Vous êtes sur la page 1sur 33

Arif Nuryawan

Departemen Kehutanan
Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
2009

Definisi
pemasaran

Suatu kegiatan yang


mengusahakan agar
produk yang
dipasarkannya itu
dapat diterima dan
disenangi oleh pasar

Jenis/ Macam PAsar

Pasar Konsumen
perlengkapan rumah tangga,
ex. lemari, furniture/ meubeler
Pasar Industrial
bahan baku/raw materials, bhn pembantu
ex. Log/ kayu bulat, perekat
Pasar Pemerintah
untuk keperluan pemerintah, lewat tender
ex. Bangku, lemari, dsb
Pasar Internasional
pasar di luar negeri
ex. Barang-barang kerajinan

Hasil Hutan

Kayu gergajian
Kayu lapis
(plywood)

1.
2.

3.
4.
5.
6.
7.

Ciri-ciri :
Beragam jenis produk & bentuk
fisiknya
Hasil per-ha sangat kecil kecuali
monokultur & biasanya sulit
diketahui secara pasti
Pemungutannya secara musiman/
sambilan
Nilainya kadang lebih tinggi
dibanding kayunya
Cara pemungutannya masih
tradisional
Menyerap tenaga kerja & tidak
perlu modal banyak
Proses pengolahannya beragam

HASIL HUTAN KAYU HASIL HUTAN NON KAYU

Kayu Gergajian vs kayu


Lapis

Keduanya merupakan produk kehutanan yang


menghasilkan devisa non migas bagi negara
Sejak tahun 1980-an pemerintah lebih
mengutamakan industri kayu lapis sehingga
industri kayu lapis lebih berkembang
Industri kayu lapis :
- bahan baku langka
- hambatan perdagangan, ada produsen baru
( China & Malaysia)
- hambatan perdagangan (trade barrier) yg
secara bertahap akan dihapus (tahun 2020
APEC)

Trend in the future


Kesulian bahan baku
kayu berkualitas
tinggi & berdiameter
besar

INDUSTRI
PERKAYUAN
Penggergajian

Diversifikasi
bahan baku

Industri Kayu Lapis

Papan partikel
Papan serat
Papan wafer
Flake board
Oriented Strand Board
Comply

memanfaatkan
kayu dari pohon
berdiameter
kecil & limbah
penanaman,
seperti hasil
penjarangan &
pemangkasan
PRODUK KAYU MAJEMUK
(COMPOSITE WOOD)

HHNK

ALUR PIKIR MATERI KULIAH


1. BEBERAPA PENGERTIAN
2. TIPOLOGI PENGUSAHAAN HHBK
3. ASPEK SOSIAL-POLITIK DALAM KOMERSIALISASI HHBK
4. PERTIMBANGAN EKONOMI DALAM PENGUSAHAAN HHBK
5. ISU MANAJEMEN DALAM KOMERSIALISASI HHBK
6. ASPEK EKOLOGI KOMERSIALISASI HHBK

BEBERAPA PENGERTIAN
Komersial = Bernilai/manfaat ekonomis
Komersialisasi = Memberikan nilai/manfaat ekonomis
Nilai HHBK =

Mengukur Nilai =

Nilai tukar (value in exchange)


Nilai manfaat (value in use)
Nilai alternatif (opportunity value)
Nilai tak terukur (external value)

Harga pasar (market price)


Biaya alternatif (alternative cost)
Biaya upah (labor cost)
Nilai peluang yang hilang (opportunity cost)

BEBERAPA PENGERTIAN
Hasil Hutan Bukan Kayu :

Hasil Hutan Ikutan (Minor Forest Products)


Non Wood Forest Products
Non Timber Forest Products

Ciri/Karakteristik HHBK:

Teknologi pemungutan/pemanenan sederhana


Dipungut/dipanen umumnya oleh masyarakat (bukan
industri)

Skala produksi relatif terbatas

Beberapa Kategori Hasil Hutan Bukan Kayu :


No.

