Vous êtes sur la page 1sur 14

PROSES PERSALINAN

Mekanisme yang merangsang proses kelahiran pada manusia masih sukar dimengerti
meskipun sebagian teka-teki telah mulai terpecahkan. Sebuah kunci perubahan di lapangan
adalah sebuah kesadaran bahwa proses kelahiran manusia adalah kejadian yang berbeda hewan peraga hanya dapat mengungkapkan pengetahuan yang terbatas. Oleh sebab itu,
penelitian mengenai proses kelahiran manusia telah menemukan bahwa mereka harus terfokus
pada wanita hamil, meskipun terdapat kesulitan etik dalam

mengadakan penelitian yang

melibatkan wanita dalam persalinan.


Kelahiran preterm muncul pada 5-15% kehamilan, bergantung pada populasi. 1 Angka
tersebut meningkat pada negara-negara maju, dan ditemukan insiden yang tinggi pada wanita
Amerika berkulit hitam. Reproduksi dengan pertolongan, yang dapat meningkatkan frekuensi
kehamilan multipel, hanyalah sebagian penjelasan. Kelahiran sebelum usia kehamilan 37
minggu dihubungkan dengan kematian neonatus sebesar 70%, dan terdapat hubungan terbalik
antara angka kematian perinatal dan periode kehamilan.
Morbiditas bayi juga dihubungkan dengan periode kehamilan yang singkat. Pada
penelitian di Swedia, 50% anak-anak dengan serebral palsi terlahir premature. Meskipun tidak
ada penurunan insiden kelahiran preterm selama 30 tahun terakhir, perkembangan neonatal
intensive care telah secara besar meningkatkan angka kelangsungan hidup. Biaya neonatal
intensive care jangka pendek sangat tingi, dan biaya pelayanan medis dan pendidikan untuk
anak yang terlahir premature menyebabkan kelahiran preterm mahal.
KEUNIKAN PROSES KELAHIRAN MANUSIA
Di dalam kelas mamalia, spesies individu menunjukkan banyak kemiripan pada
beberapa aspek fisiologi. Meskipun demikian, reproduksi adalah salah satu pengecualian yang
penting. Perkembangan plasenta adalah ciri umum reproduksi pada sebagian besar mamalia,
namun variasi pokok proses kelahiran adalah luas. Sebagai contoh, prpses kelahiran pada
domba dimulai dengan proses yang melibatkan hipotalamus, hipofisis, dan kelenjar adrenal
janin, sedangkan proses kelahiran pada kambing tergantung dari disolusi korpus luteum
maternal. Haig telah mengusulkan bahwa heterogenesitas pada mekanisme proses kelahiran
disebabkan oleh konflik genetic maternal-paternal: gen paternal meningkatkan persediaan janin

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83

dari sumber-sumber maternal sedangkan gen maternal membatasi nutrisi janin untuk
mempertahankan sumber-sumber untuk persediaan keturunan selanjutnya, yang dapat tumbuh
dari ayah yang berbeda. Analisis genomik komparatif telah menunjukkan bahwa hamper 95%
sekuens DNA manusia dan simpanse adalah terbagi-baginamun salah satu perbedaan yang
terbesar di antara dua spesies tersebut muncul pada gen-gen yang berhubungan dengan
reproduksi. Dan lagi, perubahan yang mengejutkan pada panggul wanita dengan perkiraan
postur nenek moyang manusia australopitekus yang berdiri tegak dan peningkatan ukuran
kepala pada manusia modern

selama berkembang memiliki konsekuensi terhadap proses

kelahiran (Gambar 1).


Corticotropin-Releasing Hormone dan Penentuan Waktu Kelahiran
Kehamilan manusia berlangsung kurang lebih 38 minggu setelah konsepsi, dengan
sedikit variasi diantara beberapa kelompok etnik. Pemilihan waktu kelahiran pada mencit
berhubungan dengan pematangan paru-paru janin. Pada manusia, sebaliknya, penentuan waktu
kelahiran dihubungkan dengan perkembangan plasenta-khususnya, dengan ekspresi gen untuk
corticotropin-releasing hormone (CRH) oleh plasenta.
Maternal CRH
Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara kadar CRH plasma maternal,
yang berasal dari plasenta, dengan waktu kelahiran.Kadar CRH plasma maternal meningkat
secara eksponensial sepanjang perkembangan kehamilan, dengan puncak pada saat kelahiran.
Pada wanita yang melahirkan preterm, kenaikan eksponensial terjadi secara cepat, sedangkan
wanita yang melahirkan setelah tanggal kelahiran yang diperkirakan, kenaikan nya terjadi
secara lebih lambat. Penemuan ini menunjukkan bahwa jam plasental (placental clock)
menentukan tanggal kelahiran. Produksi CRH oleh plasenta terbatas pada primate. Pada kera,
terdapat puncak midgestasi pada produksi CRH plasental, namun hanya pada kera yang besar
terjadi peningkatan eksponensial yang serupa pada manusia. Manusia dan kera besar juga
memproduksi protein pengikat bersirkulasi untuk CRH (CRHBP). Di akhir kehamilan, kadar
CRHBP jatuh, sehingga meningkatkan bioavailabilitas CRH. Glukokortikoid merangsang
ekspresi gen CRH dan produksi CRH oleh plasenta. Kemudian, CRH merangsang hipofisis
untuk menghasilkan kortikotropin, yang menyebabkan pelepasan kortisol oleh korteks adrenal.

