Vous êtes sur la page 1sur 9

Bab I

PENDAHULUAN

Agar bisa berbicara dalam konteks masa dan ruang yang berbeda, AlQuran mesti dipahami dan ditafsirkan oleh para pembacanya. Al-Quran
adalah bersifat tetap apabila dilihat dari bunyi teks dan proses
pewahyuannya. Al-Quran telah berhenti sebab pewahyuan berakhir dengan
berakhirnya masa kenabian baginda Rasululullah Muhammad saw.
Di sisi lain, ragam problema dan masalah-masalah yang timbul dalam
lingkungan umat Islam selalu berkembang seiring dinamika zaman yang
serba progres. Oleh sebab itu, untuk mendialogkan antara Al-Quran dan
perkembangan zaman yang dinamis dan progres, muncul disiplin ilmu
dengan apa yang disebut sebagai tafsir. Para ulama melakukan berbagai
upaya untuk menjadikan Al-Quran agar bisa berbicara dan berdialog pada
setiap zaman yang berbeda, melalui aktivitas penjelasan makna-makna AlQuran secara maknawi-substantif sehingga upaya tersebut lantas dikenal
secara luas sebagai tafsir.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa pengertian tafsir adalah
upaya untuk melakukan dialog antara Al Quran dan ragam problematika
zaman yang dinamis dengan membongkar makna terdalam atau pesan
tersirat yang terkandung di dalam Al Quran. Sementara itu, dalam peta
keilmuan Islam, ilmu tafsir adalah ilmu yang tergolong belum matang,
sehingga selalu terbuka untuk dikembangkan. Setiap periode memiliki
perkembangan yang berbeda sampai sekarang pun.

Rumusan masalah
1. Pengertian Tafsir Riwayat / bil Matsur / Naql
1

2. Kebaikan dan Kelemahan Tafsir bil Riwayat


3. Kitab-Kitab Tafsir bil Riwayat
4. Kodifikasi Tafsir bil Matsur dalam buku-buku Hadist
Bab II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Tafsir Riwayat



.
Artinya: Tafsir bil matsur adalah tafsir yang melandaskan diri pada
riwayat yang shahih, yakni menafsirkan al-Quran dangan al-Quran atau
dengan as-Sunah atau dengan riwayat shahabat (Atsar) sebab sahabat Nabi
adalah orang yang mengetahui tentang Kitab Allah atau dengan sesuatu
yang dikatakan tabiin besar sebab mereka biasa menerima hal itu dari
sahabat (Nabi).
Jadi, pengertian tafsir bil matsur adalah tafsir Al Quran dengan ayat Al
Quran sendiri atau dengan hadits atau menggunakan pendapat dari para
sahabat Nabi Muhammad saw.
Penafsiran zaman sahabat masih berkisar pada riwayat adapun
sumber dari penafsiran sahabat adalah:
1. Al-Quran
Al-Quran itu ibarat jalinan kalung yang satu dengan lainnya saling
terkait dan menjelaskan. Maka di kalangan sahabat muncul adapun bahwa
Al-Quran Yufassiru Badhuhu badhan (bagian dari Al-Quran menerangkan

bagian yang lain).


Metode itu merupakan salah satu cara yang ada dalam tafsir bil mastur. Cara
yang dipakai dalam metode ini adalah dengan sesuatu yang mujmal (global)
kepada sesuatu yang mubayyan untuk mendapatkan penjelasannya atau
membawa sesuatu dengan yang mutlak kepada sesuatu muqoyyad/khas
sebagai penjelasannya. Hal ini terjadi, khususnya jika ada dua masalah yang
berbeda kandungan hukumnya tetapi bersamaan sebabnya.
2. Hadits Naf
Salah satu fungsi dari hadits adalah sebagai penjelas dari Al-Quran
ayat yang diturunkan Al-Quran. Oleh karena itu sahabat bila tidak betulbetul ayat yang diturunkan. Al-Quran dan terjemahannya. Al-jumanatul Ali.
CV. Penerbit J. Art, ha 554 mendapati penafsiran Al-Quran dengan Al-Quran
maka akan menggunakan hadits.
3. Ijtihad para sahabat
Jika para sahabat tidak mendapatkan informasi penafsiran ayat AlQuran dari Rasulullah, maka mereka akan melakukan ijtihad dengan
mengarahkan segenap kemampuan nalarnya (berijtihad) hal ini dapat
dimengerti sebab Al-Quran turun memang untuk dipahami sekaligus
sebagai landasan moral teologis untuk menjawab problem dan tantangan
zamannnya. Apalagi mereka adalah orang-orang arab asli yang sangata
menguasai bahasa arab dan memiliki dzauk as-salim yang cukup baik dan
maka mereka dapat memahami Al-Quran dengan baik dan mengetahui
aspek-aspek ke-balaqah-an yang ada di dalamnya.
Ibnu Tamiyah, As-Sayuti dan lainnya beranggapan para ulama bersepakat
bahwa kedudukan perkataan sahabat (dalam menafsirkan Al-Quran) adalah
salah satu methode dalam methode penafsiran Al-Quran.
Pendapat ibnu Tamiyah ini diikuti oleh Ibnu Tafsir. Ibnu Tafsir sangat
konsisten dalam menggunakan pendapat ulama sebagai salah satu methode
penafsirannya.
4. Kisah-kisah Ahlul Kitab dari Yahudi dan Nasrani
Dari Abu Hurairah berkata: pada zaman dahulu ahlul kitab membaca
3

