizure). Bromida, obat pertama yang digunakan untuk terapi epilepsi
telah ditinggalkan karena ditemukannya berbagai anti epilepsi baru yang lebih
efektif. Fenobarbital diketahui memiliki efek antikonvulsi spesifik, yang berarti
efek antikonvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya. Di
Indonesia fenobarbital ternyata masih digunakan, walaupun di luar negeri obat
ini mulai banyak ditinggalkan. Fenitoin, sampai saat ini masih tetap merupakan
obat utama antiepilepsi, khususnya untuk serangan parsial dan serangan umum
tonik-klonik. Di samping itu karbamazepin semakin banyak digunakan, karena
dibandingkan dengan fenitoin, efek sampingnya lebih sedikit dan lebih banyak
digunakan untuk anak-anak karena tidak menyebabkan wajah kasar dan
hipertrofi gusi.

B. Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Untuk
Untuk
Untuk
Untuk
Untuk
Untuk

mengetahui apa itu arti Antikonvulsi.


mengetahui mekanisme terjadinya epilepsi.
mengetahui mekanisme kerja antiepilepsi.
mengetahui efek samping dan perhatian.
mengetahui rute dan dosis pemberian.
mengertahui daftar nama obat berbahaya untuk ibu hamil dan

menyusui.

C. Manfaat
1.
2.
3.

Sebagai bahan untuk memberikan pengetahuan tentang Antikovulsi.


Sebagai bahan untuk bagaimana kita menyikapi tentang epilepsi.
Sebagai bahan untuk efek samping, perhatian, rute, dan dosis pemberian

obat Antikonvulsi.

D. Identifikasi Masalah
1.
2.
3.

Sejauh mana Antikonvulsi di pergunakkan.


Sejauh mana syarat-syarat untuk dosis dan rute pemberian obat.
Sejauh mana faktor-faktor yang mempengaruhi Obat Antikonvulsi.

E. Rumusan Masalah
1.
2.
3.

Bagaimana epilepsi bisa terjadi .


Bagaimana cara menanggulangi epilepsi .
Bagaimana efek samping samping dan dosis pemberian Obat

Antikonvulsi .

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Antikonvulsi
Yang dimaksud dengan epilepsi ialah penyakit kambuhan kronis, yang
ditandai dengan datangnya serangan yang disebabkan oleh naiknya
keterangsangan neuron pusat, dan dengan demikian terjadi penurunan nilai
ambang rangsang pada sistem motorik korteks maupun subkorteks.
Serangan ditandai dengan reaksi motorik abnormal (kejang tonik, kejang
tonik-klonik, tarikan otot, reaksi stereotip) dan/atau gangguan kesadaran atau
hilangnya kesadaran serta kadang-kadang terjadi juga peningkatan reaksi
vegetatif. Naiknya keterangsangan suatu neuron ditandai dengan ketidakstabilan
potensial membran dan muatan cenderung untuk hilang secara spontan.

B. Penyebab Terjadinya Kejang


Ini dapat disebabkan oleh berbagai hal: Pengaruh pada pompa Na+ K+
akibat defisiensi energi (misalnya akibat hipoglikemia, hipoksia, inhibitor enzim),
turunnya potensial membran akibat gangguan elektrolit, depolarisasi membran
sel akibat naiknya konsentrasi neurotransmiter eksitasi atau turunnya
konsentrasi neurotransmitter inhibisi atau gagalnya sinapsis inhibitorik.
Sekelompok neuron yang mudah terangsang (neuron epileptik) membentuk
suatu fokus (pengatur langkah, satuan epileptic fungsional). Keistimewaan fokus
semacam ini adalah, bahwa neuron-neuronnya pada kondisi tertentu (misalnya
dengan naiknya pH) akan dimuati bersama-sama (sinkron).
Sinkronisasi ini merupakan syarat terjadinya serangan epilepsi. Manifestasi
secara klinis akan terjadi jika aktivitas (hipersinkron) ini menyebar ke bagian lain
sistem syaraf, artinya rangsangan menyerang daerah otak lainnya.

C. Jenis-jenis Serangan Epilepsi


Jenis kejang dan dengan demikian juga gejala penyakit bergantung pada
lokalisasi fokus tersebut. Jika ada di formation retikularis, maka terjadi serangan
umum primer karena adanya pengaktifan pada keluar jalur: jalur menaik maupun
menurun (tractus ascendens dan descendens). Sebaliknya jika fokus ada di
korteks serebri maka mula-mula yang terkena serangan ialah neuron dari satu
hemisfer, sehingga serangan hanya terbatas pada separuh tubuh saja. Karena
rangsangan yang kuat pada formation retikularis, dapat pula terjadi serangan
umum sekunder. Pembagian jenis-jenis epilepsi dapat dilakukan berdasarkan
berbagai titik tolak, misalnya berdasarkan jenis serangan atau berdasarkan hasil
elektroensefalogram.

Pada serangan grand mal (epilepsy maior) dibedakan beberapa fase.