Kategori

Contoh jenis produk

Bahan pangan

kacang-kacangan (makadamia, kenari, almond); buah-buahan


(durian, sukun); jamur pangan; sayuran (rebung bambu); pati
(sagu); sarang burung; minyak nabati (minyak tengkawang);
bahan pemanis (gula aren)

Rempah-rempahan

pala, kulit kayu manis, kapulaga

Minyak dari tanaman


industri

minyak kayu putih, minyak kemiri, akar wangi

Getah/Gum

Getah jelutung

Pewarna alami

Gambir

Oleoresins

gondorukem, kopal, damar, kemenyan, jernang rotan

Serat dan kapas

bambu, rotan, ijuk aren, kulit gewang

Tanin

kulit Acacia

Lateks

karet alam, getah perca, getah jelutung

10

Produk insekta

madu, lilin lebah, lak, sutera alam

11

Kayu wangi

cendana, gaharu

12

Minyak atsiri

minyak cendana,

13

Insektisida

mindi

14

Tanaman obat

Pasak bumi, jernang, jamur (Ganoderma)

15

Tanaman hias

anggrek

16

Produk hewani

kulit buaya, ikan hias

17

Lain-lain

Jasa hutan, ekoturisme

DATA EKSPOR HHBK INDONESIA


1 Rattan (all forms)
2 Cassia vera (Cinnamomum burmanii)
3 Jelutong (Dyera costulata)
4 Pine resin (Pinus merkusii)
5 Illepe nuts (Shorea spp.)
6 Charcoal (various)
7 Other resins (various)
8 Copal resin (Agathis dammara)
9 Damar oleoresin (Dipterocarpus spp.)
10 Illepe oil
11 Aren fibres (palm leaves)/ Arenga spp.
12 Gum damar (Dipterocarpus spp.)
13 Gum turpentine (Pinus merkusii)
14 Gaharu wood (Aquilaria spp.)
15 Akar wangi oil (Andropogon zizanioides root)
16 Sandalwood oil (Santalum album)
17 Shellac, seed lac (product of Laccifer lacca)

DATA EKSPOR HHBK INDONESIA


18 Gambir (Uncaria gambir)
19 Kemiri seeds (shelled)/ Aleurites moluccana
20 Reptile skins (various)
21 Edible bird's nests (product of Callocalia spp.)
22 Genetri (seeds)/ Elaeocarpus genitrus
23 Other gums and balsams (various)
24 Sandalwood (Santalum album)
25 Gutta percha (Palaquium spp.)
26 Bird's feathers (various)
27 Bamboo (various)
28 Kemiri seeds (in shell)/ Aleurites moluccana
29 Dragon's blood (rattan resin)/ Daemonorops spp.
30 Gum benzoin (Styrax benzoin)
31 Buah asam (unknown species wild fruit)
32 Honey (product of primarily Apis spp.)
33

Camphor (Cinnamomum camphora and Dryobalanops


aromatica)

Source : De Beer, J. H. and


McDermott, M. J. 1996. The
Economic Value of Non-Timber
Forest Products in Southeast Asia.
IUCN. Amsterdam

TIPOLOGI PENGUSAHAAN HHBK

Cendana

s
re
o
F

Tengkawang

at
g
Ne

ive

nt
a
d
en
p
e
td

Madu

ee
Fr

ke
ar
m

ive
t
i
s
Po
Gula Aren
Bamboo

ed
p
o
l
ve
e
D

Gaharu
w
Ra

ed
h
s
ni
Fi

k
ea

at
v
i
lt
Cu

e
m
o
Kemenyan
inc
ain
Rotan (Kaltim)
M

ed

na
o
i
dit
d
A

l
ra
t
u
Ne

ed
s
o
Cl

Kupu-kupu
(Sulawesi)
Damar

m
Re

e
m
o
c
l in

e
ot

k
ar
m

et

Rotan (Kalbar)
Kupu-kupu (Irja)
ng
rt o
S

TIPOLOGI PENGUSAHAAN HHBK


Coping Strategy:

Subsisten

HHBK sumber cash income utama

Tingkat pendapatan masyarakat rendah

Lokasi terpencil (remote), infrastruktur rendah, SDH


melimpah

HHBK dipungut dari hutan negara tapi lebih bersifat open


access

Investasi terhadap budidaya HHBK rendah

Pemungutan HHBK lebih bersifat extensive

Pada banyak kasus sumber daya HHBK menurun karena


pemanenan yang cenderung berlebihan (over exploitation)