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83

Pengaturan ini memungkinkan sistem umpan balik positif yang telah ditunjukkan oleh
model matematika untuk menyerupai perubahan sebenarnya yang diamati pada kehamilan
manusia. Produksi CRH plasental juga dipengaruhi oleh estrogen, progesteron, dan nitrit
oksida, dimana ketiganya bersifat inhibitorik, dan oleh jajaran neuropeptida yang bersifat
stimulator. Pada seorang wanita, peningkatan kadar CRH plasenta pada darah maternal
mengikuti fungsi eksponensial yang spesifik untuk kehamilan tertentu. Perubahan kecil pada
fungsi eksponensial menjelaskan mengenai produksi CRH yang membawa ke perbedaanperbedaan besar di antara wanita-wanitya yang berbeda di kehamilan yang lenih lannjut. Tidak
seluruh kasus kelahiran preterm berhubungan dengan perubahan pada produksi CRH; pada
keadaan tertentu, infeksi intra uterin, penyebab kelahiran preterm yang relatif sering, tidak
dihubungkan dengan peningkatan produksi CRH plasenta. Oleh karena itu, kadar CRH plasma
maternal yang rendah tidak menyingkirkan kelahiran preterm. Pengukuran CRH tunggal
memiliki sensitifitas yang relatif rendah untuk memperkirakan kelahiran preterm, meskipun
pada seorang wanita kadar CRH memiliki hubungan yang relatif spesifik dengan peningkatan
resiko kelahiran preterm yang cukup besar. Adanya variasi yang besar di antara para wanita
hamil, kecepatan peningkatan kadar CRH maternal merupakan petanda yang paling akurat dari
hasil kehamilan dan merupakan variable yang kritis. Dalam menilai kadar CRH, penting untuk
menyesuaikan kelompok ras atau etnik, meskipun di antara wanita-wanita Amerika berkulit
hitam, konsentrasi CRH berkorelasi dengan waktu kelahiran.
Gambar 1. Rongga panggul Simpanse, Australopitekus, dan manusia.
Rongga panggul yang besar pada simpanse (Panel A) memungkinkan lewatnya kepala fetus
yang relative kecil pada posisi kepala posterior. Pada Australopitekus (Panel B), pelebaran
ilium berhubungan dengan postur tegak dan penyempitan anteroposterior apertura pelvis yang
menyebabkan perlunya proses pelahiran dengan posisi kepala lateral. Pelvis manusia (Panel C)
memiliki apertura yang cukup besar untuk lewatnya kepala fetus dengan posisi kepala anterior.
Reseptor CRH
CRH disekresi oleh plasenta dan dikeluarkan terutama ke sirkulasi maternal, namun juga
memasuki sirkulasi fetal. CRH terutama berperan dengan berikatan pada reseptor CRH tipe-1,
anggota keluarga tujuah reseptor protein-G transmembran. Pada sang ibu, reseptor CRH

