Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
P
DENGAN DIAGNOSA MEDIS
FRAKTUR TERTUTUP RADIUS ULNA SINISTRA
PRE DAN POST OPERASI ORIF K WIRE
DI RUANG MELATI 3
RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
Disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah KMB IV
Oleh :
Vinda Astri Permatasari
NIM. P07120112080
Tingkat 3 Reguler B
Telah mendapatkan persetujuan pada tanggal
September 2014
Oleh :
Pembimbing Lapangan,
Pembimbing Pendidikan,
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang
menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan , dan krepitasi (Doenges,
2002).
B. Klasifikasi fraktur
Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia
luar dibagi menjadi 2 antara lain:
1. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartement.
2. Fraktur terbuka (open atau compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan atau potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
a. Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
b. Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.
c. Derajat III
Luka lebar, rusak hebat atau hilang jaringan sekitar.
Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Patah tulang lengkap (complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya atau garis
fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya
berubah tempat.
2. Patah tulang tidak lengkap (incomplete fraktur)
Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah
yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.
Menurut Price dan Wilson (2006) kekuatan dan sudut dari tenaga fisik, keadaan
tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,
sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
2. Fraktur ulna (nightstick fractur), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna
3. Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai dengan dislokasi sendi
radioulna proksimal
5. Fraktur Galeazzi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi radioulna
distal
2. Fisiologi
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata
atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.
E. Patofisiologis
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan
kerusakan
syaraf
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan
sindrom compartment (Smeltzer dan Bare, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan,
fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak
disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah
(Smeltzer dan Bare, 2002). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan
otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan
berkurangnyan kemampuan perawatan diri (Carpenito, 2007).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan
dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan
struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami
kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).
F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur 9
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas,
ekstrimitas yang bias diketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang
normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat dari
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smeltzer dan Bare, 2002).
G. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan
bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas
rangka.
2. Reduksi (manipulasi atau reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang
patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi
fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat
dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur
dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur
menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer,
2002).
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan
diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga
pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur10
fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal
bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia,
tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada
bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin
tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid
bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai
temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment
berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan jaringan lunak
(Muttaqin, 2008).
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atrofi atau
kontraktur. Bila keadaan memungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihanlatihan
2000).
H. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2002) dan Price dan Wilson (2006)
antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement,
kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bisa menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi
pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran
kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan
gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartement otot karena
edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi
dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak ada nadi, CRT menurun,
sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur11
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
f.
merupakan
kegagalan
fraktur
berkonsolidasi
dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Non union di tandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang
I.
luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit
diabetes menghambat penyembuhan tulang.
3. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
j.
akibat fraktur.
Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi
dalam ibadah. Hal ini disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerak yang dialami
klien.
J. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur
antara lain:
1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT- scan atau MRI : memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap : hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple,
atau cedera hati.
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000) dan Barbara (1999) adalah
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress, ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan, kerusakan
musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan / tahanan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi tertekan,
prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi pembedahan.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor (kolaboratif): traksi atau gips pada
ekstrimitas
6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
L. Fokus Intervensi dan Rasional
Fokus intervensi keperawatan dan rasional merujuk pada Carpenito (2007) dan
Doenges (2000) antara lain :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat kontraksi/ immobilisasi, stress, ansietas.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu beradaptasi dengan
nyeri yang di alami.
b. Kriteria hasil : nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.
c. Intervensi :
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.
2) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
Rasional: tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukan skala nyeri.
3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri.
Rasional: memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang
nyeri.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur14
penilaian
terhadap
kemampuan
aktifitas
apakah
karena
dan
plastik
di
atas
ekstrimitas
untuk
mempertahankan gibs/ belat/ fiksasi eksternal tetap kering pada saat mandi.
Rujuk pada bagian terapi fisik sesuai pesanan untuk instruksi berjalan dengan
kruk untuk ambulasi dan dapat menggunakannya secara tepat.
Rasional: kantong plastik melindungi alat-alat dari kelembaban yang berlebih
yang dapat menimbulkan infeksi dan dapat menyebabkan lunaknya gibs, hal ini
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur16
menyiapkan pasien untuk mendorong dirinya sendiri setelah dia pulang. Ahli
terapi fisik adalah sepesialis latihan yang membantu pasien dalam rehabilitasi
mobilitas.