TIPOLOGI PENGUSAHAAN HHBK


Diversified Strategy:

HHBK menjadi sumber pendapatan tambahan (sumber


pendapatan utama adalah kegiatan usaha tani atau di luar
usaha tani/off-farm)

HHBK bisa berasal dari areal budidaya atau pemungutan


di hutan alam

Pada model budidaya, status lahan biasanya lebih jelas


(managed forest) dibanding model Coping Strategy

Peran HHBK lebih sebagai buffer (diperlukan pada saatsaat tertentu, misal pada saat paceklik)

Produksi HHBK dilakukan pada saat kegiatan usaha tani


utama rendah

TIPOLOGI PENGUSAHAAN HHBK


Specialized Strategy:

Kontribusi cash income dari HHBK dominan (>50%)

Pada umumnya tingkat pendapatan lebih tinggi dari dua


model lainnya (coping and diversified strategy)

Komoditi HHBK umumnya yang sudah memiliki pasar


yang cukup luas (international)

Intensitas manajemen dalam budidaya HHBK relatif tinggi

Produsennya relatif banyak (karena usaha ini cukup


atraktif secara ekonomi)

Produktivitas dan pasar umumnya relatif stabil

ASPEK SOSPOL DALAM PENGUSAHAAN HHBK


Kepemilikan lahan dan sumber daya:

Klasifikasi kepemilikan lahan (land tenure):


o Kawasan hutan negara (state forest)
o Hutan milik (private forest)
o Hutan masyarakat (community forest)
o Kawasan bebas (open access)

Klasifikasi kepemilikan terhadap sumber daya (resource


tenure):
o Hak untuk menggunakan (right to use)
o Hak untuk memperjualbelikan (right to transfer)
o Hak pengelolaan khusus (exclusion/right to manage)
o Hak yang dilindungi dengan seperangkat peraturan
(enforcement)

ASPEK SOSPOL DALAM PENGUSAHAAN HHBK


Kepemilikan lahan dan sumber daya:

Pada umumnya kepastian kepemilikan kawasan akan


mendorong komersialisasi HHBK, namun hal tersebut tidak
selalu menjadi jaminan kelestarian SD.

Komersialisasi HHBK bisa menyebabkan perubahan sistem


pemanfaatan sumber daya dan sangat tergantung kepada
faktor dan keeratan budaya masyarakat setempat.

Komersialisasi bisa mendorong perambahan kawasan (status


kawasan hutan negara menjadi ladang-ladang dengan budidaya
yang lebih intensif /managed forest, seperti pada contoh kasus
rotan di Kaltim, kayu manis di Jambi)

Komersialisasi bisa mendorong status SD menjadi open access


(contoh gaharu).

ASPEK SOSPOL DALAM PENGUSAHAAN HHBK


Gender:

Kaum wanita banyak terlibat di dalam pemanenan, pegolahan dan pemasaran


HHBK.

Curahan tenaga kerja antara kaum pria dan wanita dalam sistem produksi dan
pemasaran HHBK umumnya terbagi dengan jelas, walaupun pola nya sulit
untuk digeneralisasi.

Kaum wanita umumnya memiliki kontrol yang lemah terhadap pendapatan


(income) yang diperoleh dari komersialisasi HHBK. Peningkatan komersialisasi
HHBK dengan demikian tidak selalu memberikan manfaat langsung kepada
kaum wanita.

Pada beberapa kasus peranan kaum wanita digantikan oleh pria apabila terjadi
introduksi teknologi yang mampu mengurangi curahan tenaga kerja.

Proyek pemberdayaan yang lebih memfokuskan kepada kaum wanita mungkin


dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan peran politik dan
ekonomi kaum wanita dalam pemanfaatan HHBK.

PERTIMBANGAN EKONOMI DALAM PENGUSAHAAN HHBK


Potensi dan kontribusi HHBK terhadap kesejahteraan
keluarga/masyarakat dan peluang komersialisasinya

Berbagai studi tentang penilaian potensi HHBK untuk komersialisasi bersifat tidak
konsisten dan tidak menyeluruh karena perbedaan di dalam metoda pengukuran
dan persepsi terhadap nilai serta pada umumnya plot pengukuran kurang
mewakili atau kurang representatif.