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83

terdapat di hipofisis, miometrium, dan mungkin juga kelenjar adrenal. Pada fetus, reseptor
CRH terdapat di hipofisis, kelenjar adrenal, dan mungkin paru-paru. Oleh karena itu,
peningkatan kadar CRH dapat berperan di berbagai tempat pada ibu dan fetus untuk memulai
perubahan yang berhubungan dengan proses kelahiran.peningkatan kadar CRH plasenta
menyebabkan kenaikan kadar kortisol dan kortikotropin maternal selama perkembangan
kehamilan, meskipun efeknya ditenangkan oleh protein ikatan bersirkulasi dan desensitisasi
reseptor CRH oleh paparan yang berkelanjutan pada kadar CRH yang tinggi.Peningkatan kadar
CRH dan kortikotropin menyebabkan produksi kortisol dan dehidroepiandrosteron sulfat
(DHEAS) oleh kelenjar adrenal maternal; peningkatan kadar kortisol dapat merangsang
pelepasan CRH dan DHEAS lebih lanjut oleh plasenta yang menyebabkan adanya substrat
untuk pembentukan estrogen plasental. Terdapat beberapa bentuk reseptor CRH pada
miometrium. Ikatan ligan pada bentuk yang paling umum, , CRHR1, menyebabkan disosiasi
sub unit dari protein G, yang menyampaikan sinyal dari reseptor CRH menuju efektor
inrasel. Sinyal tersebut mencapai puncaknya pada relaksasi sel miometrium. Pada masa
tersebut, reseptor CRH berubah ke bentuk yang kurang efisien dalam mengaktifkan jalur
relaksasi miometrium. Malahan, reseptor tersebut mengaktifkan jalur Gq, yang bertautan
dengan aktivasi protein kinase C dan jalur kontraktil. CRH dilaporkan dapat mempotensiasi
efek kontraktil beberapa urotonin, sepertioksitosin dan prostaglandin F2, yang menyebabkan
kontraksi uterus, namun demikian sulit untuk mengulangi hasil temuan tersebut.
CRH Janin
CRH plasental juga dilepaskan ke janin, dan meskipun konsentrasinya lebih rendah
pada sirkulasi janin dibandingkan dengan maternal, CRH plasental tetap meningkat dengan
berkembangnya kehamilan. (Gambar. 2). Pada janin, reseptor CRH terdapat pada hipofisis dan
sel-sel yang membentuk area fetal kelenjar adrenal. Stimulasi hipofisis janin oleh CRH
meningkatkan produksi kortikotropin, dan akibatnya, sintesis kortisol oleh kelenjar adrenal dan
amturasi paru-paru fetus. Selanjutnya kenaikan kadar kortisol pada fetus akan merangsang
produksi CRH placental lebih jauh. Pematangan paru-paru fetus merupakan akibat kenaikan
kadar kortisol berhubungan dengan peningkatan produksi protein surfaktan A dan fosfolipid,
yang keduanya memiliki aksi pro inflamasi dan dapat merangsang kontraktilitas miometrium
melalui peningkatan produksi prostaglandin oleh membrane fetal dan miometrium sendiri.

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83

Pada baboon, CRH secara langsung menstimulasi perkembangan paru-paru fetus dan secara
kuat merangsang pembentukan fosfolipid surfaktan namun tidak jelas apakah hal tersebut juga
terjadi pada manusia. Rangsangan CRH area sel-sel adrenal fetus, dengan kekurangan 3hidroksisteroid dehidrogenase, lebih diinginkan menyebabkan pembentukan DHEA maternal,
prekursor estrogen dan hormon yang penting di dalam kehamilan.
Area fetal kelenjar adrenal mengalami involusi dengan cepat setelah pelahiran plasenta,
menandakan factor-faktor plasenta, seperti CRH, mempertahankan area fetal (Gambar. 2).
Sehingga, CRH dapat merangsang steroidogenesis adrenal, dan menyebabkan tersedianya
substrat untuk produksi estrogen plasental yang akan membantu proses kelahiran dengan
merangsang kontraksi.
Secara ringkas, didapatkan bahwa sistem umpan balik positif pada ibu dan fetus menyebabkan
peningkatan eksponensial produksi CRH plasental selama perkembangan kehamilan.
Peningkatan produksi CRH plasental, selanjutnya menyebabkan perubahan konsentrasi kortisol
fetus, maturasi paru-paru fetus, cairan protein amniotik, fosfolipid, dan ekspresi reseptor
miometrium, yang berkombinasi, melalui seperangkat jalur aktivasi yang independen.untuk
mempercepat persalinan dan kelahiran. Jalur-jalur tersebut, masing-masing dapat merangsang
kelahiran, membuat mekanisme kelahiran menjadi sehat.
Gambar 2. Interaksi ibu-janin.
Pada ruang antarvilli, sinsitiotrofoblas melepaskan CRH, progesterone, dan estrogen ke
sirkulasi ibu dan janin. Kortisol lewat melalui arteri maternal dan masuk ke ruang antar villidi
mana ia akan merangsang produksi CRH oleh sinsitiotrofoblas. Vena umbilikalis janin
membawa CRH menuju sirkulasi janin, merangsang hipofisis janin mensintesis kortikotropin
dan meningkatkan sintesis kortisol adrenal dan DHEAS janin. Kortisol dan CRH merangsang
paru-paru janin untuk memproduksi protein surfaktan A, yang bergerak dari cairan amnion ke
amnion, di mana akan merangsang pembentukan cyclooxygenase-2 (COX-2) dan
prostaglandin E2. Keduanya melewati korion dan desidua dan merangsang sel-sel miometrium
maternal di bawahnya untuk memproduksi tambahan COX-2 dan prostaglandin F2.

