Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antikonvulsi digunakan untuk mencegah dan mengobati serangan epilepsi
(epileptic seizure). Bromida, obat pertama yang digunakan untuk terapi epilepsi
telah ditinggalkan karena ditemukannya berbagai anti epilepsi baru yang lebih
efektif. Fenobarbital diketahui memiliki efek antikonvulsi spesifik, yang berarti
efek antikonvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya. Di
Indonesia fenobarbital ternyata masih digunakan, walaupun di luar negeri obat
ini mulai banyak ditinggalkan. Fenitoin, sampai saat ini masih tetap merupakan
obat utama antiepilepsi, khususnya untuk serangan parsial dan serangan umum
tonik-klonik. Di samping itu karbamazepin semakin banyak digunakan, karena
dibandingkan dengan fenitoin, efek sampingnya lebih sedikit dan lebih banyak
digunakan untuk anak-anak karena tidak menyebabkan wajah kasar dan
hipertrofi gusi.
B. Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Untuk
Untuk
Untuk
Untuk
Untuk
Untuk
menyusui.
C. Manfaat
1.
2.
3.
obat Antikonvulsi.
D. Identifikasi Masalah
1.
2.
3.
E. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
Antikonvulsi .
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Antikonvulsi
Yang dimaksud dengan epilepsi ialah penyakit kambuhan kronis, yang
ditandai dengan datangnya serangan yang disebabkan oleh naiknya
keterangsangan neuron pusat, dan dengan demikian terjadi penurunan nilai
ambang rangsang pada sistem motorik korteks maupun subkorteks.
Serangan ditandai dengan reaksi motorik abnormal (kejang tonik, kejang
tonik-klonik, tarikan otot, reaksi stereotip) dan/atau gangguan kesadaran atau
hilangnya kesadaran serta kadang-kadang terjadi juga peningkatan reaksi
vegetatif. Naiknya keterangsangan suatu neuron ditandai dengan ketidakstabilan
potensial membran dan muatan cenderung untuk hilang secara spontan.
Antiepileptika
Antiepileptika digunakan untuk menangani secara simptomatik berbagai
jenis epilepsi. Yang diinginkan dari suatu anti epileptika untuk dapat digunakan
ialah bahwa ia menaikkan nilai ambang kejang, sebaiknya mempunyai kerja
sedative/hipnotik yang kecil, dan pada pemakaian lama hanya mempunyai efek
samping yang kecil. Sampai saat ini belum ada senyawa yang memenuhi
persyaratan ini dengan sempurna.
alkil bertalian dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin dan
barbiturat, tetapi tidak pada fenitoin. Adanya gugus metil pada atom N 3 akan
mengubah spectrum aktivitas misalnyamefenitoin, dan hasil N dimetilisasi oleh
enzim mikrosom hati menghasilkan metabolit tidak aktif.
FARMAKODINAMIK
Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Dosis
toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigditas
deserebrasi.Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan
penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Efek stabilitasi membran
sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi dan membran sel lainnya yang juga
mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi jantung. Fenitoin mempengaruhi
perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya dengan
menggiatkan pompa
+
N ,
+
K ,
2+
, neuron dan mengubah
Ca
FARMAKOKINETIK
Absorbsi fenitoin yang diperlukan berlangsung lambat, 10% dari dosis oral
diekskresikan bersama tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma
dicapai dalam 3-12 jam. Bila dosis muatan (loading dose) perlu diberikan, 600800 mg, dalam dosis terbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai
dalam 24 jam. Pemberian fenitoin mengendap di tempat suntikan kira-kira 5 hari,
dan absorbs berlangsung lambat.
Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh albumin plasma kira-kira
90%. Pada keadaan hipoalbuminemia/uremia terjadi penurunan protein plasma,
ikatan fenitoin total menurun, tetapi fenitoin bebas jumlahnya meningkat,
sehingga bila pada keadaan ini diberikan fenitoin dosis tinggi, maka toksisitas
dapat terjadi. Pada orang sehat, termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat
kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira10%, sedangkan pada pasien dengan
penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit hepatorenal dan neonatus fraksi
bebas bebas rata-rata di atas 15%. Pada pasien epilepsi, fraksi bebas berkisar
antara 5,8%-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya
bertahan lebih lama tetapi mula kerja lebih lambat dari fenobarbital.