Keuntungan dari kegiatan pemungutan dan pemasaran HHBK sangat tergantung


kepada berbagai faktor, seperti biaya upah, kekhususan peralatan dan teknologi
yang diperlukan, biaya promosi dan transportasi, dan pada umumnya tidak
dihitung dalam analisa biaya.

Kedekatan (lokasi) terhadap pasar merupakan faktor yang paling penting yang
menentukan tingkat keuntungan pengusahaan HHBK. Hal ini juga berarti
merupakan faktor kendala utama yang menentukan peluang komersialisasi HHBK.

Studi penilaian yang didasarkan kepada tingkat pendapatan yang diperoleh oleh
pelaku

usaha

menunjukkan

bahwa

pengusahaan

HHBK

sangat

penting

(significant) di daerah tropis bagi tingkat keluarga, kelompok masyarakat maupun


nasional.

PERTIMBANGAN EKONOMI DALAM PENGUSAHAAN HHBK


Komersialisasi dan kelestarian sumber daya

Dalam pengusahaan HHBK, istilah permintaan dan penawaran sering berbeda


dengan pemahaman para ekonom. Permintaan sering berarti jumlah yang
digunakan oleh masyarakat, baik untuk kebutuhan subsisten maupun komersil.
Penawaran bisa juga berarti stok SD yang ada di hutan.

Peningkatan nilai/harga HHBK bisa menimbulkan berbagai konsekwensi ekologis,


termasuk pengurasan sumber daya, perubahan keanekaragaman hayati (bisa
positif atau negatif), perubahan kualitas sumber daya, namun kecil kemungkinan
menyebabkan kepunahan.

Pengurangan sumber daya HHBK karena komersialisai dapat menimbulkan


respon yang berbeda-beda, diantaranya merangsang timbulnya upaya budidaya
(dalam bentuk manajemen hutan sekunder atau budidaya intensif) dan perluasan
wilayah pemungutan

Kondisi pasar yang tidak sempurna menyulitkan di dalam pemodelan hubungan


antara harga dengan sumber daya.

PERTIMBANGAN EKONOMI DALAM PENGUSAHAAN HHBK


Jaringan pemasaran

Jaringan pemasaran (tataniaga) HHBK pada umumnya melibatkan banyak pelaku


sejak produsen, pedagang perantara dan eksportir.

Dalam banyak kasus, pedagang perantara juga berfungsi sebagai penyandang


dana bagi produsen HHBK serta mempunyai kontrol yang kuat terhadap
produsen, yang umumnya tetap berada di dalam belitan kemiskinan.

Produsen sering berada pada titik terlemah dalam penguasaan jaringan transport
dan informasi pasar sehingga terjadi eksploitasi pedagang perantara terhadap
produsen.

Namun demikian, pedagang perantara tidak selalu dalam posisi sebagai


pengambil keuntungan terbesar karena berbagai resiko biaya yang harus mereka
tanggung (biaya penyusutan, pengolahan, penyimpanan serta resiko kerugian
lainnya).

Upaya pemerintah dalam menanggulangi eksploitasi produsen oleh pedagang


perantara sering digagalkan oleh rumitnya birokrasi, penetapan harga yang tidak
sesuai serta penyimpangan oknum petugas.

Rantai tataniaga rotan di Kutai, Kalimantan Timur

Petani/
Petani/Pemungut

Pedagang pengumpul
rotan asalan ((tingkat desa )

Bentuk

Harga

Asalan

Rp 300/kg

W&S

Rp 1.250/kg

Kulit rotan
Hati rotan
Anyaman kulit rotan
Anyaman hati rotan

Rp 2.700/kg
Rp 3.800/kg
Rp 8.000/m2
Rp 3.800/kg

Pedagang pengumpul /
Pengolah rotan W&S

Pedagang pengumpul
antar pulau

Pengrajin rotan /
industri rumah tangga

Industri pengolahan
rotan 1/2 jadi
Industri pengolahan
rotan barang jadi

Eksportir
Pedagang pengecer
Konsumen
luar negeri

Konsumen
dalam negeri

(Haury, 1996)

Margin dan nilai tambah perdagangan rotan sega dari Kalimantan Timur (Haury, 1996)
Produk

Nilai tambah

Aktivitas
No.