Serangan seringkali dimulai dengan gejala prodromal yang lamanya bervariasi.
Termasuk di sini sakit kepala, rasa tidak nyaman, lemah, tidak tenang, berubahubahnya mood atau (kadang-kadang) peningkatan kemampuan aktivitas tubuh.
Tepat sebelum terjadinya serangan sesungguhnya kadang-kadang terjadi
aura (halusinasi optic dan akustik serta gejala sensorik seperti tarikan otot, gatalgatal dan lain-lain). Setelah adanya aura, yang menunjukan awal serangan
epilepsi, terjadi fase kejang tonik yang disertai teriakan awal (tidak selalu
terjadi).
Pasien saat ini kehilangan kesadarannya, jatuh dan karena itu dapat
menderita luka parah. Pada saat ini dapat terjadi pula bahaya luka lidah yang
tergigit yang amat nyeri. Beberapa detik/menit kemudian serangan akan masuk
pada fase klonik dengan kejang-kejang otot. Karena peran otot lidah, di mulut
terbentuk busa, urin dapat keluar bahkan juga feses (lebih jarang). Ini akan
diikuti dengan tidur yang dalam yang berlangsung singkat atau lama, disertai
napas yang dalam, pucat dan miosis. Pasien akan sadar dengan lambat dan
masih pusing, ia akan mengeluh sakit kepala dan nyeri otot.
Serangan petit mal yang biasanya bergantung pada usia mempunyai gejala
yang khas dan timbulnya bergantung pada stadium perkembangan otak.
Serangan propulsive (propulsive-petit-mal, kejang BNS. Blits-Nick-Salaam)
ditandai dengan kejang yang amat cepat disertai gerakan membungkuk yang
cepat/kadang-kadang lambat dan tangan akan bersilangan (gerakan member
salam).
Serangan mioklonik-astatik ditandai oleh kehilangan tonus otot penyangga
tubuh secara tiba-tiba yang berlangsung sekitar 5-10 detik, dan dapat disertai
gejala motorik ikutan atau gejala vegetatif, misalnya gerakan kepala ke belakang
dan biji mata yang berputar ke atas (petit mal retropulsif). Tidak jarang anakanak akan menjatuhkan benda-benda yang dipegangnya dan setelah selesai
serangan akan memegangnya kembali seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Pada
absence yang berlangsung berurutan dikatakan piknoleptik.
Serangan mioklonik (impulsive-petit-mal) terutama menyerang lengan dan
sendi bahu, tangan akan terlempar naik ke belakang dan jari-jari terbuka.
Biasanya kemudian menjadi grand-mal.
Absence sesungguhnya adalah gangguan kesadaran tanpa gejala motorik
atau vegetatif. Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia, dapat merupakan
serangan yang khas atau dapat pula merupakan bentuk rudimenter jenis
serangan lain.
Serangan fokal-neokortikal merupakan serangan yang pemuatan listrik
patologis terjadi dari daerah terbatas di satu hemister otak besar.

Bentuk yang paling terkenal ialah serangan Jackson (epilepsy Jackson),


ditandai dengan serangan motorik, sensomotorik atau sensorik yang menyebar
pada separuh bagian tubuh, yang kadang-kadang menyerang daerah yang lain
sehingga berakhir menjadi serangan umum.
Pada kejang adeversif, ditemukan adanya gerakan memutar, mengangkat
atau berkeliling yang biasanya menjauhi tempat terjadinya. Serangan dapat
terbatas hanya pada mata dan kepala saja atau hanya pada tubuh dan
ekstremitas saja.
Serangan psikomotorik (serangan ditempat redup) Ini merupakan bentuk
epilepsy yang palinng sering terjadi (sekitar 25% dari semua jenis epilepsi).
Pada sekitar 2/3 pasien serangan ditandai dengan adanya aura. Gejala
serangan amat beragam. Seringkali diamati adanya automatisme, misalnya
gerakan menjilat, menelan, mengunyah dan mengecup atau gerakan stereotip
dari lengan/kaki. Dapat pula terjadi automatisme ucapan. Gejala vegetatif yang
ada yaitu banyaknya ludah, keringat, percepatan denyut nadi , dan naiknya
tekanan darah. Tanda khas serangan ini ialah urutan masing-masing gejala yang
selalu sama.
Status elipticus terjadi jika serangan datang bertubi-tubi sehingga di antara
periode serangan tidak mungkin dilakukan restitusi.
Pada status grand-mal (status epilepticus dalam arti sempit), seranganserangan terjadi dengan jarak kurang dari 1 jam (umumnya tiap 5 sampai 15
menit). Dengan bertambahnya serangan dan lama status, koma akan makin
dalam. Pada terapi yang optimum pun letalitas berkisar sekitar 10%.
Status petit-mal terutama terjadi pada pasien dengan serangan mioklonikastatik yang dapat berlangsung berjam-jam, berhari-hari atau bahkan
berminggu-minggu. Anak-anak tampaknya seperti ada dalam kegelapan, terjadi
relaksasi otot muka, gerakan tak terkoordinasi yang menyebabkan kesan adanya
kelelahan yang amat sangat.
Penyebab epilepsi adalah kerusakan otak pada usia muda (terutama trauma
pada saat kelahiran), luka pada otak, tumor otak, ensefalitas, intoksikasi dan
lain-lain. Epilepsia maior, dalam persentasi yang kecil, disebabkan juga oleh
factor keturunan.

D. Mekanisme Kerja Antiepilepsi


Terdapat 2 mekanisme antikonvulsi yang penting yaitu (1) dengan mencegah
timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus
epilepsi (2) dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron
normal akibat pengeruh fokus epilepsi. Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal
termasuk dalam golongan terakhir ini. Mekanisme kerja antiepilepsi hanya
sedikit yang di mengerti secara baik. Berbagai obat antiepilepsi diketahui

mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama yang


mempengaruhi system inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja
berbagai antiepilepsi.

Antiepileptika
Antiepileptika digunakan untuk menangani secara simptomatik berbagai
jenis epilepsi. Yang diinginkan dari suatu anti epileptika untuk dapat digunakan
ialah bahwa ia menaikkan nilai ambang kejang, sebaiknya mempunyai kerja
sedative/hipnotik yang kecil, dan pada pemakaian lama hanya mempunyai efek
samping yang kecil. Sampai saat ini belum ada senyawa yang memenuhi
persyaratan ini dengan sempurna.

Karena itu haruslah:

Digunakan dosis yang serendah mungkin, dan


Pasien dijaga dengan ketat (control kadar dalam darah, karakteristika
darah, urin dan fungsi hati).

Banyak senyawa antiepileptika mempunyai bagian struktur yang sama yaitu


gugus dengan R1 dan R2 merupakan gugus alkil atau aril, dan R3 ialah H atau
gugus alkil.
Termasuk disini ialah :
Barbiturat,
Hidantoin,
Oksazolidindion dan
Suksinimida.
Antiepileptika yang strukturnya menyimpang dari rumus di atas, ialah
benzodiazepine, sultiam, karbamazepin, dan asam valproat.
Walau pun mempunyai unsur struktur yang sama, senyawa antiepileptika ini
mempunyai mekanisme kerja yang berbeda-beda yang masing-masing belum
diketahui dengan pasti. Fenobarbital dan analog fenobarbital kemungkinan
menghambat pembebasan neurotransmitter eksitatoris dengan bekerja pada
prasinaptik system GABA, di samping itu penyebaran rangsang dari impuls saraf
juga akan dipersulit.
Fenitoin mereduksi kelelapan membran terhadap ion (efek stabilisasi
membran) dan sama seperti fenobarbital mempersulit penyebaran rangsang.
Asam valproat menghambat penguraian enzimatik GABA dan dengan demikian
meningkatkan konsentrasi neurotransmitter inhibisi ini di sistem saraf pusat.
Mekanisme kerja karbamazepin belum banyak diketahui. Sedangkan pada
sultiam kemungkinan blockade karboanhidratase ikut berperan pada kerjanya.