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83

Aktivasi miometrium saat hamil aterm


Peristiwa penting yang terjadi saat persalinan adalah ekspresi dari kelompok protein
yang dinamakan protein terkait kontraksi. Protein-protein tersebut bekerja di uterus di saat
stadium relaksasi pada mayoritas kehamilan. Hal tersebut untuk menginisiasi kontraksi yang
kuat dan ritmis sehingga membuat janin dapat melewati leher rahim (serviks) yang melunak
saat kehamilan aterm. Ada tiga tipe protein yang berhubungan dengan kontraksi. Pertama,
kelompok protein yang dapat meningkatkan interaksi antara aktin dan miosin sehingga dapat
mengakibatkan kontraksi. Kedua, kelompok protein yang dapat meningkatkan eksitabilitas dari
sel miometrium individual, dan ketiga kelompok protein yang dapat memicu konektivitas
interseluler yang akhirnya dapat memulai perkembangan kontraksi yang sinkron.
Protein yang dapat memicu kontraktilitas miosit
Interaksi antara aktin dan miosin sangat menentukan kontraktilitas miosit. Untuk
mewujudkan interaksi tersebut, aktin harus dirubah dari bentuk globular ke bentuk filamen.
Aktin juga harus melekat ke sitoskeleton di titik tertentu di membran sel yang akhirnya dapat
menyebabkan perkembangan tegangan. Titik tersebut menghubungkan sel dengan matriks yang
membawahinya. Pasangan dari aktin yaitu miosin akan menjadi aktif jika terfosforilasi oleh
myosin-light chain kinase. Calmodulin dan meningkatnya kadar kalsium intraseluler akan
mengaktifkan enzim myosin-light chain kinase. Fosforilasi dari myosin rantai pendek dapat
meningkat dengan cara memblok aksi dari fosfatase. Setelah miosit terdepolarisasi, influks dari
kalsium ekstraseluler melalui kanal kalsium yang tergantung tegangan dan lepasnya kalsium
cadangan intraseluler akan menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler sehingga
memicu interaksi aktin dan miosin sehingga terciptalah kontraksi.
Nifedipin, zat yang dapat menginhibisi persalinan, bekerja dengan cara menghambat
kanal kalsium tergantung tegangan. Kanal akan terbuka ketika ligan teraktivasi (seperti
prostaglandin) sehingga menurunkan perbedaan elektrokimia di membran plasma (gambar 4).
Kanal yang diregulasikan oleh ligan ini akan melepaskan kalsium dari cadangan intraseluler.
Kanal tersebut diaktifkan oleh prostaglandin melalui reseptor prostaglandin E dan F serta oleh
oksitosin. Oksitosin akan mengaktifkan protein G 4 yang terikat pada fosfolipase C.
Fosfolipase C yang aktif selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase C dan mengeluarkan
inositol trifosfat. Protein kinase C kemungkinan mengaktifkan myosin-light chain kinase.

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83

Sementara itu, inositol trifosfat akan mengeluarkan kalsium dari cadangan intraseluler.
Regangan miometrium sebagai akibat pertumbuhan janin memberikan kontribusi terhadap
kontraktilitas miosit melalui aksi protein kinase teraktivasi mitogen. Sistem yang memicu
relaksasi melalui jalur G2 berlawanan dengan jalur mekanisme yang menyebabkan kontraksi
dengan cara meningkatkan kadar siklik AMP intraseluler dan mengaktifkan protein kinase A.
Enzim tersebut akan membuat myosin light chain kinase tidak aktif. Saat proses persalinan,
terjadi perubahan keseimbangan dari kedua sistem yang berlawanan ini sehingu memicu
terjadinya kontraksi miosit.
Gambar 3. Miometrium uterus saat persalinan
Saat persalinan, miometrium uterus diubah dari jaringan yang relatif konektivitasnya
rendah antara miosit (panel A) menjadi jaringan yang sangat baik konektivitasnya (panel B).
Konektivitas fisik terjadi melalui pori yang dibentuk oleh koneksin multimer 43. Konektivitas
antara miosit selama persalinan juga dibentuk oleh pelepasan prostaglandin F2 secara
parakrin dan pelepasan lokal dari kalsium. Konektivitas yang kuat baik secara fisik maupun
biokimia membuat depolarisasi terjadi dari satu miosit ke miosit di sebelahnya dan membuat
gelombang depolarisasi ekstensif dan hasilnya kontraksi yang terjadi pada area yang luas di
uterus. Hal tersebut meningkatkan tekanan intra uterus dan pembukaan yang progresif dari
serviks sehingga memudahkan pengeluaran janin.
Protein peningkat eksitabilitas miosit
Miosit menjaga perbedaan potensial elektrokimia membran plasma dengan menjaga
lingkungan interior tetap negatif dibanding lingkungan eksterior sel melalui aksi pompa
pertukaran natrium dan kalium. Komponen dari hal ini adalah kanal kalium yang diregulasikan
oleh kalsium dan tegangan. Kanal tersebut akan memungkinkan aliran efluks dari kalium
sehingga dapat meningkatkan perbedaan potensial lingkungan diantara membran dan membuat
membran sulit terdepolarisasi (gambar 4). Saat persalinan, perubahan distribusi dan fungsi dari
kanal akan menurunkan intensitas stimulus yang diperlukan untuk mendepolarisasi miosit dan
untuk menghasilkan influks kalsium yang dapat mencetuskan kontraksi. Reseptor 2 dan 3
simpatomimetik yang berfungsi meningkatkan jumlah kanal kalium yang terbuka sehingga
menurunkan eksitabilitas sel, jumlahnya juga akan berkurang saat persalinan.

