Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
kepada
narapidana),
kerusuhan,
dan
pelarian.
Namun
tentang
gambaran
penyebab
kematian
tahanan
di
Lembaga
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran penyebab kematian di Lembaga Pemasyarakatan
Semarang pada periode tahun 2009-2010.
1.3.2
Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran distribusi tingkat kematian tahanan di
Lembaga Pemasyarakatan kelas I Kedung Pane-Semarang pada
periode tahun 2009-2010.
b. Diperolehnya gambaran penyebab kematian tahanan di Lembaga
Pemasyarakatan kelas I Kedung Pane-Semarang pada periode tahun
2008-2010.
c. Memenuhi salah satu tugas Kepanitraan Klinik Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal di RSUP Dr. Karyadi Semarang.
tahanan
di
Lembaga
Pemasyarakatan
Semarang,
sehingga
e. Data yang diperoleh diharapkan berguna bagi peneliti lain sebagai data dasar
untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kematian
2.1.1 Pengertian
Secara sederhana kematian didefinisikan sebagai berhentinya kehidupan
secara permanen ditandai dengan berhentinya fungsi berbagai organ-organ
vital sebagai satu kesatuan yang utuh dan berhentinya konsumsi oksigen.[5]
2.1.2 Jenis Kematian
Pada intinya jenis kematian secara umum ada 2, yaitu jenis kematian
somatik / kematian klinis / kematian sistemik dan kematian seluler /
kematian molekuler, akan tetapi jenis kematian juga dibagi menjadi 5 jenis
secara lebih spesifik, yaitu:
a.
b.
d.
e.
Mati otak (batang otak) adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi
neuronal intrakranial yang irreversibel, termasuk batang otak dan
serebelum.
Diperlukan
pemeriksaan
tambahan
berupa
Electro
2.1.3
[10,12]
Warna lebam
Pengertian
Sebagai negara yang sudah merdeka dan juga sebagai negara
hukum, narapidana harus mendapat perlindungan hukum dari pemerintah
dalam rangka mengembalikan mereka kedalam masyarakat sebagai warga
rasa
derita
pada
terpidana
karena
dihilangkannya
kemerdekaannya.
Negara membimbing terpidana dengan bertobat, mendidik
sehingga ia menjadi seorang anggota masyarakat Indonesia yang berguna.
Pembinaan narapidana secara institusional di dalam sejarahnya di
Indonesia dikenal sejak diberlakukannya Reglement penjara stbl. 1917 No.
708. Pola ini dipertahankan hingga tahun 1963. Pola ini mengalami
pembaharuan sejak di kenal sistem pemasyarakatan, dengan karakterisrik
sepuluh prinsip pokok yang semuanya bermuara pada suatu falsafah,
narapidana bukanlah orang hukuman.
Di dalam sistem pemasyarakatan, terdapat proses pemasyarakatan
yang diartikan sebagai suatu proses sejak seseorang narapidana atau anak
didik masuk ke Lembaga Pemasyarakatan sampai lepas kembali ke
tengah-tengah masyarakat.
Pemikiran-pemikiran baru mengenai pembinaan yang tidak lagi
mengenai penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi sosial
warga binaan, maka Pemasyarakatan melahirkan suatu pembinaan yang di
kenal dan dinamakan Sistem Pemasyarakatan. Adapun yang dimaksud
masyarakat
untuk
meningkatkan
kualitas
Warga
Binaan
2.2.2
Lembaga Pemasyarakatan
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan pidana penjara sebagai
pidana hukuman tumbuhnya bersamaan dengan sejarah perlakuan
terhadap terhukum (narapidana) serta adanya bangunan yang harus
didirikan dan pergunakan untuk menampung para terhukum yang
kemudian dikenal dengan bangunan penjara.
Dalam sistem baru pembinaan nrapidana bangunan Lembaga
Pemasyarakatan mendapat prioritas khusus. Sebab bentuk bangunan yang
sekarang ada masih menunjukkan sifat-sifat asli penjara, sekalipun image
yang menyeramkan dicoba untuk dinetralisir.
Penjara dulu sebutan tempat bagi orang yang menjalani hukuman
setelah melakukan kejahatan. Istilah penjara sekarang sudah tidak
dipakai atau sudah diganti dengan sebutan Lembaga Pemasyarakatan
10
sampai
munculnya
gagasan
hukum
pengayoman
yang
Pengertian
Istilah kematian dalam tahanan merujuk kepada semua kematian
yang terjadi pada individu yakni tahanan. Meskipun kebanyakan orang
sering mengartikan sebagai kematian di sel penjara tetapi sebenarnya
setiap kematian yang terjadi selama penangkapan, di mobil polisi, di
fasilitas rehabilitasi, atau bahkan di rumah sakit, hari, minggu atau bulan
11
12
karakteristik
toksisitas
kokain
maupun
13
14
Gambar 1. Kabel telepon mengitari leher wanita yang gantung diri di penjara
b. Non-Self Inflected
15
16
Gambar 2
Gambar 3
17
Gambar 4
Gambar 5
a. Pemendaman
cedera
(harboured
injury)
yang
18
kardiovaskular
aterosklerotik
dan
penyakit
jantung
hipertensi.