kitab taurat dengan bahasa Ibroniyah kemudian menafsirkannya dengan


bahasa arab untuk kaum muslimin dan Rasullullah SAW bersabda janganlah
engkau percaya ahlul kitab dan jangan pula membohonginya dan katakanlah
sesungguhnya kami beriman kepada Allah dan apa-apa yang diturunkan
kepada kami (Bukhari).
Para sahabat sangatlah hati-hati dalam menggunakan isroiliyat sebagai
tafsiran dalam kisah-kisah di Al-Quran.
Periode penafsiran tabiin dimulai dengan berakhirnya zaman sabahat
adapun sumber penafsiran mereka adalah:
1. Al-Quran
Ini sama dengan yang dilakukan oleh Rasulullah dan sahabat.
2. Hadits nabi
3. Perkataan para sahabat
Pada dasarnya apa yang ditafsirkan oleh Rasulullah kepada sahabat tidak
mencakup semua ayat akan tetapi menafsirkan apa-apa yang sulit dipahami.
Kemudian mereka merasa perlu untuk menutupi kesulitan itu dengan ijtihad
sendiri untuk mengetahui maknanya.

2. Periode pembukuan (kodifikasi)


Periode ini mulai di munculnya pembukuan, yaitu di akhir zaman Bani
Umayyah dan permulaan bani Absaiyah periode ini terdiri dari beberapa
tahapan yaitu:
1. Tahapan pertama
Tahapan ini dimulai pada zaman setelah tabiin. Pada masa itu tafsir
sudah mulai dibukukan yaitu masih menjadi bagian dari hadits dan tafsir
belum berdiri sendiri dan belum ada penulisan tafsir Quran surat persurat
dan ayat perayat dari awalnya sampai akhirnya.
Ada sebagian ulama hadits yang menafsirkan Al-Quran dan di nisbahkan
kepada tafsir Rasulullah, sahabat dan tabiin akan tetapi tafsir tersebut
meruapkan bagian dari pada bab-bab yang ada di hadits, di antara mereka
adalah Syubah ibn Al-Hajjaj, wafat 110 H, Yazir ibnu Harun As-Silmi 117 H,
Waki ibnu Al-jaroh 1997 dan Sufyan Ibnu Uyainan 198 H.
4

2. Tahapan Kedua
Dalam masa ini tafsir telah terpisah dari hadits dan menjadi ilmu yang
berdiri sendiri dan meletakkan tafsir setiap ayat dari Al-Quran dan
meletakkannya berdasarkan tertib mushaf. Dan telah di selesaikan oleh
beberapa ulama di antaranya: Ibnu Majah meninggal 273 H, ibnu Jarir AtThobari 310 H, Abu Bakar Ibnu Al-Mundzir An-Naisaburi 318 dan Ibnu Abi
Hatim 328 H.
Dan setriap dari penafsiran ini diriwayatkan dengan sanad kepada
Rasulullah, sahabat. Tabiin dan tabiu, at-tabiin dan tidak ada di dalam
penafsiran-penafsiran itu yang lebih banyak dari pada penafsiran bil mastur,
kecuali ibnu Jarir At-Thobari maka beliau telah menyebutkan pendapatpendapat, kemudian mengkomposisikan dan menarjihkan sebagian yang
satu atas sebagian yang lain dan beliau menambah juga irab jika diperlukan
serta mengistinbatkan hukum-hukum jika perlu.
Hal inilah yang mengilhami beberapa ulama setelahnya untuk
mengadakan tarjih yang lebih luas terhadap pendapat beberapa tabiin
maupun tabiut tabiin, lebih menjadi hukum dan lebih banyak memberi
keterangan tata bahasa (gramatikal) dalam penafsiran, maka beberapa
puluh tahun kemudian muncullah tafsir bil royi yang lebih condong ke fiqih,
bahasa, dan lain-lain.
3. Tahapan Ketiga
Pada tahapan ini masih berbentuk tafsir bil mastur akan tetapi terjadi
beberapa perubahan diantaranya peringkasan sanad-sanad kemudian
mengambil perkataan dengan bil mastur dari para mufassir dari kalangan
terdahulu mereka (salat) tanpa menisbahkan perkataan tersebut orang yang
berkata, maka masuklah pemalsuan dalam tafsir dan bercampurlah yang
sahih dengan yang cacat, maka para peneliti dalam buku-buku ini mengira
bahwa setiap apa-apa yang ada didalamnya adalah betul semua, maka para
ulama banyak mutaakhiri mengambilnya untuk dimasukkan ke dalam
tafsirannya dan mengutip isroiliyah dan buku-buku ini dan itulah awal dari
munculnya bahaya pemalsuan isroiliyah
5