6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan dengan intake
yang tidak adekuat.
a. Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh
b. Kriteria hasil: tanda-tanda mal nutrisi tidak ada
c. Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Rasional: untuk mengetahui tingkat status nutrisi pasien
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan selama waktu makan
Rasional: untuk meningkatkan nafsu makan.
3) Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering
Rasional: untuk mengurangi rasa mual.
4) Kaji faktor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti anoreksi dan mual
Rasional: menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau di
hilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
5) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti mual
Rasional: mengurangi rasa mual pada pasien.
7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
a. Tujuan: memperbaiki konsep diri
b. Kriteria hasil: pasien tidak minder dan malu dengan keadaan sekarang
c. Intervensi:
1) Kaji respon dan reaksi pasien serta keluarga terhadap penyakit dan
penangananya
Rasional: Mengetahui bagaimana tanggapan pasien dan keluarga terhadap
penyakitnya sekarang.
2) Kaji hubungan pasien dengan anggota keluarganya
Rasional: Mengetahui adanya masalah dalam keluarga.
3) Kaji pola koping pasien dan keluarga pasien
Rasional: Mengetahui cara penyelesaian masalah dalam keluarga
4) Diskusikan peran memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan dan
kemesraan.
Rasional: seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap
individu tergantung pada tahap maturasi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Hari / tanggal
Waktu
Tempat
Oleh
Sumber Data
Metode
1. Identitas
a. Klien
Nama
: Ny. P
Umur
: 82 tahun
: Perempuan
Agama
: Islam
Pendidikan
: Tak Sekolah
Pekerjaan
: Buruh harian
Alamat
No. CM
: 829798
Tanggal Masuk RS
: 14 September 2014
b. Penanggung jawab
Nama
: Ny. N
Umur
: 41 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Alamat
: Anak Kandung
c. Diagnosis Medis
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri di bagian tangan kirinya. Nyeri saat digerakkan. Pasien
mengatakan sulit untuk tidur.
b. Alasan masuk rumah sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien jatuh terpeleset di teras rumah. Pasien
jatuh dengan posisi tangan menumpu berat tubuh yang jatuh terpeleset,
sehingga terjadi luka 1cm di pergelangan tangan, perdarahan disertai dengan
keluhan nyeri. Keluarga kemudian mengantarkan pasien ke UGD RSUP dr.
Soeradji
Tirtonegoro
Klaten
pada
tanggal
15
September
2014
untuk
apabila pasien merasakan sakit, pasien hanya membeli obat di warung dan
f.
langsung sembuh.
Kesehatan keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit menular maupun
menurun dalam keluarganya.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu), tanggal pemeriksaan 14 September
2014
GDS : 166 (Pre Diabetes)
b. Pemeriksaan protein total, tanggal pemeriksaan 14 September 2014
Pemeriksaan
Protein total
Albumin
Globulin
Hasil
8,04
3,9
4,1
Satuan
gr%
gr%
gr%
Nilai Normal
6,5-8,5
3,7-5,2
Pemeriksaan
BUN
Creatinin
AST
ALT
Hasil
10,6
0,72
13,7
8,9
Satuan
mg/dl
mg/dl
IU/L
IU/L
Nilai Normal
7-18
0,6-1,3
7-24
7-32
Hasil
14,1
4
11,1
34,6
36,5
27,8
32,1
253
46,5
9,9
8,2
12,9
Satuan
10 /L
103/L
g/dL
%
fL
fL
pg
103/L
fL
fL
fL
%
4,7
6,1
39,2
0,7
0,9
12,5
%
%
%
103/L
103/L
103/L
f.
B. ANALISIS
DATA
DATA
DS :
1. Keluarga pasien mengatakan pasien
MASALAH
Resiko Infeksi
PENYEBAB
Pertahanan tubuh sekunder
tidak adekuat
Nyeri Akut
Kerusakan jaringan
muskuloskeletal
Gangguan pola
Ketidaknyamanan fisik :
tidur
nyeri
Hambatan
Mobilitas Fisik
pembatasan aktifitas
C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat ditandai
dengan :
DS :
a. Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami luka 1cm di pergelangan
tangan kiri yang disertai dengan perdarahan
DO :
a. Pada tangan kanan terpasang infus NaCl 0,9% 16 tpm sejak 18 November 2013
dengan kondisi tidak ada kemerahan tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada
lesi.
b. Balutan infus terlihat bersih tidak ada rembesan.
c. Di pergelangan tangan kiri pasien terlihat luka 1cm
d. Tangan kiri terlihat dibalut dengan spalk sepanjang antebrachii, balutan terlihat
bersih.
e. Pemeriksaan darah
HGB : 11,1 g/dL
WBC : 14,1 103/L
LYM% : 4,7 %
NEUT% : 39,2 %
LYM# : 0,7 103/L
NEUT# : 12,5 103/L
2. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan muskuloskeletal ditandai dengan :
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur28
DS :
a. Pasien mengatakan nyeri di bagian tangan kirinya, nyeri saat digerakkan.
b. Pasien mengatakan susah tidur karena merasakan kesakitan yang luar biasa.