Lokasi

Tahap
pengolahan

Pelaku usaha

Hasil

Jumlah

Harga
(Rp/kg)

Jumlah

Nilai
tambah
berdasark
an tahap
pengolah
an

Akumulasi
nilai
tambah

Kebun
rotan

Pengumpulan/pe
manenan dan
pengangkutan ke
desa

Pengumpul dan
petani rotan

Rotan asalan
(basah,
dengan
kadar air 90100%)

50 kg

300

15.000

Desa,
sungai
Mahakam

Pengolahan I
(pencucian,
pengeringan dan
pengasapan) dan
pengangkutan ke
Samarinda

Pedagang
pengumpul
(tingkat desa)
dan jasa
pengangkutan

Rotan
mentah
(W&S), kadar
air 25-40%

25 kg

1.250

30.000

Samarinda,
laut Jawa

Pengolahan II
(pengasapan,
pengeringan,
pembelahan) dan
pengangkutan ke
Surabaya

Pedagang
pengumpul,
pabrik
pengolah (skala
kecil), jasa
pengangkutan

Rotan 1/2
jadi:
kulit rotan
hati rotan

56.850

1,9

3,8

Pengolahan III
(anyaman),
pengangkutan ke
Cirebon

Pabrik
pengolah (skala
menengah dan
besar)

Rotan 1/2
jadi:
anyaman
kulit rotan
anyaman
hati rotan

2,95

11,2

(1,4 - 1,6)

(15,6 - 18)

Jawa
(Surabaya)

Jawa
(Surabaya,
Cirebon,
Jabotabek)

Pengolahan
akhir

Industri mebel

Mebel rotan

10,5 kg
7,5 kg

2.700
3.800

17,5 m2

8.000/m2

140.500

7,8 kg

3.800/kg

28.500
168.000

..

ASPEK MANAJEMEN DALAM PENGUSAHAAN HHBK

Dalam konteks manajemen HHBK, masih dijumpai kekaburan


antara: manajemen intensif (intensive management) dengan
budidaya (cultivation), hutan alam dan hutan yang dikelola,
ekstraktif dan agroforestry, dsb.

Pemanenan HHBK telah cukup lama dilakukan di Indonesia


(hutan negara atau lahan milik), namun jarang sekali manajemen
yang secara khusus diterapkan untuk mengelola SD ini.

Beberapa contoh yang ada adalah penekanan campur tangan


pemerintah pada beberapa aspek tertentu dalam manajemen
(contoh pemberlakuan kebijakan ekspor rotan, kebijakan
pengusahaan cendana di NTT).

ASPEK MANAJEMEN DALAM PENGUSAHAAN HHBK

Sistem manajemen yang sudah relatif lama diterapkan adalah


manajemen tradisional, hanya saja pada umumnya tidak/belum
terdokumentasi. Contoh: repong damar, kebun kemenyan, kebun
rotan.

Intensitas manajemen tradisional sangat bervariasi dan


dipengaruhi berbagai faktor (geografis, pasar, budaya, dsb.).

Di dalam manajemen tradisional, sistem manajemen HHBK


merupakan bagian dari manajemen pengelolaan lahan secara
keseluruhan atau seluruh kegiatan pengusahaan HHBK.

Kebijakan perdagangan rotan dan pengaruhnya


terhadap ekspor rotan di Indonesia

SK. Mendagkop No. 492/Kp/VII/79, tgl 23 Juli 1979: Larangan ekspor rotan asalan
SK. Mendag No. 274/Kp/X/86, tgl 7 Oktober 1986: Larangan ekspor seluruh jenis rotan mentah &
rencana larangan ekspor rotan jadi mulai 1 Januari 1989.
SK. Mendag No. 190/Kp/VI/88, tgl 30 Juni 1988 : Larangan ekspor rotan jadi mulai 1 Juli 1988
SK. Menkeu No. 534/KMK.013/1992, tgl 27 Mei 1992 dan SK. Menkeu No. 554/KMK.01/1997 :
Pemberlakuan pajak ekspor rotan mentah dan jadi (prohibitive tax/USD 10-15/kg)
1997/8: Resesi ekonomi di Indonesia, kegiatan ekspor-impor menurun
SK. Menkeu N0.107/KMK.017/1999 dan SK. Menkeu No. 567/KMK.017/1999: Pajak ekspor
ditetapkan berdasarkan ad valorem (prosentase X HPE); PE = 30% sd. 10%.