Umumnya antiepileptika diabsorpsi dengan cepat dan baik. Untuk terapi


jangka panjang menggunakan senyawa-senyawa ini amatlah bermanfaat jika
kadar obat dalam serum selalu dipantau, untuk menghindari penggunaan dosis
berlebih maupun dosis yang kurang, apalagi karena waktu paruh plasma amat
beragam.
Penggunaan terapi diferensial. Karena amat beragamnye kerja masingmasing anti epileptika, maka pada bermacam-macam jenis epilepsy yang ada
harus tepat agar dapat dilakukan pemilihan obat yang tepat pula.
Mengakhiri terapi antiepilepsi. Jika tak terjadi serangan setelah 3 tahun
pengobatan dapat dicoba untuk mengakhiri terapi. Disertai control EEG, dosis
anti epileptika diturunkan perlahan-lahan dalam kurun waktu 6-12 (-24) bulan.
Antiepileptika dan kehamilan. Risiko terjadinya kerusakan teratogen lebih
besar terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang menderita epilepsy
(yang tak diobati) dibandingkan dengan anak-anak yang dilahirkan ibu yang
sehat. Tetapi sebaliknya obat-obat antiepileptika sendiri mempunyai juga potensi
menimbulkan efek teratogen. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa cacat
janin yang terjadi pada anak yang dilahirkan oleh ibu penderita epilepsy dengan
dan tanpa pengobatan tidaklah berbeda secara berarti, akan tetapi jelas lebih
tinggi daripada penduduk rata-rata. Karena itu berdasarkan pengetahuan saat
ini, kehamilan bukan merupakan dasar untuk menghentikan pengobatan dengan
anti epileptika.
Terapi pada status epileptikus. Pada status epileptikus (yang masih tetap
membahayakan), turunan benzodiazepin klonazepam (Rivotril) dan diazepam
(Valium) serta fenitoin (Epanutin parenteral) merupakan obat pilihan
pertama. Klonazepam 1 mg, diazepam 2-10 (-20) mg, sedangkan fenitoin
disuntikkan secara iv dengan lambat sebanyak 150-500 mg. Jika terjadi depresi
pernapasan, harus diberikan pernapasan buatan. Jika efek tidak mencukupi,
dapat diberikan fenobarbital (Luminal) dalam dosis 200-4000 mg secara iv
dengan lambat. Setelah penanganan ini walau pun status epileptikus sudah
berakhir pasien harus segera masuk rumah sakit (unit intensif).

Penggolongan Obat Antikonvulsi


1. Golongan Hidantoin
Dalam golongan hidantoin dikenal tiga senyawa antikonvulsi, fenitoin
(Difenilhidatoin), mefinitoin dan etoloin dengan fenotoin sebagai prototipe. Kini
juga tersedia fosfenitoin yang lebih mudah larut dan dipakai untuk penggunaan
parenteral. Fenitoin adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsi,
kecuali bangkitan lena. Adanya gugus fenil atau aromatic lainnya pada atom
C5 penting untuk efek pengendalian bangkitan tonik-klonik, sedangkan gugus

alkil bertalian dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin dan
barbiturat, tetapi tidak pada fenitoin. Adanya gugus metil pada atom N 3 akan
mengubah spectrum aktivitas misalnyamefenitoin, dan hasil N dimetilisasi oleh
enzim mikrosom hati menghasilkan metabolit tidak aktif.
FARMAKODINAMIK
Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Dosis
toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigditas
deserebrasi.Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan
penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Efek stabilitasi membran
sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi dan membran sel lainnya yang juga
mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi jantung. Fenitoin mempengaruhi
perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya dengan
menggiatkan pompa

+
N ,

+
K ,

2+
, neuron dan mengubah
Ca

neurotransmitor NEPI, asetilkolin, GABA.


Bangkitan tonik-klonik dan beberapa bangkitan parsial dapat pulih secara
sempurna. Gejala aura sensorik dan gejala prodromal lainnya tidak dapat
dihilangkan secara sempurna oleh fenitoin.

FARMAKOKINETIK
Absorbsi fenitoin yang diperlukan berlangsung lambat, 10% dari dosis oral
diekskresikan bersama tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma
dicapai dalam 3-12 jam. Bila dosis muatan (loading dose) perlu diberikan, 600800 mg, dalam dosis terbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai
dalam 24 jam. Pemberian fenitoin mengendap di tempat suntikan kira-kira 5 hari,
dan absorbs berlangsung lambat.
Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh albumin plasma kira-kira
90%. Pada keadaan hipoalbuminemia/uremia terjadi penurunan protein plasma,
ikatan fenitoin total menurun, tetapi fenitoin bebas jumlahnya meningkat,
sehingga bila pada keadaan ini diberikan fenitoin dosis tinggi, maka toksisitas
dapat terjadi. Pada orang sehat, termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat
kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira10%, sedangkan pada pasien dengan
penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit hepatorenal dan neonatus fraksi
bebas bebas rata-rata di atas 15%. Pada pasien epilepsi, fraksi bebas berkisar
antara 5,8%-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya
bertahan lebih lama tetapi mula kerja lebih lambat dari fenobarbital.
INTERAKSI OBAT
Kadar fenition dalam plasma akan meninggi bila diberikan bersama
kloramfenikol, disulfiram, INH, simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamide
tertentu, karena obat-obat tersebut mengambat biotransformasi fenition,