DO :
a. Pasien terlihat meringis menahan sakit
b. Tanda tanda vital
TD : 130/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
VAS : 7 (0-10)
c. P : Saat digerakkan
Q : Ditusuk-tusuk
R : Pergelangan tangan
S : VAS : 7 (0-10)
T : Hilang timbul
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik : nyeri ditandai
dengan :
DS :
a. Pasien menyatakan sulit tidur karena tidak mendengarkan radio yang biasanya
pasien dengarkan sebelum memulai tidur.
b. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak, sebentar tidur
sebentar bangun.
c. Pasien mengatakan tidak bisa tidur kembali setelah terbangun
DO :
a. Wajah pasien terlihat sayu
b. Terlihat kantung mata
c. Pasien menunjukkan perilaku gelisah
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi pembatasan aktifitas
ditandai dengan :
DS :
a. Pasien mengatakan susah untuk mengubah posisi karena nyeri
b. Keluarga pasien mengatakan pasien melakukan seluruh aktivitasnya di atas
tempat tidur.
c. Pasien mengatakan dalam melakukan aktivitas, selalu dibantu orang lain.
DO :
a. Selama sakit pasien melakukan aktivitasnya dengan dibantu keluarganya.
b. Pasien terbaring di tempat tidur
c. Pasien bergerak dengan pelan-pelan
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
N
O
1.
PERENCANAAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko
infeksi
TUJUAN
INTERVENSI
berhubungan
15 September 2014
15 September 2014
13.30 WIB
dengan
pertahanan
tubuh
13.30 WIB
Setelah dilakukan asuhan
sekunder tidak adekuat ditandai
1. Observasi tanda-tanda vital pasien : TD, N,
keperawatan selama 4x24
dengan :
S, RR
jam diharapkan pasien tidak
2. Observasi keadaan luka
terkena infeksi, dengan
DS :
kriteria hasil :
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik
a. Keluarga pasien mengatakan 1.Suhu pasien normal (36pasien mengalami luka 1cm di
pergelangan tangan kiri yang
disertai dengan perdarahan
DO :
36,9 C)
2.Tidak terlihat tanda dan
gejala infeksi
3.Nilai pemeriksaan darah
normal
aseptik
4. Lakukan perawatan terhadap prosedur
invasif seperti infuse
5. Batasi pengunjung
LYM% :19-48 %
NEUT% : 40-74 %
13.30 WIB
1. Mengidentifikasi kondisi vital
pasien
2. Mengidentifikasi adanya
infeksi maupun tidak
3. Mengendalikan penyebaran
mikroorganisme pathogen.
4. Untuk mengurangi resiko
infeksi nosokomial
5. Mencegah kontaminasi
6. Keluarga dapat menjadi
infeksi
15 September 2014
silang
RASIONAL
mikroorganisme penyebab
menjelaskan tentang
8. Penurunan Hb dan
peningkatan jumlah leukosit
Vinda
gejala infeksi
infeksi
Vinda
infeksi
Vinda
bersih.
e. Pemeriksaan darah
HGB : 11,1 g/dL
WBC : 14,1 103/L
LYM% : 4,7 %
NEUT% : 39,2 %
LYM# : 0,7 103/L
NEUT# : 12,5 103/L
2.
15 September 2014
13.30 WIB
Selama dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
15 September 2014
15 September 2014
13.30 WIB
13.30 WIB
selanjutnya
hasil :
Vinda
nyeri
3.Pasien menyatakan nyeri
berkurang
terlihat
Vinda
meringis
menahan sakit
b. Tanda tanda vital
TD : 130/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
c. P : Saat digerakkan
Q : Ditusuk-tusuk
R : Pergelangan tangan
S : VAS : 7 (0-10)
T : Hilang timbul
3.