Beberapa ketentuan tentang pengusahaan kayu cendana


1 Semua tanaman yang berasal dari regenerasi alam dimiliki oleh Pemda.
Siapa saja boleh menanam cendana dan berhak memperoleh 15% dari nilai
kayu pada saat panen (Perda No. 16/1986; SK. Mendagri No. 522.63433/1988), sepanjang dapat membuktikan sertifikat kepemilikan tanah (Kep.
7/1993).Propinsi melaksanakan inventarisasi tanaman setiap 5 tahun
2 Gub.
DinasNo.
Kehutanan
dan menentukan jatah tebangan tahunan untuk tahun-tahun berikutnya
(Perda No. 16/1986 dan Kep. Gub. No. 7/1993).
3 Pemda melaksanakan penebangan, menentukan biaya eksploitasi dan
mengatur dokumen-dokumen yang diperlukan selama penebangan dan
pengangkutan (Kep. Gub No. 7 dan No. 8/1993).
4 Pemda menetapkan harga kayu dan mengalokasikan kayu kepada
perusahaan-perusahaan terpilih (Kep. Gub. No. 7/1993).
5 Seluruh masyarakat harus memelihara kelestarian tanaman Cendana.
Penebangan, penyimpanan dan pengangkutan liar (ilegal) kayu cendana serta
pengrusakan terhadap tanaman cendana akan dikenai hukuman. Gubernur
membentuk Badan Koordinasi untuk mengawasi tanaman cendana. Badan
tersebut unsur-unsurnya terdiri atas: Bupati, Camat, Lurah, ABRI dan tokohtokoh masyarakat.

Persediaan, pasokan dan kapasitas industri kayu Cendana


di Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Perkiraan persediaan (tertinggi)

Produksi

Perkiraan persediaan (terendah)

Kapasitas industri

10,000
9,000
8,000
7,000
5,000
4,000
3,000
2,000

Tahun

2005

2000

1995

1990

1985

1980

1975

1970

1,000
1965

Ton

6,000

ASPEK EKOLOGI KOMERSIALISASI HHBK

Dampak negatif komersialisasi HHBK terhadap lingkungan (khususnya


kelestarian

SD

HHBK

itu

sendiri

dan

umumnya

terhadap

keanekaragaman hayati) sangat mungkin terjadi apabila permintaan


terhadap HHBK tersebut tinggi yang dibarengi dengan adanya ketidak
jelasan hak kepemilikan (sehingga terjadi over exploitation).

HHBK yang bereproduksi dengan cepat atau bereproduksi dengan


berbagai cara (vegetatif dan generatif) lebih tahan terhadap dampak
pemanenan yang meningkat sehingga dampak ekologisnya tidak nyata
terlihat.

Praktek pemanenan yang tidak lestari sering terjadi apabila para


pemungut bukan orang setempat (pendatang) dan tidak adanya aturan
yang jelas dalam tatacara pemungutan.

ASPEK EKOLOGI KOMERSIALISASI HHBK

Reformasi kelembagaan, seperti pendistribusian manfaat ekonomi yang


lebih luas serta pelimpahan kontrol kepada masyarakat setempat
mendukung kondisi ekologi SD yang lebih baik pada pemanenan HHBK
yang bersifat komersial.

Keanekaragaman yang tinggi serta ketidakteraturan produktivitas HHBK


di areal hutan alam merupakan kendala utama dalam komersialisasi
HHBK. Hutan sekunder yang relatif memiliki kerapatan yang tinggi atas
HHBK

komersial

tertentu

(dan

sebagai

konsekwensinya

nilai

keanekaragaman hutannya rendah) lebih cocok untuk komersialisasi


HHBK.

TERIMA KASIH
SEE YOU NEXT TIME

Vous aimerez peut-être aussi