sedangkan sulfisoksazol, fenilbutazon, salisilat dan asam valproat akan


mempengaruhi ikatan protein plasma fenitoin sehingga meninggikan juga
kadarnya dalam plasma. Teofilin menurunkan kadar fenitoin bila diberikan
bersamaan, diduga karena teofilin meningkatkan biotransformasi fenitoin juga
mengurangi absorpsinya
INTOKSIKASI DAN EFEK SAMPING
Fenitoin sebagai obat epilepsi dapat menimbulkan keracunan, sekalipun
relatif paling aman dari kelompoknya. Gejala keracunan ringan biasanya
mempengaruhi SSP, saluran cerna, gusi dan kulit. Hirsutisme jarang terjadi,
tetapi bagi wanita muda hal ini dapat sangat mengganggu.
SUSUNAN SARAF PUSAT
Efek samping fenitoin tersering ialah diplopia, ataksia, vertigo, nistagmus,
sukar bebicara (slurred speech) disertai gejala lain, misalnya tremor, gugup,
kantuk, rasa lelah, gangguan mental yang sifatnya berat, ilusi, halusinasi
sampai psikotik. Defisiensi folat yang cukup lama merupakan faktor yang turut
berperan dalam terjadinya gangguan mental. Efek samping SSP lebih sering
terjadi dengan dosis melebihi 0,5 g sehari.

SALURAN CERNA DAN GUSI


Nyeri ulu hati, anoreksia, mual dan muntah, terjadi karena fenitoin bersifat
alkali. Pemberian sesudah makan atau dalam dosis terbagi, dapat mencegah
atau mengurangi gangguan saluran cerna. Ploriferasi epitel dan jaringan ikat
gusi dapat terjadi pada penggunaan kronik ,dan menyebabkan hyperplasia pada
20% pasien. Edema gusi mudah terjadi gingivitis, terutama bila kebersihan mulut
tidak terjaga.
KULIT
Efek samping pada kulit terjadi pada 2-5% pasien ,lebih sering pada anak
dan remaja yaitu berupa ruam morbiliform. Beberapa kasus diantaranya disertai
hiperpireksia, eosinofilia dan limfadenopati. Eritema multiform hemoragik
sifatnya lebih berat dan lebih fatal, karena itu bila terjadi ruam kulit sebaiknya
pemberian obat dihentikan dan diteruskan kembali dengan berhati-hati bila
kelainan kulit telah hilang. Pada wanita muda ,pengobatan fenitoin secara kronik
menyebabkan keratosis dan hirsutisme,karena meningkatnya aktivitas korteks
suprarenalis.

LAIN-LAIN
Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus atau hepatitis, anemia
megaloblastik (antara lain akibat defisiensi folat) atau kelainan darah jenis
lain,pengobatan perlu dihentikan. Fenitoin bersifat teratogenik. Kemungkinan
melahirkan bayi dengan cacat kongenital meningkat menjadi 3 kali , bila ibunya
mendapatkan terapi fenitoin selama trimester pertama kehamilan. Cacat
kongenital yang menonjol ialah sindroma fetal-hidantoin yakni sumbing bibir,
sumbing langitan, penyakit jantung kongenital, pertumbuhan lambat, dan
defisiensi mental. Pada kehamilan lanjut, fenitoin menyebabkan abnormalitas
tulang pada neonatus. Pengunaan fenitoin pada wanita hamil tetap diteruskan
berdasarkan pertimbangan bahwa bangkitan epilepsi sendiri dapat
menyebabkan cacat pada anak sedang tidak semua ibu yang minum fenitoin
mendapat anak cacat.
INDIKASI
Fenitoin di indikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan bangkitan
persial atau fokal. Banyak ahli penyakit saraf di Indonesia lebih menyukai
penggunaan fenobarbital karena batas keamanan yang sempit, efek samping
dan efek toksik, sekalipun ringan tetapi cukup mengganggu terutama pada anak.
Indikasi lain fenitoin ialah untuk neuralgia trigerminal dan aritmia jantung.
Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik (ECT) untuk meringankan
konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap kelainan ekstra piramidal iatrogenik.
SEDIAAN DAN POSOLOGI
Fenitoin atau difenilhidantoin tersedia sebagai garam Na dalam bentuk
kapsul 100 mg dan tablet kunyah 50 mg untuk pemberian oral, sedangkan
sediaan suntik 100mg/2ml. Disamping itu juga tersedia bentuk sirup dengan
takaran 125mg/5ml dan sirup untuk anak 30mg/5ml. Kini juga tersedia fenitoin
lepas lambat dalam bentuk kapsul 200mg dan 300mg dan suntikan fosfenitoin
75mg/ml yang dapat diberikan secara intramuscular ataupun intravena.
Harus diperhatikan agar kadar plasma optimal, yaitu berkisar antara 1020g/ml. Kadar dibawahnya kurang efektif untuk pengendalian konvulsi,
sedangkan jika kadar lebih tinggi akan disertai gejala toksik. Dosis fenitoin selalu
harus disesuaikan untuk masing-masing individu, patokan kadar terapi antara
10-20g/ml bukan merupakan angka mutlak, karena beberapa pasien
menunjukan efektivitas fenitoin yang baik pada kadar 8g/ml, sedangkan pada
pasien lain, nistagmus sudah terjadi pada kadar 15g/ml. Untuk pemberian oral,
dosis awal untuk dewasa 300 mg, dilanjutkan dengan dosis penunjang antara
300-400mg, maksimum 600mg sehari. Anak diatas 6 tahun, dosis awal sama
dengan dosis dewasa, sedangkan untuk anak dibawah 6 tahun, dosis awal 1/3
dosis dewasa, dosis penunjang ialah 4-8 mg/kgBB sehari, maksimum 300mg.
Dosis awal dibagi dalam 2-3 kali pemberian. Dosis pemeliharaan dapat diberikan
sebagai dosis tunggal harian tanpa mengurangi efektivitasnya, karena masa

paruh fenitoin cukup panjang, tetapi pemberian dengan dosis terbagi akan
menghasilkan fluktuasi kadar fenitoin dalam darah yang minimal.