15 September 2014
13.30 WIB
Setelah dilakukan tindakan
15 September 2014
13.30 WIB
a. Lakukan pengkajian kecukupan tidur
merencanakan intervensi
15 September 2014
13.30 WIB
a.Mengetahui pola tidur untuk
selanjutnya
b.Menurunkan kemungkinan
karena
tidak
mendengarkan
sebelum
memulai
tidur.
b. Keluarga pasien mengatakan
pasien tidak bisa tidur nyenyak,
sebentar tidur sebentar bangun.
c. Pasien mengatakan tidak bisa
Vinda
yang optimal
tenang
radio atau musik) untuk memulai pola tidur d.Membantu pasien memulai
tidur
Vinda
DO :
Vinda
Hambatan
mobilitas
fisik
pembatasan
ditandai dengan :
keperawatan diharapkan
mobilitas pasien tidak
15 September 2014
13.30 WIB
1. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
15 September 2014
13.30 WIB
1. Mengidentifikasi kemampuan
mobilisasi pasien
2. Meningkatkan motivasi
DS :
a. Pasien
aktifitas
15 September 2014
13.30 WIB
Selama dilakukan tindakan
mengatakan
hasil :
susah 1.Pasien meningkat dalam
melakukan
seluruh
aktivitas,
aktivitas fisik
2.Pasien dan keluarga
mengerti cara dan tujuan
dari peningkatan mobilitas
fisik
selalu
dengan
dibantu
keluarganya.
b. Pasien terbaring di tempat tidur.
c. Pasien bergerak dengan pelanpelan
Vinda
4. Mencegah pasien
mengalami cedera
Vinda
Vinda
G. Kegiatan
H. Evaluasi
p.
I.
Re
si
ko
inf
ek
si
J. PAGI
K. Senin, 15
September
2014
L. Jam 08.30
WIB
M. Memonitor
tanda-tanda
vital
N.
Vindaa
TD
S
HR
RR
VAS
: 130/80 mmHg
: 36,5 C
: 88 x/menit
: 18 x/menit
: 7 (0-10)
AB.Senin, 15
September
2014
AC.
Jam
08.45 WIB
AD.
Menga
jarkan teknik
non
Vindaa
farmakologi :
nafas dalam
sakit
AE.
daa
Vin
mg
Vindaa
AN.
AO.
Resik
o
Inf
ek
si
AP.Senin, 15
September
2014
AQ.
Jam
08.50 WIB
AR.
Mengo
bservasi
keadaan luka
dan merawat
luka
AS.
Vin
daa
hari sekali
BH.
BI. Ny
BJ. Selasa, 16
eri
September
Ak
2014
BK.Jam 10.00
ut
WIB
BL.Injeksi obat
ketorolac
BM.
Vin
daa
Vindaa
BN.
Selasa, 16 September 2014
BO.
Jam 10.10 WIB
BP.S : Pasien mengatakan nyeri di daerah
tangan sebelah kiri
BQ.
O : Ketorolac 30 mg + aquades
Pasien
terlihat
meringis
menahan nyeri
BS.A : Masalah nyeri akut sebagian teratasi
Vindaa
BU.
BV.Re
si
ko
inf
ek
si
BW.
Senin,
15 September
2014
BX.Jam 10.10
CA.
CB.
CC.
CD.
WIB
BY.Injeksi
IV
cefotaxim
dan drip
metronidazol
e
CE.
Masalah
resiko
sebagian teratasi
CF.P : Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram
BZ. Vindaa
Vindaa
CG.
CH.
Resik
o
inf
ek
si
CI. PAGI
CJ. Selasa, 16
September
2014
CK.
CN.
Selasa, 16 September 2014
CO.
Jam 08.40 WIB
CP.S : Pasien mengatakan kepala terasa
sedikit pusing
Jam
08.30 WIB
CL.Memonitor
CQ.
O : Tanda-tanda vital
CR.
TD : 130/90 mmHg
CS.
N : 80 x/menit
Vin
CT.
RR : 18 x/menit
daa
CU.
S : 36,5 C
tanda-tanda
vital
CM.
infeksi
CZ.Ny
eri
Ak
ut
DA.
Selasa,
16 September
2014
DB.
DE.
Selasa, 16 September 2014
DF.Jam 10.20 WIB
DG.
Jam
10.15 WIB
DC.
Injeksi
O : Ketorolac 30 mg + aquades
obat
ketorolac
Vin
DD.
daa
mg
DL. Vindaa
DM.
Resik
o
inf
ek
si
DN.
Selasa,
16 September
2014
DO.