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83

Protein pemicu konektivitas interseluler


Aspek yang paling penting dari aktivitas miometrium saat persalinan adalah
perkembangan sinkronisitas. Aktivitas yang sinkron dari miometrium akan menghasilkan
kontraksi yang kuat. Hal tersebut diperlukan untuk mengeluarkan janin dari jalan lahir. Hal
yang juga penting adalah periode di antara relaksasi. Hal tersebut akan memudahkan adanya
aliran darah ke janin (selama miometrium berkontraksi maka aliran darah ke janin berkurang
dan sebaliknya selama fase relaksasi, aliran darah akan meningkat). Uterus kekurangan jumlah
pemacu selama kontraksi, walau sel yang berfungsi sebagai pemacu baru-baru ini telah
ditemukan. Meskipun demikian, selama proses persalinan berjalan, akan terjadi sinkronisasi
proses aktivitas listrik uterus. Pada tingkat seluler, sinkronisitas tercapai melalui konduksi
listrik melalui miofibril yang saling berhubungan yang dapat mentransmisikan sinyal listrik ke
serat otot terdekat. Miosit yang teraktivasi akan mengeluarkan prostaglandin yang bekerja
dengan cara parakrin untuk mendepolarisasi miosit sebelahnya. Proses ini akan memicu
gelombang aktivitas dimana akan semakin banyak miosit yang teraktivasi dan akhirnya akan
semakin banyak miosit yang berkontraksi. Setelah berkontraksi, miosit akan mengalami
relaksasi dan menjadi refrakter untuk memulai proses berikutnya. Kontraksi uterus yang tipikal
terdiri dari tekanan yang naik secara perlahan dan turun hanya berlangsung selama kira-kira
satu menit. Pada tingkat molekular, miosit-miosit terhubungkan dengan kanal atau gap
junctions yang dibentuk dari koneksin multimer. Kanal ini akan memudahkan miosit berfungsi
secara ritmis (gambar 3).
Gambar 4. relaksasi dan kontraksi dari miosit uterus
Sebagaimana terlihat pada panel A, sebelum proses persalinan dimulai lingkungan
interior miosit tetap pada posisi relatif tinggi elektonegatif. Hal tersebut mengurangi
kemungkinan depolarisasi dan kontraksi. Potensial membran istirahat dihasilkan oleh pompa
kalium dan natrium yang dikendalikan oleh enzim ATPase. Pompa tersebut mengeluarkan tiga
ion natrium untuk setiap dua ion kalium yang dimasukkan ke dalam sel. Ketika kanal kalium
terbuka, maka akan memungkinkan kalium untuk keluar dari sel mengikuti perubahan
konsentrasi. Hal tersebut dapat meningkatkan keelektronegatifan intraseluler. Reseptor
simpatomimetik yang berada di permukaan sel miometrium berfungsi untuk membantu

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83

mempertahankan fase relaksasi dengan cara memicu kanal kalium untuk membuka. Saat proses
persalinan, terjadi depolarisasi ketika prostaglandin F2 dan oksitosin terikat pada reseptor
yang berada pada permukaan sel. Hal tersebut memicu terbukanya kanal kalsium tergantung
ligan. Aktivasi reseptor tersebut juga menyebabkan keluarnya cadangan ion kalsium dari
retikulum

sarkoplasma.

