Vous êtes sur la page 1sur 16

A.

Pengertian
Diabetik ketoasidosis adalah keadaan yang mengancam hidup komplikasi dari diabetes
mellitus tipe 1 tergantung insulin dengan criteria diagnostic yaitu glukosa > 250 mg/dl, pH = <
7.3, serum bikarbonat <18 mEq/L, ketoanemia atau ketourinia. (Urden Linda, 2008).
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan atau akut dari DM tipe I, disebabkan
oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defisiensi
insulin, dikarakteristikan dengan hiperglikemia, asidosis, dan keton akibat kurangnya insulin
(Stillwell, 1992).
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh
defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM.
(Marylyn E.Dongoes, 2000).
Jadi KAD merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan
membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami
dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok.
B. Etiologi
Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.
2. Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis, iskemia usus dan
apendisitis. Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respon terhadap
stres fisik (atau emosional), terjadi peningkatan hormon hormon stres yaitu glukagon,
epinefrin, norepinefrin, kotrisol dan hormon pertumbuhan. Hormon hormon ini akan
menigkatakan produksi glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam jaringan
otot serta lemak dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkatkan dalam
keadaan sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat berlanjut menjadi ketoasidosis
diabetik.
3. Terdapat pada orang yang menderita diabetes oleh adanya stresor yang meningkatkan kebutuhan
akan insulin, ini dapat terjadi jika diabetes tidak terkontrol karena ketidakmampuan untuk
menjalani terapi yang telah ditentukan.
C. Tanda dan Gejala

Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam. Poliuria,
polidipsi, dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang KAD,
dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering disalah artikan sebagai
akut abdomen. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri abdomen,
gejala ini akan hilang dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10%) kasus, penglihatan kabur,
lemah, sakit kepala, kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl), terdapat keton di urin, dehidrasi dan
syok hipovolemik (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi dan takikardi) . Bisa
terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotic. Tanda lain adalah napas
cepat (kusmaul) yang merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai
bau aseton pada nafasnya.
D. Patofisiologi
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini kan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang berat dapat
kehilangan kira kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg natrium, kalium serta klorida
selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh hati.
Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan
asidosis metabolik (Brunner and suddarth, 2002).

E.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
2.
a.
b.
3.
a.
b.
4.
5.
6.

Pemeriksaan Diagnostik
Analisa Darah
Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
pH rendah (6,8 -7,3)
PCO2 turun (10 30 mmHg)
HCO3 turun (<15 mEg/L)
Keton serum positif, BUN naik
Kreatinin naik
Ht dan Hb naik
Leukositosis
Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
Elektrolit
Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi).
Fosfor lebih sering menurun
Urinalisa
Leukosit dalam urin
Glukosa dalam urin
EKG gelombang T naik
MRI atau CT-scan
Foto Toraks

F. Penatalaksanaan
Prinsip

terapi

KAD

adalah

dengan

mengatasi

dehidrasi,

hiperglikemia,

dan

ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan ketat,
KU jelek masuk HCU/ICU. Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
1. Penilaian klinik awal
a. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hierventilasi), derajat
b.

kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.


Konfirmasi biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), glukosuria,
ketonuria dan analisis gas darah.
Reusitasi :

a. Pertahankan jalan nafas.


b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20cc/KgBB bolus.
d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan nasogastrik tube untuk menghindari
aspirasi lambung.
2. Observasi klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a.

Frekwensi nadi, frekwensi nafas, dan tekanan darah setiap jam.

b.
c.
d.
e.
f.
g.

Ukur suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.


Pengukuran balance cairan setiap jam.
Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri.
EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau hiperkalemia.
Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas).

3. Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko
terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi dilakukan
lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
4. Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi.
Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap peningkatan
kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
d. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
e. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl dan
f.

evaluasi kecepatan hidrasi.


Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema serebri.

5. Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di
dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke
ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan
asidosis teratasi.
a.

Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan

pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
6. Penggantian Bikarbonat
a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.

b.

Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral, Hipokalemia,

Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan.


c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan bikarbonat serum <
5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.
d. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1 jam, atau
dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan dari kebutuhan.
7. Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun insulin
belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau bila
tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

dari cairan rumatan/hidrasi.


Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin.
Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 Salin.
Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan ketosis

dan merangsang anabolisme.


m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi penderita,
pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan. Perfusi
jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
8. Tatalaksana edema serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,
meliputi:
a. Kurangi kecepatan infus.
b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan pemberian akan
kurang efektif).
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.
9. Fase Pemulihan

Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: memulai diet
per-oral, peralihan insulin drip menjadi subkutan.
a. Memulai diet per-oral.
1) Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH > 7,3,
bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2) Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit sesudah
snack berakhir.
3) Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4) Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit sesudah
makan utama berakhir.
b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
1) Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak dapat
2)

menghabiskan makanan utama.


Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv diteruskan

sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.


3) Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar gula darah.
Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal
sebelumnya.
4) Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7 sebelum
makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.
G. Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak
adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan
memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,
komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dan penderita dan keluarnya disaat sakit serta
edukasi.
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1
agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekonpensasi metabolik dan penanganan
yang tepat. Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah:
1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian insulin,
managemen insulin yang tepat disaat sakit).
2. Menghindari stress.
3. Menghindari puasa berkepanjangan.

4. Mencegah dehidrasi.
5. Mengobati infeksi secara adekuat.
6. Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.
H. Komplikasi dari Keto Asidosis Diabetikum
1. Ginjal diabetik (Nefropati Diabetik)
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita
mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan
menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama
penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah.
Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongestif.
2. Kebutaan (Retinopati Diabetik)
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan
menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi bila tidak terlambat dan segera
ditangani secara dini dimana kadar glukosa darah dapat terkontrol, maka penglihatan bisa normal
kembali.
3. Syaraf (Neuropati Diabetik)
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada syaraf. Penderita bisa stres, perasaan
berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa). Telapak kaki hilang
rasa membuat penderita tidak merasa bila kakinya terluka, kena bara api atau tersiram air panas.
Dengan demikian luka kecil cepat menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir dengan
amputasi.
4. Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada
pembuluh darah jantung. Bila diabetes mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat
serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini
merupakan penyebab kematian mendadak. Selain itu, terganggunya saraf otonom yang tidak
berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa sesak, bengkak dan
lekas lelah.
5. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa
darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan
kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang kejang.
6. Impotensi
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi yang dialami. Hal
ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang saraf. Keluhan ini tidak hanya diutarakan
oleh penderita lanjut usia, tetapi juga mereka yang masih berusia 35-40 tahun. Pada tingkat yang
lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir tidak ada sama
sekali. Ini terjadi karena sperma masuk kedalam kandung seni (ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami kemandulan. Sangat
tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini penderita menggunakan obat-obatan yang
mengandung hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan
hormon tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya kondisinya masih baik.
Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes
wanita, keluhan seksual tidak banyak dikeluhkan. Walau demikian diabetes melitus mempunyai
pengaruh jelek pada proses kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami
keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa
mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.
7. Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glukosa darah melalui air seni, ginjal penderita
diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetes juga lebih
tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi,
secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal keotak untuk menambah tekanan darah.
Komplikasi lainnya.
Selain komplikasi yang telah disebutkan diatas, masih terdapat beberapa komplikasi yang
mungkin timbul.
1. Gangguan pada saluran pencernaan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu makanan yang sudah
2.

ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.


Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya karena kurangnya
perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit
penyembuhannya.

3.

Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita diabetes melitus lebih
mudah terserang infeksi.

I.

Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a.

Biodata : terdiri dari nama, umur (Usia : anak-anak cenderung mengalami IDDM Tipe I) tanggal

lahir, jenis kelamin, agama.


b. Riwayat penyakit sekarang : datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Poliphagi, lemas, luka
sukar sembuh atau adanya koma atau penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada
lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati serta penyakit pembuluh darah.
c. Riwayat penyakit sebelumnya : mungkin klien telah menderita penyakit sejak beberapa lama
dengan atau tanpa menjalani program pengobatan. Penyakit paru, gangguan kardiovaskuler serta
d.

penyakit neurologis serta infeksi atau adanya luka dapat memperberat kondisi klinis.
Riwayat penyakit keluarga : penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit yang diturunkan
(herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap keturunan atau timbul sejak kecil

e.

(kongenital). Genogram mungkin diperlukan untuk menguatkan diagnosis.


Status metabolik : Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakitpenyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obatobatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti

f.
1)
2)
3)
4)
5)

hiperglikemik oral.
Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran bisa CM, letargi atau koma.
Keadaan umum (Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun).
Sistem pernafasan (nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru).
Sistem integument (turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering).
Sistem kardiovaskuler (hipertensi, Ortostatik hipotensi/sistole turun 20 mmHg atau lebih saat

6)
7)
8)
g.
1)

berdiri).
Sistem gastrointestinal (nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia).
Sistem neurologi (sakit kepala, kesadaran menurun).
Sistem penglihatan (penglihatan kabur).
Pengkajian gawat darurat :
Airways: kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing yang

menghalangi jalan nafas.


2) Breathing: kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan.
3) Circulation: kaji nadi, capillary refill.
h. Aktivitas / Istirahat

Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istrahat/tidur. Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi
/disorientasi, koma.
i.

Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia. Tanda: Perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, nadi yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas,
kering, dan kemerahan, bola mata cekung.

j.

Integritas/ Ego
Gejala: Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda: Ansietas, peka rangsang.

k. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), nyeri tekan abdomen, diare. Tanda: Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
l.

Nutrisi/Cairan
Gejala: Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan
diuretik (Thiazid). Tanda: Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah),
bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton).

m. Neurosensori
Gejala: Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesi, gangguan
penglihatan. Tanda: Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan
memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma).
n. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat). Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi,
tampak sangat berhati-hati.

o. Pernapasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi/tidak). Tanda: Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan
meningkat.
p. Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda: Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi,
menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
q. Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.
r.

Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang lambat,
penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai
pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.

2. Diagnosa Keperawatan
a.

Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran

cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual, kacau mental.
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
c.

penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.


Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi ditandai dengan

pernafasan kusmaul.
d. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dehidrasi ditandai dengan poliuri.
3. Rencana Keperawatan
a.

Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran

cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual. Kriteria Hasil :
1) TTV dalam batas normal.
2) Pulse perifer dapat teraba.
3) Turgor kulit dan capillary refill baik.

4) Keseimbangan urin output.


5) Kadar elektrolit normal
Intervensi

Rasional

1. Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah Membantu memperkirakan pengurangan volume total.
dan berkemih berlebihan.

Proses infeksi yang menyebabkan demam dan status


hipermetabolik

meningkatkan

pengeluaran

cairan

insensibel.
Monitor vital sign dan perubahan tekanan
Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan

darah orthostatic.

takikardia. Hipovolemia berlebihan dapat ditunjukkan


dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari posisi
Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau berbaring ke duduk atau berdiri.
3. Pelepasan asam karbonat lewat respirasi menghasilkan
aceton.
alkalosis respiratorik terkompensasi pada ketoasidosis.
Napas bau aceton disebabkan pemecahan asam keton dan
akan hilang bila sudah terkoreksi.
Peningkatan beban nafas menunjukkan ketidakmampuan
Observasi kualitas nafas, penggunaan otot
asesori dan cyanosis.

terapi.
6. Menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi.
Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume.
8.
Mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan

Observasi ouput dan kualitas urin.


6. Timbang BB.
7. Pertahankan

cairan

2500

diindikasikan.
8. Ciptakan lingkungan

untuk berkompensasi terhadap asidosis.


Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan keefektifan

ml/hari

jika pengurangan cairan, perubahan emosional menunjukkan

yang

penurunan perfusi cerebral dan hipoksia.


nyaman,
9. Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas

perhatikan perubahan emosional.

lambung, sering menimbulkan muntah dan potensial

Catat hal yang dilaporkan seperti mual,


nyeri

abdomen,

lambung.

muntah

dan

distensi

menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit.


Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin
sangat berpotensi menimbulkan beban cairan dan GJK.

Kolaborasi :
Pemberian tergantung derajat kekurangan cairan dan
Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang
respons pasien secara individual.
meningkat, edema, peningkatan BB, nadiPlasma ekspander dibutuhkan saat kondisi mengancam

tidak teratur dan adanya distensi pada kehidupan atau TD sulit kembali normal
Memudahkan pengukuran haluaran urin
vaskuler.
Pemeriksaan lab :

Kolaborasi:

-Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa Mengkaji tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi.
-Albumin, plasma, dextran
-Pertahankan kateter terpasang
-Pantau pemeriksaan lab :
Hematokrit

Peningkatan nilai mencerminkan kerusakan sel karena


dehidrasi atau awitan kegagalan ginjal.
Meningkat pada hiperglikemi dan dehidrasi.
Menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel

BUN/Kreatinin

(diuresis

Osmolalitas

cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam

berespons terhadap sekresi aldosteron.

osmotik),

tinggi

berarti

kehilangan

Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya hilang


melalui urine, kadar absolut dalam tubuh berkurang. Bila
insulin diganti dan asidosis teratasi kekurangan kalium
terlihat.

Natrium

Kalium

b.

Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,

penurunan masukan oral, status hipermetabolisme. Kriteria hasil :


1) Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat.
2) Menunjukkan tingkat energi biasanya.
3) Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal.

Intervensi

Rasional

1. Pantau berat badan setiap hari atau sesuai Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk
indikasi.

absorpsi dan utilitasnya.