Jam
10.20 WIB
DP.Injeksi
cefotaxim
dan drip
metronidazol
e
DQ.
DR.
DS.
DT.S : -
DU.
Vin
daa
DX.
Vindaa
DY.
DZ.Re
si
ko
Inf
ek
EA.Selasa, 16
September
2014
EB.Jam 11.10
WIB
keluarga
si
EC.
Menga
EH.
jarkan kepada
pasien dan
keluarga
mengenai
pencegahan,
mengangguk mengerti
EI. :
dan
keluarga
gejala infeksi
teratasi
EK.
fungsio
EL.
laesa)
ED.
mampu
pencegahannya
EJ.
dolor, tumor,
Pasien
tanda dan
(rubor, kalor,
Vindaa
Vin
daa
EM.
EN.
Selasa,
EQ.
16 September
2014
EO.
Jam
11.30 WIB
EP.Mengantar
pasien ke
kamar
operasi untuk
dilakukan
ER.
operasi ORIF
ES.Selasa, 16
Nyeri
September
ak
2014
ET. Jam 13.00
EW.
Selasa, 16 September 2014
EX.Jam 13.05 WIB
EY.S : EZ.O : Pasien terlihat lemah
FA. : Tekanan darah post operasi ORIF :
WIB
EU.
120/80 mmHg
FB. : Tangan kiri pasien terpasang back slab,
ut
Mengu
kur tekanan
darah post
operasi ORIF
FE.
Vindaa
FF. Re
si
ko
inf
ek
si
EV. Vindaa
FG.
PAGI
FH.Rabu, 17
September
2014
FI. Jam 08.30
WIB
FJ. Memonitor
tanda-tanda
vital
FK. Vindaa
O : Tanda-tanda vital
FP.
TD : 110/60 mmHg
FQ.
S : 36 C
FR.
N : 84 x/menit
FS.
RR : 20 x/menit
FX.Rabu, 17
Nyeri
September
ak
2014
FY. Jam 08.40
ut
WIB
FZ. Injeksi obat
ketorolac
GA.
Vin
daa
GB.
GC.
GD.
O : Ketorolac 30 mg + aquades
Pasien
terlihat
meringis
menahan nyeri
GG.
teratasi
GH.
mg
GI.
GJ.Re
GK.
Rabu,
Vindaa
GO.
Rabu, 17 September 2014
GP.Jam 10.10 WIB
si
ko
inf
ek
si
17 September
2014
GL.Jam 10.00
WIB
GM.
Injeksi
cefotaxim
dan drip
GQ.
S:-
GR.
Masalah
resiko
infeksi
sebagian teratasi
metronidazol
GT.P : Kelola pemberian cefotaxim 2x1 gram
Vin
GN.
daa
GV.Re
si
ko
Inf
ek
si
GW.
MALA
M
GX.
Rabu,
17 September
2014
GY.Jam 22.00
WIB
GZ.
Injeksi
cefotaxim
dan drip
metronidazol
e
HA.
Vin
GU.
HB.
HC.
HD.
HE.
daa
HI. Ny
eri
ak
ut
HJ. Rabu, 17
September
2014
HK.
Jam
22.05 WIB
HL.Injeksi obat
ketorolac
HM.
Vin
Vindaa
Vindaa
HN.
Rabu, 17 September 2014
HO.
Jam 22.10 WIB
HP.S : Pasien mengatakan nyeri di daerah
tangan kiri berkurang
HQ.
O : Ketorolac 30 mg + aquades
teratasi
daa
HS.
mg
HT. Vindaa
HU.
Resik
o
inf
ek
si
HV.Kamis, 18
September
2014
HW.
Jam
05.30 WIB
HX.
Memo
nitor tandatanda vital
HY.Vindaa
TD : 120/70 mmHg
IE.
N : 80 x/menit
IF.
S : 36,5 C
RR : 20 x/menit
IG. A : Masalah resiko infeksi sebagian
teratasi
IH. P : Monitor tanda-tanda vital
II.
IJ. Re
si
ko
Inf
ek
si
IK. PAGI
IL. Jumat, 19
September
2014
IM. Jam 08.30
WIB
IN. Memonitor
tanda-tanda
vital
IO.
Vindaa
Vindaa
TD : 150/80 mmHg
IU.
S : 36,2 C
IV.
RR : 20x/menit
IW.