Otopsi memungkinkan dalam sertifikasi tepatnya penyebab
dan cara kematian dan berakhirnya spekulasi tentang penyebab
lainnya kematian dan kemungkinan cedera. Autopsi juga penting
19
status
mental
juga
dapat
dikarenakan
20
2.4 Epidemiologi
Menurut data selama tahun 2006 terdapat 813 narapidana meninggal di
penjara. Dari data tersebut terbanyak terjadi di DKI Jakarta yaitu 321 kasus.
Sementara pada tahun 2007 (Januari-Ferbruari) terdapat 62 narapidana yang
meninggal di berbagai LP di Indonesia, 22 di antaranya terjadi di Jakarta.
Jumlah kematian narapidana dan tahanan di penjara mengalami
peningkatan pada 2009. Kematian tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.
"Total 778 orang meninggal di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan
sepanjang 2009," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Untung Sugiono di
Jakarta, Kamis 31 Desember 2009.
Menurut dia, jumlah tersebut terdiri dari 514 narapidana dan 264 tahanan.
Jumlah tersebut meningkat dari jumlah tahun 2008 yang berjumlah 750 orang
meninggal di penjara, terdiri dari 548 narapidana dan 202 tahanan.
Untung menambahkan, penyebab kematian dari tahanan dan narapidana di
penjara ini bermacam-macam. Mulai dari masalah kelebihan kapasitas penjara
hingga penyakit. "Kebanyakan sudah menderita penyakit sebelum masuk
penjara," kata dia.
Untung mengatakan masa tahanan dari orang-orang yang meninggal di
penjara ini bervariasi. Menurut dia, terdapat 509 orang yang meninggal pada masa
tinggal satu hingga enam bulan di penjara.
Kemudian, terdapat 166 orang meninggal dengan masa tinggal tujuh
hingga 12 bulan dalam penjara. Sebanyak 103 orang meninggal dengan masa
21
tinggal lebih dari 1 tahun. Total ada 778 orang meninggal di penjara pada tahun
2009.
2.5 Pencegahan
a. Sosialisasi Nilai-nilai Hak Asasi Manusia dalam Pembinaan Narapidana
Hak Asasi Manusia merupakan hak esensial yang dimiliki oleh setiap
manusia sebagaimana yang tertuang dalam Magna Charta atau Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia. Dalam perjalanan sejarah untuk mencegah terus
berlangsungnya pelanggaran-pelanggaran HAM, PBB menetapkan sejumlah
kovenan yang berkaitan dengan perlindungan HAM seperti Kovenan Hak
Sipil dan Politik, Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Konvensi Hak
Anak, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman
Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia,
Standar
Perlakuan
pemasyarakatan,
Minimum
terhadap
Konvensi Internasional
Narapidana/Warga
binaan
Penghapusan Semua
Bentuk
22
23
menjelang
bebas
adalah
proses
pembinaan
di
luar
lembaga
24
c. Peningkatan Pengawasan
Ada perbedaan yang cukup signifikan antara aneka penghukuman
terhadap narapidana yang melakukan berbagai pelanggaran disiplin lembaga
(melakukan
pelanggaran
atas
aturan
dan
tata
tertib
lembaga
25
sesunnguhnya
Narapidana
pun
memiliki
hak
untuk
26
77
27
kebijakan
Ketidaktentraman
di
terhadap
dalam
pelaku
penjara
tawuran
merupakan
didalam
suatu
penjara.
gambaran
28
banyak perilaku manusia dan dampak yang kompleks dimediasi oleh banyak
variabel baik biologis maupun sosialinteraksi sosial seseorang belajar apa
yang terjadi di lingkungannya. Demikian juga halnya, jika tidak difokuskan
pemilahan antara residivis dengan first ofender hampir dipastikan keduanya
berinteraksi melalui komunikasi sehingga adanya proses pembelajaran dan
berpeluang melakukan kejahatan kembali.78
Kedewasaan dan kematangan jajaran pemasyarakatan saat ini berjalan
seiring dengan bergulirnya tuntutan masyarakat akan kinerja pemerintahan
yang bersih, profesional dan akuntabel. Perubahan dari sistem kepenjaraan ke
sistem pemasyarakatan membawa dampak demokrasi pembinaan yang
mengedepankan penghormatan dan penegakan hak asasi para narapidana serta
demokratisasi pembinaan. Di samping dampak positif yang manusiawi,
demokrasi pembinaan juga mengandung dampak negatif, yaitu menurunnya
disiplin narapidana, narapidana kurang hormat (dalam arti menghargai
petugas) dan petugas terlalu berhati-hati dalam menindak narapidana yang
melakukan pelanggaran karena adanya sanksi atasan terlalu berat dan tidak
berjenjang.
