Vous êtes sur la page 1sur 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. MEDIA REFRAKSI
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca) dan panjangnya bola
mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata
sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan
akomodasi atau istirahat melihat jauh. (Ilyas S, 2004).
B. FISIOLOGI REFRAKSI
Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan kembali
ke sebuah titik peka cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat mengenai
sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah
dari satu medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.
(Vaughan, 2004).

Gambar 2.Fisiologi Refraksi


Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya misalnya
: kaca dan air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya
tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai
medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus. (Sidarta I, 2003).

Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin besar
perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di
medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam
kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang
dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam refraktif total
karena perbedaan densitas pertemuan udara atau kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan
densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang
tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan
refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat
atau jauh. (Wijana N, 1993).
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus di retina
agar penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan mencapai retina atau
belum terfokus sebelum mencapai retina,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya
yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari
sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki) dianggap
sejajar saat mencapai mata. (Wijana N, 1993).
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang lebih
besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena berkas
dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu,
jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat
terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk
sumber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi. (Wijana N, 1993).
C. KELAINAN REFRAKSI

1. ASTIGMATISMA
a. Definisi Astigmatisma
Astigmatisma atau sering disebut juga mata cylindris yaitu suatu kondisi
dengan kurvatura yang berlainan sepanjang meridian yang berbeda-beda pada satu
atau lebih permukaan refraktif mata (kornea, permukaan anterior atau posterior dari

lensa mata), akibatnya pantulan cahaya dari suatu sumber atau titik cahaya tidak
terfokus pada satu titik di retina (Ilyas S, 2004).

Gambar 3.Pantulan cahaya pada Astigmatisma


b. Etiologi Astigmatisma
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut :
1) Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media
refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea,
yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah
lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan
lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior
posterior bolamata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena
kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea
serta akibat pembedahan kornea.
2) Adanya

kelainan

pada

lensa dimana

terjadi

kekeruhan

pada

lensa.

Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin


juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami
kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.
3) Intoleransi lensa atau lensa kontak pada post keratoplasty.
4) Trauma pada kornea.
5) Tumor (Vaughan, 2004).

c. Klasifikasi Astigmatisma
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina maka astigmatisma dibedakan
atas beberapa jenis diantaranya :
1) Astigmatisma Regular

Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan


kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang berlahan-lahan secara teratur dari
satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisma
regular dengan bentuk teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran. (Ilyas
S, 2004)
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisma regular
ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a) Horizonto-vertikal astigmatisma
Dibagi dalam 2 bentuk :
i. Astigmatisma with the rule (Astigmatisma lazim)
Astigmatisma with the rule merupakan kelengkungan kornea pada
bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek
dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada
astigmatisma ini meridian vertikal lebih curam dari horizontal.
Pada astigmatisma lazim ini diperlukan lensa silinder negatif
dengan sumbu 180 derajat untuk memperbaiki kelainan refraksi yang
ii.

terjadi. (Ilyas S, 2004).


Astigmatisma against the rule (Astigmatisma tidak lazim)
Astigmatisma against the rule adalah suatu keadaan kelainan
refraksi astigmatisma yang disebabkan oleh kelengkungan kornea pada
meridian horizontal lebih kuat atau curam dibandingkan dengan
kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Pada Astigmatisma tidak lazim ini diperlukan lensa silinder negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan silinder
positif sumbu horizontal (30-150 derajat). (Ilyas S, 2004).

b) Astigmatisma oblique
Suatu bentuk astigmatisma regular dimana garis meridian utamanya
tidak tegak lurus tapi miring dengan axis 450 dan 1350. (Wijana N, 1993).
2) Astigmatisma irregular
Astigmatisma irregular merupakan astigmatisma yang terjadi tidak
mempunyai dua meridian saling tegak lurus. Astigmatisma ini dapat terjadi akibat
kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan
menjadi irregular. Dan astigmatisma irregular terjadi akibat infeksi kornea, trauma

dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.
(Ilyas, 2004).
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme
terdiri dari:
a) Astigmatisma Miopia Simpleks
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik
B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias
terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). (Sidarta
I, 2003).

Gambar 4.Astigmatisma Miopia Simpleks


b) Astigmatisma Hiperopia Simpleks
Astigmatisma jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik
B berada di belakang retina. (Wijana N, 2001).

Gambar 5.Astigmatisma Hiperopia Simpleks


c) Astigmatisma Miopia Kompositus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik
B berada di antara titik A dan retina. (Wijana N, 1993).

Gambar 6.Astigmatisma Miopia Kompositus


d) Astigmatisma Hiperopia Kompositus

Astigmatisma jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan


titik A berada di antara titik B dan retina. (Sidarta I, 2003).

Gambar 7.Astigmatisma Hiperopia Kompositus


e) Astigmatisma Mixtus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik
B berada di belakang retina. (Wijana N, 1993).

Gambar 8.Astigmatisma Mixtus


Berdasarkan tingkat kekuatan dioptri astigmatisma dibedakan menjadi :
1) Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya
astigmatimus rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika
timbul keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.
2) Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri. Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3) Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat
mutlak diberikan kacamata koreksi. (Morlet N, 2001).

d. Gejala dan Tanda


Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan :
1) Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik
2) Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
3) Penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat
4) Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
5) Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
6) Sakit kepala terutama pada bagian frontal
7) Mata tegang dan pegal
8) Mata dan fisik lelah
9) Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan
ambliopia. (Hardten D, 2009).

e. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien
akan datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakkan kartu snellen. Periksa
kelainan refraksi myopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.
(Morlet N, 2001).
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang
disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan
pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat. (Ilyas S,
2004).

Gambar 9.Kipas Astigmat


Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmatisma dapat diketahui sehingga pada
saat dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa
sferis saja. (Morlet N, 2001).
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di
temukan dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara in
dapat dilakukan dengan menggunakan Placidos Disc di depan mata. Bayangan yang
terlihat melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk.
(Hardten D, 2009).

Gambar 10.Kornea Normal dan Kornea Astigmatisma dengan Tes Plasido


f. Penatalaksanaan
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihatan
(0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmatisma yang berat
dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.
1) Koreksi lensa
Astigmatismusdapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.
Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismusakan dapat
membiaskan

sinar

sejajar

tepat

di

retina,

sehingga

penglihatan

akan

bertambah jelas. (Hardten D, 2009).


2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak,
lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan

menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan


standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan
sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat
dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka
permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata. (Hardten D,
2009).
3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
a) Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah di insisi di
parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat
rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan
kedalaman dari insisi.
b) Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser
pada pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi
setelah photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali
jernih. (Hardten D, 2009).

Vous aimerez peut-être aussi