N : 80 x/menit
: Batasi pengunjung
JA. Vindaa
JB.Re
si
ko
Inf
ek
si
JC. Jumat, 19
September
2014
JD. Jam 10.00
WIB
JE. Melakukan
injeksi
cefotaxim
dan drip
metronidazol
e
JF. Vindaa
JN.Ny
JO.Jumat, 19
eri
September
ak
2014
JP. Jam 10.05
ut
WIB
JQ.Injeksi obat
ketorolac
JR. Vindaa
JM. Vindaa
JS. Jumat, 19 September 2014
JT. Jam 10.10 WIB
JU. S : Pasien mengatakan nyeri di daerah
tangan kiri berkurang
JV. O : Ketorolac 30 mg + aquades 2cc
masuk rute IV
JW.
teratasi
JX. P : Kelola pemberian ketorolac 30 mg
JY. Vindaa
JZ. Ny
KA.Jumat, 19
eri
September
Ak
2014
KB.Jam 13.00
ut
WIB
KC.
Melaku
kan
KI.
pengkajian
nyeri
KD.
Vin
: VAS : 2
daa
KM.
Resik
o
Inf
ek
si
KN.
Jumat,
19 September
2014
KO.
Jam
09.00 WIB
KP.Mengobserva
si dan
melakukan
perawatan
KR.
Jumat, 19 September 2014
KS.Jam 09.10 WIB
KT. S : Pasien mengatakan tangan kirinya
terasa nyeri
KU.
bersih
KV. : Luka jahitan terlihat lembab, tidak
terlihat perdarahan dan nanah
luka post
KW.
ORIF k wire
masing-masing 1cm
KQ.
Vin
daa
Terlihat
daerah
jahitan,
LB.Re
si
ko
Inf
ek
si
LC.PAGI
LD.Sabtu, 20
September
2014
LE. Jam 08.30
WIB
LF. Memonitor
tanda-tanda
vital
TD : 160/80 mmHg
LG.
Vin
LM.
S : 36,4 C
daa
LN.
RR : 21 x/menit
LO.
N : 84 x/menit
LU.Sabtu, 20
ng
September
gu
2014
LV. Jam 08.40
an
po
la
tid
ur
WIB
LW.
pasien
bisa
tidur
dengan
kan
pengkajian
kecukupan
tidur
LX. Vindaa
MC.
MD.
teratasi
ME.
P : Pasien BLPL
MJ.Sabtu, 20
September
2014
MK.
Jam
MN.
MO.
MP.
Vindaa
10.00 WIB
ML.
Injeksi
MQ.
masuk per IV
obat
ketorolac
MM.
Vin
daa
MR.
teratasi
MS.
P : Pasien pulang
Vindaa
MU.
MV.
Resik
o
Inf
ek
si
MW.
Sabtu,
20 September
2014
MX.
Jam
10.00 WIB
MY.
Melaku
kan injeksi
cefotaxim
dan aff infus
MZ.
Vin
NA.
NB.
NC.
masuk rute IV
NE.
NI. Sabtu, 20
Hamb
September
at
2014
NJ. Jam 13.00
an
m
ob
ilit
as
fis
ik
WIB
NK.
jarkan pasien
dan keluarga
cara
mengurangi
odem, cara
infeksi
Vindaa
Menga
resiko
sebagian teratasi
daa
NH.
Masalah
beban
berat
dan
menggunaka
n tripod dan
merawat luka
post operasi
(hindari dari
menggunakan tripod
NR.
fisik teratasi
NS.
air,
P : Pasien pulang
NT. Vindaa
mengubah
posisi tangan
kiri, melarang
angkat berat,
melarang
menggerakka
n
pergelangan
tangan kiri)
NL. Vindaa
NU.
NV.
NW.
NX.
NY.
BAB III
NZ.
KESIMPULAN
OA.
OB. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan Ny. P
dengan diagnosa medis fraktur tertutup radius ulna sinistra pre dan post
operasi orif k wire yang sudah dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
selama 7 hari di Bangsal Melati 3 adalah
1. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak
adekuat sebagian teratasi
2. Nyeri akut dengan kerusakan jaringan muskuloskeletal sebagian teratasi
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik : nyeri
teratasi
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan terapi
pembatasan aktivitas teratasi
OC.
OD.
OE.
OF.
OG.
OH.
OI.
OJ.
OK.
OL.
OM.
ON.
OO.
OP.
OR.
DAFTAR PUSTAKA
OQ.
Barbara, Engram. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-
OS.
Juall.
2007.
Rencana
Asuhan
dan
Jakarta : EGC
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
OV.
OW.
Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
OX.
OY.
OZ.