INTERAKSI OBAT
Kadar fenition dalam plasma akan meninggi bila diberikan bersama
kloramfenikol, disulfiram, INH, simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamide
tertentu, karena obat-obat tersebut mengambat biotransformasi fenition,
LAIN-LAIN
Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus atau hepatitis, anemia
megaloblastik (antara lain akibat defisiensi folat) atau kelainan darah jenis
lain,pengobatan perlu dihentikan. Fenitoin bersifat teratogenik. Kemungkinan
melahirkan bayi dengan cacat kongenital meningkat menjadi 3 kali , bila ibunya
mendapatkan terapi fenitoin selama trimester pertama kehamilan. Cacat
kongenital yang menonjol ialah sindroma fetal-hidantoin yakni sumbing bibir,
sumbing langitan, penyakit jantung kongenital, pertumbuhan lambat, dan
defisiensi mental. Pada kehamilan lanjut, fenitoin menyebabkan abnormalitas
tulang pada neonatus. Pengunaan fenitoin pada wanita hamil tetap diteruskan
berdasarkan pertimbangan bahwa bangkitan epilepsi sendiri dapat
menyebabkan cacat pada anak sedang tidak semua ibu yang minum fenitoin
mendapat anak cacat.
INDIKASI
Fenitoin di indikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan bangkitan
persial atau fokal. Banyak ahli penyakit saraf di Indonesia lebih menyukai
penggunaan fenobarbital karena batas keamanan yang sempit, efek samping
dan efek toksik, sekalipun ringan tetapi cukup mengganggu terutama pada anak.
Indikasi lain fenitoin ialah untuk neuralgia trigerminal dan aritmia jantung.
Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik (ECT) untuk meringankan
konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap kelainan ekstra piramidal iatrogenik.
SEDIAAN DAN POSOLOGI
Fenitoin atau difenilhidantoin tersedia sebagai garam Na dalam bentuk
kapsul 100 mg dan tablet kunyah 50 mg untuk pemberian oral, sedangkan
sediaan suntik 100mg/2ml. Disamping itu juga tersedia bentuk sirup dengan
takaran 125mg/5ml dan sirup untuk anak 30mg/5ml. Kini juga tersedia fenitoin
lepas lambat dalam bentuk kapsul 200mg dan 300mg dan suntikan fosfenitoin
75mg/ml yang dapat diberikan secara intramuscular ataupun intravena.
Harus diperhatikan agar kadar plasma optimal, yaitu berkisar antara 1020g/ml. Kadar dibawahnya kurang efektif untuk pengendalian konvulsi,
sedangkan jika kadar lebih tinggi akan disertai gejala toksik. Dosis fenitoin selalu
harus disesuaikan untuk masing-masing individu, patokan kadar terapi antara
10-20g/ml bukan merupakan angka mutlak, karena beberapa pasien
menunjukan efektivitas fenitoin yang baik pada kadar 8g/ml, sedangkan pada
pasien lain, nistagmus sudah terjadi pada kadar 15g/ml. Untuk pemberian oral,
dosis awal untuk dewasa 300 mg, dilanjutkan dengan dosis penunjang antara
300-400mg, maksimum 600mg sehari. Anak diatas 6 tahun, dosis awal sama
dengan dosis dewasa, sedangkan untuk anak dibawah 6 tahun, dosis awal 1/3
dosis dewasa, dosis penunjang ialah 4-8 mg/kgBB sehari, maksimum 300mg.
Dosis awal dibagi dalam 2-3 kali pemberian. Dosis pemeliharaan dapat diberikan
sebagai dosis tunggal harian tanpa mengurangi efektivitasnya, karena masa
paruh fenitoin cukup panjang, tetapi pemberian dengan dosis terbagi akan
menghasilkan fluktuasi kadar fenitoin dalam darah yang minimal.