Oleh karena itu nantinya ibnu katsir akan cenderung berhati-hati dalam
memaparkan hadits-hadits, pendapat-pendapat sahabat, thabiin dan juga
terutama sangat berhati-hatinya adalah ketika mengutip isroiliyah.
4. Tahapan keempat
Kemudian tafsir berlanjut dari tahapan ini ke tahapan yang lebih luas
dan lebih longgar. Berlangsung dari zaman Abbasiyah sampai kepada masa
kita saat ini, setelah tafsir sebelumnya hanya berkisar pada riwayat yang
didapat dari ulama terdahulu. Kemudian tarfsir menembus tahapan itu dan
melangkah dengan penulisan teafsir yang mana bercampur di dalamnya
antara pemahaman akal dalam penafsiran dengan naql (periwayatan)
dengan adanya catatan-catatan.
Pada awalnya hanya berupa mengutip beberapa pendapat dan menarjihkan
sebagian atas sebagian yang alinnya kemudian bertambah dan berkembang
menjadi pengetahuan yang berbeda-beda dan ilmu yang bermacam-macam,
pendapat-pendapat yang fanatisme dan akidah-akidah yang sangat kontras
sampai di temui buku-buku tafsir yang didalamnya terkandung beberapa
ilmu yang hingg hampir tidak bersambung kepada tafsir kecuali diluas di situ
ilmu-ilmu bahasa, nahwu shorof, fanatik madzhab, perbedaan fiqih dan
muncul para kelompok-kelompok Islam menyebarkan madzhab-madzhabnya
dan menyerukannya dan di terjemahkannya buku-buku filsafat dan kemudian
ilmu-ilmu tersebut menjalahkan tentang pembahasan hadits itu sendiri.
Ibnu Katsir termasuk ulama yang hidup di masa ini oleh karena itu, ibnu
katsir dan gurunya berusaha mengembalikan tafsir kepada kedudukannya
semula yang tidak dipengaruhi fanatisme madzhab dan golongan serta tidak
mengungkapkan gramatikal yang berlebih hanya sebatas keperluan dan ini
berliau lakukan dengan membawa penafsiran kepada zaman Rasulullah
sampai pada tabiin karena memang penafsiran pada masa itu relatif terjaga
dari percampuran hal-hal yang merusak dari luar.

5. Tahapan Kelima (corak kitab-kitab tafsir berdasarkan pendidikan mufasir).


6

Tinjauan disini lebih berkisar pada coraknya bukan pada tinjauan


sejarah, meskipun sedikit banyak mengungkap sejarah.
Didalamnya kita akan mendapati setiap mufasir yang mempunyai
kecakapan dalam cabang ilmu tertentu maka akan menulis tafsirannya
sesuai dengan bidang yang di kuasainya.
Itulah perkembangan tafsir yang secara garis besar dibagi menjadi dua,
masa periwayatan dan masa kodifikasi. Masa periwayatan di mulai dari
zaman Nabi Muhammad SAW, sahabat dan tabiin, sedangkan masa
kodifikasi di mulai dengan masa adanya usaha pembukuan yaitu awal dari
dinastti Bani Abbasiyah dan akhir dari dinasti Umayyah.
Dalam masa kodifikasi di bagi menjadi beberapa masa yaitu: masa pertama
masa dalam bagian dari hadits, masa kedua tafsir sudah terpisah dari hadits
dalam bentuk tafsir bil mastur, tahap ketiga yaitu tafsir masih dalam bentuk
periwayatan (bil mastur) akan tetapi ada peringkasan sanad-sanad, dan
tafsir sudah mulai tercampur antara yang sahih dengan yang cacat. Masa
keempat, tafsir sudah banyak di masuki filafat kajian madzhab, fanatisme
madzhab dan golongan, masa kelima tafsir sudah menjadi corak tersendiri
sesuai dengan keilmuan mufassir corak.

Penutup
Demikian Makalah Tafsir bil Ma'tsur yang dapat kami sajikan di mana
tentu masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunannya. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun, kami harapkan dalam rangka
penyempurnaan dan perbaikan pada makalah selanjutnya. Semoga Makalah
Tafsir bil Ma'tsur dapat memberikan manfaat yang nyata kepada kita semua.
Amin.

Daftar Pustaka
Amanah, Siti, Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, CV.Asy-Syifa, Semarang,
1993
Baidan, Nashruddin, Metode Penafsiran al-Quran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2002)
Teungku Hasbi Ash Shiddieqy, Muhammad, Sejarah & Pengantar Ilmu AlQuran dan Tafsir, PT. Pustaka Rizki Putra; Semarang

Vous aimerez peut-être aussi