29
Hak Tahanan(2)
a. Menerima surat perintah penahanan atau penetapan hakim dari
petugas. Surat penahanan berisi identitas anda, alasan penahanan serta
uraian singkat tentang kejahatan yang disangkakan atau didakwakan
kepada anda serta tempat anda ditahan nantinya (pasal 21 ayat 2
KUHAP)
b. Meminta petugas menyerahkan tembusan surat perintah penahanan
kepada keluarga anda (pasal 21 ayat 3 KUHAP)
c. Ditempatkan secara terpisah berdasarkan jenis kelamin, umur serta
tingkat
pemeriksaan
(pasal
ayat
PerMenkeh
RI
No.
30
e. Tidak diberlakukan wajib kerja bagi tahanan dan bila anda ingin
bekerja secara sukarela, anda harus mendapatkan ijin dari instansi yang
menahan (pasal 15 PerMenkeh RI )
f. Segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik, diajukan kepada
penuntut umum dan kemudian proses ke pengadilan (pasal 50 ayat 1
dan 2 KUHAP). Dapat secara bebas memberikan keterangan kepada
penyidik (pasal 52 KUHAP)
g. Mendapatkan
bantuan
hukum
dari
penasihat
hukum
selama
2.6.2
31
Pada prinsipnya, hak bagi tahanan perempuan yang sedang hamil dan
menyusui tidak berbeda dengan tahanan lainnya. Perbedaannya hanya pada menu
makanan. Menu makanan bagi tahanan perempua n yang hamil dan menyusui,
diatur tersendiri dan berbeda dengan mereka yang dalam kondisi normal
(diatur di pasal 7 PerMenkeh RI).
2.6.3
pekatnya
bui,
tapi
juga
terbatasnya
ruang
spiritualitasnya.
b. Lost of autonomy (hilangnya otonomi). Setiap orang yang telah
dikategorikan sebagai napi secara tidak langsung akan kehilangan
sebagian haknya, khususnya masalah hak pengaturan dirinya sendiri,
dan mereka diharuskan untuk tunduk kepada aturan-aturan yang
berlaku
di
lingkungan
bui.
Akibatnya,
mereka
menghadapi
32
perilaku-perilaku
seks
menyimpang
(homoseksual,
33
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada tabel 3.1 dapat dilihat pada tahun 2009 terdapat 9 kasus kematian
dimana 3 kasus disebabkan karena gagal nafas, 3 kasus disebabkan oleh HIV, 2 kasus
disebabkan oleh stroke dan 1 kasus karena gantung diri.
34
Pada tabel 3.2 dapat dilihat pada tahun 2010 terdapat 7 kasus kematian
dimana 4 kasus disebabkan karena HIV, 2 kasus disebabkan oleh gagal nafas, dan 1
kasus karena gantung diri.
35
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat disimpulkan:
a. Distribusi kematian pada tahun 2009 mencakup 9 kasus dengan 3 kasus
disebabkan karena gagal nafas, 3 kasus disebabkan oleh HIV, 2 kasus
disebabkan oleh stroke dan 1 kasus karena gantung diri.
b. Distribusi kematian pada tahun 2010 mencakup 7 kasus dengan 4 kasus
disebabkan karena HIV, 2 kasus disebabkan oleh gagal nafas, dan 1 kasus
karena gantung diri.
c. Penyebab kematian terbanyak disebabkan secara natural karena penyakit HIV
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka saran yang akan
diajukan adalah sebagai berikut:
a. Perlu dibuat acuan khusus bagi petugas untuk memberikan hak-hak
narapidana dengan baik.
b. Perlu dilakukan tindakan pencegahan terhadap penularan penyakit HIV yang
kasusnya semakin meningkat pada periode 2009-2010 dengan cara pemberian
penyuluhan dan screening pada para warga binaan rutin terhadap
kemungkinan infeksi HIV.
c. Perlu tindakan tegas dan terukur dari aparat terhadap narapidana yang
melakukan tindakan kekerasan. Hal ini juga perlu didukung oleh sarana dan
36
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Wikipedia
Ensiklopedia
bebas.
Penjara.
Available
from:
http://id.wikipedia.org/wiki/Penjara.