2. Golongan Barbiturat
Disamping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturat efektif sebagai obat
antikonvulsi dan yang biasa digunakan adalah barbiturat kerja lama (long acting
barbiturates). Disini dibicarakan efek antiepilepsi prototip barbiturat yaitu
fenobarbital dan pirimidon yang struktur kimianya mirip dengan barbiturat.
Sebagai antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsi.
Barbiturat menghambat tahap akhir oksidasi mitokondria, sehingga mengurangi
pembentukan fosfat berenergi tinggi. Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis
neurotransmitor misalnya ACh, dan untuk repolarisasi membran sel neuron
setelah depolarisasi.
FENOBARBITAL
Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturat, merupakan senyawa organik
pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi
penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital
masih merupakan obat antikonvulsi pilihan karena cukup efektif, murah. Dosis
efektifnya relatif rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap sebagai efek
samping, dapat diatasi dengan pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi
efek antikonvulsinya. Dosis dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali 100mg
sehari.
Untuk mengendalikan epilepsi disarankan kadar plasma optimal. Berkisar
antara 10-40g/ml. Kadar plasma diatas40g/ml sering disertai gejala toksik
yang nyata. Penghentian pemberian fenobarbital harus secara bertahap guna
mencegah kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, atau
malahan bangkitan status epileptikus. Efek samping fenobarbital seperti sedasi,
psikosis akut dan agitasi, sehingga yang lebih sering dipakai adalah turunan
fenobarbital seperti metabarbital dan mefobarbital.
Interaksi fenobarbital dengan obat lain umumnya terjadi karena fenobarbital
meningkatkan aktivitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam valproat
akan menyebabkan kadarfenobarbital meningkat 40%.
3.Golongan Oksazolidindion
TRIMETADION
Trimetadion (3,5,5 trimetiloksazolidin 2,4,dion), sekalipun telah terdesak oleh
suksinimid, merupakan prototip obat bangkitan lena. Trimetadion juga bersifat
analgetik dan hipnotik.
FARMAKODINAMIK
Pada SSP, trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi,sehingga
transmisi impuls berurutan dihambat, transmisi impuls satu per satu tidak
terganggu.Trimetadion memulihkan EEG abnormal pada bagkitan lena.
FARMAKOKINETIK
Trimetadion per oral mudah di absorbsi dari saluran cerna dan didistribusi ke
berbagai cairan badan. Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati
dengan demetilasi yang menghasilkan didion (5,5, dimetiloksazolidin ,2,4, dion ).
Senyawa ini masih aktif masih aktif terhadap bangkitan lena, tetapi efek
antikonvulsi nya lebih lemah.
INTOKSIKASI & EFEK SAMPING
Intoksikasi dan efek samping trimetadion yang bersifat ringan berupa sedasi
hemeralopia, sedang yang bersifat lebih berat berupa gejala pada kulit, darah,
ginjal dan hati. Gejala intoksikasi lebih sering timbul pada pengobatan kronik.
Sedasi berat dapat diatasi dengan amfetamin tanpa mengurangi efek
antiepilepsinya, bahkan sesekali amfetamin dapat menekan bangkitan lena. Efek
samping pada kulit berupa ruam morbiliform dan kelainan akneform, lebih berat
lagi berupa dermatitis eksfoliatif atau eritema multiformis. Kelainan darah
berupa neutropenia ringan,tetapi anemia aplastik dapat bersifat fatal. Gangguan
fungsi ginjal dan hati, berupa syndromenefrotik dan hepatitis, dapat
menyebabkan kematian.
INDIKASI
Indikasi utama trimetadion ialah bangkitan lena murni (tidak disertai
komponen bangkitan bentuk lain). Trimetadion dapat menormalkan gambaran
4. Golongan Suksinimid
Antiepilepsi golongan suksinimid yang digunakan di klinik adalah
etosuksimid, metsuksmid dan fensuksimid. Berdasarkan penelitian pada hewan,
terungkap bahwa spectrum antikonvulsi etosuksimid sama dengan trimetadion.
Sifat yang menonjol darietosuksimid dan trimetadion adalah mencegah
bangkitan konvulsi pentilentetrazol.Etosuksimid, dengan sifat
antipentilentetrazol terkuat, merupakan obat yang paling selektif terhadap
bangkitan lena.