Ketika

kalsium

mulai

masuk

ke

dalam

sel,

penurunan

keelektronegatifan akan memicu terbukanya lebih banyak lagi kanal kalsium yang tergantung
tegangan. Hal tersebut makin menyebabkan semakin banyaknya ion kalsium yang masuk ke
dalam sel sehingga terjadilah depolarisasi. Seperti terlihat pada panel B, sebelum proses
persalinan, miosit uterus berada pada fase relaksasi dengan salah satu mekanismenya adalah
meningkatkan kadar siklik AMP (adenosin monofosfat) intraseluler. Meningkatnya kadar
cAMP akan meningkatkan kadar protein kinase A yang selanjutnya akan memicu aktivitas
fosfodiesterase dan defosforilasi dari miosin light chain kinase. Fosforilasi dari miosin rantai
pendek akan mencegah terbentuknya serat-serat aktin sehingga tidak terjadi kontraksi. Saat
proses persalinan maka akan terjadi proses sebaliknya. Di dalam miosit, aktin berubah bentuk
menjadi fibrilar (serat-serat). Kalsium memasuki sel yang telah mengalami depolarisasi dan
berikatan dengan Calmodulin membentuk kompleks Calmodulin-kalsium yang dapat
mengaktifkan ATPase yang selanjutnya akan memicu miosin sliding ke atas filamen aktin dan
menyebabkan pergerakan yang memicu kontraksi. PKA mempengaruhi aktivitas katalisis
protein kinase, R-PKA yaitu bentuk tidak aktif dari PKA, IP3 (inositol trifosfat), PIP3 (fosfatidil
inositol 3,4,5 trifosfat), PLC (fosfolipase C), dan DAG (diasilgliserol).
Jalur aktivasi miometrium
Kontribusi janin pada proses persalinan
Selama kehamilan, pertumbuhan uterus yang berada dalam kontrol estrogen akan
memungkinkan janin untuk tumbuh. Tetapi proses pertumbuhan akan menurun pada akhir
persalinan dan sebagai konsekuensinya adalah meningkatnya tekanan pada dinding rahim yang
juga menjadi petanda dimulainya awitan proses persalinan. Rata-rata, proses persalinan pada
janin gemelli akan lebih cepat terjadi daripada janin tunggal dan lebih cepat pada kehamilan
triplet daripada kehamilan kembar dua. Janin dengan makrosomi atau polihidramnion sering
mengalami persalinan prematur. Hal tersebut kemungkinan berkaitan dengan meningkatnya
regangan miometrium yang banyak terjadi pada kehamilan multipel, makrosomia, dan

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83

polihidramnion. Pada banyak sel otot polos, regangan cenderung diikuti oleh kontraksi.
Perubahan dari uterus yang mengakomodasi pertumbuhan janin selama kehamilan menjadi
uterus yang mengalami peregangan karena berhentinya pertumbuhan uterus diatur oleh
progesteron. Diduga, penurunan kadar progesteron akan meningkatkan perlekatan miosit ke
matriks intraseluler dengan bantuan integrin dan proses ini memicu aktivasi protein kinase
terkait mitogen sehingga meningkatkan kontraktilitas.
Ketika semakin mendekati kehamilan aterm, terdapat peningkatan konsentrasi CRH
plasenta. Terdapat peningkatan yang besar dari jumlah kortikotropin yang disintesis oleh
hipofisis janin dan peningkatan steroidogenesis pada kelenjar adrenal janin. DHEA yang
diproduksi dalam jumlah banyak oleh janin akan segera dimetabolisme oleh plasenta dan
diubah menjadi estrogen. Baru-baru ini diketahui bahwa peningkatan produksi kortisol
dihasilkan oleh area spesifik pada kelenjar adrenal janin. Peningkatan kadar kortisol pada janin
akan memicu pematangan dari sejumlah jaringan di tubuh janin terutama pada jaringan paru.
Jaringan paru yang matang akan meningkatkan produksi protein surfaktan dan fosfolipid yang
sangat penting dalam fungsi paru. Protein surfaktan juga masuk ke cairan amnion dimana
surfaktan mempunyai zat yang dapat mengaktifkan makrofag. Pada tikus, protein surfaktan A
mengaktifkan makrofag yang ada di cairan amnion dan makrofag mempunyai peran yang
penting saat dimulainya proses persalinan. Pada manusia, protein surfaktan yang ada di cairan
amnion diduga dapat menstimulasi proses inflamasi yang terjadi pada membran janin di
dekatnya, serta menstimulasi serviks dan miometrium saat dimulainya proses persalinan.
Terdapat bukti bahwa proses inflamasi ini adalah salah satu elemen yang penting dalam
memulai proses persalinan. Selama periode akhir kehamilan, kadar CRH di cairan amnion juga
meningkat dimana cairan amnion mempunyai kontak langsung pada amnion yang berada di
dekatnya.
Aktivasi membran janin
Amnion selalu berkontak dengan cairan amnion. Hal tersebut memberikan akses tanpa
batas bagi cairan amnion untuk berkontak dengan amnion (gambar 2). Produksi protein
surfaktan, fosfolipid, dan sitokin inflamasi meningkat saat terdapat peningkatan produksi dari
siklooksigenase (COX-2) dan prostaglandin E2 dari amnion. Juga telah diketahui bahwa
terdapat peningkatan kadar kortisol dan CRH di cairan amnion yang akan menstimulasi

