Vous êtes sur la page 1sur 25

Askep 2014

Diberdayakan oleh

Terjemahan

perawat

Senin, 14 April 2014


askep Decompensasi cordis 2014
2.1. Definisi

Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran
darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi
kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani, 1998;
Price,1995).
Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri
(Braundwald, 2003 )
Berdasar definisi patofisiologi gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris
Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus
yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan
gejala yang khas (Fathoni, 2007).
2.2. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaankeadaan

yang

meningkatkan

beban

awal,

beban

akhir

atau

yang

menurunkan

kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan
cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau
kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah
gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan
ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut
diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada

gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein
kontraktil. ( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal
yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri penyakit jantung iskemik,
penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis,
kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula
arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup
pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi
pulmonal, emboli pulmonal masif. (Chandrasoma, 2006).
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untuk
mengetahui penyebab dari gagal jantung, Di negara berkembang penyakit arteri koroner dan
hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi
penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada
beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada
keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham
Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.
Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio
kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen
perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa
penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk
hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik
dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang
menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh
penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada
perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif),
hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung

dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.
Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom
Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.
Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski
secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard
dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi
outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan
kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dandihubungkan dengan
kelainan fungsi diastolic(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5 Penyakit katup
sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang
kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral
dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban
volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan
(peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan
struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal
jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung,
menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot
jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 3% dari kasus. Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat obatan juga dapat menyebabkan
gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga
dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung. (Santosa, A
2007)
Grade gagal jantung menurut new York heart association
Terbagi menjadi empat kelainan fungsional :
1. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat.
2. Timbul gejala sesak pada aktifitas sedang.
3. Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan.

4. Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat.


2.3. Patofisiologi
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1)
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
(2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron,
(3) hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan
gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif
(Price dan Wilson, 2006).
Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain :
1.

norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas


myocite,

2.

angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf


simpatis,

3. aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium,


4. endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite,
5. vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air,
6. TNF merupakan toksisitas langsung myosite,
7. ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite,
8. IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho, 2009).
Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat pengisian
diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh
karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi
sehingga dapat meningkatkan curah jantung (Masud, 1992).

Pathway

2.4. Manifestasi Klinis

Tanda dominan

Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat
akibat penurunan curah jantung Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan
ventrikel mana yang terjadi .

Gagal jantung kiri

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

Dispneu

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi
ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal
Nokturnal Dispnea ( PND)

Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan
batuk.

Kegelisahan dan kecemasan

Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

Batuk

Gagal jantung kanan

Kongestif jaringan perifer dan viseral.

Edema ekstrimitas bawah (edema dependen),


biasanya edema pitting, penambahan berat badan.

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen


terjadi akibat pembesaran vena di hepar.

Anorexia dan mual.


Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.

Nokturia

Kelemahan.

2.5. Pemeriksaan Penunjang

EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola
mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6
minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular. EKG dapat
mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik( jika disebabkan oleh
AMI)

Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur


katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.

Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri
kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontrktilitas. (Wilson Lorraine M, 2001)

Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi fleura yang
menegaskan diagnisa CHF.

Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi
darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2002)

2.6. Komplikasi
Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah sebagai berikut :

1. Efusi pleura: di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari kapiler
masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah darah.
2.

Aritmia: pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia,
biasanya

disebabkan

karena

tachiaritmias

ventrikuler

yang

akhirnya menyebabkan kematian mendadak.


3. Trombus ventrikuler kiri: pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel kiri
dan penurunan kardiac output beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus pada
ventrikel kiri. Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas dari ventrikel kiri,
penurunan suplai oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi. Pembentukan emboli dari thrombus
dapat terjadi dan dapat disebabkan dari Cerebrivaskular accident (CVA)
4.

Hepatomegali: karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga
menyebabkan perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis.

2.7. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah :

1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.


2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi, dan

3. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik,
diit dan istirahat.

Terapi Farmakologis :

Glikosida jantung.
Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume
darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema.

Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.Penggunaan hrs hati hati
karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.

Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas
vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan
Obat obat yang digunakan antara lain :

1.

Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi


koroner. Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya
dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung.

2. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.


3. Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik. Bila tanda udem
paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi

hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah
menurun.

Dukungan diet:
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.

2.8. Konsep Asuhan Keperawatan

I.

Pengkajian

Aktivitas/istirahat

Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,

insomnia, nyeri dada dengan

aktivitas, dispnea pada saat istirahat.

Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.

Sirkulasi

Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung ,
endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

Tanda :

a.

TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).

b. Tekanan Nadi ; mungkin sempit.


c.

Irama Jantung ; Disritmia

d. Frekuensi jantung ; Takikardia.


e.

Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri.

f.

Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat

g. terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.


h. Murmur sistolik dan diastolic.
i.

Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.

j.

Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.

k. Hepar ; pembesaran/dapat teraba.


l.

Bunyi napas ; krekels, ronkhi.

m. Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas.

Integritas ego

Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan
finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)

Tanda

: Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah

tersinggung.

Eliminasi

Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.

Makanan/cairan

Gejala

: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan,

pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan
yang telah diproses dan penggunaan diuretic.

Tanda

: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum,

dependen, tekanan dn pitting).

Higiene

Gejala

: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.

Tanda

: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

Neurosensori

Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.

Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.

Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.

Pernapasan

Gejala

: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk

dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.

Tanda

a.
b.

Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.


Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pemebentukan sputum.

c.

Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)

d. Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.


e.

Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

f.

Warna kulit ; Pucat dan sianosis.

Keamanan

Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.

Interaksi sosial

Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

Pembelajaran/pengajaran

Gejala

: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat

saluran kalsium.
Tanda

: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

II.
1.

Diagnosa Keperawatan
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia/perubahan

inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik, perubahan struktural (mis, kelainan
katup, aneurisme ventrikular)
2.

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan,


kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya
curah jantung) meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
4.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapier-alviolus, contoh


pengumpulan perpindahan cairan kedalam area interstisial/alveoli

5.

Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema,
penurunan perfusi jaringan

6.

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang


pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung.

III.

Intervensi

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia/perubahan


inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik, perubahan struktural (mis, kelainan
katup, aneurisme ventrikularperubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi),bunyi ekstra (s3 &

s4), penurunan keluaran urin, nadi perifer tidak teraba, kulit dingin kusam, ortopnea,krakles,
pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat
menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan
bebas gejala gagal jantung , melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, ikut serta dalam
aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

Intervensi:
a) Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas ventrikel.
b) Catat bunyi jantung

Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3
dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.

c) Palpasi nadi perifer

Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal,
dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan
pulse alternan.

d) Pantau TD

Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut
tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.

e) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis

Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh
jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit
sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.

f)

Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)

Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

2.

Intoleransi

aktifitas

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan

antara

suplai

oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.

Tujuan /kriteria evaluasi :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klin dapat berpartisipasi
padaaktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan
toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi:

a.

Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan
vasodilator,diuretic dan penyekat beta.

Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi),
perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.

b.

Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat
dan pucat.

Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup


selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen
juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

c.

Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.

d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)

Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen


berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak
dapat membaik kembali,

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus


(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai
dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi,
Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.

Tujuan /kriteria evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien mampu


mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi

nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada
edema. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.

Intervensi :

a.

Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.

Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.

b. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam

Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan


(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.

c.

Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.

d. Pantau TD dan CVP (bila ada)

Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

e.

Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.

Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal

f.

Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) Konsul dengan ahli diet.

Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran


kapiler-alveolus.

Tujuan /kriteria evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat


mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri
dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.

Intervensi :

a.

Pantau bunyi nafas, catat krekles

Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk


intervensi lanjut.

b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.

Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

c.

Dorong perubahan posisi.

Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.

Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan.

Tujuan/kriteria evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien dapat


mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi:

a.

Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi
atau kegemukan/kurus.

Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status
nutrisi.

b. Pijat area kemerahan atau yang memutih

Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.

c.

Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.

Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.

d. Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.

Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.

e.

Hindari obat intramuskuler

Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan


berhubungan dengan

kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi

jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya


episode GJK yang dapat dicegah.

Tujuan/kriteria evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien dapat:

Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah


komplikasi.

Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.

Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.

Intervensi:

a.

Diskusikan fungsi jantung normal

Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program
pengobatan.

b. Kuatkan rasional pengobatan.

Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik
dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.

c.

Anjurkan makanan diet pada pagi hari.

Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah/membatasi menghentikan tidur.

d. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi

Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung,
September 2010, Hal. 443 450

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2009, Hal
; 52 64 & 240 249.

Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 2008, EGC, Jakarta

Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius,
Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 2001, Hal.206 208

Nursalam. M. Nurs, Managemen keperawatan ; aplikasi dalam


professional, 2002, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

praktik keperawatan

Vous aimerez peut-être aussi