2. Golongan Barbiturat
Disamping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturat efektif sebagai obat
antikonvulsi dan yang biasa digunakan adalah barbiturat kerja lama (long acting
barbiturates). Disini dibicarakan efek antiepilepsi prototip barbiturat yaitu
fenobarbital dan pirimidon yang struktur kimianya mirip dengan barbiturat.
Sebagai antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsi.
Barbiturat menghambat tahap akhir oksidasi mitokondria, sehingga mengurangi
pembentukan fosfat berenergi tinggi. Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis
neurotransmitor misalnya ACh, dan untuk repolarisasi membran sel neuron
setelah depolarisasi.
FENOBARBITAL
Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturat, merupakan senyawa organik
pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi
penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital
masih merupakan obat antikonvulsi pilihan karena cukup efektif, murah. Dosis
efektifnya relatif rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap sebagai efek
samping, dapat diatasi dengan pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi
efek antikonvulsinya. Dosis dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali 100mg
sehari.
Untuk mengendalikan epilepsi disarankan kadar plasma optimal. Berkisar
antara 10-40g/ml. Kadar plasma diatas40g/ml sering disertai gejala toksik
yang nyata. Penghentian pemberian fenobarbital harus secara bertahap guna
mencegah kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, atau
malahan bangkitan status epileptikus. Efek samping fenobarbital seperti sedasi,
psikosis akut dan agitasi, sehingga yang lebih sering dipakai adalah turunan
fenobarbital seperti metabarbital dan mefobarbital.
Interaksi fenobarbital dengan obat lain umumnya terjadi karena fenobarbital
meningkatkan aktivitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam valproat
akan menyebabkan kadarfenobarbital meningkat 40%.

3.Golongan Oksazolidindion

TRIMETADION
Trimetadion (3,5,5 trimetiloksazolidin 2,4,dion), sekalipun telah terdesak oleh
suksinimid, merupakan prototip obat bangkitan lena. Trimetadion juga bersifat
analgetik dan hipnotik.
FARMAKODINAMIK
Pada SSP, trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi,sehingga
transmisi impuls berurutan dihambat, transmisi impuls satu per satu tidak
terganggu.Trimetadion memulihkan EEG abnormal pada bagkitan lena.
FARMAKOKINETIK
Trimetadion per oral mudah di absorbsi dari saluran cerna dan didistribusi ke
berbagai cairan badan. Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati
dengan demetilasi yang menghasilkan didion (5,5, dimetiloksazolidin ,2,4, dion ).
Senyawa ini masih aktif masih aktif terhadap bangkitan lena, tetapi efek
antikonvulsi nya lebih lemah.
INTOKSIKASI & EFEK SAMPING
Intoksikasi dan efek samping trimetadion yang bersifat ringan berupa sedasi
hemeralopia, sedang yang bersifat lebih berat berupa gejala pada kulit, darah,
ginjal dan hati. Gejala intoksikasi lebih sering timbul pada pengobatan kronik.
Sedasi berat dapat diatasi dengan amfetamin tanpa mengurangi efek
antiepilepsinya, bahkan sesekali amfetamin dapat menekan bangkitan lena. Efek
samping pada kulit berupa ruam morbiliform dan kelainan akneform, lebih berat
lagi berupa dermatitis eksfoliatif atau eritema multiformis. Kelainan darah
berupa neutropenia ringan,tetapi anemia aplastik dapat bersifat fatal. Gangguan
fungsi ginjal dan hati, berupa syndromenefrotik dan hepatitis, dapat
menyebabkan kematian.
INDIKASI
Indikasi utama trimetadion ialah bangkitan lena murni (tidak disertai
komponen bangkitan bentuk lain). Trimetadion dapat menormalkan gambaran

EEG dan meniadakankelainan EEG akibat hiperventilasi maksimal pada 70%


pasien. Bangkitan lena yang timbul pada anak umumnya sembuh menjelang
dewasa. Dalam kombinasi dengan trimetadion, efek sedasifenobarbital dan
primidon dapat memberat. Sebaiknya jangan dikombinasikan denganmefenitoin,
sebab gangguan pada darah dapat bertambah berat.Penghentian terapi
trimetadion harus secara bertahap karena bahaya eksaserbasi bangkitan dalam
bentuk epileptikus, demikian pula obat lain yang terlebih dulu diberikan.
KONTRAINDIKASI
Trimetadion di kontraindikasikan pada pasien anemia, leucopenia, penyakit
hati, ginjal dan kelainan n.opticus.

4. Golongan Suksinimid
Antiepilepsi golongan suksinimid yang digunakan di klinik adalah
etosuksimid, metsuksmid dan fensuksimid. Berdasarkan penelitian pada hewan,
terungkap bahwa spectrum antikonvulsi etosuksimid sama dengan trimetadion.
Sifat yang menonjol darietosuksimid dan trimetadion adalah mencegah
bangkitan konvulsi pentilentetrazol.Etosuksimid, dengan sifat
antipentilentetrazol terkuat, merupakan obat yang paling selektif terhadap
bangkitan lena.

Etosuksimid
Etosuksimid di absorbsi lengkap melalui saluran cerna. Setelah dosis tunggal
oral,diperlukan waktu antara 1-7 jam untuk mencapai kadar puncak dalam
plasma. Distribusi merata ke segala jaringan, dan kadar cairan serebrospina saa
dengan kadar plasma. Efek samping yang sering timbul ialah mual, sakit kepala,
kantuk dan ruam kulit. Gejala yanglebih berat berupa agranulositosis dan
pansitopenia. Dibandingkan dengan trimetadion, etosuksimid lebih jarang
menimbulkan diskrasia darah, dan nefrotoksisitas belum pernah dilaporkan,
sehingga etosuksmid umumnya lebih disukai dari pada Trimetadion. Etosuksimid
merupakan obat terpilih untuk bangkitan lena. Terhadap bangkitan lena pada
anak, efektivitas etosuksimid sama dengan trimetadion, 50-70 % pasien dapat
dikendalikan bangkitannya. Obat ini juga efektif pada bangkitan mioklonik dan
bangkitan akinetik. Etosuksimid tidak efektif untuk bangkitan parsial kompleks

dan bangkitan tonik-klonik umum atau pasien kejang dengan kerusakan organik
otak yang berat.