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83 10

produksi siklooksigenase. Aksi yang tidak diperlukan tersebut akan meningkatkan kadar
prostaglandin E2 dan mediator inflamasi lain di cairan amnion.
Korion berada di bawah amnion (gambar 2). Korion memproduksi enzin prostaglandin
dehidrogenase (PGDH) yang merupakan inaktivator poten dari prostaglandin. Pada periode
akhir kehamilan, aktivitas PGDH korionik menurun, sehingga memicu aksi pro inflamasi
prostaglandin E2 di desidua yang mendasari, serviks, dan miometrium. Prostaglandin
memperantarai pengeluaran metaloprotease yang melemahkan membran plasenta, sehingga
memudahkan pecahnya membran (ketuban). CRH juga menstimulasi sekresi enzim membran
matriks metalloprotease-9.
Perlunakan serviks
Komponen yang penting dari proses persalinan normal adalah perlunakan serviks.
Persalinan dikaitkan dengan pergerakan substansi inflamasi ke serviks dan pengeluaran enzim
metaloprotease yang dapat mendegradasi kolagen. Hal tersebutlah yang merubah struktur dari
serviks. Selama proses tersebut, perbatasan antar membran janin dan desidua luluh dan protein
adhesif serta fibronektin janin akan memasuki cairan vagina. Munculnya fibronektin janin di
cairan serviks menjadi salah satu prediktor klinis yang berguna untuk mengetahui adanya
persalinan yang iminen.
Penurunan kadar progesteron
Progesteron mempunyai peran yang penting pada perkembangan endometrium dengan
cara memudahkan implantasi hasil konsepsi dan selanjutnya menjaga relaksasi miometrium.
Pada kebanyakan mamalia, penurunan kadar progesteron yang beredar akan mempercepat
proses persalinan. Pada manusia, antagonis progesteron RU486 dapat menginisiasi persalinan
kapan pun saat kehamilan. Karakteristik kehamilan pada manusia adalah kadar progesteron
yang beredar tidak akan turun saat proses persalinan dimulai. Penelitian untuk mencari tahu
mekanisme yang dapat mencatat penurunan fungsional dari kadar progesteron telah dapat
menemukan beberapa bentuk dari reseptor progesteron. Variasi dari reseptor progesteron
tersebut muncul dari transkripsi gen reseptor progesteron tunggal pada beberapa lokus
alternatif. Reseptor progesteron B, yang merupakan hasil transkripsi tersering, memediasi
banyak aksi dari progesteron. Juga terdapat hasil transkripsi yang lebih pendek seperti reseptor

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83 11

progesteron A dan C. Varian reseptor tersebut kurang memiliki domain aktivasi terminal-N dan
di beberapa pola, menjadi represor dominan bagi fungsi reseptor progesteron E. Ketika proses
persalinan dimulai, proporsi reseptor progesteron A, E, dan C berubah sehingga mampu
membuat mekanisme penurunan kadar progesteron. Sebagai tambahan, fungsi reseptor
progesteron memerlukan beberapa koaktivator spesifik termasuk cAMP response-element
binding protein, dan koaktivator reseptor steroid 2 dan 3. koaktivator-koaktivator ini jumlahnya
akan menurun saat dimulainya proses persalinan. Progesteron dapat dimetabolisme menjadi
beberapa substansi biologik berbeda. Sebagai contoh, saat proses persalinan, steroid poten
yang dapat menginduksi relaksasi yaitu 5 dihidroprogesteron kadarnya akan menurun saat
eskpresi dan aktivitas dari 5 reduktase steroid juga menurun. Faktor transkripsi inti juga
sangat penting dalam memblok aksi dari progesteron pada tingkat reseptor.
Inflamasi dan timbulnya persalinan
Pada monyet rhesus dan baboon, persalinan aterm dapat memakan waktu beberapa hari.
Kontraksi uterus yang sinkron terjadi setiap malam dan menghilang saat siang hari dan hal
tersebut terjadi sampai terjadinya kelahiran bayi. Manusia juga mempunyai potensi untuk
masuk dan keluar dari fase kontraksi aktif. Hal tersebut mengimplikasikan terjadinya derajat
reversibilitas dari proses persalinan yang minimal terjadi pada stadium awal. Pada penelitian,
jaringan dari miometrium manusia yang dikeluarkan melalui seksio sesarea sebelum
dimulainya onset persalinan dan ditaruh dalam organ dibawah tekanan terbukti menampilkan
kontraksi sinkron yang reguler. Hal tersebut membuktikan bahwa organ kontraktil ada dan
mampu melakukan aktivitas sebelum dimulainya aktivasi fisiologis persalinan. Penelitian yang
mencoba membandingkan antara beberapa jaringan miometrium yang didapatkan dari seksio
sesarea pada wanita hamil yang sudah dalam proses persalinan dan dari jaringan miometrium
wanita hamil yang belum dalam proses persalinan menunjukkan bahwa dari kedua sampel
tersebut terdapat peningkatan secara konsisten dari jumlah gen yang mengkode mediator
inflamasi seperti interleukin 8 dan superoksida dismutase.
Terbukti sangat sulit untuk memahami progresivitas dari persalinan karena kurangnya
model percobaan yang baik tetapi melalui teknik model percobaan yang baik akan dapat
menambah pengetahuan kita akan proses persalinan (gambar 5). Grafik yang menggambarkan
pengaruh langsung dari beberapa variabel dan menunjukkan hipotesis dapat digunakan untuk