Etosuksimid
Etosuksimid di absorbsi lengkap melalui saluran cerna. Setelah dosis tunggal
oral,diperlukan waktu antara 1-7 jam untuk mencapai kadar puncak dalam
plasma. Distribusi merata ke segala jaringan, dan kadar cairan serebrospina saa
dengan kadar plasma. Efek samping yang sering timbul ialah mual, sakit kepala,
kantuk dan ruam kulit. Gejala yanglebih berat berupa agranulositosis dan
pansitopenia. Dibandingkan dengan trimetadion, etosuksimid lebih jarang
menimbulkan diskrasia darah, dan nefrotoksisitas belum pernah dilaporkan,
sehingga etosuksmid umumnya lebih disukai dari pada Trimetadion. Etosuksimid
merupakan obat terpilih untuk bangkitan lena. Terhadap bangkitan lena pada
anak, efektivitas etosuksimid sama dengan trimetadion, 50-70 % pasien dapat
dikendalikan bangkitannya. Obat ini juga efektif pada bangkitan mioklonik dan
bangkitan akinetik. Etosuksimid tidak efektif untuk bangkitan parsial kompleks
dan bangkitan tonik-klonik umum atau pasien kejang dengan kerusakan organik
otak yang berat.
5. Karbamazepin
Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk pengobatan trigeminal
neuralgia, kemudian ternyata bahwa obat ini efektif terhadap bangkitan tonikklonik. Saat ini,karbamazepin merupakan antiepilepsi utama di Amerika Serikat.
Karbamazepin memperlihatkan efek analgesik selektif, misalnya pada tabes
dorsalis danneuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Atas
perhitungan untung-rugi karbamazepin tidak dianjurkan untuk nyeri ringan. Efek
samping dari karbamazepin dalam pemberian obat jangka lama ialah
pusing,vertigo, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi bangkitan
dapat meningkat akibat dosis berlebih. Karena potensinya untuk menimbulkan
efek samping sangat luas, makapada pengobatan dengan karbamazepin
dianjurkan pemeriksaan nilai basal dari darah danmelakukan pemeriksaan
ulangan selama pengobatan. Fenobarbital dan fenitoin dapat meningkatkan
kadar karbamazepin, dan biotransformasi karbamazepin dapat dihambat oleh
eritromisin. Konversi primidon menjadi fenobarbital ditingkatkan oleh
karbamazepin, sedangkan pemberian karbamazepin bersama asam valproat
akan menurunkan kadar asam valproat.
POSOLOGI
Dosis anak di bawah 6 tahun, 100mg sehari, 6-12 tahun, 2 kali 100mgsehari.
Dosis dewasa : dosis awal 2 kali 200 mg hari pertama selanjutnya dosis di
tingkatkan secara bertahap. Dosis penunjang berkisar antara 800-1200 mg
sehari untuk dewasa atau 20-30 mg/kgBB untuk anak. Dengan dosis ini
umumnya tercapai kadar terapi dalam serum 6-8g/ml.
6. Golongan Benzodiazepin
DIAZEPAM
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan senyawa
Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air.
INDIKASI
Fenasemid efektif terhadap bangkitan tonik-klonik, bangkitan lena dan
bangkitan parsial. Indikasi utama fenasemid ialah untuk terapi bangkitan parsial
kompleks .
DOSIS
Untuk orang dewasa ialah 1,5-5,0 g sehari, sedangkan untuk anak yang
berumur antara5-10 tahun hasilnya sudah memuaskan dengan dosis orang
dewasa. Fenasemid sampai saat inibelum di pasarkan di Indonesia.
Prinsip pemilihan obat pada terapi epilepsi
Strategi terapi untuk epilepsi yaitu menggunakan terapi non farmakologis
dan terapifarmakologis. Terapi non farmakologi bisa dengan melakukan diet,
pembedahan dan vagal nervestimulation (VNS), yaitu implantasi dari perangsang
saraf vagal, makan makanan yang seimbang(kadar gula darah yang rendah dan
konsumsi vitamin yang tidak mencukupi dapat menyebabkanterjadinya serangan
epilepsi), istrirahat yang cukup karena kelelahan yang berlebihan dapat
mencetuskan serangan epilepsi, belajar mengendalikan stress dengan
menggunakan latihan tarik nafas panjang dan teknik relaksasi lainnya.