5. Karbamazepin
Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk pengobatan trigeminal
neuralgia, kemudian ternyata bahwa obat ini efektif terhadap bangkitan tonikklonik. Saat ini,karbamazepin merupakan antiepilepsi utama di Amerika Serikat.
Karbamazepin memperlihatkan efek analgesik selektif, misalnya pada tabes
dorsalis danneuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Atas
perhitungan untung-rugi karbamazepin tidak dianjurkan untuk nyeri ringan. Efek
samping dari karbamazepin dalam pemberian obat jangka lama ialah
pusing,vertigo, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi bangkitan
dapat meningkat akibat dosis berlebih. Karena potensinya untuk menimbulkan
efek samping sangat luas, makapada pengobatan dengan karbamazepin
dianjurkan pemeriksaan nilai basal dari darah danmelakukan pemeriksaan
ulangan selama pengobatan. Fenobarbital dan fenitoin dapat meningkatkan
kadar karbamazepin, dan biotransformasi karbamazepin dapat dihambat oleh
eritromisin. Konversi primidon menjadi fenobarbital ditingkatkan oleh
karbamazepin, sedangkan pemberian karbamazepin bersama asam valproat
akan menurunkan kadar asam valproat.
POSOLOGI
Dosis anak di bawah 6 tahun, 100mg sehari, 6-12 tahun, 2 kali 100mgsehari.
Dosis dewasa : dosis awal 2 kali 200 mg hari pertama selanjutnya dosis di
tingkatkan secara bertahap. Dosis penunjang berkisar antara 800-1200 mg
sehari untuk dewasa atau 20-30 mg/kgBB untuk anak. Dengan dosis ini
umumnya tercapai kadar terapi dalam serum 6-8g/ml.

6. Golongan Benzodiazepin
DIAZEPAM
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan senyawa
Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air.

Secara umum, senyawa aktif benzodiazepine dibagi kedalam empat kategori


berdasarkan waktu paruh eliminasinya, yaitu :
1.
2.

Benzodiazepin ultra short-acting.


Benzodiazepin short-acting, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam.

Termasuk didalamnya triazolam, zolpidem dan zopiclone.


3.
Benzodiazepin intermediate-acting, dengan waktu paruh 6 hingga 24
jam. Termasuk didalamnya estazolam dan temazepam.
4. Benzodiazepin long-acting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam.
Termasuk didalamnya flurazepam, diazepam dan quazepam.
Dipasaran, diazepam tersedia dalam bentuk tablet, injeksi dan gel rectal,
dalam berbagai dosis sediaan. Beberapa nama dagang diazepam dipasaran yaitu
Stesolid,Valium, Validex dan Valisanbe, untuk sediaan tunggal dan
Neurodial, Metaneurondan Danalgin, untuk sediaan kombinasi dengan
metampiron dalam bentuk sediaan tablet.
MEKANISME KERJA
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan
neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat,
terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan
oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin
akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi
berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya
interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat,
dan dengan inikerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA,
saluran ion klorida akan terbukasehingga ion klorida akan lebih banyak yang
mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan
hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya,kemampuan sel untuk
dirangsang berkurang.
PROFIL FARMAKOKINETIKA
t : Diazepam 20-40 jam, DMDZ 40-100 jam. Tergantung pada variasi subyek.
tmeningkat pada mereka yang lanjut usia dan bayi neonatus serta penderita
gangguanliver. Perbedaan jenis kelamin juga harus dipertimbangkan.
Volume Distribusi : Diazepam dan DMDZ 0,3-0,5 mL/menit/Kg. Juga meningkat
pada mereka yang lanjut usia.

Waktu untuk mencapai plasma puncak : 0,5 2 jam.


Distribusi dalam Darah : Plasma (perbandingan dalam darah) Diazepam 1,8
danDMDZ 1,7.Ikatan Protein : Diazepam 98 99% dan DMDZ 97%. Didistribusi
secaraluas. Menembus sawar darah otak. Menembus plasenta dan memasuki
ASI.
Jalur metabolisme : Oksidasi Dimetabolisme terutama oleh hati. Beberapa
produk metabolismenya bersifat aktif sebagai depresan SSP.
Metabolit klinis yang signifikan : Desmetildiazepam (DMDZ) , temazepam &
oksazepam.
PENGGUNAAN TERAPI
Indikasi
Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul
seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk
gemeteran, kegilaan dan dapat menyerangsecara tiba-tiba. Halusinasi sebagai
akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan untuk kejang
otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakansebagai obat
penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.
Kontraindikasi
1. Hipersensitivitas
2. Sensitivitas silang dengan benzodiazepin lain
3. Pasien koma
4. Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya
5. Nyeri berat tak terkendali
6. Glaukoma sudut sempit
7. Kehamilan atau laktasi
8. Diketahui intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi)
7. Asam Valproat
Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial,
kejang absens,kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik (11). Asam valproat
dapat meningkatkan GABAdengan menghambat degradasi nya atau
mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat jugaberpotensi terhadap respon
GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta mempengaruhi
kanal kalium (10). Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari (11).

Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%),


termasuk mual,muntah,anorexia dan peningkatan berat badan. Efek samping
lain yang mungkin ditimbulkan adalah pusing, gangguan keseimbangan tubuh,
tremor, dan kebotakan. Asamvalproat mempunyai efek gangguan kognitif yang
ringan. Efek samping yang berat dari penggunaan asam valproat adalah
hepatotoksik.
Hyperammonemia (gangguan metabolism yang ditandai dengan peningkatan
kadar amonia dalam darah) umumnya terjadi 50%, tetapitidak sampai
menyebabkan kerusakan hati (10).Interaksi valproat dengan obat antiepilepsi
lain merupakan salah satu masalah terkaitpenggunaannya pada pasien epilepsi.
Penggunaan fenitoin dan valproat secara bersamaan dapatmeningkatkan kadar
fenobarbital dan dapat memperparah efek sedasi yang dihasilkan. Valproat
sendiri juga dapat menghambat metabolisme lamotrigin, fenitoin, dan
karbamazepin. Obat yang dapat menginduksi enzim dapat meningkatkan
metabolisme valproat. Hampir 1/3 pasien mengalami efek samping obat
walaupun hanya kurang dari 5% saja yang menghentikan penggunaan obat
terkait efek samping tersebut (12).
8. Antiepilepsi Lain
FENASEMID
Fenasemid suatu derivat asetilures,merupakan suatu analog dari 5
fenilhidantoin, tetapi tidak berbentuk cincin, efeknya baik digunakan terhadap
bangkitan tonik-klonik.
FARMAKIDINAMIK
Fenasemid memiliki antikonvulsi yang berspektrum luas, mekanismekerja
fenasemid ialah dengan peningkatan ambang rangsang fokus serebral,
sehinggahipereksitabilitas dan letupan abnormal neuron sebagai akibat rangsang
beruntun dapat ditekan.
INTOKSIKASI & EFEK SAMPING

Fenasemid merupakan obat toksik, Efek sampingtesering ialah psikosis. Efek


samping yang mungkin fatal ialah nekrosis hati, anemia aplastik,dan
neutropenia.