2. Tentukan program diet dan pola makan Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
pasien dan bandingkan dengan makanan kebutuhan terapetik
yang dihabiskan.
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri
abdomen/perut kembung, mual, muntahan
makanan yang belum dicerna, pertahankan

Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan


elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung
(distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi

pilihan intervensi.
puasa sesuai indikasi.
Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien
4. Berikan makanan yang mengandung nutrien
sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
kemudian upayakan pemberian yang lebih
padat yang dapat ditoleransi.
Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami
5. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan
kebutuhan nutrisi pasien.
sesuai indikasi.
Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya metabolisme
6. Observasi tanda hipoglikemia.
karbohidrat yang berkurang sementara tetap diberikan
insulin, hal ini secara potensial dapat mengancam
kehidupan sehingga harus dikenali.
Kolaborasi :
Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi urine
7. Kolaborasi :
untuk mendeteksi fluktuasi.
Pemeriksaan GDA dengan finger stick.
Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap terkontrol.

Mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat dan


Pantau pemeriksaan aseton, pH dan
menurunkan insiden hipoglikemia.
HCO3.
Larutan glukosa setelah insulim dan cairan membawa
Berikan pengobatan insulin secara teratur
gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme
sesuai indikasi.
karbohidrat mendekati normal perawatan harus diberikan

Berikan larutan dekstrosa dan setengah untuk menhindari hipoglikemia.


c.

salin normal.
Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi ditandai dengan

pernafasan kusmaul. Kriteria hasil :


1) Pertahanan pola nafas efektif.
2) Tampak rilex.
3) Frekuensi nafas normal.
Intervensi
1. Kaji pola nafas tiap hari.

Rasional
Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh status
asam basa, status hidrasi, status cardiopulmonal dan
sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat

diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang


Kaji

kemungkinan

adanya

secret

mungkin timbul.

yang

berpengaruh/paling berpengaruh.
Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran
sputum berlebih akibat kerja reflek parasimpatik dan atau

penurunan kemampuan menelan.


Kaji pernafasan kusmaul atau pernafasan
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui
keton.

pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis


respiratorik terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasan
yang berbau keton berhubungan dengan pemecahan asam
ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis harus

4.
Pastikan jalan nafas tidak tersumbat.

terkoreksi.
Pengaturan

posisi

ekstensi

kepala

memfasilitasi

terbukanya jalan nafas, menghindari jatuhnya lidah dan

5.

Baringkan klien pada posisi nyaman, semi meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang
fowler.
6. Berikan bantuan oksigen.

munkin terjadi.
Pada posisi semi fowler paru paru tidak tertekan oleh
diafragma.
Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi keasaman
memberikan respon penurunan CO2 dan O2, Pemberian

7. Kaji Kadar AGD setiap hari.

oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan


dapat mempertahankan level CO2.
Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2dan O2 merupakan
bentuk evaluasi objektif terhadap keberhasilan terapi dan
pemenuhan oksigen.

d. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dehidrasi ditandai dengan poliuri. Kriteria
1)
2)
3)
4)
5)
1.

Hasil:
TTV dalam batas normal.
Pulse perifer dapat teraba.
Turgor kulit dan capillary refill baik.
Keseimbangan urin output.
Kadar elektrolit normal
Intervensi
Rasional
Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, Memperkirakan volume cairan yang hilang. Adanya

muntah, diare.

proses

infeksi

mengakibatkan

demam

yang

Pantau tanda vital.

meningkatkan kehilangan cairan IWL.


Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan hipotensi
dan takikardi. Perkiraan berat ringannya hipovolemia
dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun

3.

Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor


kulit dan membrana mukosa.
Ukur BB tiap hari.

lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi


duduk/berdiri.
Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan yang
adekuat.
Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status

5. Pantau masukan dan pengeluaran urine.

cairan yang sedang berlangsung dan selanjtunya dalam


pemberian cairan pengganti.
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,

6.

Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hr.


fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang diberikan.
7. Kolaborasi
Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi.

Berikan NaCl, NaCl, dengan atau tanpa Kolaborasi


Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad
dekstrose.

Pantau pemeriksaan laboraorium: Ht, kekurangan cairan dan respon pasien individual.
BUN/Creatinin, Na, K.

Na menurun mencerminkan perpindahan cairan dari


intrasel (diuresis osmotik). Na tinggi mencerminkan
dehidrasi berat atau reabsorbsi Na akibat sekresi
aldosteron. Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan
selanjutnya kalium hilang melalui urine. Kadar Kalium

Berikan Kalium atau elektrolit IV/Oral.

absolut tubuh kurang.


Kalium untuk mencegah hipokalemia harus ditambahkan
IV. Kalium fosfat dapat diberikan untuk menngurangi

Berikan Bikarbonat.

beban Cl berlebih dari cairan lain.


Diberikan dengan hati-hati untuk memperbaiki asidosis.
Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan
muntah

Pasang selang NG dan lakukan penghisapan.

Vous aimerez peut-être aussi