2. Potret Penjara Indonesia. Jakarta . Kompas: 5 April; 2007.
3. Inquest.
Death
in
Prison.
Available
from:
http://inquest.gn.apc.org/stats_prison.html&rurl.
4. Alamsyah Agus Noor, Satriana, Distia Aviandari, Cerita Anak dari Penjara,
5. Diterbitkan Atas Kerjasama : Lembaga Advokasi Hak Anak LAHA, Karya
6. Namandira, Yayasan Saudara Sejiwa didukung Save The Children, 2005.
7. Andi, KUHP dan KUHAP, Jakarta : Rineka Cipta, 1995.
8. Anwar H . Moch., Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku 11, Bandung:
Alumni,1982.
9. Ashsofa Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 1996.
10. Atmasasmita Romli, Teori dan Kapita selekta Krirninolog, Bandung: Eresco,
1992.
11. -------, Kemandirian Polri dan Penegakan HAM di Indonesia, Lokakarya
Profesional dan Kemandirian POLRI tanggal 3-4 Agustus di Hotel Horizon,
Bandung, 1998.
12. Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta : Sinar Grafika, 2004.
13. Bunga Rampai Pemasyarakatan, Kumpulan tulisan Almarhum Baharuddin
Suryobroto, Mantan Kepala Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, diterbitkan
dalam rangka Hari Bakti Pemasyarakatan ke . 38, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan, Jakarta : April. 2002.
38
14. Chazawi Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Stelsel Pidana, Teoriteori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2002.
15. --------, Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005.
16. Clinard Marshal B, Comparative Criminology and Developing Countries,
dalam CWG. Japerse, eds, Criminologiy : Between The Rule of Law and The
Outlaws Kluwer-Deventer, 1976.
17. Dirdjosisworo Soedjono, Sejarah dan Azas Teknologi Pemasyarakatan,
Bandung : Cv Armiko, 1984.
18. Direktorat Registrasi dan Statistik, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Maret 2008
19. Dokumen Kesatuan Pengamanan Rutan Klas I Medan Berdasarkan Hasil
Berita Acara Pemeriksaan Warga binaan pemasyarakatan Rabu Tanggal 21
Maret 2006.
20. Executive Summary, Indonesia: Demokrasi Etalase, Catatan Kondisi HAM
Indonesia 2007.
21. Ghali Zakaria, Sistem Pemasyarakatan Indonesia Belum Tersentuh Semangat
Reformasi
dan
Kebangkitan
Nasional,
http://www.infojambi.com/adv/arthess/jadi%20arthess.html,
22. Harahap M. Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP,
Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta : Sinar Grafika,2000.
23. Haskell Martin R. dan Lewis Yablonsky, Criminology : Crime and
Criminality Chicago: Rand Mac Nally College Publishing Company, 1974
24. http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan Diakses pada tanggal 14 Oktober 2008
39
40
Martabat
Manusia
Dalam
Institusi
Pemasyarakatan,
November 2007.
41. Petunjuk Pelaksanaan dan Teknis Perawatan Rumah Tahanan Negara,
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman RI, 1986.
42. Santoso Topo dan Eva Achjani, Kriminologi, Jakarta: Rajawali Press, 2006.
43. Schaffmeisser D., N. Keijen dan E. P. H. Sutorius, 2004, Hukum Pidana,
Konsorsium Ilmu Hukum Departemen P dan K, Yogyakarta. Schravendijk,
Buku Pelajaran Tentang Hukum Pidana Indonesia, Jakarta : Groningen, 1955
41
44. Setiawan
Aries,
LP
di
Indonesia
Over
Capacity
45%,
http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/01/04/1/72751/lp-diindonesia-overcapacity-45
45. Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, Tahun 1981.
46. Soedjono, Sinopsis Kriminologi Indonesia, Jakarta: Mandar Maju, 1997.
47. -------, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia UI
Press,1986
48. Stephen Schafer, The Beginnings of Victimology, dalam Israel Drapkin dan
Emilio Viano, eds. Victimology Lexington, Mass:Lexington Books, 1974.
49. Sudirman Didin, Posisi Dan Revitalisasi Peasyarakatan dalam Sistem
Peradilan Pidana di Indonesia, Jakarta: Alnindra Dunia Perkasa, 2007.
50. Sumaryono E., Etika Profesi Hukum, Yogyakarta : Kanisius, 1995 Sumber
Data
Direktorat
Keamanan
dan
Ketertiban
Direktorat
Jenderal
42
Kriminalitas
dan
Sistem
Penanggulangannya,
makalah,
http://zubaedism.blogspot.com/ 2003.
59. Perundang-undangan:
60. Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP
61. Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
62. Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.04.UM.01.06
Tahun 1983
63.
43