Sedangkan untuk terapi farmakologis yaitu dengan menggunakan Obat Anti
Epilepsi (OAE).
Pengobatan dilakukan tergantung dari jenis kejang yang dialami. Pemberian
obat anti epilepsi selalu dimulai dengan dosis yang rendah, dosis obat dinaikkan
secara bertahap sampai kejang dapat dikontrol atau tejadi efek kelebihan dosis.
Pada pengobatan kejang parsial atau kejang tonik-klonik rata-rata keberhasilan
lebih tinggimenggunakan fenitoin, karbamazepin, dan asam valproat. Pada
KEJANG DEMAM
Kejang yang terjadi pada anak-anak usia 5 bulan- 5 tahun yang
mengalamidema, tanpa disertai infeksi intrakarnial serta tidak ditemukan gejala
kejang lain. Pengobatan profilaksis tidak dianjurkan kecuali disertai gangguan
berikut. :
gejala neurologik
Bila ada riwayat kejang pada orang tua nya atau keluarga
Anak dengan gejala kejang yang rekuren
Bila anak dirawat untuk suatu kegawatan.Fenobarbital atau asam
valproat merupakan obat pilihan yang tepat. Pemberian berlangsung 1-2
tahun setelah kejang terakhir. Profilaksis kejang demam lainnyayang
dianjurkan ialah pemberian diazepam per rectal sewaktu kejang
Jenis bangkitan
alternative
Bangkitan parsial
1. Parsial sederhana
Karbamazepin, fenitoin,
valproat
2. Parsial kompleks
Karbamazepin, fenitoin,
valproat
3. Parsial yang
menjadi
Umum
Karbamazepin, fenitoin,
valproat,
Fenobarbital, primidon
Obat
Fenobarbital, lamotrigin,
primidon,
Gabapentin,
levetirasetam,tiagabin
Topiramat, zonisamid
Lamotrigin, primidon,
gabapentin,
Levotirasetam, tiagabin,
topiramat
Zonisamid
Gabapentin, lamotrigin,
tiagabin,
Levetirasetam, topiramat,
zonisamid
Karbamazepin, fenitoin,
valproat,
Fenobarbital, primidon
Lamotrigin, topiramat,
zonisamid,
Felbamat
Valproat, etoksuksimid
Lamotrigin, klorazepam
Valproat, klorazepam
Lamotrigin, felbamat,
topiramat
Fenobarbital
Primidon
Diazepam, fenitoin,
fosfenitoin
Fenobarbital, lidokain
Benzodiazepin
Valproat IV
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Anti konvulsan adalah suatu kelompok obat yang digunakan untuk mencegah
dan mengobati bangkitan epilepsi (epiletic seizure) dan bangkitan non-epilepsi.
Antikonvulsi merupakan golongan obat yang identik dan sering hanya
digunakan pada kasus-kasus kejang karena Epileptik. Oleh karena itu, anti
konvulsi berhubungan erat dengan kasus epilepsi. Pada penderita epilepsi,
terkadang sinyal-sinyal untuk menyampaikan rangsangan tidak beraktivitas
sebagaimana mestinya.
Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process
kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin
juga karena genetik, tapi epilepsy bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab
pastinya tetap belum diketahui. Pada umunya sebagian obat antiepilepsi di
metabolisme di hati, kecuali vigabatrin dangan bapentin yang dieliminasi oleh
ekskresi ginjal. Pentingnya pencegahan dengan menangani obat dan
pemeriksaan klinis yang tepat dapat membantu penyembuhan penyakit ini.
B.Saran Saran
Antiepilepsi dan efektifitasnya belum mapan, sebaiknya tidak digunakan
dalam praktek umum. Tetapi diserahkan penggunaannya kepada para ahli
neurologi, guna memastikan nilai manfaat yang sebenarnya.