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83 12

menentukan kompatibilitas dari beberapa jalur khusus penyebab dengan data beberapa
kelompok sampel yang disusun secara detil dan lengkap. Dengan pendekatan tersebut, terbukti
bahwa peningkatan faktor inflamasi seperti COX-2 dan Interleukin-8 adalah proses awal dari
persalinan aktif. Hal tersebut meningkatkan perubahan sebelum waktunya dari reseptor
progesteron sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan dari reseptor estrogen dan
sebagai konsekuensinya maka koneksin 43 dan reseptor oksitosin akan terekspresikan (gambar
5).
Pemahaman yang lebih baik dari jalur mekanisme persalinan normal harus dapat
menyediakan data dasar yang dapat mengidentifikasi poin sepanjang jalur mekanisme
persalinan yang mengungkapkan proses patologis yang dapat mempresipitasi atau
mempercepat persalinan preterm. Efek stress dapat dimediasi oleh meningkatnya kadar kortisol
baik di tubuh ibu maupun di tubuh janin dan sebagai konsekuensinya akan meningkatkan
ekspresi dari CRH plasenta. Infeksi dapat mengaktifkan inflamasi dan menstimulasi sintesis
prostaglandin di membran janin. Solusio mempengaruhi secara langsung miometrium melalui
pelepasan trombin yang merupakan stimulator poten dari kontraksi miometrium. Pada kasus
kehamilan multipel dan polihidramnion, meningkatnya regangan uterus akan meningkatkan
kontraktilitas miometrium (gambar 4).
Mekanisme untuk memahami proses persalinan pada manusia memang sangat rumit
dan menantang. Tujuannya adalah untuk memprediksi kehamilan mana yang berisiko untuk
terjadinya persalinan preterm dan untuk mengintervensinya dengan pendekatan yang tepat.
Keuntungannya sangat sunstansial jika kita dapat menurunkan insidensi palsi serebral dan
kerusakan kognitif yang disebabkan oleh persalinan preterm.
Gambar 5. sistem endokrin maternal dan fetal yang terlibat dalam peningkatan produksi
dari CRH plasenta
Peningkatan produksi dari CRH plasenta akan memicu peningkatan produksi kortikotropin dan
kortisol baik di tubuh ibu maupun tubuh janin. Meningkatnya kortisol juga akan semakin
menstimulasi produksi dari CRH plasenta. Hal ini merupakan lingkaran umpan balik positif
dan konsekuensinya terjadi peningkatan eksponensial dari sintesis CRH. Meningkatnya
kortisol janin akan menstimulasi pematangan paru, meningkatnya jumlah surfaktan paru, dan
produksi fosfolipid. Kortisol dan protein surfaktan akan mengaktifkan jalur inflamasi di

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83 13

amnion sehingga mengakibatkan perlunakan serviks dan aktivasi miometrium. Aktivasi


miometrium melibatkan penurunan kadar progesteron dan peningkatan produksi dari COX-2
yang akan mensintesis prostaglandin dan memicu kontraksi. Pertumbuhan janin dan
peregangan miometrium uterus sebagai konsekuensinya ditambah penurunan kadar
progesteron akan semakin memicu kontraktilitas uterus.

Disarikan dari : Smith, R. Parturition, New England Journal of Medicine,2007;356 : 271-83 14

Vous aimerez peut-être aussi