INDIKASI
Fenasemid efektif terhadap bangkitan tonik-klonik, bangkitan lena dan
bangkitan parsial. Indikasi utama fenasemid ialah untuk terapi bangkitan parsial
kompleks .
DOSIS
Untuk orang dewasa ialah 1,5-5,0 g sehari, sedangkan untuk anak yang
berumur antara5-10 tahun hasilnya sudah memuaskan dengan dosis orang
dewasa. Fenasemid sampai saat inibelum di pasarkan di Indonesia.
Prinsip pemilihan obat pada terapi epilepsi
Strategi terapi untuk epilepsi yaitu menggunakan terapi non farmakologis
dan terapifarmakologis. Terapi non farmakologi bisa dengan melakukan diet,
pembedahan dan vagal nervestimulation (VNS), yaitu implantasi dari perangsang
saraf vagal, makan makanan yang seimbang(kadar gula darah yang rendah dan
konsumsi vitamin yang tidak mencukupi dapat menyebabkanterjadinya serangan
epilepsi), istrirahat yang cukup karena kelelahan yang berlebihan dapat
mencetuskan serangan epilepsi, belajar mengendalikan stress dengan
menggunakan latihan tarik nafas panjang dan teknik relaksasi lainnya.
Sedangkan untuk terapi farmakologis yaitu dengan menggunakan Obat Anti
Epilepsi (OAE).
Pengobatan dilakukan tergantung dari jenis kejang yang dialami. Pemberian
obat anti epilepsi selalu dimulai dengan dosis yang rendah, dosis obat dinaikkan
secara bertahap sampai kejang dapat dikontrol atau tejadi efek kelebihan dosis.
Pada pengobatan kejang parsial atau kejang tonik-klonik rata-rata keberhasilan
lebih tinggimenggunakan fenitoin, karbamazepin, dan asam valproat. Pada

sebagian besar pasien dengan 1tipe/jenis kejang, kontrol memuaskan dapat


dicapai dengan 1 obat anti epilepsi. Pengobatandengan 2 macam obat mungkin
ke depannya mengurangi frekuensi kejang, tetapi biasanya toksisitasnya lebih
besar. Pengobatan dengan lebih dari 2 macam obat, hampir selalu membantu
penuh kecuali kalau pasien mengalami tipe kejang yang berbeda. Untuk
mencapai hasil terapi yang optimal perlu diperhatikan hal berikut ini. Pengobatan
awal harus dimulai dengan obat tunggal. Obat perlu di mulai dengan dosis kecil
dan di naikkan secara bertahap sampai efek terapi tercapai atau timbul efek
samping yng tidak dapat di toleransi lagi oleh pasien.
Kombinasi beberapa obat sesekali di perlukan. Kombinasi yang paling di
sukai untuk bangkitan tonik-klonik adalah fenitoin dan fenobarbital yang masingmasing dapat diberikan dalam dosis penuh, bila diperlukan, karena toksisitasnya
berbeda.

Bangkitan fokus lobus temporalis bagian anterior Obat pilihan :

Fenitoin, karbamazepin, dan asam valproat


Bangkitan Lena Obat pilihan : Etosuksimid, Asam valproat
Serangan diensefalik Obat pilihan : Kombinasi Fenitoin dan
fenobarbitalPada stasus epileptikus diperlukan efek obat yang cepat,
diazepam merupakan obat pilihan utama, fenobarbital juga sangat
efektif, disamping anastetik yang menguap atau depresansentral lainnya.

KEJANG DEMAM
Kejang yang terjadi pada anak-anak usia 5 bulan- 5 tahun yang
mengalamidema, tanpa disertai infeksi intrakarnial serta tidak ditemukan gejala
kejang lain. Pengobatan profilaksis tidak dianjurkan kecuali disertai gangguan
berikut. :

Gejala neurologik yang abnormal


Bila kejang demam terakhir berlangsung lebih dari 15 menit atau disertai

gejala neurologik
Bila ada riwayat kejang pada orang tua nya atau keluarga
Anak dengan gejala kejang yang rekuren
Bila anak dirawat untuk suatu kegawatan.Fenobarbital atau asam
valproat merupakan obat pilihan yang tepat. Pemberian berlangsung 1-2
tahun setelah kejang terakhir. Profilaksis kejang demam lainnyayang
dianjurkan ialah pemberian diazepam per rectal sewaktu kejang

E. EFEK SAMPING & PERHATIAN


Efek Samping
Sebagaimana obat, selain memiliki efek yang menguntungkan diazepam juga
memiliki efek samping yang perlu diperhatikan dengan seksama. Efek samping
diazepam memiliki tiga kategori efek samping, yaitu : 1) Efek samping yang
sering terjadi, seperti : pusing, mengantuk 2) Efek samping yang jarang terjadi,
seperti : Depresi, Impaired Cognition3. Efek samping yang jarang sekali terjadi,
seperti : reaksi alergi, amnesia, anemia, angioedema, behavioral disorders, blood
dyscrasias, blurred vision, kehilangan keseimbangan, constipation, coordination
changes, diarrhea, disease of liver, drugdependence, dysuria, extrapyramidal
disease, false Sense of well-being, fatigue, generalweakness, headache disorder,
hypotension, Increased bronchial secretions, leukopenia, libido changes, muscle
spasm, muscle weakness, nausea, neutropenia disorder, polydipsia, pruritus of
skin, seizure disorder, sialorrhea, skin rash, sleep automatism, tachyarrhythmia,
trombositopenia, tremors, visual changes, vomiting, xerostomia.
Perhatian
Peringatan yang perlu diperhatikan bagi pengguna diazepam sebagai
berikut :
1. Pada ibu hamil diazepam sangat tidak dianjurkan karena dapat sangat
berpengaruh pada janin. Kemampuan diazepam untuk melalui plasenta
tergantung pada derajat relativitasdari ikatan protein pada ibu dan janin.
Hal ini juga berpengaruh pada tiap tingkatankehamilan dan konsentrasi
asam lemak bebas plasenta pada ibu dan janin. Efek sampingyang dapat
timbul pada bayi neonatus selama beberapa hari setelah kelahiran

disebabkanoleh enzim metabolism obat yang belum lengakp. Kompetisi


antara diazepam dan bilirubin pada sisi ikatan protein dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia pada bayineonatus.
2. Sebelum menggunakan diazepam harap kontrol pada dokter terlebih
dahulu.
3. Jika berusia diatas 65 tahun dosis yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi
karena dapat membahayakan jiwa pasien tersebut. Usia lanjut dapat
mempengaruhi distribusi,eliminasi dan klirens dari benzodiazepine.
4. Obat ini tidak diperbolehkan diminum pada saat membawa kendaraan
karena obat ini menyebabkan mengantuk.
5. Pada pasien yang merokok harus konsultasi kepada dokter lebih dahulu
sebelum menggunakan diazepam, karena apabila digunakan secara
bersamaan dapat menurunkan efektifitas diazepam.
6. Jangan menggunakan diazepam apabila menderita glukoma narrowangle
karena dapat memperburuk penyakit
7. Katakan pada dokter jika memiliki alergi.
8. Hindarkan penggunaan pada pasien dengan depresi CNS atau koma,
depresi pernafasan, insufisiensi pulmonari akut, miastenia gravis dan
sleep apnoea.
9. Hati-hati penggunaan pada pasien dengan kelemahan otot serta penderita
gangguan hati atau ginjal, pasien lanjut usia dan lemah.
10. Diazepam tidak sesuai untuk pengobatan psikosis kronik atau obsesional
states .
INTERAKSI OBAT
Obat-obat :
1. Alkohol, antidepresan, antihistamin dan analgesik opioid pemberian
bersamaan mengakibatkan depresi SSP tambahan.
2. Simetidin, kontrasepsi oral, disulfiram, fluoksetin, isoniazid, ketokonazol,
metoprolol, propoksifen, propranolol, atau asam valproat dapat
menurunkan metabolisme diazepam, memperkuat kerja diazepam.
3. Dapat menurunkan efisiensi levodopa.
4. Rifampicin atau barbiturat dapat meningkatkan metabolisme dan
mengurangi efektifitas diazepam.
5. Efek sedatifnya dapat menurun karena teofilin.
6. Ikatan plasma dari diazepam dan DMDZ akan direduksi dan konsentrasin
obat yang bebaskan meningkat, segera setelah pemberian heparin secara
intravena.
7. Diazepam yang diberikan secara oral akan sangat cepat diabsorbsi stelah
pamberian metoclorpropamida secara intravena. Perubahan motilitas dari
gastrointestinal juga memberikan pengaruh terhadap proses absorbsi.

8. Benzodiazepin tidak digunakan bersamaan dengan intibitor protease-HIV,


termasuk alprazolam, clorazepate, diazepam, estazolam, flurazepam, dan
triazolam.

Jenis bangkitan
alternative
Bangkitan parsial
1. Parsial sederhana

Obat pilihan utama

Karbamazepin, fenitoin,
valproat

2. Parsial kompleks

Karbamazepin, fenitoin,
valproat

3. Parsial yang
menjadi
Umum

Karbamazepin, fenitoin,
valproat,
Fenobarbital, primidon

II. Bangkitan umum


1. Bangkitan umum
Tonik-klonik (grand
mal)
2. Bangkitan lena
(petit mal/ absence)
3. Bangkitan lena
yang
Tidak khas (atipikal)
III. Obat-obat untuk
Keadaan konvulsi yang
Khusus
1. Kejang demam
pada
Anak
2. Status
epileptikus
Tipe grand mal
3. Status
epileptikus

Obat

Fenobarbital, lamotrigin,
primidon,
Gabapentin,
levetirasetam,tiagabin
Topiramat, zonisamid
Lamotrigin, primidon,
gabapentin,
Levotirasetam, tiagabin,
topiramat
Zonisamid
Gabapentin, lamotrigin,
tiagabin,
Levetirasetam, topiramat,
zonisamid

Karbamazepin, fenitoin,
valproat,
Fenobarbital, primidon

Lamotrigin, topiramat,
zonisamid,
Felbamat

Valproat, etoksuksimid

Lamotrigin, klorazepam

Valproat, klorazepam

Lamotrigin, felbamat,
topiramat

Fenobarbital

Primidon

Diazepam, fenitoin,
fosfenitoin

Fenobarbital, lidokain

Benzodiazepin

Valproat IV

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Anti konvulsan adalah suatu kelompok obat yang digunakan untuk mencegah
dan mengobati bangkitan epilepsi (epiletic seizure) dan bangkitan non-epilepsi.
Antikonvulsi merupakan golongan obat yang identik dan sering hanya
digunakan pada kasus-kasus kejang karena Epileptik. Oleh karena itu, anti
konvulsi berhubungan erat dengan kasus epilepsi. Pada penderita epilepsi,
terkadang sinyal-sinyal untuk menyampaikan rangsangan tidak beraktivitas
sebagaimana mestinya.
Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process
kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin
juga karena genetik, tapi epilepsy bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab
pastinya tetap belum diketahui. Pada umunya sebagian obat antiepilepsi di
metabolisme di hati, kecuali vigabatrin dangan bapentin yang dieliminasi oleh
ekskresi ginjal. Pentingnya pencegahan dengan menangani obat dan
pemeriksaan klinis yang tepat dapat membantu penyembuhan penyakit ini.
B.Saran Saran
Antiepilepsi dan efektifitasnya belum mapan, sebaiknya tidak digunakan
dalam praktek umum. Tetapi diserahkan penggunaannya kepada para ahli
neurologi, guna memastikan nilai manfaat yang sebenarnya.

Vous aimerez peut-être aussi